Persepsi Pustakawan Terhadap Library 2.0: Studi Kasus Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Universitas Negeri Medan
PERSEPSI PUSTAKAWAN TERHADAP LIBRARY 2.0 : STUDI KASUS PADA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN
PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
dalam bidang Studi Perpustakaan dan Informasi
Oleh : Reza Fachri Rosadi
100709005
DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Persepsi Pustakawan Terhadap Library 2.0: Studi Kasus Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Universitas Negeri Medan Oleh : Reza Fachri Rosadi
NIM : 100709005
Pembimbing I : Ishak, S.Sos., M.Hum
NIP. 19670424 200112 1 001
Tanda Tangan :
Tanggal :
Pembimbing II : Abdul Hafiz Harahap , S.Sos., M.I.Kom NIP. 19750910 200604 1 001
Tanda Tangan :
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Persepsi Pustakawan Terhadap Library 2.0 : Studi Kasus Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Universitas Negeri Medan
Oleh : Reza Fachri Rosadi
NIM : 100709005
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI Ketua : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd
NIP. 19511119 198601 2 001
Tanda Tangan :
Tanggal :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
Dekan : Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 19511013 197603 1 001
Tanda Tangan :
(4)
PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ini adalah karya orisinil dan belum pernah disajikan sebagai tulisan untuk memperoleh suatu kualifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.
Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip pada karya ini.
Medan, April 2015
Nim: 100709005 Reza Fachri Rosadi
(5)
ABSTRAK
Reza Fachri Rosadi. 2015. Persepsi Pustakawan Terhadap Library 2.0 : Studi Kasus Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Universitas Negeri Medan. Medan : Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pustakawan terhadap Library 2.0 pada perpustakaan USU dan perpustakaan UNIMED. Kategori persepsi Library 2.0 yang diukur sesuai dengan indikator adalah sinkronisasi pesan, media streaming, Blogs dan wikis, jaringan sosial, tagging, rss feed, Mashup.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang dilaksanakan pada pada Perpustakaan USU di Jalan Perpustakaan No. 1. Kampus USU Medan dan Perpustakaan UNIMED di Jalan Willem Iskandar, Pasar V - Kotak Pos No. 1589 Medan 20221. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan Wawancara Mendalam, Observasi dan Studi Dokumentasi.
Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sudah mengetahui adanya layanan Library 2.0. Pustakawan juga mendukung layanan ini diterapkan di perpustakaan. Namun kurangnya SDM, dukungan dana dan pelatihan kepada pustakawan serta kurangnya partisipasi pengguna membuat pustakawan dan perpustakaan belum efektif menerapkan layanan Library 2.0. Pustakawan juga tahu bahwa Library 2.0 adalah bentuk layanan yang mengikuti tren pengguna, sehingga memudahkan pustakawan dan perpustakaan lebih dekat dengan pengguna.
Kata Kunci : Persepsi pustakawan, Libary 2.0, Perpustakaan USU, Perpustakaan UNIMED.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Pustakawan Terhadap Library 2.0 : Studi Kasus Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Universitas Negeri Medan”. Skripsi ini diselesaikan sebagai salah satu persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi pada Fakultas Ilmu Budaya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang teristimewa dan sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta yakni, Ayahanda M. Ridho Heriadi dan Ibunda Dra. Rosmawati, yang telah memberikan segalanya serta kesabaran mendukung dan menunggu Penulis untuk wisuda. Kepada Kakakku Cynthia Dewi Rosadi, Amd dan adik-adik Penulis, Kemala Sari Syahputri Rosadi serta Kafi Fathur Rahman Rosadi, terima kasih atas dukungan dan semangat tanpa batas kepada Penulis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu keberhasilan penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU. 2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd, Selaku ketua Program Studi Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya.
3. Bapak Ishak, S.sos., M.Hum selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan kesabaran membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Ishak, S.sos., M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan
waktu serta kesabaran dalam membimbing Penulis menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh Staf Pengajar pada Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan
Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik Penulis selama perkuliahan.
(7)
6. Kepada Kepala Perpustakaan beserta Staf Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Universitas Negeri Medan yang telah mengizinkan serta membantu dalam memberikan data yang Penulis butuhkan.
7. Kepada Putri yang terus mendukung Penulis untuk terus mengerjakan Skripsi walau dengan banyak masalah. Terima kasih banyak.
8. Kepada sahabat-sahabat Penulis yaitu Aya, Yeni, Wijik, Una, Ulin, Tya, Sisbod, Dika, Arief, dll. Terima kasih atas kebersamaan, semangat, serta persaudaraan yang terjalin entah sampai kapan nanti. Kenangan bersama kalian tidak akan terlupakan.
9. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu serta memberikan semangat kepada Peneliti sehingga skripsi ini dapat selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu Penulis mengharapkan adanya masukan positif untuk memperbaiki skripsi ini selanjutnya. Akhir kata Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, April 2015
Reza Fachri Rosadi 100709005
(8)
DAFTAR ISI ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 5
2.1 Perkembangan Teknologi Web ... 5
2.2 Library 2.0 ... 7
2.3 Model dan Konsep Library 2.0 ... 9
2.4 Layanan Library 2.0 ... 12
2.5 Peran Pustakawan di Era 2.0 ... 21
2.6 Kajian Persepsi ... 24
2.6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 25
2.6.2 Proses Persepsi ... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 27
3.1 Metode Penelitian ... 27
3.2 Lokasi Penelitian ... 28
3.3 Proses Penelitian ... 28
3.3.1 Mengindentifikasi Informan ... 28
3.3.2 Mengumpulkan Data ... 29
3.3.3 Instrumen Penelitian ... 30
3.4 Jenis dan Sumber Data ... 31
3.5 Keabsahan Data ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1 Karakteristik Responden ... 33
Tabel 4.1: Karakteristik Informan ... 33
4.2 Kategori/Analisis Data ... 34
4.2.1 Sinkronisasi Pesan ... 35
4.2.2 Media Streaming ... 37
4.2.3 Blogs dan Wikis ... 39
4.2.4 Jaringan sosial ... 40
4.2.5 Tagging... 41
4.2.6 RSS Feed ... 42
(9)
4.3 Rangkuman Hasil Penelitian ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN I ... 49
(10)
ABSTRAK
Reza Fachri Rosadi. 2015. Persepsi Pustakawan Terhadap Library 2.0 : Studi Kasus Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Universitas Negeri Medan. Medan : Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pustakawan terhadap Library 2.0 pada perpustakaan USU dan perpustakaan UNIMED. Kategori persepsi Library 2.0 yang diukur sesuai dengan indikator adalah sinkronisasi pesan, media streaming, Blogs dan wikis, jaringan sosial, tagging, rss feed, Mashup.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang dilaksanakan pada pada Perpustakaan USU di Jalan Perpustakaan No. 1. Kampus USU Medan dan Perpustakaan UNIMED di Jalan Willem Iskandar, Pasar V - Kotak Pos No. 1589 Medan 20221. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan Wawancara Mendalam, Observasi dan Studi Dokumentasi.
Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sudah mengetahui adanya layanan Library 2.0. Pustakawan juga mendukung layanan ini diterapkan di perpustakaan. Namun kurangnya SDM, dukungan dana dan pelatihan kepada pustakawan serta kurangnya partisipasi pengguna membuat pustakawan dan perpustakaan belum efektif menerapkan layanan Library 2.0. Pustakawan juga tahu bahwa Library 2.0 adalah bentuk layanan yang mengikuti tren pengguna, sehingga memudahkan pustakawan dan perpustakaan lebih dekat dengan pengguna.
Kata Kunci : Persepsi pustakawan, Libary 2.0, Perpustakaan USU, Perpustakaan UNIMED.
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perpustakaan saat ini telah mengalami banyak perubahan, perubahan bentuk informasi dan kebutuhan saling berkomunikasi mengakibatkan perubahan pada kebutuhan dan pencarian informasi. Sejak munculnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK), perpustakaan mengadaptasi TIK untuk membantu kegiatan yang berlangsung di perpustakaan, dengan tujuan tercapainya pelayanan yang semakin baik dan maksimal.
Penerapan TIK dalam kegiatan perpustakaan saat ini muncul istilah Library 2.0 atau disebut juga dengan perpustakaan 2.0. Library 2.0 pertama kali muncul pada tahun 2005 melalui sebuah Blog bernama Library Crunch. Michael Casey adalah pemilik Blog sekaligus orang pertama yang mencetuskan pemakaian istilah Library 2.0. Menurut Casey “Library 2.0 merupakan layanan perpustakaan yang selalu melakukan perubahan yang berorientasi kepada pengguna dengan cara mengajak pengguna berpartisipasi dalam penciptaan layanan yang mereka inginkan baik secara fisik maupun virtual kemudian didukung dengan evaluasi yang konsisten”. (Casey dan Savastinuk 2006)
Library 2.0 memberikan layanan informasi lebih interaktif, pengguna dapat berkomunikasi dengan sistem, bekerjasama, dan saling melengkapi, serta menampilkan bermacam hal seperti foto, musik, data, Blog, Wikipedia, Facebook,
(12)
Friendster, sampai dengan dunia virtual semacam Second Life. Tujuan Library 2.0 adalah membuat perubahan perpustakaan dengan tren terbaru pengguna di kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan tujuan, Library 2.0 juga berfungsi memikat pengguna untuk terus menggunakan perpustakaan sebagai pusat informasi.
Sebagai contoh penerapan Library 2.0 di perpustakaan antara lain : (Casey dan Savastinuk 2007) “The Ann Arbor District Library dengan halaman Web yang memungkinkan pengguna memberikan komentar dan memiliki katalog virtual, Gwinnett County Public Library yang bekerja sama dengan remaja setempat untuk mengadakan konser grup musik di perpustakaan, Tacoma Public Library yang memberikan layanan RSS Feeds kepada pengguna, dan Darien Library yang memberikan 10 macam Blog untuk pengguna berinteraksi dengan perpustakaan”. Di Indonesia ada beberapa perpustakaan yang menerapkan Library 2.0, diantaranya Perpustakaan Kementerian Sosial dan Perpustakaan Kementerian Kesehatan. Perpustakaan tersebut bisa dijadikan contoh dan masukkan untuk sarana penerapan Library 2.0.
