1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kebutuhan Bahan Bakar Minyak BBM sebagai sumber energi setiap harinya semakin meningkat, sedangkan cadangan energi minyak bumi fosil
semakin menipis. Diperkirakan konsumsi bahan bakar minyak dunia pada tahun 2025-2030 sekitar 190 juta barrel per hari, atau dua kali lipat dari konsumsi BBM
saat ini [1]. Padahal minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui non-renewable.
Selain itu, ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi selama ini menyebabkan dampak lingkungan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar maka perlu dikembangkan bahan bakar alternatif yang sifatnya dapat diperbaharui dan lebih ramah lingkungan.
Khususnya di Indonesia, pemerintah berharap ketergantungan terhadap konsumsi bahan bakar fosil, berkurang dari 52 menjadi 20 . Hal ini tertera dalam
Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Sumber energi terbarukan renewable dibutuhkan untuk penyediaan sumber
energi secara berkesinambungan sustainable. Hal ini akan lebih baik lagi apabila berasal dari limbah, sehingga dapat menurunkan biaya produksi dan mengurangi
efek negatif penumpukan limbah terhadap lingkungan. Salah satu bahan bakar altenatif yang memenuhi persyaratan tersebut adalah bioetanol, yang dapat
menjadi bahan aditif maupun substitutif bagi bensin gasoline. Di Indonesia, yang merupakan negara tropis, ketersediaan bahan baku bioetanol melimpah
sehingga menjadikannya prospektif untuk dikembangkan. Kegunaan etanol di bidang industri adalah sebagai bahan bakar, bahan pembuatan kosmetik, obat-
obatan, dan campuran minuman [1]. Penelitian-penelitian sebelumnya terkait pembuatan bioetanol diperlihatkan pada Tabel 1.1 berikut.
Universitas Sumatera Utara
2 Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya terkait Pembuatan Bioetanol
No Nama
Peneliti Judul
Penelitian Metode dan Hasil Penelitian
1. Patiwat
Chaiyamate dan
Chalerm Ruangviriya
chai 2010 A study of
Cellulosic Ethanol
Production from Durian Peel
using Saccharomyces
Cerevisiae Bahan baku: Kulit durian
Prosedur: Hidrolisis
beberapa tahap
untuk mengetahui kondisi bahan baku yang paling baik;
fermentasi; dan pemurnian dengan menggunakan membran.
Hasil: Selulosa etanol yang paling banyak adalah dari kulit durian tanpa lignin yaitu 3,73 g dari 10 g
bahan baku [2].
2. Arif Jumari,
Wusana Agung
Wibowo, Handayani,
dan Indika Ariyani
2009 Pembuatan
Etanol dari Jambu Mete
dengan Metode Fermentasi.
Bahan Baku: Ekstrak jambu mete Prosedur:
Fermentasi dengan
Saccharomyces Cereviseae selama 5-10 hari, lalu didistilasi.
Hasil: - Lama fermentasi berbanding lurus dengan kadar
etanol yang didapatkan. - Kadar etanol berbanding lurus dengan jumlah
yeast yang digunakan. - Kadar etanol maksimum yang didapatkan yaitu
pada hari ke sepuluh untuk tiap variasi yeast [3].
3 Jhonprimen
H.S, Andreas
Turnip, M, dan Hatta
Dahlan 2012
Pengaruh Massa Ragi, jenis Ragi,
dan Lama Fermentasi pada
Bioetanol dari Biji Durian
Bahan baku: Biji Durian Prosedur: Pretreatment beberapa jenis, fermentasi
dengan ragi tempe dan roti. Hasil: Massa ragi, jenis ragi, dan lama fermentasi
mempengaruhi kadar etanol. Kadar etanol tertinggi adalah pada metode hidrolisis dengan 3 hari
fermentasi, berat ragi 10 gr, dan jenis ragi tape [4].
4. Rudy
Sutanto, Harisman
Jaya, dan Arif
Mulyanto Analisa
Pengaruh Lama Fermentasi dan
Temperatur Distilasi
terhadap
Sifat Fisik
Spesific Gravity
dan Nilai
Kalor Bioetanol
Berbahan Baku Nanas Ananas
Comosus Bahan baku: Nanas
Prosedur: Lama fermentasi 5,7, dan 9 hari dengan temperatur distilasi adalah 60, 75, dan 80
C. Massa sampel 1750 gr ditambahkan ragi bubuk sebanyak
75 gr atau sebanyak 4,3 massa sampel tersebut. Hasil:
- Kadar alkohol meningkat dengan bertambahnya
lama fermentasi dan berbanding terbalik terhadap temperatur distilasi. Kadar alkohol
tertinggi diperoleh sebesar 76,03 sedangkan yang terendah adalah 65,01 .
- Specivic gravity menurun dengan bertambah
lamanya fermentasi dan menurunnya temperatur distilasi. Specific gravitynya 0,84448-0,87098
- Nilai kalor meningkat seiring dengan bertambah
lamanya fermentasi dan menurunnya temperatur distilasi. Nilai kalornya 13458,48 - 29679,47
Jgr [5].
Universitas Sumatera Utara
3 Pemilihan limbah organik sebagai bahan baku diharapkan menjadi salah satu
solusi cerdas untuk pengolahan limbah. Limbah organik di Indonesia mencapai 60-70 dari total volume sampah, sehingga apabila diabaikan dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan, munculnya penyakit, menurunkan nilai estetika kota, dan masalah lainnya [6].
Salah satu limbah organik yang sering ditemukan, khususnya di kota Medan, adalah kulit durian, yang menumpuk,
berserakan di sekitar aliran sungai dan berbagai tempat, karena provinsi Sumatera Utara merupakan penghasil buah durian terbesar di Indonesia, yaitu 579.471 ton
per tahun [7]. Sehingga kulit durian juga potensial untuk dikembangkan sebagai
bahan baku pembuatan bioetanol. Melihat dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, peneliti fokus pada proses fermentasi selaku proses inti pembuatan
bioetanol. Tentu untuk setiap bahan baku yang berbeda, maka kondisi prosesnya pasti berbeda. Diharapkan bioetanol dari kulit durian ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan ataupun bahan untuk industri lainnya.
1.2 PERUMUSAN MASALAH