Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat sebuah rumusan masalah : Bagaimana peran acara Karang Tumaritis di TVRI D. I. Yogyakarta sebagai media untuk mensukseskan pelestarian kebudayaan Jawa di Masyarakat Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana peran acara Karang Tumaritis sebagai media untuk mensukseskan pelestarian kebudayaan Jawa di masyarakat Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi stasiun televisi yang bersangkutan bisa melakukan berbagai evaluasi terhadap program acara tersebut 2. Bagi masyarakat Yogyakarta agar bisa memahami tentang pentingnya media massa lokal terutama program acara di televisi dalam pelestarian kebudayaan Jawa 3. Bagi Pemerintah dan pihak terkait dengan masalah kebudayaan di Yogyakarta agar memahami kontribusi yang bisa diberikan oleh media massa televisi dalam proses pelestarian budaya Jawa di Yogyakarta

E. Tinjauan Pustaka

Komunikasi adalah sebuah kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Semua kegiatan manusia dilakukan atas dasar komunikasi. Manusia memiliki keinginan untuk berbicara, tukar-menukar gagasan, mengirim dan menerima informasi, commit to user membagi pengalaman, kerja sama, dan lain sebagainya. Apalagi dalam abad modern ini, berkomunikasi pun tidak hanya dilakukan dengan cara face to face saja. Melainkan komunikasi dengan menggunakan media massa pun sudah lama dan banyak dilakukan oleh manusia sebagai bagian dari kehidupannya. Komunikasi merupakan sebuah ilmu yang cakupannya luas. Konsep tentang komunikasi sendiri juga memiliki keterkaitan dengan berbagai hal. Seperti halnya peran media massa terhadap pelestarian kebudayaan. Penulis telah merangkai teori- teori yang memuat tentang konsep-konsep tersebut. Agar penjelasan yang diberikan menjadi lebih runtut dan terstruktur, selanjutnya bagian tinjauan pustaka akan dibagi menjadi beberapa sub bagian, yaitu : Komunikasi, Televisi Dalam Komunikasi Massa, TVRI Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, Acara Televisi di TVRI, Kebudayaan, dan Peran Komunikasi Massa Dalam Pelestarian Kebudayaan. 1. Komunikasi Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare yang artinya memberitahukan. Kata tersebut kemudian berkembang dalam bahasa Inggris communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep, ide, gagasan, perasaan, dan lain-lain antara dua orang atau lebih. Secara sederhana dapat dikemukakan pengertian komunikasi, ialah proses pengiriman pesan atau simbol- simbol yang mengandung arti dari seorang sumber atau komunikator kepada seorang penerima atau komunikan dengan tujuan tertentu Suranto Aw, 2010 : 2. Definisi komunikasi menurut Wilbur Schramm 1955 yaitu : “Communication as an act of establishing contact between a sender and a receiver, with the help of message; the sender and receiver some common experience which meaning to the message incode and sent by the sender; and receiver and decode by the receiver”, Suranto Aw, 2010 : 2. “Komunikasi merupakan suatu tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan pesan; pengirim dan penerima, memiliki beberapa pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan dan commit to user simbol yang dikirim oleh pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima”, Suranto Aw, 2010 : 2. Sifat komunikasi diungkapkan oleh Suranto Aw dalam proses komunikasi dapat dibedakan menjadi 2010 : 14 : a. Komunikasi tatap muka face to face communication, dalam hal ini pihak yang berkomunikasi saling bertemu dalam suatu tempat tertentu b. Komunikasi bermedia mediated communication, ialah komunikasi dengan menggunakan media, seperti telepon, surat, radio, dan sebagainya c. Komunikasi verbal, komunikasi dengan ciri bahwa pesan yang dikirimkan berupa pesan verbal atau dalam bentuk ungkapan kalimat, baik secara lisan maupun tulisan d. Komunikasi non verbal, komunikasi dengan ciri bahwa pesan yang disampaikan berupa pesan non verbal atau bahasa isyarat, baik isyarat badaniah gestural maupun isyarat gambar pictoral Sedangkan tahap komunikasi seperti yang dijelaskan dalam bukunya Suranto Aw 2010 : 15 terdapat tiga tahap yaitu : a. Komunikasi satu tahap one step flow communication, ialah penyampaian ide, gagasan, atau pesan langsung kepada komunikan yang dikehendaki. Dalam konteks komunikasi massa, maka pesan dari media massa langsung diterima oleh komunikan b. Komunikasi dua tahap two step flow communication, ide atau pesan disampaikan komunikator dan diterima oleh para pemuka pendapat opinion leader baru kemudian disampaikan kepada komunikan berikutnya. c. Komunikasi banyak tahap multi step flow communication, proses komunikasi ini diawali dari komunikator menyampaikan pesan yang diterima oleh pemuka pendapat, selanjutnya pemuka pendapat ini menyampaikan pesan yang sama ke commit to user orang lain, dan terus menerus orang tersebut menyampaikan informasi kepada orang-orang berikutnya secara berantai Bentuk komunikasi dapat diklarifikasikan menurut jumlah pihak yang terlibat komunikasi, Suranto Aw, 2010 : 13 : a. Komunikasi intrapersonal intrapersonal communication, ialah proses komunikasi yang terjadi dalam diri sendiri b. Komunikasi antarpersonal interpersonal communication, komunikasi antara seseorang dengan orang lain, bisa berlangsung secara tatap muka maupun dengan bantuan media c. Komunikasi kelompok group communication, proses komunikasi yang berlangsung dalam suatu kelompok d. Komunikasi massa mass communication, komunikasi yang melibatkan banyak orang serta melalui media massa Komunikasi merupakan dasar dalam segala hal. Komunikasi telah menjadi sebuah kebutuhan untuk hidup. Manusia sebagai makhluk sosial menyampaikan pesan-pesannya melalui komunikasi. Tanpa adanya komunikasi, manusia tidak dapat hidup dengan baik. 2. Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi massa merupakan komunikasi yang melibatkan banyak orang. Ada sebagian ahli berpendapat bahwa komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa Suranto Aw, 2010 : 13. Media massa ini termasuk diantaranya adalah surat kabar, film, radio, dan televisi. Ciri komunikasi massa bila dilihat dari unsur- unsur yang mencakupnya menurut Onong Uchjana Effendy 2004 : 51-55 yakni : a. Sifat komunikan Komunikasi massa ditujukan kepada khalayak yang jumlahnya relatif besar, commit to user heterogen, dan anonim. b. Sifat media massa Serempak cepat, yaitu keserempakan kontak antara komunikator dengan komunikan yang jumlahnya besar. Media massa bersifat cepat rapid, dalam artian memungkinkan pesan yang disampaikan kepada banyak orang dengan waktu yang cepat. c. Sifat pesan Sifat pesan yang dibawa media massa adalah umum. Karena media massa adalah sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak, bukan untuk sekelompok orang saja. d. Sifat komunikator Karena media massa adalah sebuah lembaga atau organisasi, maka ia termasuk komunikator terlembagakan. Media massa memiliki pesan yang dikerjakan secara kolektif. e. Sifat efek Efek komunikasi yang timbul pada komunikan bergantung pada tujuan komunikasi yang dilakukan oleh komunikator. Komunikasi massa mempunyai fungsi di masyarakat. Fungsi-fungsi itu menurut Dominick 2001 terdiri dari Elvinaro, dkk, 2007 : 15-18 : a. Surveillance Pengawasan Fungsi pengawasan terdiri dari dua jenis, yaitu peringatan dan instrumental. Pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman angin topan, meletusnya gunung merapi, dan sebagainya. Sedangkan pengawasan instrumental yaitu penyebaran informasi yang memiliki kegunaan dalam kehidupan sehari-hari. Isinya bisa tentang produk-produk baru dan harga- commit to user harga saham. b. Interpretation Penafsiran Fungsi ini mirip dengan pengawasan. Namun, media massa juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. c. Linkage Pertalian Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. d. Transmission of Value Penyebaran Nilai-nilai Fungsi ini sering disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu pada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Di antara semua jenis media massa, televisi sangat berpotensi untuk terjadinya sosialisasi penyebaran nilai-nilai. e. Entertainment Hiburan Televisi adalah media massa yang mengutamakan hiburan. Hampir tiga perempat bentuk siaran televisi setiap harinya adalah hiburan. Melalui berbagai macam acara yang ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya. Komunikasi massa berpijak pada teori yang dikembangkan oleh Harold Lasswell pada tahun 1948. Model ini berupa ungkapan : Who says what in which channel to whom with what effect atau siapa berkata apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa. Komunikator membawa pesan melalui media kepada penerima dengan efek tertentu Morissan, 2008 : 16. commit to user Untuk karakteristik komunikasi massa yang komunikannya bersifat heterogen, maka tidak mudah untuk mengukur umpan balik yang datang dari semua komunikan. Karena itu, umpan balik yang datang biasanya merupakan representative wakil sampel, sehingga walaupun yang ditanggapi hanya satu atau dua komunikan, namun hal tersebut sudah dianggap dapat mewakili seumlah komunikan yang lainnya Elvinaro, dkk, 2007 : 47. Salah satu media massa yang saat ini sangat dekat dengan masyarakat yaitu televisi. Televisi saat ini merupakan media massa yang paling berpengaruh pada masyarakat, hal ini karena didukung oleh kemudahan untuk mengaksesnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, televisi adalah proses penyiaran gambar melalui gelombang frekuensi radio dan menerimanya pada pesawat penerima yang memunculkan gambar tersebut pada sebidang layar. Jadi, televisi secara sederhana adalah media massa yang menampilkan siaran berupa gambar dan suara dari jarak jauh. Televisi merupakan sistem gabungan antara gambar dan suara. Televisi dalam komunikasi massa memiliki makna : “…….merupakan bagian dari media massa. Dan ia dikenal sebagai media elektronik. Televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi massa karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi memiliki kelebihan dari media massa lainnya karena bersifat audio visual didengar dan dilihat, dapat menggambarkan kenyataan dan secara langsung dapat menyajikan peristiwa yang sedang terjadi kepada setiap pemirsa di manapun ia berada Riswandi, 2009 : 2.” Media menurut Riswandi adalah saluran komunikasi massa yang memiliki ciri-ciri khusus, yaitu mempunyai kemampuan untuk menarik perhatian khalayak secara serempak dan serentak 2009 : 2. Karakteristik televisi sebagai media yang paling banyak diminati oleh khalayak menurut Riswandi 2009 : 5-6 adalah : a. Audio visual, karena bisa didengar dan dilihat oleh khalayak dan menampilkan informasi yang disertai kata-kata, gambar, dan rekaman peristiwa commit to user b. Berpikir dalam gambar, ada dua tahap pada poin ini. Pertama, visualisasi, menterjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar- gambar. Kedua, penggambaran, yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu c. Cara kerja yang kompleks, pengoperasian televisi