Library 2.0 memberi kesempatan pustakawan untuk berbagi dan turut mengambil peran perkembangan perpustakaan. Lalu bagaimana seharusnya pustakawan menyikapinya? Sebelum menentukan sikap, tentu sangat bijak mencoba mengetahui dan memahami Library 2.0. Dengan demikian, pustakawan dapat menemukan alasan sebelum menentukan sikap untuk menghasilkan pelayanan terbaik. Pustakawan sebagai profesi juga dituntut untuk terus berkreasi
(13)
memajukan perpustakaan Indonesia. Seiring dengan perkembangan TIK, mutu pelayanan perpustakaan dituntut semakin baik.
Salah satu mahasiswa ilmu perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) mengomentari tentang penerapan Library 2.0 di perpustakaan, menyatakan bahwa “saya kira bagus ya, apabila diterapkannya Library 2.0 di perpustakaan dimana aja, karena bisa menghemat biaya anggaran, memudahkan pengguna, serta layanan terbaru dan koleksi digital bisa diakses dengan mudah”.
Penulis menggunakan Perpustakaan USU dan Perpustakaan Universitas Negeri Medan (UNIMED) sebagai subjek penelitian dikarenakan adanya layanan dan fasilitas yang disediakan perpustakaan tersebut yang berhubungan dengan Library 2.0. Dari observasi awal penulis, Perpustakaan USU memiliki layanan dan fasilitas seperti : Chat Reference menggunakan Yahoo Messanger, layanan Repository, layanan jurnal Offline dan Online, Sosial Media, RSS Feeds, OPAC, layanan referensi, layanan fotocopy, dan layanan digital. Perpustakaan UNIMED memiliki layanan dan fasilitas seperti : Chat Reference menggunakan Yahoo Messanger, layanan Repository, Chatting Online, Sosial Media, RSS Feeds, OPAC ditambah dengan layanan/fasilitas yang memudahkan pengguna seperti: Pengembalian Mandiri, Locker Room Digital dan Disscussion Room.
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui persepsi pustakawan terhadap Library 2.0 di perpustakaan USU dan perpustakaan UNIMED.
(14)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah yaitu Bagaimana Persepsi Pustakawan Terhadap Library 2.0 pada Perpustakaan USU dan Perpustakaan UNIMED?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Persepsi Pustakawan terhadap Library 2.0 pada Perpustakaan USU dan Perpustakaan UNIMED.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
1. Perpustakaan USU dan Perpustakaan UNIMED, sebagai bahan masukan atau pertimbangan yang berguna dalam pengembangan layanan Library 2.0, sehingga kualitas layanan pengguna dapat ditingkatkan.
2. Peneliti, menambah pemahaman wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai Library 2.0.
3. Peneliti lanjutan, sebagai bahan rujukan untuk penelitian berikutnya yang berkaitan dengan standar pada perpustakaan dan kearsipan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dari identifikasi masalah, maka perlu diadakan pembatasan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan agar pengkajian dalam penelitian ini untuk memudahkan penelitian. Batasan penelitian ini mencakup pada Persepsi Pustakawan Terhadap Library 2.0 pada Perpustakaan USU dan Perpustakaan UNIMED.
(15)
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Perkembangan Teknologi Web
Perkembangan Web dimulai dari istilah Web 1.0, secara umum dikembangkan untuk pengaksesan informasi dan memiliki sifat yang sedikit interaktif. Lalu muncul istilah baru dari generasi Web 1.0 yaitu Web 2.0. Banyak definisi dan arti mengenai Web 2.0.
Seperti yang disampaikan Tim O’Reilly yang dikutip oleh Maness (Maness 2006) “Web 2.0 was reportedly first conceptualized and made popular by Tim O'Reilly and Dale Dougherty of O'Reilly Media in 2004 to describe the trends and business models that survived the technology sector market crash of the 1990s”. Artinya istilah Web 2.0 pertama kali dicetuskan dan diperkenalkan oleh Tim O’Reilly dan Dale Dougherty dari Media O’Reilly pada tahun 2004 untuk mendeskripsikan model-model tren dan bisnis yang mampu bertahan dari kehancuran pasar sektor teknologi pada tahun 1990. Perusahaan-perusahaan tersebut ternyata memiliki karakteristik yang sama, yaitu kerjasama, interaktif, dinamis, dan biasanya batasan antara penciptaan dan pemakaian konten dalam lingkungan. Pada dasarnya, Web 2.0 bukanlah sebuah Web penerbitan teks melainkan merupakan sebuah Web komunikasi.
Setelah menerbitkan paper, Tim O’Reilly mengunggah suatu definisi singkat ke dalam Blog perusahaannya. Menurut Tim O’Relly yang dikutip oleh Suwanto (Suwanto 2011) “Jaringan Web 2.0 adalah suatu jaringan internet yang
(16)
dipandang sebagai suatu platform, yang memutar semua jaringan terhubung tergolong sebagai aplikasi”. Web 2.0 adalah aplikasi - aplikasi yang dapat menarik manfaat paling besar dari platform tersebut. Menurut Tim O’Reilly yang dikutip oleh Suwanto ada beberapa sifat-sifat aplikasi Web 2.0 yaitu :
1. Aplikasi diluncurkan sebagai layanan (service) yang selalu dimutakhirkan secara berkesinambungan (continually updated), yang secara otomatis bertambah bagus seiring dengan semakin banyaknya orang yang menggunakannya,
2. Mengkonsumsi dan remix data dari berbagai macam sumber (termasuk dari pengguna-pengguna individual), sambil tetap menyediakan data dan layanan mereka sendiri, secara sedemikian rupa sehingga tetap dimungkinkan untuk diremix oleh pihak lain,
3. Menciptakan network effect melalui arsitektur partisipasi (architecture of participation),
4. Menuju pencapaian yang lebih dari sekedar metafora laman Web seperti dalam Web 1.0, untuk memberikan pengalaman antarmuka pengguna yang meriah (rich user interface).
Tim O’Relly juga memberikan kriteria dari Web 2.0 yaitu :
1. Web 2.0 menggunakan jaringan sebagai landasan kerja yang menjangkau semua peralatan terkoneksi,
2. Penerapan Web 2.0 memanfaatkan keunggulan intrinsik landasan kerja tersebut,
3. Menyediakan peranti lunak yang secara kontinyu diperbaiki karena semakin banyak pengguna yang berpartisipasi dalam upaya itu,
4. Memakai dan memadukan data dari beragam sumber termasuk dari setiap individu pengguna,
5. Menyediakan data dan jasa dalam format yang memungkinkan dipadukan oleh pihak lain,
6. Menciptakan keunggulan jaringan dengan memakai arsitektur yang cocok untuk partisipasi banyak pihak,
7. Melebihi kemampuan Web 1.0 karena diperkaya oleh pengalaman para pengguna. (Suwanto 2011)
Kriteria di atas menjelaskan pada dua hal yang saling mendukung dan menguatkan, yaitu sisi teknologi dan sisi hubungan manusia dalam bentuk partisipasi. Sisi teknologi diwakili dengan kelompok peranti Blogs, Wikis, podcast, RSS Feeds, dll. Sisi sosial adalah dengan terbentuknya jejaring sosial
(17)
yang akhir-akhir ini semakin meluas. Dengan kata lain Web 2.0 adalah kecanggihan teknologi dan kekuatan partisipasi. Dengan dua hal tersebut wajar bahwa ada pihak yang menaruh minat hanya pada teknologi, namun juga ada pihak yang menaruh minat hanya pada partisipasi, padahal keduanya harus seimbang. Karena sifat teknologi selalu harus terbaru, sedangkan partisipasi bersifat klasik, sehingga mudah membosankan. Oleh sebab itu banyak orang yang menyangka bahwa konsentrasi konsep Library 2.0 adalah pada teknologi, padahal yang benar yang pertama adalah partisipasi. Untuk memperluas dan menguatkan partisipasi diperlukan teknologi yang mendukung, maka munculah teknologi Web 2.0. Dengan teknologi ini memungkinkan pustakawan membangun Library 2.0. 2.2 Library 2.0
Istilah 2.0 merebak di kalangan pengguna dan perancang substansi yang dipampangkan di internet. Bermula dari istilah Web 2.0 yang lahir pada tahun 2004, sejak itu banyak topik yang menyandang label 2.0. Konsep Library 2.0 sendiri pertamakali muncul pada tahun 2005 melalui sebuah Blog bernama Library Crunch. Michael Casey adalah pemilik Blog sekaligus orang pertama yang mencetuskan pemakaian istilah Library 2.0. Michael Casey melihat bahwa perpustakaan dapat memanfaatkan berbagai kelebihan Web 2.0 dalam pelayanannya.
Menurut Casey (Casey dan Savastinuk 2006) :
The heart of Library 2.0 is user-centered change. It is a model for Library service that encourages constant and purposeful change, inviting user participation in the creation of both the physical and the virtual services they want, supported by consistently evaluatif services. It also attempts to reach new users and better serve current ones through improved customer-driven offerings. Each component by itself is a step toward
(18)
better serving our users; however, it is through the combined implementation of all of these that we can reach Library 2.0.
Dapat diartikan bahwa Library 2.0 adalah sebuah model untuk layanan perpustakaan yang mendorong perubahan konstan dan terarah, mengundang partisipasi pengguna dalam penciptaan layanan fisik dan virtual yang mereka inginkan, didukung oleh evaluasi layanan secara konsisten. Upaya ini untuk menjangkau pengguna baru dengan lebih baik melalui peningkatan penawaran yang berorientasi terhadap pengguna.
Layak atau tidak suatu gagasan baru digunakan sudah tentu ada pihak yang setuju dan yang menolak. Pihak yang menolak mengatakan bahwa dengan menerapkan Web 2.0 tidak ada perubahan mendasar dalam praktik penyelenggaraan perpustakaan. Sedangkan pihak yang setuju mengatakan bahwa dengan menerapkan Web 2.0 maka tren terbaru dari pengguna bisa diterapkan dengan mudah untuk perpustakaan. Library 2.0 membuat layanan perpustakaan menjadi berbeda, diarahkan semata untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Suatu layanan perpustakaan yang selalu tersedia selama tujuh hari 24 jam kapan pun pengguna memerlukan.
