10 yang dihasilkan juga semakin banyak. Proses ini akan terhenti jika kadar alkohol
sudah meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh mikroba [5].
2.3.3 Tahap Pemurnian
Pemurnian dapat dilakukan dengan distilasi. Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer sebagian besar adalah air dan etanol. Titik didih
etanol murni 78
o
C sedangkan air adalah 100
o
C kondisi standar. Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78-100
o
C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol
dengan konsentrasi 95 volume [17].
2.4 PEMILIHAN PROSES
Dengan berbagai penjelasan di atas, pada tahapan persiapan bahan baku, peneliti memilih proses hydrothermal dengan metode Liquid Hot Water LHW
untuk hidrolisis, selanjutnya mengkaji proses fermentasi, yang meliputi perbandingan berat ragi S. cereviceae dengan bahan baku kulit durian konsentrasi
ragi dan lamanya lama fermentasi. Dan tahapan terakhir, pemurnian dengan metode distilasi yang dilanjutkan dengan kondensasi sehingga diperoleh larutan
bioetanol.
2.5 ANALISIS EKONOMI
Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari kulit durian dengan cara yang konvensional.
Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Kulit Durian Bahan dan Peralatan
Jumlah Harga Rp
Biaya Total Rp Kulit Durian
1 kg 5000,-20 kg
250,- Air proses
3 L 2000,-L
6.000,- Ragi Tape
60 gr 2000,-10 g
12.000,- Air kondensasi
20 L 2,5 L
50,- Listrik
- 33.000,-
33.000,- Total biaya
51.300,-
Universitas Sumatera Utara
11 Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan
untuk pembuatan bioetanol per kilogram kulit durian adalah sebesar Rp. 51.300,-, meskipun bioetanol yang dihasilkan masih rendah kemurniannya dan diperlukan
adanya tahap purifikasi lanjutan untuk menjadikan produk tersebut menjadi lebih tinggi kemurniannya.
Universitas Sumatera Utara
12
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Ekologi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Kulit Durian 2.
Ragi Tape 3.
Air
3.2.2 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1.
Toples untuk tempat fermentasi 2.
Timbangan 3.
Blender 4.
Panci pengukus 5.
Pendingin leibig 6.
Labu distilasi 7.
Gabus 8.
Erlenmeyer 9.
Hot plate dan Magnetic Stirrer 10.
Termometer 11.
Kain penyaring Adapun peralatan analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Neraca Elektrik
2. Erlemeyer
3. Gelas ukur
4. Piknometer
Universitas Sumatera Utara
13
3.3 PROSEDUR 3.3.1 Prosedur Penelitian
1. Kulit durian dibersihkan dan dicincang.
2. Potongan kulit durian direbus selama 1 jam di dalam panci bertekanan
untuk membuatnya menjadi lunak. 3.
Potongan kulit durian yang sudah lunak dihaluskan sehingga berbentuk slurry.
4. Slurry kulit durian dihidrolisis dengan perbandingan air : slurry sebanyak
2 : 1 selama 90 menit. 5.
Hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam tempat fermentasi dan ditambahkan ragi yang sudah dihaluskan dengan variasi 2, 4, dan 6 dari jumlah bahan
baku kulit durian awal. 6.
Dilakukan fermentasi pada suhu ruangan dengan variasi lama fermentasi selama 6, 7, dan 8 hari.
7. Slurry hasil fermentasi disaring dan didistilasi pa
da suhu 79 - 87
o
C selama 3 jam.
8. Hasil distilasi dialirkan ke pendingin leibig untuk dikondensasi.
9. Distilat ditampung, diukur volume distilat, dan dianalisa.
3.3.2 Prosedur Analisa
3.3.2.1 Prosedur Analisa Densitas 1.
Alat piknometer yang digunakan untuk mengukur densitas bioetanol dikeringkan ke dalam oven pada temperatur 100
o
C selama 10 menit kemudian didinginkan sampai suhu kamar.