lebih kompleks karena lebih melibatkan banyak orang. Sifat-sifat media massa televisi yang membedakannya dari jenis media massa lainnya yaitu televisi dapat didengar dan dilihat bila ada siaran, dapat dilihat dan didengar kembali bila diputar lagi, daya rangsang sangat tinggi, elektris, sangat mahal, dan daya jangkau besar J. B. Wahyudi dalam Morissan, 2008 : 11. Televisi merupakan media yang menguasai ruang dan tidak menguasai waktu J. B. Wahyudi dalam Morissan, 2008 : 12. Artinya, siaran televisi bisa diterima di mana saja dalam jangkauan pemancar. Namun, televisi tidak bisa dilihat dan didengar berulang-ulang serta kapan saja. Inilah mengapa televisi hanya menguasai ruang saja, bukan waktu. Menurut Prof. Dr. R. Mar’at dari Universitas Padjadjaran, tentang program acara televisi Onong Uchjana Effendy, 2004 : 122 yaitu : “……acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan para penonton, ini adalah wajar”. Kelebihan televisi dari media massa lainnya adalah kemampuan menyajikan berbagai kebutuhan manusia, baik hiburan, informasi, maupun pendidikan. Pengaruh televisi terhadap kehidupan sudah bisa dirasakan oleh khalayak yang menonton. Karena pada dasarnya televisi bisa mengakibatkan penonton mendapatkan sesuatu dari aspek psikologis yang ditonton dari televisi. Dan itu semua bukanlah sesuatu yang baru dan istimewa lagi di mata khalayak. commit to user 3. TVRI Sebagai Lembaga Penyiaran Publik Stasiun penyiaran publik berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Stasiun penyiaran publik terdiri atas Radio Republik Indonesia RRI dan Televisi Republik Indonesia TVRI yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibu kota negara. Di daerah provinsi, kabupaten atau kota dapat didirikan stasiun penyiaran publik lokal Morissan, 2008 : 97. Di Indonesia, pengertian stasiun publik identik dengan TVRI dan RRI karena menurut Undang-Undang Penyiaran, stasiun publik terdiri dari RRI dan TVRI yang stasiun pusat penyiarannya berada di Jakarta. Selain itu, di daerah provinsi, kabupaten atau kota dapat didirikan stasiun penyiaran publik lokal. Undang-Undang Penyiaran di Indonesia memberikan tugas lepada TVRI untuk memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia Morissan, 2008 : 97- 99. Sumber pembiayaan media penyiaran publik di Indonesia berasal dari iuran penyiaran yang berasal dari masyarakat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, sumbangan masyarakat, dan siaran iklan. Sumber pembiayaan untuk stasiun penyiaran publik lebih banyak dari pada stasiun swasta yang hanya memiliki dua sumber pendapatan, yaitu siaran iklan dan usaha lain yang sah terkait dengan penyelenggaraan penyiaran Morissan, 2008 : 100. Sedangkan menurut Riswandi, sumber pendanaan penyiaran publik berasal dari negara, iuran, iklan, dan donatur yang tidak mengikat 2009 : 17. commit to user Kemudian Efendi Gazali mengemukakan lima ciri penyiaran publik sebagai berikut : a. Akses publik, akses publik ini dimaksudkan tidak hanya coverage area, tetapi juga menyangkut bagaimana penyiaran publik mau mengangkat isu-isu lokal dan memproduksi program-program lokal dan tokoh-tokoh lokal b. Dana publik, lembaga penyiaran publik tidak hanya mengandalkan keuangannya dari anggaran negara, tetapi juga iuran dan donatur c. Akuntabilitas publik, karena dana utamanya dari publik, maka terdapat kewajiban dari penyiaran publik untuk membuat akuntabilititas finansialnya d. Keterlibatan publik, artinya ada keterlibatan menjadi penonton atau menjadi kelompok yang rela membantu menyumbangkan tenaga, pikiran, dan dana untuk kelangsungan penyiaran publik e. Kepentingan publik, kepentingan publik lebih diutamakan dari pada kepentingan iklan. Misalnya ada satu acara yang sangat baik dan bermanfaat bagi publik, namun ratingnya rendah, maka ia akan tetap diproduksi dan tetap dipertahankan penanyangannya Riswandi, 2009 : 17-18. 4. Acara Televisi di TVRI Stasiun televisi setiap harinya menyajikan jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Setiap program acara di televisi mempunyai waktunya masing-masing. Jam tayang tersebut juga sebenarnya berhubungan dengan ketersediaan audiens. Dalam bukunya, Morissan 2008 : 257 memberikan pembagian waktu siaran dan ketersediaan audien menurut beberapa ahli : commit to user Tabel 1.1 Pembagian Waktu Siaran dan Ketersediaan Audien Bagian Hari Audien Tersedia Pagi Hari 06.00 – 09.00 Anak-anak, ibu rumah tangga, pensiunan, pelajar, dan karyawan yang akan berangkat ke kantor Jelang Siang 09.00 - 12.00 Anak-anak prasekolah, ibu rumah tangga, pensiunan, dan karyawan yang bertugas secara giliran shift Siang Hari 12.00 – 16.00 Karyawan yang makan siang di rumah, pelajar yang pulang dari sekolah Sore Hari early fringe 16.00 – 18.00 Karyawan yang pulang dari tempat kerja, anak-anak, dan remaja Awal Malam early evening 18.00 – 19.00 Hampir sebagian besar audien sudah berada di rumah Jelang Waktu Utama prime acces 19.00 – 20.00 Seluruh audien tersedia menonton televisi pada waktu ini Waktu utama prime time 20.00 – 23.00 Seluruh audien tersedia pada waktu ini utamanya antara pukul 20.00 – 21.00. Namun, setelah itu, audien mulai berkurang utamanya audien anak-anak, dan pensiunan serta mereka yang harus tidur lebih cepat agar dapat bangun pagi- pagi Jelang Tengah Malam late fringe 23.00 – 23.30 Umumnya orang dewasa Akhir malam late night 23.30 – 02.00 Orang dewasa, termasuk karyawan yang bertugas secara giliran shift Sumber : Peter K. Pringue. Michael F. Starr, William E. McCavitt; Electronic