2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik
Menurut Yule, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki si penutur Cahyono, 1955: 213. Dalam pragmatik juga
dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan, implikatur, inferensi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana. Levinso 1983 dalam Soemarmo 1988: 183.
Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada deiksis.
2.2.2 Deiksis
Istilah deiksis dipinjam dari istilah Yunani kuno, yaitu deiktikos yang bermakna “hal penunjukan secara langsung”.Dalam logika istilah Inggris dectic dipergunakan
sebagai istilah untuk pembuktian langsung sebagai lawan dari istilah elenctic, yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak langsung Purwo,1984:2
Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada
saat dan tempat dituturkanya kata itu Purwo,1984:1 seperti kata saya, aku,sini,sekarang.
Menurut Chaer dan Leoni 2004 : 57 deiksis adalah hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata itu yang tidak tetap atau berubah
dan berpindah. Kata-kata yang referennya bisa menjadi tidak tetap inilah disebut kata- kata deiksis, kata-kata yang referennya deiksis ini antara lain kata-kata berkenaan
dengan persona seperti aku, saya, kamu, tempat di sini,di sana,di situ,dan waktu tadi, besok,nanti, kemarin.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Siregar 1996:32 deiksis lazim juga diartikan sebagai salah satu segi makna dari kata atau kalimat yang memiliki referen tidak tetap seperti saya, sini,
sekarang, maka kata atau kalimat itu mempunyai makna deiksis. Berbeda halnya dengan kata-kata seperti: buku, gedung, dan pisau, di mana pun dan oleh siapa pun
kata- kata itu diucapkan, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini, sekarang baru dapat diketahui jika diketahui tempat, oleh siapa, dan
pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Contoh-contoh berikut dikatakan Purwo dalam Asrul 1996: 24-25 akan
memperjelas apa yang dimaksud dengan deiksis Andaikan Anda seorang wanita muda yang berjalan seorang diri, lalu mendengar
bunyi siulan, dan Anda merasa seolah-olah ingin menyatakan reaksi Anda kepada si pembunyi siulan itu bahwa Anda merasa sebal atau marah terhadap apa yang dilakukan
si penyiul itu. Apa yang hendak Anda lakukan? Situasi seperti ini sebenarnya ada dua ketidakpastian. Pertama,Anda tidak tahu siapa yang menyuarakan siulan itu.
Kedua,anda barangkali bukanlah orang yang dituju oleh orang yang membuat siulan itu. Jika Anda memalingkan wajah Anda dan mencemberuti si penyiul itu, berarti Anda
mengakui bahwa siulan itu memeng dialamatkan kepada anda. Perbuatan yang Anda lakukan itu dapat dianggap perbuatan “ge-er”, terlalu cepat merasa “dibegitukan”.Arti
semantis dari siulan itu sendiri jelas. Yang tidak jelas identitas si pengirim berita dan penerima berita; dengan kata lain aspek deiksis personanya tidak jelas.
Contoh berikut, aspek deiksis personanya jelas .Anda ingin bertemu seseorang di tempat bekerja ketika sampai dikantornya, anda melihat sepotong kertas tertempel pada
pintunya yang bertuliskan “kembali dua jam lagi “ beritanya jelas, identitas si pengirim
Universitas Sumatera Utara
berita juga jelas, dan yang dituju pun jelas, yang kurang jelas pada informasi itu adalah waktu berita itu ditulis dengan kata lain, deiksis waktunya tidak jelas.
Purwo 1984:22 mengatakan bahwa deiksis persona adalah referen yang ditujukan oleh kata ganti persona yang berganti-ganti tergantung dari peranan yang
dibawakan oleh peserta tindakan ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi dan kemudian
menjadi pendengar, maka ia disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam pembicaraan, tetapi menjadi bahan pembicaraan disebut persona ketiga.
Levinson dalam Antilan, 2002:33 mengatakan bahwa deikisis persona adalah penyandian peran partisipan di dalam peristiwa bahasa. Pengertian yang sama dengan
Levinson dibuat oleh Nababan. Nababan 1984:41 mengemukakan bahwa di dalam kategori deiksis persona yang menjadi kriteria adalah peran peserta di dalam peristiwa
berbahasa. Deiksis Persona adalah pemberian bentuk kepada peran peserta dalam kegiatan
berbahasa. Dalam kategori deiksis persona yang menjadi kriteria adalah peranpeserta dalam peritiwa berbahasa itu. Peran dalam kegiatan berbahasa itui dibedakan menjadi
tiga macam yaitu, persona pertama, persona kedua, persona ketiga Halliday dan Hasan, 1984:44. Dalam sistem ini, persona pertama kategorisasi rujukan pembicara
kepada dirinya sendiri, persona kedua ialah kategorisasi rujukan pembicara kepada pendengar, dan persona ketiga adalah kategorisasi rujukan kepada orang atau benda
yang bukan pembicara dan lawan pembicara. Penggunaan sistem deiksis persona dalam tindak komunikasi tidak hanya
menguasai kaidah bahasanya, tetapi juga harus memperhatikan latar budaya bahasa tersebut, tanpa memperhatikan dua hal ini dapat dimungkinkan tindak komunikasi tidak
Universitas Sumatera Utara
akan berhasil. Sebagai contoh seorang mahasiswa Australia menggunakan bentuk kamu untuk memanggil seorang dosen di Indonesia. Bentuk tersebut dirasa kurang
tepat karena bentuk ganti persona tersebut umumnya digunakan oleh pembicara yang mempunyai hubungan akrab dengan lawan bicara atau dari orang yang lebih tua ke yang
muda. Sementara itu ada bentuk lain yang sama-sama untuk merujuk pada orang kedua
tetapi khusus untuk memanggil seorang dosen yaitu Bapak atau Ibu sehingga apabila bentuk kamu yang dipilih komunikasi akan terganggu bahkan mungkin akan terputus
Dalam kaitannya dengan kompetensi pragmatik, dalam setiap tuturan pemakai bahasa dituntut untuk menggunakan deiksis persona secara tepat. Karena faktor deiksis
persona ini termasuk salah satu faktor penentu di dalam tindak komunikatif dengan ungkapan lain, dalam setiap peristiwa berbahasa pemakai bahasa dituntut dapat
menggunakan deiksis persona sesuai dengan kaidah sosial dan santun berbahasa dengan tepat. Sebagai contoh pertama aku dan saya masing-masing memiliki perbedaan dan
pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling kenal atau akrab hubungannya. Sedangkan kata
dipergunakan saya dalam situasi formal, misalnya dalam situasi ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindakan ujaran yang belum saling kenal, tetapi kata saya juga dapat
dipakai dalam situasi informal seperti kata aku. Leksem-leksem yang menjadi bahan pembicaraan dalam deiksis persona adalah bentuk-bentuk nomina dan pronominal
persona Purwo 1984: 22.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Bentuk-bentuk deiksis persona