Menurut Suwanto menyatakan bahwa :
Library 2.0 adalah perpustakaan yang berorientasi pada pemakai dan dikendalikan oleh pemakai seutuhnya, penggabungan dari layanan perpustakaan tradisional dan layanan yang berbasis Web 2.0 yang inovatif, kaya dengan isi, interaktif, dan kaya aktifivitas sosial. (Suwanto 2011) Sedangkan menurut Sudarsono mendefinisikan bahwa :
Library 2.0 sebagai aplikasi teknologi berbasis Web yang interaktif, kolaboratif, dan multimedia ke dalam layanan dan koleksi perpustakaan berbasis Web, dan menyarakan agar definisi ini dapat diadopsi oleh komunitas ilmu perpustakaan. (Sudarsono 2008)
(19)
Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa layanan Library 2.0 adalah berbasis Web, tidak seperti layanan di perpustakaan pada umumnya, fokus Library 2.0 adalah perubahan yang berpusat pada pengguna. Merupakan model layanan perpustakaan yang mendorong perubahan berkelanjutan, dengan mengundang partisipasi pengguna dalam menciptakan serta mengevaluasi baik layanan fisik maupun virtual yang mereka kehendaki. Hal yang mendasar adalah agar orang kembali menggunakan perpustakaan dengan membuat perpustakaan sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari para pengguna yang membuat perpustakaan sebagai tujuan utama dan bukan pilihan akhir. Semua itu secara ringkas dinyatakan oleh Blyberg yang dikutip oleh Sudarsono (Sudarsono 2009) dengan rumus :
Library 2.0 = (books and stuff + people + radical trust) x participation atau
Perpustakaan 2.0 = (koleksi + orang + kepercayaan radikal) x partisipasi Dapat diartikan dari rumus di atas bahwa dalam perpustakaan adalah koleksi dan pengguna. Namun parameter partisipasi terlihat langka, apalagi kepercayaan penuh terhadap perpustakaan. Padahal menurut persamaan di atas, partisipasi menjadi sangat menentukan karena sebagai faktor dari pengkalian. Meski nilai buku, pengguna, maupun kepercayaan penuh terlihat tinggi, jika nilai partisipasi nol maka hasil persaman di atas juga nol. Jadi kunci dari Library 2.0 adalah partisipasi yang baik terhadap pustakawan maupun pengguna.
2.3 Model dan Konsep Library 2.0
Konsep Library 2.0 sendiri yaitu sebuah perpustakaan yang mendedikasikan dirinya sebagai tempat untuk mencari informasi dan berorientasi
(20)
kepada kebutuhan pengguna. Selain itu perpustakaan juga diharapkan menerapkan digitalisasi agar kebutuhan akan kemajuan teknologi itu dapat dinikmati oleh pengguna, terutama layanan perpustakaan berbasis Web. Library 2.0 berupaya menyediakan informasi yang tersedia dimana pun dan kapan pun pengguna membutuhkannya.
Semangat interaksi yang dibawa oleh Web 2.0 digabungkan menjadi terjalinnya interaksi erat via Online antara pustakawan dan pengguna. Jalur yang digunakan bisa bermacam-macam, mulai dari Blog pribadi pustakawan, jejaring sosial, hingga Tagging pada Web resmi perpustakaan. Dalam platform Web 2.0 perpustakaan akan lebih leluasa menampilkan informasi interaktif dalam halaman Web.
Tidak hanya informasi seputar layanan, perpustakaan bahkan bisa berlaku seperti toko buku atau penerbit yang memasarkan buku mereka. Misalnya bagian pengolahan perpustakaan menampilkan resensi mengenai buku yang baru diolah dan siap untuk dilayankan. Interaksi dengan pengguna dapat dimulai dengan menyediakan tempat khusus untuk menampung komentar. Bagi pengguna yang pernah membaca buku tersebut bisa menambahkan informasi yang mungkin belum tercakup dalam ulasan perpustakaan. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Anjanappa yang dikutip oleh Zuntriana bahwa “Library 2.0 merupakan konsep baru dimana pengguna bukan hanya konsumen informasi, tapi lebih jauh mereka juga punya hak dalam memberikan, menyebarkan, dan memodifikasi informasi”. (Zuntriana 2010)
(21)
Selanjutnya Abrams yang dikutip oleh Maness menjelaskan bahwa Library 2.0 memiliki 4 (empat) elemen pokok yaitu:
1. Terpusat pada pengguna. Pengguna berpartisipasi dalam pembuatan konten dan layanan yang terlihat dalam tampilan web perpustakaan, OPAC, dll. Pemakaian dan pembuatan konten web yang dinamis sehingga peran pustakawan dan pengguna tidak selalu jelas.
2. Menyediakan sebuah layanan multi media. Koleksi dan layanan Library 2.0 menyediakan komponen video dan audio. Walaupun hal ini
jarang sekali dicetuskan sebagai fungsi Library 2.0 di sini disarankan agar seharusnya begitu.
3. Kaya secara sosial. Tampilan web perpustakaan berisi tampilan pengguna. Ada dua cara yaitu sinkronisasi (contohnya IM) dan sinkronisasi (contohnya wikis) untuk komunikasi pengguna dengan pengguna lain dan dengan pustakawan.
4. Inovatif secara bersama-sama. Mungkin hal ini adalah aspek tunggal utama dari Library 2.0 yaitu bertumpu pada asas perpustakaan sebagai layanan masyarakat, namun sadar bahwa ketika masyarakat berubah perpustakaan tidak saja ikut berubah tetapi juga membiarkan pemustaka untuk merubahnya. Perpustakaan siap untuk merubah pelayanannya, mencari cara baru untuk memberi kesempatan masyarakat, bukan saja perorangan, untuk mencari, menemukan, dan menggunakan informasi. (Maness 2006)
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Library 2.0 merupakan sebuah model sistem perpustakaan yang sangat terbuka untuk partisipasi pengguna. Library 2.0 mendambakan hadirnya pustakawan yang memiliki kemauan untuk tumbuh bersama pengguna dan berkesadaran kuat untuk beranjak dari paradigma layanan Offline terbatas menuju layanan Online tanpa batas. Perubahan peran dari pustakawan konvensional menjadi pustakawan 2.0 merupakan sebuah proses panjang dan harus dimulai dari sekarang. Konsep Library 2.0 terbaik adalah sebuah tatap muka sosial media yang dibangun para pengguna, OPAC yang dipersonalisasi yang mencakup IM, RSS Feeds, Blog, Wikis, tag, serta profil umum dan swasta di dalam jejaring perpustakaan.
(22)
2.4 Layanan Library 2.0
Library 2.0 adalah suatu komunitas maya yang berorientasi pada pengguna, tetapi yang menjadi pondasi kehadiran suatu Web perpustakaan harus berevolusi ke dalam suatu multimedia yang memperbolehkan pengguna untuk tampil baik dengan perpustakaan atau pustakawan serta sesama pengguna lainnya. Web dan perpustakaan sebagai suatu sarana untuk memfasilitasi inovasi dan eksperimen dalam layanan perpustakaan elektronik. Berikut beberapa contoh layanan Library 2.0 menurut Maness (Maness 2006) :
1. Sinkronisasi Pesan 2. Media Streaming 3. Blogs dan Wikis 4. Jaringan sosial 5. Tagging 6. RSS Feeds 7. Mashups
1. Sinkronisasi Pesan
Teknologi ini telah digunakan cukup cepat perpustakaan. Teknologi yang lebih dikenal sebagai Instant Messaging (IM) yang menyediakan fasilitas komunikasi teks cepat untuk pengguna. Perpustakaan telah menggunakannya untuk menyediakan layanan Chat Reference, yaitu pengguna dapat berkomunikasi secara sinkron dengan pustakawan seperti pada saat mereka berkomunikasi tatap muka secara langsung. Mungkin ada banyak yang berpikir bahwa IM adalah sebuah teknologi dari Web 1.0 karena kemunculannya membutuhkan pengunduhan aplikasi. Sedangkan sebagian besar aplikasi 2.0 berbasis web. IM dianggap bahwa 2.0 karena konsisten terhadap prinsip Library 2.0 yang memungkinkan tampilan pengguna di dalam tampilan web perpustakaan,
(23)
memungkinkan kolaborasi antara pengguna dan pustakawan, memungkinkan adanya pengalaman yang lebih dinamis dari pada layanan 1.0, yang pada dasarnya statis dan dibuat layanan baru kemudian digunakan. Selain itu, Web 2.0 juga dianggap sebagai aplikasi berbasis Web dan aplikasi yang digunakan dalam layanan Chat Reference pada umumnya, seperti menyediakan co-browsing, filesharing (berbagi file), screen-capturing, serta berbagi dan pengambilan data transkrip sebelumnya.
Masa depan teknologi ini dalam perpustakaan sangat menarik. Dengan menyediakan layanan Web interaktif, perpustakaan telah menempatkan posisi untuk mengadopsi pendahulunya secara cepat dan ahli. Aplikasi IM berbasis teks telah berubah menjadi sesuatu yang lebih bersifat multi media, yaitu pesan suara dan video menjadi lebih umum. Perpustakaan juga telah menyediakan sambungan ke layanan Chat Reference ke sumber koleksi perpustakaan, contohnya pada artikel dalam database langganan. Secara teori, perpustakaan fisik tidak pernah lepas dari pustakawan, Chat Reference yang lebih aktif mampu menyediakan lingkungan yang serupa dalam dunia Web, mungkin hanya sebentar lagi ketika Chat Reference masuk di dalam kerangka jaringan perpustakaan, menyediakan pengalaman tanpa batas.
Pengguna juga harus menerima layanan Chat Reference, sehingga ketika tindakan mencari seorang pengguna yang mengalami kesulitan, bisa teratasi. Sebagai contoh, saat seorang pengguna melakukan pencarian melalui beberapa sumber, mengulangi langkah dan bergerak secara berputar melalui sebuah skema klasifikasi atau rangkaian sumber, layanan sinkronisasi pesan dapat digunakan
(24)
untuk menawarkan bantuan. Layanan Chat Reference terhadap hal ini tentu saja akan membantu pengguna yang bingung mencari buku di antara rak. Library 2.0 akan tahu ketika pengguna tersesat dalam pencarian mereka, dan akan segera memberikan bantuan dengan cepat.