Media Management, second edition, Focal Press, Boston – London, 1991 commit to user Pada program yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran publik ada perbedaan dengan acara yang ditayangkan oleh stasiun komersial. Televisi publik menata acaranya dengan menekankan pada aspek pendidikan masyarakat yang bertujuan mencerdaskan audien. Program disusun berdasarkan pada gagasan melestarikan dan mendorong berkembangnya budaya lokal, sejarah kebangsaan, dan sebagainya. Televisi memegang peran penting menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah. Program acara pendidikan dan kebudayaan seperti pengembangan bahasa nasional dan kebudayaan daerah harus menjadi tanggung jawab media penyiaran publik untuk memproduksinya Morissan, 2008 : 100-101. Strategi dalam mengelola stasiun televisi publik menurut Pringle- Starr- McCavitt 1991 yaitu the nature of the licensee misi atau fungsi utama keberadaan stasiun publik, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, dan upaya menggalang dana dari masyarakat the requirements for fund raising from the audience. Fungsi utama dari stasiun publik di Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam UU Penyiaran adalah memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Hal ini merupakan faktor pertama yang harus dipertimbangkan sebelum menyusun strategi program Morissan, 2008 : 101. Program acara yang bertema kebudayaan lokal seakan hanya ada di TVRI saja. Bahkan TVRI memberikan andil yang besar terhadap budaya lokal di stasiunnya. Presentase secara persisnya yaitu TVRI memberikan paket siaran budaya lokal yang lebih besar dari pada stasiun televisi swasta. Budaya lokal justru diangkat oleh TVRI ke permukaan. Budaya lokal ini tidak dimuseumkan, tetapi TVRI mampu mengangkatnya menjadi sebuah program acara Syamsudin Noer Moenadi, 1997 : 33- 34. commit to user Program acara di TVRI memang lebih banyak mengangkat budaya lokal. Hal ini juga dimaksudkan agar kebudayaan asli milik bangsa ini tidak kalah dengan budaya asing maupun budaya global di televisi. Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI harus menyadari dan melaksanakan tugasnya sebagai televisi yang menghargai budaya lokal. Selain itu, masyarakat juga hanya bisa menonton budaya lokal mereka di TVRI di daerah mereka masing-masing. Kebudayaan Jawa, paling banyak disajikan di TVRI D. I. Yogyakarta sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. 5. Kebudayaan Kebudayaan memiliki bidang cakupan yang sangat luas. Istilah kebudayaan atau budaya berasal dari kata “budi”. Budi berarti alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk Anton Moeliono cs, 1988 : 131 dikutip oleh Astrid S. Susanto-Sunario, 1995 : 127. Kebudayaan menurut Zaetmulder yaitu perkembangan dari majemuk budi-daya, artinya dari budi, kekuatan dari akal Imam Sutarjo, 2008 : 12. Hari Poerwanto memberikan pengertian tentang istilah kebudayaan menjadi 2008 : 51-52 : “Istilah kebudayaan atau culture dalam bahasa Inggris, berasal dari kata kerja dalam bahasa Latin colere, yang berarti bercocok tanam cultivation. Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi budi atau akal. Sering kali ditafsirkan bahwa kata budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk “budi-daya”yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa, dan rasa. Karenanya ada juga yang mengartikan bahwa kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa.” Secara lebih lanjut Koentjaraningrat Hari Poerwanto, 2008 : 52 mendefinisikan kebudayaan sebagai : “…….keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan commit to user belajar”. Kemudian, E. B. Taylor telah mencoba mendefinisikan kata kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat, dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan konsep kebudayaan yang lebih sistematik dirumuskan oleh A. L. Kroeber dan C. Kluchkohn adalah keseluruhan pola-pola tingkah laku dan pola-pola bertingkah laku, baik eksplisit maupun implisit, yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda- benda materi Hari Poerwanto, 2008 : 52-53. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, konsep kebudayaan sangat luas. Wujud kebudayaan menurut Koentjoroningrat memiliki paling sedikit tiga wujud, yaitu Koentjoroningrat dalam Alfian, 1985 : 100 : a. Wujud sebagai kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia b. Wujud sebagai suatu kompleks aktivitas c. Wujud sebagai benda Alfian mengkutip dari Koentjoroningrat Koentjoroningrat dalam Alfian, 1985 : 101-102 tentang isi kebudayaan yaitu : “Isi kebudayaan manusia sebaiknya menggunakan unsur-unsur kebudayaan universal yaitu unsur-unsur yang ada dalam semua kebudayaan di seluruh dunia, baik yang kecil, bersahaja, dan terisolasi, maupun yang besar, kompleks dan dengan suatu jaringan hubungan yang luas. Dengan mengambil contoh konsepsi B. Malinowski, maka dalam semua kebudayaan di dunia ada tujuh buah unsur universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian.” Kebudayaan menjadi milik manusia melalui proses belajar, dan diajarkan kepada anggotanya melalui proses akulturasi, enkulturisasi, dan proses sosialisasi commit to user Imam Sutarjo, 2008 : 10. Hal ini juga mirip dengan pendapat yang dikemukan oleh C. Kluckhohn yang menekankan bahwa kebudayaan merupakan proses belajar dan bukan sesuatu yang diwariskan secara biologis. Oleh karenanya, kebudayaan merupakan pola tingkah laku yang dipelajari dan disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses belajar kebudayaan yang berlangsung sejak dilahirkan sampai mati, yaitu dalam kaitannya dengan pengembangan perasaan, hasrat, dan emosi, dalam rangka pembentukan kepribadiannya Hari Poerwanto, 2008 : 88. Kebudayaan adalah suatu hal yang sangat penting untuk dipelajari. Apalagi sejarah dari kebudayaan di masa lalu diperlukan untuk bisa membangun suatu kebudayaan baru. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Poerbatjaraka bahwa kebudayaan baru Indonesia harus berakar pada kebudayaan Indonesia sendiri atau kebudayaan pra-Indonesia. Hal itu berarti bahwa kebudayaan Indonesia seharusnya berakar pada kebudayaan suku-suku bangsa di daerah. Pendapat itu juga senada dengan Ki Hajar Dewantara yang menyebutkan bahwa kebudayaan nasional Indonesia adalah puncak-puncak dari kebudayaan-kebudayaan daerah Koentjaraningrat dalam Alfian, 1985 : 109. Dalam pendapat yang dikemukan oleh Koentjaraningrat, seluruh wujud kebudayaan adalah pengejawantahan, penerapan, perluasan, dan perentangan gagasan manusia. Gagasan-gagasanlah yang melandasi seluruh hasil budi dan karya manusia. Untuk bisa mengerti, memahami, dan menghargai gagasan di balik wujud hasil kebudayaan, maka seseorang harus menangkap maksud gagasan dari wujud hasil kebudayaan tersebut Koentjoroningrat dalam Alfian, 1985 : 192. Budaya sebagai sistem pemikiran mencakup sistem gagasan, konsep-konsep, aturan-aturan serta pemaknaan yang mendasari dan diwujudkan dalam kehidupan yang commit to user dimilikinya melalui proses belajar Lalu, C. Geertz juga menyatakan pendapatnya seperti yang dikutip oleh Hari Poerwanto 2008 : 58 tentang kebudayaan yaitu : “…...kebudayaan adalah sistem pemaknaan yang dimiliki bersama, dan kebudayaan merupakan hasil dari proses sosial dan bukan proses perorangan.” Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan manusia dan kebudayaan, Hari Poerwanto 2008 : 60 mengutip dari Leslie White 1969 bahwa : “Pangkal dari semua tingkah laku manusia tercermin pada simbol-simbol yang tertuang dalam seni, religi dan kekuasaan, dan semua aspek simbolik tadi tampak dalam bahasa. Sementara itu, kebudayaan juga merupakan fenomena yang selalu berubah sesuai dengan alam sekitarnya dan keperluan suatu komunitas. Berdasar kerangka pemikiran tersebut di atas, maka jelaslah kebudayaan sebagai suatu sistem yang melingkupi kehidupan manusia pendukungnya, dan merupakan suatu faktor yang menjadi dasar tingkah laku manusia; baik dalam kaitannya dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya.” Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Setelah manusia mati, maka kebudayaan akan diwariskan untuk keturunannya. Hari Poerwanto 2008 : 88 memberikan penjelaskan tentang cara pewarisan kebudayaan : “……..pertama, secara vertikal atau langsung kepada anak cucu mereka. Kedua, secara horizontal atau belajar kebudayaan kepada manusia lainnya. Berbagai pengalaman makhluk manusia dalam rangka kebudayaannya, akan diteruskan kepada generasi berikutnya atau dikomunikasikan dengan individu lainnya karena ia mampu mengembangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk lambang-lambang vokal berupa bahasa; serta dikomunikasikan dengan orang lain melalui kepandaiannya berbicara dan menulis”. Tugas pembinaan kebudayaan yang diemban oleh berbagai pihak dalam masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam usaha-usaha yang menurut sifatnya dapat dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu: a. Pemeliharaan, perawatan, dan pemugaran b. Penggalian dan pengkajian c. Pengemasan informasi budaya dan penyebarluasannya d. Perangsangan inovasi dan kreasi commit to user e. Perumusan nilai-nilai ideal bangsa dan sosialisasinya Tujuan-tujuan besar seperti di atas dirumuskan sebagai “memperkukuh jati diri budaya bangsa”, “memperkuat ketahanan budaya bangsa”, “melestarikan warisan budaya bangsa”, “meningkatkan kesadaran budaya”, “meningkatkan kesadaran sejarah”, serta “memperlancar dialog budaya”, pada dasarnya adalah tujuan-tujuan payung yang harus dijabarkan ke dalam berbagai program kegiatan Edi Sedyawati, 2008 : 203. Kebudayaan yang ada di kehidupan manusia apabila dirawat, dipelihara, dan dikembangkan atau mempunyai cukup pendukung, maka selama itu pula suatu budaya sukar berubah. Dengan demikian, suatu perubahan budaya tidak selalu diadakan secara sadar dari luar, tetapi bila ia tidak cukup memiliki pendukungnya, maka ia akan pudar perlahan-lahan dari dalam Astrid S. Susanto-Sunario, 1995 : 130. Hal inilah dimaksud pentingnya menjaga kebudayaan yang ada di kehidupan suatu masyarakat agar tidak memudar dengan sendirinya. Pada dasarnya setiap kebudayaan, sebagai milik suatu masyarakat, dalam intensitas dan kecepatan yang berbeda-beda senantiasa mengalami perkembangan. Kebudayaan sebenarnya tidak pernah statis atau stagnant, namun sebaliknya meski dapat terjadi perubahan dan perkembangan di dalam kebudayaan, jati diri suatu kebudayaan dapat lestari. Artinya, lestari yang dinamis, yaitu ciri-ciri pengenalnya secara keseluruhan tetap dimiliki meski bentuk-bentuk ungkapan di dalamnya konsep, tata tindakan, benda-benda-benda budaya dapat mengalami perubahan Edi Sedyawati, 2008 : 290. commit to user 6. Peran Komunikasi Massa Dalam Pelestarian Kebudayaan Komunikasi massa mass communication sendiri merupakan singkatan dari komunikasi media massa mass media communication, yang berarti komunikasi melalui media massa Onong Uchjana Effendy, 1993 : 12. Media massa ini yaitu televisi, surat kabar, majalah, radio, dan lain sebagainya. Jadi, komunikasi