2. Ditimbang piknometer kosong dengan menggunakan neraca analitis
kemudian dicatat beratnya. 3.
Piknometer lalu diisi dengan aquadest kemudian ditimbang dengan neraca analitis dan dicatat beratnya. Dicatat suhu aquadest pada saat pengukuran
dan diihat densitas air pada suhu tersebut pada Appendix A.2-3 [18]. 4.
Piknometer dikeringkan kembali di dalam oven pada temperatur 100
o
C selama 10 menit lalu didinginkan sampai suhu kamar.
Universitas Sumatera Utara
14 5.
Dimasukkan sampel distilat ke dalam piknometer sampai tidak ada gelembung udara.
6. Ditimbang piknometer yang berisi sampel distilat dengan menggunakan
neraca analitis dan dicatat beratnya. 7.
Dihitung densitas distilat dengan rumus : 3.1
Dimana: ρ
1
= densitas air m
1
= massa piknometer berisi air – piknometer kosong
ρ
2
= densitas distilat m
2
= massa piknometer berisi distilat – piknometer kosong
3.3.2.2 Prosedur Analisa Spesific Gravity dan API Gravity
Specific gravity dan API gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas kerapatan atau berat per satuan volume dari suatu bahan. Hubungan
antara specific gravity sg dan API gravity G adalah sebagai berikut: 3.2
3.3
Besarnya harga dari API gravity berkisar dari 0-100, sedangkan specific gravity merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air. Hubungan
antara densitas dan specific gravity adalah sebagai berikut:
3.4
3.3.2.3 Prosedur Analisa Nilai Kalor
Nilai densitas, spesific gravity dan API gravity kemudian digunakan untuk menghitung nilai kalor dengan persamaan:
3.5
Universitas Sumatera Utara
15
3.3.2.4 Analisis Kadar Bioetanol dengan Metode Densitas
Analisa kadar bioetanol dilakukan dengan metode densitas dengan cara berikut:
1. Nilai densitas yang diperoleh sebelumnya dicocokkan pada tabel 3.1
berikut. 2.
Kadar etanol dihitung dengan menginterpolasi data densitas berat jenis dan kadar etanol pada suhu 30
C pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Konversi Berat Jenis - Kadar Etanol [19]
Kadar Larutan Etanol
Berat Jenis Larutan Etanol
gmL Kadar Larutan
Etanol Berat Jenis
Larutan Etanol gmL
0,99568 25
0,95607
1 0,99379
26 0,95442
2 0,99194
27 0,95272
3 0,99014
28 0,95098
4
0,98839 29
0,94922
5 0,98670
30 0,94741
6 0,98507
31 0,94557
7 0,98347
32 0,94370
8 0,98189
33 0,94180
9
0,98031 34
0,93986
10 0,97875
35 0,93790
11 0,97723
36 0,93591
12 0,97573
37 0,93390
13 0,97424
38 0,93186
14
0,97278 39
0,92979
15 0,97133
40 0,92770
16 0,96990
41 0,92558
17 0,96844
42 0,92344
18 0,96697
43 0,92128
19
0,96547 44
0,91910
20 0,96395
45 0,91692
21 0,96242
46 0,91472
22 0,96087
47 0,91250
23 0,95929
48 0,91028
24
0,95769 49
0,90805
Universitas Sumatera Utara
16
3.4 FLOWCHART PENELITIAN
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bioetanol dari Kulit Durian Kulit durian dibersihkan dan dicincang resizing
Direbus selama 1 jam Mulai
Dihaluskan hingga menjadi slurry dengan blender
Slurry dihidrolisis dengan perbandingan air : slurry sebanyak 2:1 selama 90 menit di dalam panci.
Difermentasi dengan variasi persentase berat ragi Saccaromyces cereviceae sebanyak 2, 4, dan 6 selama 6, 7, dan 8 hari pada suhu ruangan.