Perpustakaan dapat bekerja baik dalam melanjutkan pengadopsian teknologi, ketika sedang berubah menyediakan layanan referensi dalam sebuah media Online akan segera datang waktu ketika layanan referensi Web hampir tidak dapat dibedakan dengan Chat Reference. Pustakawan dan pengguna akan melihat dan mendengarkan satu sama lain dan akan berbagi layar dan file. Sebagai tambahan, transkrip yang telah disediakan sesi ini akan menyediakan ilmu perpustakaan dalam suatu cara yang belum pernah dilakukan secara langsung dalam tatap muka. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perpustakaan, akan ada suatu koleksi transkrip berkelanjutan dari transaksi referensi, yang selalu menunggu evaluasi, analisa, kataloging, dan pencarian referensi masa depan.
2. Media Streaming
Media Streaming dari video dan audio adalah aplikasi lain yang mungkin dipertimbangkan sebagai Web 1.0, karena hal tersebut telah mendahului pemikiran Web 2.0 dan sudah digunakan dengan luas sebelum bermacam teknologi yang telah ditemukan.
Penjelasan berdasarkan teks digabung dengan handout yang di unduh secara statis, digantikan dengan tutorial yang lebih berpengalaman. Dari bagian instruksi perpustakaan salah satu bagian dari layanan referensi memberikan pangkalan data tutorial, beberapa diantaranya adalah Web 2.0 yang disebut Review
(25)
teman sejawat (Peer Review) tentang bahan ajar Online (Peer Reviewed Instructional Material Online/PRIMO). Beberapa dari tutorial ini menggunakan pemrograman dengan cahaya (Flash programming), perangkat lunak untuk tambahan layar (Screen Cast), atau audio, video streaming, dan sepasang presentasi media dengan kuis interaktif, tanggapan pengguna pada pertanyaan-pertanyaan dan respon terhadap sistem.
Tutorial ini mungkin layanan pertama perpustakaan diubah ke dalam Web 2.0 yang kaya secara sosial. Sebagian besar tidak menyediakan suatu sarana dimana pengguna dapat berinteraksi satu sama lain. Hal ini dapat mengambil bentuk multimedia, ruang untuk chating atau Wikis, dan pengguna akan berinteraksi satu sama lain dan objek-objek pelajaran sebanyak yang mereka inginkan di dalam kelas atau ruang laboratorium. Dampak lain dari Media Streaming adalah koleksi layanan tersebut tidak akan bisa dipisahkan dari institusi yang bertanggungjawab untuk mengarsipkan dan memberikan akses kepada pengguna.
Bagaimanapun hal tersebut tidak akan cukup dengan cara sederhana menciptakan Hard-copy dari objek-objek ini dan mengizinkan pengguna mengaksesnya di dalam batas-batas fisik perpustakaan. Media yang dikreasikan oleh Web, di dalam Web milik Web, dan perpustakaan telah memulai mengembangkan melalui penerapan teknologi Repository digital dan manajemen aset digital. Sebelumnya aplikasi ini biasa dipisahkan dari katalog perpustakaan dan kelemahan ini perlu diperbaiki. Library 2.0 akan menunjukkan tidak ada
(26)
pembedaan diantara format-format tersebut dan menunjukan yang akan mereka akses.
3. Blogs dan Wikis
Blogs dan Wikis pada dasarnya adalah Web 2.0. Perkembangannya mempunyai dampak yang sangat besar untuk perpustakaan. Blogs bahkan tonggak sejarah yang lebih besar dalam penerbitan dari pada halaman Web. Blog memungkinkan konsumsi dan produksi yang cepat dari penerbitan berdasarkan Web. Dampak yang paling nyata dari Blogs untuk perpustakaan adalah bahwa Blog merupakan bentuk lain dari publikasi dan Blog perlu diperlakukan seperti publikasi yang lain.
Blog-Blog tersebut kurang dari pengawasan editorial dan keamanan yang diberikan, tetapi beberapa diantaranya adalah produksi yang integral di dalam suatu tubuh pengetahuan. Ketiadaan dari Blog-Blog tersebut dalam koleksi perpustakaan dapat segera menjadi sesuatu yang tidak mungkin. Hal ini tentu saja akan menyulitkan proses pengembangan koleksi dan pustakawan. Butuh latihan dan kemampuan ketika menambahkan suatu Blog ke dalam satu koleksi atau suatu sistem pengembangan koleksi Blog yang terautomasi.
Suatu gagasan yang dapat dipercaya untuk pengembangan koleksi akan dipikirkan kembali dalam kebangkitan inovasi ini. Wikis utamanya adalah halaman Web yang terbuka dimana setiap orang yang terdaftar dapat mempublikasikan, mengembangkan dan merubah. Sama banyaknya dengan Blog, Wikis tidak sama kepercayaannya sebagai sumber-sumber tradisional, dengan keseringan diskusi dari Wikipedia, mengembangkan atau mengedit artikel di
(27)
dalam dunia perpustakaan terkenal. Tetapi hal ini tentu saja tidak membatasi nilai Wikis semata-mata merubah kepustakawanan. Kekurangan peer review dan editorial adalah tantangan untuk pustakawan tidak harus menghindari Wikis, tetapi hanya dalam hal mereka harus mengerti dan kritis dalam ketergantungan kepada Wikis.
4. Jaringan sosial
Jaringan sosial mungkin yang paling menjanjikan dan mencakup teknologi yang dibahas. Jaringan sosial memungkinkan pesan, Blog, Media streaming dan Tagging untuk didiskusikan. MySpace, Facebook, Del.icio.us, Frappr dan Flickr adalah jaringan sosial yang telah menikmati popularitas besar-besaran dalam Web 2.0. Sementara itu Myspace dan Facebook memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi dengan sesama. Jaringan sosial lain yang patut diperhatikan adalah Library Thing yang memungkinkan pengguna mengkatalog buku mereka sendiri dan melihat apa yang dilakukan pengguna lain mempublikasikan buku tersebut.
Library Thing memungkinkan pengguna untuk merekomendasikan buku-buku tersebut ke pengguna lain dengan cara sederhana. Hal tersebut tidak memerlukan banyak imajinasi untuk melihat suatu perpustakaan sebagai suatu jaringan sosial itu sendiri. Kenyataannya banyak peran perpustakaan sepanjang sejarah telah menjadi tempat untuk berkumpul orang banyak, berkumpul untuk menjelaskan identitas, berkomunikasi dan bekerja.
Jaringan sosial dapat memungkinkan pustakawan dan pengguna tidak hanya berinteraksi, tetapi untuk sharing dan merubah sumber-sumber secara dinamis di dalam media elektronik. Pengguna dapat menciptakan akun dengan
(28)
jaringan perpustakaan, melihat apa yang dikerjakan pengguna lain telah sesuai dengan kebutuhan informasi, saling menyarankan sumber-sumber lain kepada pengguna berdasarkan kesamaan profil, demografi, dan sumber-sumber yang telah diakses sebelumnya, dan menjadi pemilik (host) dari yang diberikan pengguna. Tentu saja jaringan ini akan memungkinkan pengguna untuk memilih apa yang dapat dipublikasi dan yang tidak, suatu gagasan yang dapat membantu menghindari masalah-masalah pribadi.
5. Tagging (Menandai)
Tagging pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk membuat subject heading yang mudah oleh pengguna. Menurut Shanhi yang dikutip Maness (Manes 2006) menyatakan bahwa “Tagging utamanya adalah Web 2.0, karena hal tersebut memungkinkan pengguna untuk menambah atau merubah tidak hanya isi data tetapi juga isi yang menjelaskan metadata”. Fitur Flickr membolehkan pengguna menandai foto, lalu dalam koleksi perpustakaan pengguna bisa menandai buku dalam katalog. Dalam Library 2.0 pengguna dapat menandai koleksi perpustakaan dan berpartisipasi dalam proses pengatalogan.
Tagging membuat penulusuran tambahan menjadi lebih mudah. Contoh yang sering disitir dari Subject Heading Library of Conggress ketika tidak ada orang yang berbahasa inggris akan menggunakan kata Cookery yang merujuk pada buku masak ke cookbooks, ini menggambarkan masalah standarisasi klasifikasi. Tagging akan mengubah kata yang tidak berguna cookery kepada kata yang berguna Cookbooks dengan segera dan penelusuran akan sangat difasilitasi, tentu saja Tagging dan subjek standar satu sama lain tidak akan eksklusif. Katalog
(29)
Library 2.0 akan memungkinkan pengguna mengikuti subjek yang standar dan subjek yang ditandai pengguna, mereka dapat menambahkan Tagging ke dalam sumber informasi. Pengguna merespon ke sistem, sistem merespon ke pengguna. Tagging ini adalah suatu katalog terbuka yang dibuat khusus untuk kebutuhan perpustakaan yang berorientasi kepada pengguna.
6. RSS Feeds
RSS feeds dan teknologi terkait lainnya menyediakan pengguna sebuah cara untuk mengumpulkan dan menerbitkan kembali konten pada Web. Pengguna menerbitkan kembali konten dari situs atau Blog lain pada situs atau Blognya sendiri. Pengumpulan konten seperti itu merupakan aplikasi lain dari Web 2.0 yang telah berdampak pada perpustakaan dan dapat berlanjut terus dalam cara-cara yang mencolok. Perpustakaan sudah membuat RSS feeds bagi pengguna untuk berlangganan serta pemutakhiran item baru dalam sebuah koleksi, layanan baru, dan konten baru pada database langganan. Mereka juga menerbitkan kembali konten pada situs mereka sendiri. Varnum yang dikutip oleh Manes mengungkapkan “menyediakan sebuah Blog yang menyebutkan secara rinci bagaimana perpustakaan menggunakan RSS feeds untuk digunakan penggunanya”. (Maness 2006) Namun perpustakaan belum mencari cara menggunakan RSS fedds dengan lebih mudah.
Sebuah produk baru dari perusahaan bernama BlogBridge, BlogBridge Library (BBL) adalah sebuah software yang dapat diinstal pada server anda di dalam firewall. Bukanlah merupakan konten perpustakaan namun sebuah software yang mengatur perpustakaan. Walau potensi BBL terhadap perpustakaan belum
(30)
dapat ditemukan karena kondisinya yang masih baru, dapat diperkirakan bahwa pengumpulan ini dapat menggantikan browsing dan pencarian konten lewat situs Web perpustakaan. BBL dan aplikasi pengumpul RSS feeds serupa, diinstal di dalam sistem perpustakaan dan disatukan dengan jejaring sosial perpustakaan, dapat memberikan kesempatan pengguna untuk memiliki sebuah halaman perpustakaan pribadi tunggal dan sesuai yang mengumpulkan seluruh konten perpustakaan yang sesuai dengan mereka serta penelitian mereka, menghilangkan informasi yang tidak relevan dan pengguna tentu saja mengendalikan halaman dan konten tersebut.
