19
y M
x M
net
a t
B a
t B
B cos
5 ,1
sin 5
,1
Tesla 2.11
Dari persamaan 2.5 diatas, jika dimasukkan nilai t =
0 maka dihasilkan fluks medan magnet sebesar
90
5 ,1
M
B dan jika t
=
90 didapat fluks medan magnet sebesar
0
5 ,1
M
B . Hasil perhitungan ini menyatakan bahwa fluks medan
magnet yang dihasilkan pada kumparan stator motor induksi tiga fasa berputar terhadap waktu t .
2.6 FREKUENSI ROTOR
Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan sumber . Tetapi ketika rotor akan berputar,
maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f
2
yaitu :
120
2 r
s
n n
p f
dengan mengalikan persamaan diatas dengan
s s
n n didapat :
s s
r s
n n
n n
p f
120
2
s r
s s
n n
n pn
f
120
2
dimana,
s r
s
n n
n S
dan 120
1 s
pn f
maka frekuensi di rotor adalah :
1 2
f S
f
Hertz
. .2.12
Universitas Sumatera Utara
20 Dari persamaan ini terlihat bahwa pada saat start dan rotor belum berputar,
frekuensi pada stator dan rotor akan sama. Dalam keadaan rotor berputar, frekuensi arus motor dipengaruhi oleh slip f
2
=Sf
1
. Karena tegangan induksi dan reaktansi kumparan rotor merupakan fungsi frekuensi, maka harganya turut pula
dipengaruhi oleh slip. E
2s
= 4,44 f
2
N
2 m
= 4,44 S f
1
N
2 m
E
2s
= S E
2
Volt ..
... 2.13 E
2
: ggl pada saat rotor diam n
r
= n
s
E
2s
: ggl pada saat rotor berputar X
2s
= 2 f
2
L
2
= 2 S f
1
L
2
X
2s
= S X
2
ohm ...
....2.14 X
2
: reaktansi pada saat rotor diam n
r
= n
s
X
2s :
reaktansi pada saat rotor berputar
2.7 RANGKAIAN EKIVALEN MOTOR INDUKSI
Untuk menentukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga fasa, pertama -tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah udara
yang berputar serempak membangkitkan ggl lawan tiga phasa yang seimbang di dalam phasa-phasa stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl
lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan
1
V =
1
E +
1
I
1 1
jX R
Volt ...2.15
Universitas Sumatera Utara
21 Di mana :
1
V = tegangan terminal stator Volt
1
E = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan Volt
1
I = arus stator Ampere
1
R = resistansi efektif stator Ohm
1
X = reaktansi bocor stator Ohm Seperti halnya transformator, arus stator dapat dipecah menjadi dua
komponen, komponen beban dan komponen peneralan. Komponen beban
2
I menghasilkan suatu fluks yang akan melawan fluks yang diakibatkan arus rotor.
Komponen peneralan
I , merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluks celah udara resultan. Arus peneralan dapat dipecah menjadi
komponen rugi rugi inti
c
I yang sefasa dengan
1
E dan komponen magnetisasi
m
I yang tertinggal dari
1
E sebesar
90 . Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.11 berikut ini :
Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen Stator
Misalkan pada rotor belitan, jika belitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah kutub dan phasa stator. Jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan
stator banyaknya a kali jumlah lilitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah
Universitas Sumatera Utara
22 lilitan yang sama seperti stator. Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan
antara tegangan E
rotor
yang diimbaskan pada rotor yang sebenarnya dan tegangan E
2s
yang diimbaskan pada rotor ekivalen adalah
E
2s
= a E
rotor
Volt ...2.16
Bila rotor rotor akan diganti secara magnetis, lilitan-ampere masing- masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya I
rotor
dan arus I
2s
pada rotor ekivalen haruslah :
I
2s
=
a I
rotor
Volt ...2.17
Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip
S 2
Z dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip
rotor
Z dari rotor yang sebenarnya
haruslah sebagai berikut.
s 2
Z =
s 2
s 2
I E
rotor rotor
2
I E
a
rotor 2
Z a
Ohm .2.18
Karena rotor terhubung singkat, hubungan antara ggl frekuensi slip E
2s
yang dibangkitkan pada phasa patokan dari rotor patokan dan arus I
2s
pada phasa tersebut adalah
s 2
s 2
I E
s 2
Z =
2
R +
2
jSX
Ohm .2.19
Dimana
S
Z
2
= impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap phasa berpatokan pada stator Ohm
2
R = tahanan rotor Ohm SX
2
= reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip Ohm
Universitas Sumatera Utara
23 Reaktansi yang didapat pada persamaan 2.19 dinyatakan dalam cara demikian
karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi
2
X didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada
frekuensi stator. Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron.
Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E
2s
dan ggl lawan stator E
1
. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik
dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah S kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator
dan rotor adalah
E
2s
= S E
1
Volt .....2.20
Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I
2
dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif
I
2s
= I
2
Ampere.......................................................................2.21
Dengan membagi persamaan 2.20 dengan persamaan 2.21 didapatkan
s 2
s 2
I E =
2 1
I SE
Didapat hubungan
s 2
s 2
I E
2 1
I SE =
2
R +
2
jSX Ohm .2.22
Dengan membagi persamaan 2.22 dengan S, maka didapat :
2 1
I E =
S R
2
+
2
jX Ohm
..2.23
Universitas Sumatera Utara
24 Dari persamaan 2.19, 2.20 dan 2.23 maka dapat digambarkan rangkaian
ekivalen pada rotor sebagai berikut.
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen Rotor
dimana :
S R
2
= S
R
2
+
2 2
R R
S R
2
=
2
R + 1
S 1
R
2
Ohm
. .2.24
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa pada masing
masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini :
1
V
1
R
1
X
1
I
c
R
m
X
I
c
I
m
I
2
I
1
E
2
SX
2
I
2
R
2
SE
Gam bar 2.13 Rangkaian ekivalen Motor Induksi
Universitas Sumatera Utara
25 Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar
2.13 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen Motor Induksi dilihat dari sisi Stator
Atau seperti gambar berikut.
Gambar 2.15 Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari
sisi stator Dimana:
2
X
=
2 2
X a
2
R
=
2 2
R a
Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan
pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan
normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus
Universitas Sumatera Utara
26 peneralan yang sangat besar 30 sampai 40 dari arus beban penuh dan karena
reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen
c
R dapat dihilangkan diabaikan. Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut.
Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen motor induksi dengan mengabaikan tahanan
R
c
2.8 ALIRAN DAYA PADA MOTOR INDUKSI