Slurry hasil fermentasi disaring
Distilasi pada suhu 79-85 C selama 3 jam
Kondensasi
Selesai Analisa larutan bioetanol
Universitas Sumatera Utara
17 Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Analisa Densitas Larutan Bioetanol
Dikeringkan piknometer di dalam oven pada suhu 100 C selama 10 menit dan kemudian
didinginkan sampai suhu kamar. Mulai
Ditimbang piknometer kosong dan dicatat beratnya
Diisi piknometer dengan aquades, ditimbang, dan dicatat beratnya. Dicatat suhu aquades pada saat pengukuran dan dilihat densitas air pada suhu tersebut pada App A.2-3 Geankoplis.
Dikeringkan kembali piknometer di dalam oven pada suhu 100 C selama 10 menit dan
kemudian didinginkan sampai suhu kamar.
Dimasukkan sampel distilat sampai tidak ada gelembung udara.
Ditimbang piknometer yang berisi sampel dan dicatat beratnya
Dihitung densitas distilat
Selesai
Universitas Sumatera Utara
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENGARUH KONSENTRASI RAGI FERMENTASI TERHADAP PEROLEHAN VOLUME BIOETANOL PER JUMLAH BAHAN BAKU
AWAL VC
A
Gambar 4.1 berikut memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi fermentasi terhadap perolehan volume bioetanol per jumlah bahan baku awal VC
A0
pada pembuatan bioetanol dari kulit durian.
Gambar 4.1 Kurva Pengaruh Konsentrasi Ragi Fermentasi berat terhadap Perolehan Volume Bioetanol per Jumlah Bahan Baku Awal VC
A
mlkg
Dari gambar 4.1 di atas terlihat bahwa, untuk kurva variasi lama fermentasi 7 hari, penambahan perolehan volume bioetanol per jumlah bahan baku awal
VC
A0
seiring dengan bertambahnya konsentrasi ragi fermentasi, semakin besar
konsentrasi ragi yang ditambahkan maka
VC
A0
nya pun semakin besar, sehingga diperoleh
VC
A0
tertinggi pada penelitian ini adalah pada variasi lama fermentasi 7 hari dengan penambahan konsentrasi ragi fermentasi sebanyak 6 , yaitu 2,78
Universitas Sumatera Utara
19 mlkg, kemudian secara berurut sebesar 2,69 dan 2,35 mlkg untuk penambahan
konsentrasi ragi fermentasi 4 dan 2 . Hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penambahan konsentrasi ragi mempengaruhi perolehan
bioetanol, dimana konsentrasi ragi berarti banyaknya jumlah yeast yang ada [3]. Semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin banyak pula karbohidrat
yang diurai menjadi alcohol oleh mikroba tersebut, sehingga alkohol yang dihasilkan juga semakin banyak. Proses peningkatan kadar bioetanol tersebut akan
terhenti jika kadar alkohol terus meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh mikroba [5] sehingga menyebabkan kematian bagi mikroba.
Untuk kurva variasi lama fermentasi 6 dan 8 hari terlihat bahwa, semakin besar konsentrasi ragi maka VC
A
yang diperoleh pun semakin besar, dimana meningkat dari penambahan konsentrasi ragi 2 dan 4 , yaitu 0,13 menjadi 0,79
mlkg untuk lama fermentasi 6 hari dan 1,04 menjadi 1,18 mlkg untuk lama fermentasi 8 hari. Namun, terjadi penurunan VC
A
yang diperoleh pada penambahan konsentrasi ragi fermentasi sebanyak 6 , yaitu 0,79 menjadi 0,14
mlkg untuk lama fermentasi 6 hari dan 1,18 menjadi 0,07 mlkg untuk lama fermentasi 8 hari. Sehingga kurva yang dihasilkan pun berbentuk parabola. Hal ini
didukung oleh teori yang menyatakan bahwa, penambahan konsentrasi ragi secara terus menerus justru bisa menurunkan hasil perolehan bioetanol, dikarenakan
mikroba yang terdapat di dalam ragi fermentasi yang ditambahkan tidak hanya menguraikan glukosa menjadi alkohol melainkan juga mengkonsumsinya sebagai
nutrisi bagi perkembangkbiakannya. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa Saccharomyces cereviseae yang ada lebih banyak dibanding nutrisi yang tersedia,
sehingga Saccharomyces cereviseae lebih banyak menggunakan glukosa tersebut untuk bertahan hidup daripada merombaknya manjadi alkohol. Semakin banyak
mikroba yang terdapat di dalamnya, maka semakin besar pula kebutuhannya akan nutrisi, sehingga glukosa yang diuraikan menjadi alkohol akan berkurang, karena
sudah dikonsumsi sebagai nutrisi sebelum dirubah menjadi produk etanol [20].