7. Mashups
Mashup mungkin merupakan konsep tunggal yang mendukung semua teknologi. Mashup adalah aplikasi hibrida, yang terdiri dari dua atau lebih teknologi atau layanan yang dipersatukan menjadi sebuah layanan yang sepenuhnya baru. Sebagai contoh, Retivr menyatukan database gambar Flickr dengan sebuah algoritma arsitektur informasi untuk memberikan kesempatan kepada pengguna untuk mencari gambar, bukan dengan metadata tetapi dengan data itu sendiri. Pengguna mencari gambar dengan membuat sketsa gambar.
Dalam beberapa hal, banyak teknologi yang dibicarakan sebelumnya memiliki sifat Mashup. Contoh lainnya adalah WikiBios, sebuah situs tempat pengguna saling membuat biografi Online. Pada dasarnya menggabungkan Blog dengan jejaring sosial. Library 2.0 adalah sebuah Mashup yang merupakan sebuah Blog hibrida, wiki, media streaming, pengumpul konten, pesan cepat, dan jejaring sosial.
(31)
Library 2.0 mengingat seorang pengguna saat mereka masuk. Library 2.0 memberikan kesempatan pengguna untuk mengedit data dan metadata OPAC, menyimpan tag pengguna, memulai percakapan IM dengan pustakawan, entri Wikis dengan pengguna lain (semua katalog untuk digunakan pengguna), dan pengguna mampu membuat sebagian atau keseluruhan profil umum mereka, pengguna dapat melihat kesamaan item yang keluar, meminjam dan meminjamkan tag dan sebuah katalog besar yang dijalankan pengguna dibuat dan digabungkan dengan katalog tradisional. Library 2.0 benar-benar merupakan layanan yang terpusat dan dijalankan pengguna. Teknologi ini adalah penyatuan antara layanan perpustakaan tradisional dengan layanan inovatif Web 2.0.
2.5 Peran Pustakawan di Era 2.0
Berbagai perubahan yang dibawa oleh Library 2.0 mengisyaratkan adanya perubahan dalam diri pustakawan, berupa peningkatan kapasitas, kompetensi, kecerdasan, dan perbaikan sikap. Pernyataan Agus yang dikutip oleh Zuntriana “Librarian 2.0 harus memiliki kemauan untuk berbagi, bersahabat, gaul, mahir menulis, dan aktif dalam berbagai jejaring sosial”. (Zuntriana 2010)
Tren berbagi pengetahuan yang merupakan prinsip dasar dari Web 2.0 benar-benar diaplikasikan oleh sosok Librarian 2.0. Mereka bergerak aktif membangun kemampuan literasi pengguna, baik di dunia nyata maupun maya, bersikap proaktif, dan mampu melakukan transfer pengetahuan.
Menurut Abram yang dikutip oleh Zuntriana, menjelaskan prasyarat-prasyarat untuk menjadi Librarian 2.0, antara lain :
1. Memahami benar-benar berbagai manfaat yang ditawarkan oleh Web 2.0 2. Mau mempelajari alat dan perangkat utama Web 2.0 dan Library 2.0
(32)
3. Mampu memadukan format koleksi digital dan tercetak 4. Mampu mengakses informasi dalam berbagai format
5. Mampu menggunakan informasi non tekstual, seperti gambar, suara, citra bergerak
6. Menggunakan dan mengembangkan jejaring sosial untuk memperoleh manfaat maksimal
7. Mampu berkomunikasi dengan orang lain melalui beragam teknologi, seperti telepon, Skype, IM, SMS, texting, email, referensi virtual, dan lain sebagainya. (Zuntriana 2010)
Pernyataan di atas dipahami bahwa selain terampil memaksimalkan potensi Web 2.0, pustakawan dalam era 2.0 secara umum juga harus mengembangkan kompetensi profesional dan pribadinya, kompetensi profesional dan pribadi ini perlu sekali untuk menyiapkan pustakawan dan profesional informasi yang tangguh di era baru TIK.
Kompetensi profesional pustakawan berkaitan dengan pengetahuan khusus mengenai kepustakawanan, terutama dalam bidang sumber daya, akses, teknologi, manajemen dan riset informasi, serta kemampuan untuk menggunakan bidang pengetahuan tersebut sebagai basis untuk menyelenggarakan layanan informasi dan perpustakaan. Sedangkan kompetensi pribadi merepresentasikan seperangkat keterampilan, sikap, dan nilai yang memungkinkan pustakawan untuk bekerja secara efisien, seperti menjadi komunikator yang baik, fokus pada pembelajaran berkelanjutan selama berkarir, dan mampu menunjukkan nilai tambah dalam sumbangsih mereka.
Laili yang dikutip Zuntriana menjelaskan tentang Kompetensi Profesional Pustakawan dan Kompetensi Pribadi Pustakawan. Kompetensi profesional pustakawan meliputi :
(33)
1. Memiliki pengetahuan khusus mengenai konten sumber daya informasi, termasuk pula kemampuan untuk mengevaluasi dan menyaringnya secara kritis,
2. Memiliki pengetahuan subyek khusus yang tepat untuk kepentingan organisasi dan pengguna,
3. Mengembangkan dan mengelola layanan informasi yang tepat, mudah diakses, dan efektif biaya yang sejalan dengan tujuan strategis organisasi; 4. Menyediakan instruksi dan fasilitas pendukung untuk pengguna jasa
perpustakaan dan informasi,
5. Menaksir kebutuhan informasi, mendesain dan memasarkan jasa dan produk yang memiliki nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan informasi yang telah diidentifikasi,
6. Menggunakan teknologi informasi yang tepat untuk memperoleh, mengorganisasi, dan menyebarkan informasi,
7. Menggunakan pendekatan manajemen dan bisnis untuk mengkomunikasikan pentingnya layanan informasi bagi kalangan manajemen senior,
8. Mengembangkan produk informasi khusus untuk penggunaan di dalam maupun di luar organisasi atau oleh pengguna individual,
9. Mengevaluasi hasil penggunaan informasi dan melakukan penelitian tentang pemecahan masalah manajemen informasi,
10.Meningkatkan layanan informasi secara kontinyu untuk merespon kebutuhan yang terus berubah.
Sedangkan kompetensi pribadi pustakawan meliputi: 1. Komitmen untuk pelayanan prima,
2. Mencari tantangan dan melihat kesempatan baru di dalam maupun di luar perpustakaan,
3. Turut menciptakan lingkungan yang saling respek dan saling mempercayai,
4. Memiliki kemampuan komunikasi yang efektif, 5. Mampu bekerja dengan baik dalam tim,
6. Memiliki kemampuan kepemimpinan,
7. Merencanakan, memprioritaskan, dan berfokus pada apa yang mendesak, 8. Berkomitmen terhadap pembelajaran seumur hidup (lifelong learning), 9. Memiliki skill bisnis dan menciptakan kesempatan baru,
10.Mengetahui nilai dari jejaring dan solidaritas profesional,
11.Bersikap fleksibel dan positif dalam menghadapi perubahan. (Zuntriana 2010)
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Library 2.0 membuka berbagai kemungkinan baru untuk membantu pustakawan mengembangkan kompetensinya. Terutama bagaimana pustakawan turut mengambil peran
(34)
membangun kemampuan literasi pengguna. Pustakawan harus memahami bahwa mereka memiliki tugas untuk menciptakan sebuah ruang yang bisa berkumpul, berinteraksi, dan menjadi lebih baik. Jika pustakawan mampu melakukan itu dengan baik, maka ini akan menjadi bagian dari masa depan.
2.6 Kajian Persepsi
Membahas istilah persepsi akan dijumpai banyak batasan atau definisi tentang persepsi yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain oleh Rahmat mendefinisikan “persepsi sebagai informasi dan menafsirkan pesan”. (Rahmat 2005)
Senada dengan Walgito yang menyatakan persepsi merupakan “suatu program yang didahului oleh proses diterimanya stimulus oleh individu melalui panca indera namun proses ini tidak berhenti begitu saja melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi”. (Walgito 2002)
Dari pendapat di atas dipahami bahwa perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandang. Persepsi juga berhubungan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif seperti data yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar. Data itu akan segera muncul ketika ada sesuatu yang memicunya atau ada kejadian yang membukanya.
(35)
2.6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Ada beberapa hal yang mempengaruhi persepsi. Menurut Toha faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :
1. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
2. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan satu objek. (Toha 2003)
Menurut Walgito faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
1. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.
2. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang.
3. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek. (Walgito 2002)
Dari beberapa penyataan di atas maka faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam menanggapi suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Perbedaan persepsi dapat
(36)
ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman proses belajar, dan pengetahuannya. 2.6.2 Proses Persepsi
Menurut Toha proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan yaitu:
1. Stimulasi atau Rangsangan
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungan.
2. Registrasi
Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang dikirim kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya.
3. Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, dan kepribadian seseorang. (Toha 2003)
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa proses suatu persepsi dibutuhkan suatu rangsangan yang diterima oleh indera dan kemudian akan diterjemahkan oleh otak dan akan menghasilkan suatu persepi bergantung pada cara pendalaman dan kepribadian seseorang.
(37)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam pendekatan deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut bisa berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan atau memo, dan dokumen resmi lainnya.
Menurut Moleong (Moleong 2006) “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan”.
Adapun menurut Sugiyono “Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”. (Sugiyono 2010)
(38)
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara substantif pada Perpustakaan USU di Jalan Perpustakaan No. 1. Kampus USU Medan, dan Perpustakaan UNIMED di Jalan William Iskandar No. 1584 Medan.