massa adalah berkomunikasi dengan menggunakan salah satu dari media massa tersebut. Pengertian mengenai komunikasi massa rumit sifatnya. Sehingga Onong Uchjana Effendy 1993 : 13-14 mengutip dari pernyataan Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr dalam bukunya Communication Theories, Origins, Methods, Uses, mengatakan : ”Mass comunication is a part of skill, part art, and part science. It is skill in the sense that it envolves certain fundamental learnable techniques such as focusing a television camera, operating a tape recorder or taking notes during an interview. It is art in the sense that it envolves creative challeges such as writing a script for a a television program, developing an aesthetic layout for a magazine ad or coming up with a catchy lead for a news story. It is a science in the sense that there are certain principles involved in how communication works that can be verivied and used to make things work better”. Komunikasi massa sebagian adalah keterampilam, bagian seni, dan sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian meliputi teknik-teknik tertentu yang secara fundamental dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan perekam pita atau mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian tantangan-tantangan kretif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak untuk iklan majalah atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikembangkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik.” Onong Uchjana Effendy juga merumuskan fungsi komunikasi massa menjadi 2004 : 54 : “Sejauh ini komunikasi massa telah membawa fungsi bagi masyarakat yaitu to inform menyiarkan informasi, to educate mendidik, dan to entertain menghibur. Sedangkan fungsi lain dari komunikasi massa adalah to influence mempengaruhi, to guide membimbing, to criticize mengkritik, dan lain-lain. Dari fungsi-fungsi yang ada, fungsi menghibur merupakan commit to user fungsi yang paling banyak ditemukan pada televisi maupun media elektronik lain. Sedangkan untuk surat kabar, fungsi yang lebih utama yaitu menyiarkan informasi”. Wilbur Schramm memberikan penjelasan mengenai fungsi komunikasi massa sebagai tiga poin yang saling berkaitan yaitu : “Komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan encoder. Komunikasi massa mengdekode lingkungan sekitar, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan dan juga efek-efek hiburan. Komunikasi massa menginterpretasikan hal-hal yang didekode sehingga bisa mengambil kebijakan terhadap efek, menjaga berlangsungnya interaksi serta membantu anggota-anggota masyarakat menikmati kehidupan. Komunikasi massa juga mengenkode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta menyampaikan kebudayaan baru kepada anggota masyarakat Wiryanto, 2000 : 10.” Dennis McQuail menguraikan pentingnya fungsi media massa di dalam kehidupan 1996 : 3 : “Media massa seperti televisi, radio, koran, dan lain sebagainya mempunyai fungsi penting. Fungsi penting itu di antaranya berpijak pada dalil yaitu media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, termasuk sebagai pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma- norma.” Selain itu media massa mempunyai ciri-ciri khusus yaitu Dennis McQuail, 1996 : 40 : “Media massa sebagai komunikator massa tentunya memiliki ciri-ciri khusus bahwa salah satunya adalah memproduksi dan mendistribusi pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan, dan budaya.” Institusi media menyelenggarakan fungsinya seperti mendistribusikan pengetahuan supaya pengetahuan itu bisa membuat manusia mampu untuk memetik pelajaran dari pengetahuan. Pelajaran inilah yang akan mengingatkan manusia akan pentingnya sejarah atau pengalaman masa lampau untuk berpijak ke masa depan serta demi kelangsungan hidup pengetahuan tersebut. Media massa yang berperan untuk menyelenggarakan produk distribusi pengetahuan itu dalam pengertian serangkaian simbol yang mengacu pada pengalaman kehidupan sosial. commit to user Secara umum, dalam beberapa segi, media massa memiliki perbedaan dengan institusi pengetahuan lainnya yang ada. Perbedaan media massa dengan institusi pengetahuan lainnya seperti seni, agama, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan sebagainya Dennis McQuail, 1996 : 51 yaitu : a. Media massa memiliki fungsi pembawa bagi segenap macam pengetahuan b. Media massa menyelenggarakan kegiatannya dalam lingkungan publik, yaitu dia bisa dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara bebas c. Pada dasarnya hubungan antara pengirim dan penerima seimbang dan sama d. Media menjangkau lebih banyak orang dari pada institusi lainnya dan sejak dahulu telah mengambil alih peranan sekolah, orang tua, agama, dan lain-lain Menurut Imam Sutardjo, media massa dianggap memiliki peran yang besar dalam pelestarian budaya seperti yang ia jelaskan 2008 : 49 : “……hal ini bisa dilihat dari kerapuhan dalam unggah-ungguh berbahasa Jawa di kalangan masyarakat Jawa yang disebabkan oleh kurangnya peran campur tangan media massa. Salah satunya yaitu kurang tersedianya buku- buku bacaan dan majalah berbahasa Jawa ngoko maupun krama, baik di sekolah maupun di rumah, serta semakin jarangnya media massa cetak atau elektonik yang menggunakan wahana unggah-ungguh Bahasa Jawa.” Pada televisi, acara-acara yang ditayangkan bisa bersifat hiburan maupun informatif. Namun, acara yang menghibur sekaligus mencerdaskan masih terasa kurang di Indonesia. Menurut Imam Sutardjo, setiap televisi TVRI dan swasta