Dengan teknologi ini memungkinkan pustakawan membangun Library 2.2
7 yang akhir-akhir ini semakin meluas. Dengan kata lain Web 2.0 adalah
kecanggihan teknologi dan kekuatan partisipasi. Dengan dua hal tersebut wajar bahwa ada pihak yang menaruh minat hanya pada teknologi, namun juga ada
pihak yang menaruh minat hanya pada partisipasi, padahal keduanya harus seimbang. Karena sifat teknologi selalu harus terbaru, sedangkan partisipasi
bersifat klasik, sehingga mudah membosankan. Oleh sebab itu banyak orang yang menyangka bahwa konsentrasi konsep Library 2.0 adalah pada teknologi, padahal
yang benar yang pertama adalah partisipasi. Untuk memperluas dan menguatkan partisipasi diperlukan teknologi yang mendukung, maka munculah teknologi Web
2.0. Dengan teknologi ini memungkinkan pustakawan membangun Library 2.0. 2.2
Library 2.0
Istilah 2.0 merebak di kalangan pengguna dan perancang substansi yang dipampangkan di internet. Bermula dari istilah Web 2.0 yang lahir pada tahun
2004, sejak itu banyak topik yang menyandang label 2.0. Konsep Library 2.0 sendiri pertamakali muncul pada tahun 2005 melalui sebuah Blog bernama
Library Crunch. Michael Casey adalah pemilik Blog sekaligus orang pertama yang mencetuskan pemakaian istilah Library 2.0. Michael Casey melihat bahwa
perpustakaan dapat memanfaatkan berbagai kelebihan Web 2.0 dalam pelayanannya.
Menurut Casey Casey dan Savastinuk 2006 : The heart of Library 2.0 is user-centered change. It is a model for Library
service that encourages constant and purposeful change, inviting user participation in the creation of both the physical and the virtual services
they want, supported by consistently evaluatif services. It also attempts to reach new users and better serve current ones through improved
customer-driven offerings. Each component by itself is a step toward
8 better serving our users; however, it is through the combined
implementation of all of these that we can reach Library 2.0. Dapat diartikan bahwa Library 2.0 adalah sebuah model untuk layanan
perpustakaan yang mendorong perubahan konstan dan terarah, mengundang partisipasi pengguna dalam penciptaan layanan fisik dan virtual yang mereka
inginkan, didukung oleh evaluasi layanan secara konsisten. Upaya ini untuk menjangkau pengguna baru dengan lebih baik melalui peningkatan penawaran
yang berorientasi terhadap pengguna. Layak atau tidak suatu gagasan baru digunakan sudah tentu ada pihak
yang setuju dan yang menolak. Pihak yang menolak mengatakan bahwa dengan menerapkan Web 2.0 tidak ada perubahan mendasar dalam praktik
penyelenggaraan perpustakaan. Sedangkan pihak yang setuju mengatakan bahwa dengan menerapkan Web 2.0 maka tren terbaru dari pengguna bisa diterapkan
dengan mudah untuk perpustakaan. Library 2.0 membuat layanan perpustakaan menjadi berbeda, diarahkan semata untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Suatu
layanan perpustakaan yang selalu tersedia selama tujuh hari 24 jam kapan pun pengguna memerlukan.
Menurut Suwanto menyatakan bahwa : Library 2.0 adalah perpustakaan yang berorientasi pada pemakai dan
dikendalikan oleh pemakai seutuhnya, penggabungan dari layanan perpustakaan tradisional dan layanan yang berbasis Web 2.0 yang inovatif,
kaya dengan isi, interaktif, dan kaya aktifivitas sosial. Suwanto 2011 Sedangkan menurut Sudarsono mendefinisikan bahwa :
Library 2.0 sebagai aplikasi teknologi berbasis Web yang interaktif, kolaboratif, dan multimedia ke dalam layanan dan koleksi perpustakaan
berbasis Web, dan menyarakan agar definisi ini dapat diadopsi oleh komunitas ilmu perpustakaan. Sudarsono 2008
9 Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa layanan Library 2.0 adalah
berbasis Web, tidak seperti layanan di perpustakaan pada umumnya, fokus Library 2.0 adalah perubahan yang berpusat pada pengguna. Merupakan model layanan
perpustakaan yang mendorong perubahan berkelanjutan, dengan mengundang partisipasi pengguna dalam menciptakan serta mengevaluasi baik layanan fisik
maupun virtual yang mereka kehendaki. Hal yang mendasar adalah agar orang kembali menggunakan perpustakaan dengan membuat perpustakaan sesuai
dengan kebutuhan hidup sehari-hari para pengguna yang membuat perpustakaan sebagai tujuan utama dan bukan pilihan akhir. Semua itu secara ringkas
dinyatakan oleh Blyberg yang dikutip oleh Sudarsono Sudarsono 2009 dengan rumus :
Library 2.0 = books and stuff + people + radical trust x participation atau
Perpustakaan 2.0 = koleksi + orang + kepercayaan radikal x partisipasi Dapat diartikan dari rumus di atas bahwa dalam perpustakaan adalah
koleksi dan pengguna. Namun parameter partisipasi terlihat langka, apalagi kepercayaan penuh terhadap perpustakaan. Padahal menurut persamaan di atas,
partisipasi menjadi sangat menentukan karena sebagai faktor dari pengkalian. Meski nilai buku, pengguna, maupun kepercayaan penuh terlihat tinggi, jika nilai
partisipasi nol maka hasil persaman di atas juga nol. Jadi kunci dari Library 2.0
adalah partisipasi yang baik terhadap pustakawan maupun pengguna. 2.3
Model dan Konsep Library 2.0
Konsep Library 2.0 sendiri yaitu sebuah perpustakaan yang mendedikasikan dirinya sebagai tempat untuk mencari informasi dan berorientasi
10 kepada kebutuhan pengguna. Selain itu perpustakaan juga diharapkan menerapkan
digitalisasi agar kebutuhan akan kemajuan teknologi itu dapat dinikmati oleh pengguna, terutama layanan perpustakaan berbasis Web. Library 2.0 berupaya
menyediakan informasi yang tersedia dimana pun dan kapan pun pengguna membutuhkannya.