Universitas Sumatera Utara
20
4.2 PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP PEROLEHAN VOLUME BIOETANOL PER JUMLAH BAHAN BAKU AWAL
VC
A
Gambar 4.2 berikut memperlihatkan pengaruh lama fermentasi terhadap perolehan volume bioetanol per bahan baku awal VC
A
pada pembuatan bioetanol dari kulit durian
.
Gambar 4.2 Kurva Pengaruh Lama Fermentasi hari terhadap Perolehan Volume Bioetanol per Jumlah Bahan Baku Awal VC
A
mlkg.
Dari gambar 4.2 di atas terlihat bahwa, untuk semua variasi konsentrasi ragi fermentasi, perolehan volume bioetanol per jumlah bahan baku awal VC
A
yang diperoleh meningkat dari lama fermentasi 6 hari ke 7 hari, kemudian menurun pada variasi lama fermentasi 8 hari. Jadi, VC
A
terbesar yang dihasilkan untuk semua variasi konsentrasi ragi feremntasi adalah pada lama fermentasi 7
hari, sehingga kurva yang dihasilkan berbentuk parabola. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa lama fermentasi mempengaruhi
perolehan bioetanol per bahan baku awal VC
A
, dimana semakin lama
Universitas Sumatera Utara
21 fermentasi dilakukan, VC
A
yang diperoleh semakin meningkat sampai batas waktu tertentu dan kemudian menurun. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa, semakin lama fermentasi berlangsung maka jumlah mikroba yang dibutuhkan dalam proses tersebut juga akan semakin bertambah, sehingga
dengan semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin banyak pula karbohidrat yang terurai menjadi alkohol, sehingga alkohol yang dihasilkan juga
semakin banyak. Proses ini akan terhenti jika kadar alkohol sudah meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh mikroba [5]. Kadar etanol yang terbentuk
akan semakin tinggi sampai pada waktu tertentu waktu maksimal dan setelah waktu maksimal dilewati kadar etanol yang dihasilkan akan menurun [16].
Di samping itu, hal tersebut disebabkan ragi yang digunakan bukanlah biakan murni, melainkan merupakan campuran dari genus- genus, memiliki
spesies seperti Aspergilus, S. cerevisiae, Candida dan Hansenula, serta Acetobacter. Genus tersebut hidup bersama-sama secara sinergetik dan bekerja
berkesinambungan. Dimana, Aspergilus dapat menyederhanakan gula; S. cerevisiae, Candida dan Hansenula dapat menguraikan gula menjadi alkohol;
sedangkan Acetobacter menguraikan alkohol menjadi asam asetat [15]. Jadi, ketika sudah terbentuk etanol, acetobacter yang terkandung di dalam ragi akan
merubahnya menjadi asam asetat. Sehingga, fermentasi tidak boleh dibiarkan berlanjut atau diperlukan pemisahan etanol yang dihasilkan pada lama waktu
tertentu. Kecuali, mikroba yang digunakan adalah biakan murni yang hanya mengandung S. cerevisiae di dalamnya.
4.3 PEMILIHAN KOMBINASI VARIABEL PENELITIAN DENGAN HASIL TERBAIK