seminggu atau sebulan sekali wajib menayangkan acara seni tradisi yang disajikan pada siang atau sore hari, sehingga para anak didik, generasi muda mudah untuk melihatnya 2006 : 14-15. Seharusnya acara-acara berupa hiburan yang mencerdaskan dan berasal dari khasanah kebudayaan Indonesia menjadi tayangan utama di negeri ini. commit to user Karena kebudayaan berkembang secara akumulatif, semakin banyak dan kompleks, maka pendapat dari Hari Poerwanto 2008 : 89 tentang pelestarian kebudayan yaitu : “……untuk meneruskan dari generasi ke generasi, diperlukan suatu sistem komunikasi yang jauh lebih kompleks daripada yang dimiliki binatang, ialah bahasa, baik lisan, tertulis, maupun dalam bentuk bahasa isyarat. Agar suatu kebudayaan dapat merespon berbagai masalah kelangsungan hidup manusia dan tetap dipelajari oleh generasi berikutnya, serta tetap ‘lestari’; maka suatu kebudayaan harus mampu mengembangkan berbagai sarana yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pokok para individu”. Pengembangan kebudayaan daerah yang merupakan akar dari kebudayaan nasional menjadi isu yang sangat penting. Pengembangan kebudayaan daerah tidak diadakan demi pengembangan kebudayaan itu sendiri, tetapi selalu dalam rangka pengembangan budaya nasional. Komunikasi merupakan alat dan wahana penyampaian kemungkinan-kemungkinan perkembangan kebudayaan dalam arti luas, yaitu mencakup seluruh kehidupan masyarakat di daerah-daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari kebudayaan nasional Astrid S. Susanto-Sunario, 1995 : 151. Kebudayaan dari setiap suku-suku bangsa di Indonesia adalah kebudayaan asli Indonesia yang membedakan dari bangsa lain di dunia. Sehingga saat ini perlu adanya suatu langkah untuk lebih mengenalkan kebudayaan tersebut kepada masyarakat luas. Karena kebudayaan asli Indonesia ini merupakan milik orang Indonesia. Seperti halnya dengan budaya Jawa. Seiring dengan perkembangan teknologi dan sistem komunikasi yang pesat, maka seharusnya keterlibatan hasil penemuan manusia modern itu diarahkan ke tujuan yang baik. Fakta mengenai cepatnya perkembangan teknologi ini ternyata dikuasai oleh negara-negara kuat. Hal ini mengakibatkan banyak negara berkembang mengalami limpahan informasi beserta nilai-nilai asing yang masuk melalui acara-acara televisi kita. Ini adalah momok bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, di mana commit to user seharusnya kebudayaan asli milik Indonesialah yang menjadi pegangan kita, bukan dari nilai-nilai asing yang merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Transformasi nilai-nilai asing yang terkadang tak sesuai dengan kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia bisa masuk melalui acara di televisi. Masyarakat hanya sekedar disuguhi oleh program-program acara yang tidak mendidik tanpa adanya proses interaktif di dalamnya. Sehingga masyarakat hanya menerima dan bersikap pasif. Menurut Edi Sedyawati, dalam bukunya Keindonesiaan Dalam Budaya 2008 : 41-42, ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan permasalahan antara kelimpahan informasi nilai-nilai asing dan budaya kita sendiri, yaitu : “Arah pemecahan yang harus dicari adalah untuk menanggulangi dua persoalan itu : yaitu pertama, ketidakseimbangan informasi dari negara luar yang kuat dari negara kita sendiri, dan kedua, kedudukan penonton televisi sebagai pihak pasif menerima siaran. Untuk persoalan pertama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produksi industria budaya audio-visual dalam negeri yang memuat pula nilai-nilai budaya bangsa yang luhur, dan bukan justru mengambil alih nilai-nilai asing yang tidak luhur tetapi mengenakkan. Peningkatan produksi memerlukan suatu pengerahan modal, serta juga dan inilah yang justru sangat menentukan mutu, peningkatan tenaga-tenaga ahli dan sarana untuk itu….. Adapun untuk menjawab persoalan kedua ada dua jalan yang perlu ditempuh, yaitu pertama, mendayagunakan media, atau kemasan media yang lebih bersifat interaktif, dan kedua, menyelenggarakan lebih banyak kegiatan yang bersifat tatap muka, yang lebih memungkinkan pergaulan antara manusia yang hangat dan menumbuhkan kepekaan untuk saling mengerti.” Peran media massa dianggap penting dalam pelestarian budaya bangsa. Kebudayaan memerlukan pengelolaan dan pemanduan secara sadar agar bisa menjalankan fungsinya sebagai pengidentitas yang mengangkat martabat manusia. Pernyataan di bawah ini mengungkapkan tentang pentingnya peran media massa seperti berikut : “Televisi sebagai salah satu jenis media komunikasi dewasa ini telah berkembang menjadi suatu kekuatan yang sangat besar untuk mempengaruhi para pemirsanya dalam hal pandangan, selera, dan pemihakan. Oleh karena itu, kiranya masyarakat Indonesia sangat berharap agar televisi berperan commit to user efektif sebagai pembentuk karakter dan budaya bangsa, dan tidak sebaliknya, menjadi sarana peruntuh jati diri budaya bangsa. Harapan ini terutama dirasakan mendesak karena kita kini dihadapkan pada kenyataan bahwa di banyak daerah di Indonesia, pemahaman dan bahkan hanya pengenalan saja pada hasil-hasil budaya Indonesia sendiri tradisional maupun kontemporer menjadi sangat minim. Hal ini dapat diperhadapkan dengan kenyataan semakin populernya bentuk-bentuk ekspresi seni massa popular yang kebanyakan sebenarnya adalah epigon belaka dari hasil-hasil budaya asing, khususnya dari negara-negara industria kuat Edi Sedyawati, 2008 : 161”. Permasalahan tentang bagaimana nasib kebudayaan asli milik sebuah negara atau