Semangat interaksi yang dibawa oleh Web 2.0 digabungkan menjadi terjalinnya interaksi erat via Online antara pustakawan dan pengguna. Jalur yang
digunakan bisa bermacam-macam, mulai dari Blog pribadi pustakawan, jejaring sosial, hingga Tagging pada Web resmi perpustakaan. Dalam platform Web 2.0
perpustakaan akan lebih leluasa menampilkan informasi interaktif dalam halaman Web.
Tidak hanya informasi seputar layanan, perpustakaan bahkan bisa berlaku seperti toko buku atau penerbit yang memasarkan buku mereka. Misalnya bagian
pengolahan perpustakaan menampilkan resensi mengenai buku yang baru diolah dan siap untuk dilayankan. Interaksi dengan pengguna dapat dimulai dengan
menyediakan tempat khusus untuk menampung komentar. Bagi pengguna yang pernah membaca buku tersebut bisa menambahkan informasi yang mungkin
belum tercakup dalam ulasan perpustakaan. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Anjanappa yang dikutip oleh Zuntriana bahwa “Library 2.0
merupakan konsep baru dimana pengguna bukan hanya konsumen informasi, tapi lebih jauh mereka juga punya hak dalam memberikan, menyebarkan, dan
memodifikasi informasi”. Zuntriana 2010
11 Selanjutnya Abrams yang dikutip oleh Maness menjelaskan bahwa
Library 2.0 memiliki 4 empat elemen pokok yaitu: 1.
Terpusat pada pengguna. Pengguna berpartisipasi dalam pembuatan konten dan layanan yang terlihat dalam tampilan web perpustakaan,
OPAC, dll. Pemakaian dan pembuatan konten web yang dinamis sehingga peran pustakawan dan pengguna tidak selalu jelas.
2. Menyediakan sebuah layanan multi media. Koleksi dan layanan Library
2.0 menyediakan komponen video dan audio. Walaupun hal ini jarang sekali dicetuskan sebagai fungsi Library 2.0 di sini disarankan agar
seharusnya begitu. 3.
Kaya secara sosial. Tampilan web perpustakaan berisi tampilan pengguna. Ada dua cara yaitu sinkronisasi contohnya IM dan sinkronisasi
contohnya wikis untuk komunikasi pengguna dengan pengguna lain dan dengan pustakawan.
4. Inovatif secara bersama-sama. Mungkin hal ini adalah aspek tunggal
utama dari Library 2.0 yaitu bertumpu pada asas perpustakaan sebagai layanan masyarakat, namun sadar bahwa ketika masyarakat berubah
perpustakaan tidak saja ikut berubah tetapi juga membiarkan pemustaka untuk merubahnya. Perpustakaan siap untuk merubah pelayanannya,
mencari cara baru untuk memberi kesempatan masyarakat, bukan saja perorangan, untuk mencari, menemukan, dan menggunakan informasi.
Maness 2006
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Library 2.0 merupakan sebuah
model sistem perpustakaan yang sangat terbuka untuk partisipasi pengguna. Library 2.0 mendambakan hadirnya pustakawan yang memiliki kemauan untuk
tumbuh bersama pengguna dan berkesadaran kuat untuk beranjak dari paradigma layanan Offline terbatas menuju layanan Online tanpa batas. Perubahan peran dari
pustakawan konvensional menjadi pustakawan 2.0 merupakan sebuah proses panjang dan harus dimulai dari sekarang. Konsep Library 2.0 terbaik adalah
sebuah tatap muka sosial media yang dibangun para pengguna, OPAC yang dipersonalisasi yang mencakup IM, RSS Feeds, Blog, Wikis, tag, serta profil
umum dan swasta di dalam jejaring perpustakaan.
12