3.3 Proses Penelitian
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan, maka ada beberapa proses yang harus dilakukan, adapun proses penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.3.1 Mengindentifikasi Informan
Adapun proses penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi Informan
Informan dalam penelitian ini adalah Pustakawan/Pegawai perpustakaan yang ahli di bidang TIK dan yang berhubungan dengan indikator Library 2.0. Penentuan informan dilakukan dengan cara melihat status jabatan/bagian di perpustakaan, dengan Key informan perpustakaan USU yaitu Kepala Perpustakaan USU dan 3 pustakawan, 1 pegawai automasi perpustakaan. Sedangkan Key informan Perpustakaan UNIMED yaitu Kepala Perpustakaan UNIMED dan 4 pustakawan.
2. Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data, peneliti memakai metode wawancara mendalam (depth interview), dimana data dari wawancara tersebut direkam dengan memakai media tertentu dan juga dibantu dengan alat tulis lainnya. Hasil rekaman wawancara yang telah dilakukan selanjutnya dibuat dalam bentuk tertulis
(39)
secara verbal, yang kemudian dibaca dan diteliti ulang untuk mendapatkan data yang benar.
3. Analisis Data
Pendapat Patton, yang dikutip Moleong (Moleong 2006) menjelaskan bahwa “analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”.
Dari keterangan di atas dapat diperoleh informasi bahwa kegiatan analisis data merupakan suatu kegiatan dimana data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data yang menggunakan metode wawancara diorganisasikan dan diproses sedemikian rupa menurut pola tertentu. Kegiatan analisis data dapat dilakukan saat proses pengumpulan data berlangsung dan juga setelah kegitan pengumpulan data.
3.3.2 Mengumpulkan Data
Salah satu bagian dari proses pengujian data ialah teknik pengumpulan data. Dalam pengumpulan data tentunya perlu teknik yang dapat digunakan secara tepat sesuai dengan masalah yang berhubungan dengan penelitian, maka penulis menggunakan beberapa metode yang dapat mempermudah penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Wawancara Mendalam (depth interview)
Cara yang dilakukan dalam teknik wawancara ini adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada informan untuk mendapat data mengenai permasalahan yang sedang diteliti. Pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu telah disiapkan serta dibuat kerangkanya secara sistematis sebelum berada di lokasi
(40)
penelitian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berkembang bahkan dapat di luar dari daftar pertanyaan dengan maksud untuk lebih mengetahui secara jelas jawaban yang dibutuhkan, namun tetap mengacu pada pokok permasalahannya. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung dengan Pustakawan Perpustakaan USU dan Pustakawan Perpustakaan UNIMED, dengan menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur.
b. Metode observasi (Pengamatan)
Observasi merupakan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas di lapangan. Adapun caranya adalah peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mengambil data yang ada di lapangan. Observasi dilakukan sebelum dan selama penelitian ini berlangsung yang meliputi gambaran umum, suasana kehidupan sosial, kondisi fisik, dan kondisi sosial yang terjadi dengan menggunakan pedoman observasi.
c. Studi Dokumentasi
Data yang diperlukan dalam penelitian ini juga diperoleh dari studi dokumentasi. Sebelum penelitian lapangan, peneliti telah melakukan telaah terhadap buku literatur, majalah, jurnal, hasil seminar dan artikel, baik yang tersedia dalam media Online maupun yang ada dalam perpustakaan.
3.3.3 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini juga digunakan instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan menggunakan :
(41)
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini berisi hal – hal pokok yang akan ditanyakan sebagai pemancing percakapan. Pedoman ini bersifat fleksibel, tidak mengikat, hanya sebagai pembuka dan mengarah pada pembicaraan.
2. Perekam Suara
Selain alat tulis sebagai alat bantu peneliti juga menggunakan perekam suara karena pada dasarnya pengamatan dan ingatan manusia sangat terbatas. 3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer
Data primer penelitian ini adalah hasil dari wawancara dan pengamatan penulis berupa kata-kata, sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data.
b. Data Sekunder, yaitu data yang mendukung data primer dan diperoleh melalui studi kepustakaan seperti : buku, jurnal, dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian.
3.5 Keabsahan Data
Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode triangulasi, yaitu teknik yang dilakukan dengan meminta penjelasan lebih lanjut. Data yang diperoleh dengan mencari informasi lebih dari satu orang. Adapun teknik triangulasi yang digunakan adalah :
(42)
a. Triangulasi Data
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen dan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada Perpustakaan USU dan Perpustakaan UNIMED.
b. Triangulasi Teori
Pemusatan berbagai teori untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori yang telah dijelaskan pada Bab II akan digunakan untuk menguji hasil dari data yang terkumpul.
c. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dari beberapa sumber dikategorikan, dideskripsikan dimana pandangan yang sama, yang berbeda, dan spesifik dari beberapa sumber data tersebut.
(43)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden
Informan pada penelitian ini adalah beberapa pustakawan perpustakaan yang berkaitan dengan indikator Library 2.0. Berikut daftar karakteristik informan:
Tabel 4.1: Karakteristik Informan
Kode Jabatan
I1 Kepala Perpustakaan USU
I2 Pustakawan USU
I3 Pustakawan USU
I4 Pustakawan USU
I5 Pegawai Automasi Perpustakaan
I6 Kepala Perpustakaan UNIMED
I7 Pustakawan UNIMED
I8 Pustakawan UNIMED
I9 Pustakawan UNIMED
I10 Pustakawan UNIMED
Ket.:
I = Informan
Informan ketujuh (I7) adalah informan pertama yang berhasil diwawancarai berdasar pada penunjukan oleh Bagian Tata Usaha yang kemudian
(44)
bertambah ke informan kedelapan (I8) dan berlanjut pada I2I5, I3, I4, I9 I10 I6 dan I1. Kemudian diminta waktu dan kesediaanya untuk diwawancarai, dengan menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan pada penelitian serta yang dilakukan selama observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan setelah perkenalan, wawancara berlangsung secara informal, yaitu wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang kemudian dapat berkembang lebih dalam. Suasana dan kondisi selama wawancara bersifat alamiah, tidak dibuat-buat atau tidak diatur sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Begitu juga dengan bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tidak formal (informal). Wawancara dilakukan secara berulang apabila peneliti merasa kurang mengerti atau ada yang perlu ditambahi dari wawancara sebelumnya.
Wawancara dengan informan lain dilakukan dengan pertanyaan berbeda namun tetap saling berkaitan. Pertanyaan dapat bersifat lebih dalam atau pertanyaan baru yang dapat menguatkan jawaban pertanyaan pada informan sebelumnya. Pertanyaan yang sama dapat diajukan pada informan berbeda untuk mendapat jawaban yang kemungkinan informan lain dapat menjawab dengan lebih lengkap.
4.2 Kategori/Analisis Data
Penelitian dilakukan berdasar pada indikator Library 2.0 dengan wawancara. Kemudian jawaban dari informan akan dilakukan pencocokan dengan keterangan lebih lanjut dari Library 2.0. Adapun indikator tersebut adalah:
(45)
1. Sinkronisasi Pesan 2. Media Streaming 3. Blogs dan Wikis 4. Jaringan sosial 5. Tagging 6. RSS Feeds 7. Mashups
4.2.1 Sinkronisasi Pesan
Kategori pertama yang diperoleh dari hasil transkip wawancara dengan informan adalah Chat References. Chat References adalah suatu layanan yang didukung fasilitas dengan menjawab pertanyaan pengguna tentang berbagai keluhan dan dengan cepat direspon oleh pustakawan dalam mengatasinya. Dalam hal ini perpustakaan USU dan UNIMED sudah menerapkan layanan Chat References. Namun pustakawan sebenarnya tidak tahu layanan Yahoo Mesengger masuk dalam kategori Library 2.0, pustakawan hanya mengetahui layanan tersebut untuk mahasiswa bertanya tentang perpustakaan, seperti pernyataan informan I4 yaitu : I4 : “...tidak tahu, apa itu Library 2.0? dan apa Chat Reference?”.
Pustakawan juga sudah memberikan layanan Chat Reference ke pengguna, namun tidak banyak yang bertanya sehingga layanan tersebut sering tidak aktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I7 : “...tidak banyak yang bertanya ke yahoo mesengger...”.
Kurangnya SDM dan tidak ada pustakawan khusus yang melayani layanan Chat Reference, serta pengguna lebih sering bertanya melalui email atau bertemu langsung membuat layanan ini menjadi tidak efektif. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang informan I7 : “...perpustakan masih kekurangan staf, dan
(46)
pengguna tidak sering bertanya ke yahoo mesengger, lebih sering melalui email dan bertemu langsung...”.
Gambar 1. Chat Reference pada Perpustakaan UNIMED
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa, sesuai dengan teori Chat Reference, pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya tidak mengetahui layanan Chat Reference adalah bagian dari Library 2.0. Pustakawan sudah berusaha untuk menerapkan layanan seperti Chat References, namun karena kurangnya SDM, tidak adanya pustakawan khusus dan promosi layanan Chat References untuk tempat pengguna bertanya, mengakibatkan pengguna lebih sering menggunakan email untuk bertanya atau bertemu langsung dan membuat layanan ini menjadi tidak efektif.
(47)
Gambar 2. Chat Reference pada Perpustakaan USU 4.2.2 Media Streaming
Kategori kedua yang diperoleh dari hasil transkip wawancara dengan informan adalah Media Streaming. Media Streaming adalah konten audio visual yang di jalankan dengan menggunakan Web perpustakaan. Dalam hal ini perpustakaan USU dan perpustakaan UNIMED belum menerapkan layanan Media Streaming, hal ini sesuai dengan pernyataan informan I7 : “...kalau konten audio visual belum ada yang bisa diputar langsung di web...”.
Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED mengetahui layanan Media Streaming bisa diterapkan pada Perpustakaan sebagai media promosi dan
(48)
pendidikan pengguna. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I5 : “... sebenarnya bisa menjadi tempat promosi dan tutorial...”.
Namun Pustakawan UNIMED menggunakan Media Streaming melalui Youtube sebagai tempat promosi dan pendidikan pengguna dengan alasan tidak membebani server dan mengikuti tren sekarang. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I8 : “...ada, perpustakaan menggunakan youtube sebagai promosi perpustakaan dan tutorial pendidikan pengguna...”. Pustakawan UNIMED juga belum berencana membuat layanan Media Streaming untuk konten audio visual sebagai tambahan koleksi konten di Web. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I8 : “...belum ada terfikir sampai ke situ...”.
Gambar 1. Chat Reference pada Perpustakaan UNIMED
Sedangkan Pustakawan USU memiliki wacana untuk membuat layanan Media Streaming sebagai koleksi baru untuk konten audio visual. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I5 “...saya berencana membuat koleksi perpustakaan tidak hanya buku, tetapi audio visual dll...”.
(49)
Dari penyataan di atas dapat diketahui bahwa layanan Media Streaming menurut teori belum ada di perpustakaan USU dan UNIMED. Pustakawan juga tahu bahwa layanan Media Streaming bisa diterapkan di perpustakaan, media promosi layanan/fasilitas, dan pendidikan pengguna. Namun hanya pustakawan UNIMED saja yang menggunakan Media Streaming melalui Youtube sebagai tempat promosi dan pendidikan pengguna, sedangkan pustakawan USU tidak. Pustakawan UNIMED belum berencana menerapkan layanan Media Streaming untuk perpustakaan sesuai dengan teori, sedangkan Pustakawan USU memiliki wacana untuk menerapkannya.
4.2.3 Blogs dan Wikis
Kategori ketiga yang diperoleh dari hasil transkip wawancara dengan informan adalah Blogs dan Wikis. Blogs adalah platform untuk tempat promosi, pendekatan ke pengguna, dan sebagai penerbit sementara. Sedangkan Wikis adalah ensiklopedia yang buat secara Online menggunakan Web, siapa pun dimanapun, dan kapan pun pengguna terdaftar sebagai User akan bisa diedit dan menunjukkan referensi yang akan dijelaskan. Dalam hal ini perpustakaan USU dan UNIMED belum ada sama sekali layanan Blogs dan Wikis. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I8 : “...tidak ada, perpustakaan tidak punya layanan seperti itu...”.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa, sesuai dengan teori seharusnya pustakawan USU dan pustakawan UNIMED membuat layanan Blogs dan Wikis, melihat perkembangan Blogs dan Wikis sebagai awal terbentuknnya Library 2.0, sangat disayangkan Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED
(50)
tidak menerapkan layanan Blogs dan Wikis. Terutama fasilitas ini gratis untuk siapa pun, pustakawan hanya perlu mempelajari cara menggunakannya.
4.2.4 Jaringan sosial
Kategori keempat yang diperoleh dari hasil transkip wawancara dengan informan adalah Jaringan Sosial. Jaringan Sosial adalah media sosial yang segan tren digunakan pengguna dalam berkomunikasi dan digunakan oleh perpustakaan dan pustakawan untuk memberikan informasi lebih cepat dan lebih dekat dengan pengguna. Dalam hal ini perpustakaan USU dan UNIMED sudah menerapkan layanan Jaringan sosial. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I8 yaitu : I8 : “...ada, facebook, twitter, instagram dan youtube...”.dan pustakawan juga sudah memberikan layanan tersebut ke pengguna, namun hanya perpustakaan UNIMED yang aktif memperbaharui konten, sedangkan perpustakaan USU tidak aktif karena masalah kekurangan SDM yang melayani Jaringan Sosial. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I8 dan I5 berikut :
I8 : “...update seminggu sekali...”.
I3 : “ada, tapi karena yang mengelola facebook dan twitter itu sudah diganti orangnya, jadi masih belum aktif”.
(51)
Gambar 4. Jaringan Sosial pada Perpustakaan UNIMED
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa baik pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sudah mengetahui layanan Jaringan Sosial adalah media promosi paling sederhana untuk perpustakaan dan dan menerapkan layanan tersebut. Namun hanya pustakawan UNIMED aktif memperbaharui konten, sedangkan pustakawan USU tidak aktif.
4.2.5 Tagging
Kategori kelima yang diperoleh dari hasil transkip wawancara dengan informan adalah Tagging. Tagging adalah layanan yang memungkinkan pengguna untuk menambah atau merubah OPAC tidak hanya isi data tetapi juga isi yang menjelaskan metadata. Dalam hal ini Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED tidak mengetahui layanan Tagging, Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I5 : “...tidak ada, saya baru tahu hal seperti itu...”. Perpustakaan USU dan Perpustakaan UNIMED belum menerapkan dan belum berencana untuk menerapkan layanan Tagging. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I3 : “tidak ada, uda jauh sekali untuk pemikiran seperti itu”.
(52)
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED tidak mengetahui layanan Tagging, dan bisa diterapkan untuk perpustakaan. Bahkan pustakawan juga belum berencana untuk layanan Tagging bisa diterapkan di perpustakaan.
4.2.6 RSS Feed
Kategori keenam yang diperoleh dari hasil transkip wawancara dengan informan adalah RSS Feed. RSS Feed adalah layanan yang menyediakan pengguna sebuah cara untuk mengumpulkan dan menerbitkan kembali konten pada Web. Dalam hal ini perpustakaan USU dan UNIMED sudah menerapkan layanan RSS Feed dan pustakawan sudah memberikan layanan tersebut ke pengguna. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I5 : “ada, itu update terus. Jadi kalau konten Repository di perbaharui, pemberitahuannya ya ada RSS Feed”.
(53)
Gambar 6. Chat Reference pada Perpustakaan UNIMED
Namun ada perbedaan pendapat terhadap pustakawan UNIMED, jika di lihat ke Web perpustakaan UNIMED, RSS Feeds akan diperbaharui ke apa bila konten repository di perbaharui. Ini sesuai dengan pernyataan informan I3 :
“...ada, tapi tidak jalan. Belum sempat diperbaiki...”.
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa baik pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya sudah mengetahui layanan RSS Feed dan menerapkannya untuk perpustakaan. Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED
(54)
terus memperharui layanan RSS Feed dan berusaha membuat layanan ini tetap menarik.
4.2.7 Mashup
Kategori ketujuh yang diperoleh dari hasil transkip wawancara dengan informan adalah Mashup. Mashup adalah layanan dari dua atau lebih yang dipersatukan menjadi sebuah layanan yang sepenuhnya baru. Dalam hal ini perpustakaan USU dan UNIMED belum ada yang menerapkan layanan Mashup. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu informan I7 : “...belum ada yang seperti itu”.
I11 : “bisa saja dibuat kalau hanya kata kunci yang keluar, setelah itu diarahkan ke databasenya sendiri”.
Namun wacana dalam layanan ini sudah terfikirkan oleh Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED, seperti layanan Repository dan OPAC akan digabung agar lebih mudah. Ini sesuai dengan pernyataan informan I5 : “..ini sedang diperbaiki database OPAC, mungkin nanti akan dijadikan satu dengan Repository”.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya sudah mengetahui layanan Mashup. Pustakawan juga melihat peluang yang bagus di layanan ini. Namun karena masih banyak perkerjaan dan perlu dikaji ulang layanan ini membuat pustakawan belum bisa menerapkannya.
(55)
4.3 Rangkuman Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, melalui proses analisis data serta melakukan triangulasi, maka dapat diketahui tujuh kategori yang berkaitan dengan Library 2.0 yang ditanggapi oleh pustakawan USU dan pustakawan UNIMED.
Kategori pertama adalah Chat References. Pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya tidak mengetahui layanan Chat Reference adalah bagian dari Library 2.0. Pustakawan sudah berusaha untuk menerapkan layanan seperti Chat References, namun karena kurangnya SDM, tidak adanya pustakawan khusus dan promosi layanan Chat References untuk tempat pengguna bertanya, mengakibatkan pengguna lebih sering menggunakan email untuk bertanya atau bertemu langsung dan membuat layanan ini menjadi tidak efektif.
Kategori kedua adalah Media Streaming. Perpustakaan UNIMED dan Perpustakaan USU belum menerapkan layanan Media Streaming. Pustakawan juga tahu bahwa layanan Media Streaming bisa diterapkan di perpustakaan, media promosi layanan/fasilitas, dan pendidikan pengguna. Namun hanya pustakawan UNIMED saja yang menggunakan Media Streaming melalui Youtube sebagai tempat promosi dan pendidikan pengguna, sedangkan pustakawan USU tidak. Pustakawan UNIMED belum berencana menerapkan layanan Media Streaming untuk perpustakaan sesuai dengan teori, sedangkan Pustakawan USU memiliki wacana untuk menerapkannya
Kategori ketiga adalah Blogs dan Wikis. seharusnya pustakawan USU dan pustakawan UNIMED membuat layanan Blogs dan Wikis, melihat perkembangan
(56)
Blogs dan Wikis sebagai awal terbentuknnya Library 2.0, sangat disayangkan Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED tidak menerapkan layanan Blogs dan Wikis. Terutama fasilitas ini gratis untuk siapa pun, pustakawan hanya perlu mempelajari cara menggunakannya.
Kategori keempat adalah Jaringan Sosial. Pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sudah mengetahui layanan Jaringan Sosial adalah media promosi paling sederhana untuk perpustakaan dan dan menerapkan layanan tersebut. Namun hanya pustakawan UNIMED aktif memperbaharui konten, sedangkan pustakawan USU tidak aktif.
Kategori kelima adalah Tagging. Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED tidak mengetahui adanya layanan Tagging yang bisa diterapkan untuk perpustakaan. Bahkan pustakawan juga belum berfikir layanan ini bisa diterapkan di perpustakaan.
Kategori keenam adalah RSS Feed. pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sudah mengetahui layanan RSS Feed dan menerapkannya untuk perpustakaan. Pustakawan juga terus memperharui layanan RSS Feed dan berusaha membuat layanan ini tetap menarik.
Kategori ketujuh adalah Mashup. Baik pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya sudah mengetahui layanan Mashup. Pustakawan juga melihat peluang yang bagus di layanan ini. Namun karena masih banyak perkerjaan dan perlu dikaji ulang layanan ini membuat pustakawan belum bisa menerapkannya.
(57)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa pustakawan USU dan UNIMED sudah mengetahui adanya layanan Library 2.0. Pustakawan juga mendukung layanan ini diterapkan di perpustakaan. Namun terkendalanya SDM, kurangnya dukungan dana dan pelatihan kepada pustakawan serta kurangnya partisipasi pengguna membuat pustakawan dan perpustakaan belum sepenuhnya menerapkan layanan Library 2.0. Pustakawan juga tahu bahwa Library 2.0 adalah bentuk layanan yang mengikuti tren pengguna, sehingga memudahkan pustakawan dan perpustakaan agar lebih dekat dengan pengguna.
5.2 Saran
1. Perpustakaan, diharapkan kepada perpustakaan USU dan perpustakaan UNIMED lebih tanggap dalam hal perkembangan teknologi dan diharapkan segera mengimplementasikan layanan Library 2.0 yang efektif untuk meningkatkan pelayanan Perpustakaan.
2. Pustakawan, diharapkan kepada pustakawan USU dan pustakawan UNIMED, melihat peluang yang baik pada layanan Library 2.0, agar pendekatan dan keluhan kepada pengguna bisa diketahui dan bisa langsung menyelesaikannya.
3. Selanjutnya, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang membahas mengenai Library 2.0 pada perpustakaan USU dan perpustakaan UNIMED, hal ini dikarenakan belum ada yang melakukan penelitian secara mendalam mengenai Library 2.0
(58)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Bimo Walgito. 2004. Pengantar psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Andi
Casey, Michael E. and Savastinuk, Laura C. 2006. Library 2.0 : Service for the next-generation Library. Library Journal, 09/01/2006. http://lj. Libraryjournal.com/2010/05/technology/Library-2-0/ (Diakses Febuari 10, 2015).
---. 2007. Library 2.0: A guide to participatory Library service. New Jersey: Information Today.
Maness, Jack M. 2006. Library 2.0 theory: Web 2.0 and its implications for libraries. Webology, 3 (2), Article 25. http://www.Webology.ir/ 2006/v3n2/a25.html. (Diakses Februari 15, 2015 pukul 09.00 WIB). Miftah Toha. 2003. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Rahmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.
Suwanto, Sri Ati. "Layanan perpustakaan elektronik dengan konsep Library 2.0" http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11733693.pdf (Diakses September 10, 2014).
Sudarsono, Blasius. “Menerapkan konsep perpustakaan 2.0” http://elib. unikom.ac.id/files/disk1/357/jbptunikompp-gdl-blasiusdar17824-1-mene rapk-n (Diakses September 10, 2014).
Sugiyono. 2006. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
---. 2008. Metode penelitian Pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
---. 2010 Metode Peneltian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Walgito, J. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Jogjakarta: ANDI.
Zuntriana, Ari. Peran pustakawan di era Library 2.0. 2010. Visi Pustaka, Volume 12 Nomor 2 Agustus 2010, 1-6. http://www.pnri.go.id/
iFileDownload.aspx?ID=Attachment%5CMajalahOnline%5CAri_Zuntrian a_PeranPustakawan.pdf (Diakses September 10, 2014)
(1)
43
Gambar 6. Chat Reference pada Perpustakaan UNIMED
Namun ada perbedaan pendapat terhadap pustakawan UNIMED, jika di lihat ke Web perpustakaan UNIMED, RSS Feeds akan diperbaharui ke apa bila konten repository di perbaharui. Ini sesuai dengan pernyataan informan I3 :
“...ada, tapi tidak jalan. Belum sempat diperbaiki...”.
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa baik pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya sudah mengetahui layanan RSS Feed dan menerapkannya untuk perpustakaan. Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED
(2)
44
terus memperharui layanan RSS Feed dan berusaha membuat layanan ini tetap menarik.
4.2.7 Mashup
Kategori ketujuh yang diperoleh dari hasil transkip wawancara dengan informan adalah Mashup. Mashup adalah layanan dari dua atau lebih yang dipersatukan menjadi sebuah layanan yang sepenuhnya baru. Dalam hal ini perpustakaan USU dan UNIMED belum ada yang menerapkan layanan Mashup. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu informan I7 : “...belum ada yang
seperti itu”.
I11 : “bisa saja dibuat kalau hanya kata kunci yang keluar, setelah itu
diarahkan ke databasenya sendiri”.
Namun wacana dalam layanan ini sudah terfikirkan oleh Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED, seperti layanan Repository dan OPAC akan digabung agar lebih mudah. Ini sesuai dengan pernyataan informan I5 : “..ini sedang
diperbaiki database OPAC, mungkin nanti akan dijadikan satu dengan Repository”.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya sudah mengetahui layanan Mashup. Pustakawan juga melihat peluang yang bagus di layanan ini. Namun karena masih banyak perkerjaan dan perlu dikaji ulang layanan ini membuat pustakawan belum bisa menerapkannya.
(3)
45
4.3 Rangkuman Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, melalui proses analisis data serta melakukan triangulasi, maka dapat diketahui tujuh kategori yang berkaitan dengan Library 2.0 yang ditanggapi oleh pustakawan USU dan pustakawan UNIMED.
Kategori pertama adalah Chat References. Pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya tidak mengetahui layanan Chat Reference adalah bagian dari Library 2.0. Pustakawan sudah berusaha untuk menerapkan layanan seperti Chat References, namun karena kurangnya SDM, tidak adanya pustakawan khusus dan promosi layanan Chat References untuk tempat pengguna bertanya, mengakibatkan pengguna lebih sering menggunakan email untuk bertanya atau bertemu langsung dan membuat layanan ini menjadi tidak efektif.
Kategori kedua adalah Media Streaming. Perpustakaan UNIMED dan Perpustakaan USU belum menerapkan layanan Media Streaming. Pustakawan juga tahu bahwa layanan Media Streaming bisa diterapkan di perpustakaan, media promosi layanan/fasilitas, dan pendidikan pengguna. Namun hanya pustakawan UNIMED saja yang menggunakan Media Streaming melalui Youtube sebagai tempat promosi dan pendidikan pengguna, sedangkan pustakawan USU tidak. Pustakawan UNIMED belum berencana menerapkan layanan Media Streaming untuk perpustakaan sesuai dengan teori, sedangkan Pustakawan USU memiliki wacana untuk menerapkannya
Kategori ketiga adalah Blogs dan Wikis. seharusnya pustakawan USU dan pustakawan UNIMED membuat layanan Blogs dan Wikis, melihat perkembangan
(4)
46
Blogs dan Wikis sebagai awal terbentuknnya Library 2.0, sangat disayangkan Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED tidak menerapkan layanan Blogs dan Wikis. Terutama fasilitas ini gratis untuk siapa pun, pustakawan hanya perlu mempelajari cara menggunakannya.
Kategori keempat adalah Jaringan Sosial. Pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sudah mengetahui layanan Jaringan Sosial adalah media promosi paling sederhana untuk perpustakaan dan dan menerapkan layanan tersebut. Namun hanya pustakawan UNIMED aktif memperbaharui konten, sedangkan pustakawan USU tidak aktif.
Kategori kelima adalah Tagging. Pustakawan USU dan Pustakawan UNIMED tidak mengetahui adanya layanan Tagging yang bisa diterapkan untuk perpustakaan. Bahkan pustakawan juga belum berfikir layanan ini bisa diterapkan di perpustakaan.
Kategori keenam adalah RSS Feed. pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sudah mengetahui layanan RSS Feed dan menerapkannya untuk perpustakaan. Pustakawan juga terus memperharui layanan RSS Feed dan berusaha membuat layanan ini tetap menarik.
Kategori ketujuh adalah Mashup. Baik pustakawan USU dan pustakawan UNIMED sebenarnya sudah mengetahui layanan Mashup. Pustakawan juga melihat peluang yang bagus di layanan ini. Namun karena masih banyak perkerjaan dan perlu dikaji ulang layanan ini membuat pustakawan belum bisa menerapkannya.
(5)
47 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa pustakawan USU dan UNIMED sudah mengetahui adanya layanan Library 2.0. Pustakawan juga mendukung layanan ini diterapkan di perpustakaan. Namun terkendalanya SDM, kurangnya dukungan dana dan pelatihan kepada pustakawan serta kurangnya partisipasi pengguna membuat pustakawan dan perpustakaan belum sepenuhnya menerapkan layanan Library 2.0. Pustakawan juga tahu bahwa Library 2.0 adalah bentuk layanan yang mengikuti tren pengguna, sehingga memudahkan pustakawan dan perpustakaan agar lebih dekat dengan pengguna.
5.2 Saran
1. Perpustakaan, diharapkan kepada perpustakaan USU dan perpustakaan UNIMED lebih tanggap dalam hal perkembangan teknologi dan diharapkan segera mengimplementasikan layanan Library 2.0 yang efektif untuk meningkatkan pelayanan Perpustakaan.
2. Pustakawan, diharapkan kepada pustakawan USU dan pustakawan UNIMED, melihat peluang yang baik pada layanan Library 2.0, agar pendekatan dan keluhan kepada pengguna bisa diketahui dan bisa langsung menyelesaikannya.
3. Selanjutnya, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang membahas mengenai Library 2.0 pada perpustakaan USU dan perpustakaan UNIMED, hal ini dikarenakan belum ada yang melakukan penelitian secara mendalam mengenai Library 2.0
(6)
48
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Bimo Walgito. 2004. Pengantar psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Andi
Casey, Michael E. and Savastinuk, Laura C. 2006. Library 2.0 : Service for the next-generation Library. Library Journal, 09/01/2006. http://lj. Libraryjournal.com/2010/05/technology/Library-2-0/ (Diakses Febuari 10, 2015).
---. 2007. Library 2.0: A guide to participatory Library service. New Jersey: Information Today.
Maness, Jack M. 2006. Library 2.0 theory: Web 2.0 and its implications for libraries. Webology, 3 (2), Article 25. http://www.Webology.ir/ 2006/v3n2/a25.html. (Diakses Februari 15, 2015 pukul 09.00 WIB). Miftah Toha. 2003. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Rahmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.
Suwanto, Sri Ati. "Layanan perpustakaan elektronik dengan konsep Library 2.0" http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11733693.pdf (Diakses September 10, 2014).
Sudarsono, Blasius. “Menerapkan konsep perpustakaan 2.0” http://elib. unikom.ac.id/files/disk1/357/jbptunikompp-gdl-blasiusdar17824-1-mene rapk-n (Diakses September 10, 2014).
Sugiyono. 2006. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
---. 2008. Metode penelitian Pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
---. 2010 Metode Peneltian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Walgito, J. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Jogjakarta: ANDI.
Zuntriana, Ari. Peran pustakawan di era Library 2.0. 2010. Visi Pustaka, Volume 12 Nomor 2 Agustus 2010, 1-6. http://www.pnri.go.id/
iFileDownload.aspx?ID=Attachment%5CMajalahOnline%5CAri_Zuntrian a_PeranPustakawan.pdf (Diakses September 10, 2014)