masyarakat tertentu telah menjadi isu di berbagai negara di dunia. Hal ini tak terkecuali terjadi di Israel, dimana pada jurnal internasional ini meneliti tentang pentingnya menjaga kebudayaan lokal dalam lingkungan global, yaitu masalah media penyiaran Israel. Di sini terlihat bahwa seiring majunya teknologi, maka persaingan dalam dunia penyiaran juga semakin bertambah. Salah satunya yaitu dengan adanya global markets. Namun, dalam artikel yang ditulis oleh Yaron Katz, dari Holon Institute of Technology ini menjelaskan bahwa proses antara persaingan komersial, teknologi baru, dan pasar global merupakan sesuatu yang wajar. Namun, yang paling penting adalah bagaimana upaya kita melindungi budaya lokal agar tidak terlindas budaya global yang kini sudah mencoba untuk mengarahkan pasar. Dalam Internasional Journal of Communication 3 2009, 332-350, berjudul Protecting Local Culture in a Global Environment : The Case of Israel’s Broadcast Media, karya Yaron Katz, memberikan sejumlah gambaran mengenai dunia penyiaran di Israel antara komitmen budaya lokal dan berbagai kompetisi komersial serta teknologi baru dan pasar global. Untuk kaitannya dengan penelitian yang dikerjakan penulis mengenai televisi dan kebudayaan Jawa, hal ini juga memberikan penegasan bahwa dalam kondisi dimana kita sedang diterpa oleh arus modernisasi maupun sergapan budaya pop, kita juga harus mampu menjaga supaya budaya yang kita miliki jangan sampai kalah. Masyarakat lokal sebuah daerah perlu pelestarian supaya commit to user budayanya tidak hilang. Karena sebuah budaya lokal dari setiap daerah pasti memiliki manfaat untuk masyarakat itu sendiri. Dalam jurnal internasional, Protecting Local Culture in a Global Environment : The Case of Israel’s Broadcast Media, halaman 335, disebutkan pernyataan yaitu : “.…With the beginning of television broadcasting, the public broadcasting model became dominant, based on European experience. The goals were to serve the good of the public and to be independent of political and commercial influence, with emphasis on local culture programs. To achieve these goals, the public broadcasting organization the Broadcasting Authority was compelled to promise representation of all groups of the population – to give true expression to a range of opinions, tastes, interests, traditions, preferences, beliefs, and local subcultures – including different regional representations, minorities, and languages.” “.…Dengan permulaan adanya penyiaran televisi, model penyiaran publik menjadi dominan, berdasarkan pengalaman di Eropa. Tujuannya yaitu untuk menyediakan kebutuhan publik dan menjadi mandiri dari pengaruh politik dan komersial, dengan menggarisbawahi pada program budaya lokal. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi penyiaran publik the Broadcasting Authority diwajibkan untuk menjanjikan representasi dari semua kelompok dari populasi – untuk memberikan ekspresi sebenarnya pada pendapat, rasa, ketertarikan, tradisi, pilihan, kepercayaan, dan anak budaya lokal – termasuk perwakilan regional berbeda, minoritas, dan bahasa.” Sebuah jurnal internasional lainnya juga mengangkat tema tentang televisi dan komunitas Aborigin di Canada. Isu yang diangkat pada jurnal ini yaitu mengenai asal muasal ATPN Aboriginal Peoples Television Network. Di dalamnya menggambarkan bagaimana sejarah dan komunitas, dan highlight isu penting dari masalah klaim tanah sampai ke masalah pelestarian bahasa. Sehingga, isi dari jurnal ini juga mencakup : Ketika produser berdedikasi untuk melindungi kebudayaan Aborigin, mereka juga telah berpartisipasi dalam perkembangan produksi budaya global. Televisi sebagai hasil dari kebudayaan modern, mampu sebagai alat untuk melindungi sebuah kebudayaan tradisional. Ini tergantung dari program apa yang commit to user diangkatnya. Program-program kebudayaan tradisional atau lokal bisa menjadi bagian yang menarik. Hal ini tertuang pada Canadian Journal of Communication, Vol. 29 1 tahun 2004, halaman 51-52, karya Doris Baltruschat, berjudul Television and Canada’s Aboriginal Communities. Salah satu pernyataannya yaitu : “….One key of the features of APTN is its multilingual programming. Programs in traditional languages such as Cree, Inuktitut, and Lakota provide an opportunity for Canada’s more than 60 indigenous languages to be spoken and heard through televised means. Interviews with indigenous elders and community leaders highlight discussion about environmental concerns, land claims, and natural resources. In addition, children’s programs educate about linguistic traditions Claxton, interview, 2003. As First Nations seek to gain official status for their languages, programs deal with the importance of language preservation and Aboriginal traditions APTN, 2002.” “….Salah satu kunci dari keistimewaan APTN adalah program multibahasa. Program dalam bahasa tradisional seperti Cree, Inuktitut, dan Lakota menyediakan sebuah kesempatan untuk Canada lebih dari 60 bahasa lokal dipakai dan didengar melalui televisi. Wawancara dengan tetua lokal dan pemimpin komunitas menekankan diskusi tentang perhatian terhadap lingkungan, klaim tanah, dan sumber daya alam. Sebagai tambahan, program anak-anak mengajarkan tentang tradisi linguistik Claxton, wawancara, 2003. Sebagai negara dunia pertama mencari untuk meningkatkan status resmi untuk bahasa-bahasa mereka, program-program telah menyetujui pentingnya pemeliharaan bahasa dan tradisi-tradisi Aborigin APTN, 2002. “ Hal yang sama terjadi di Indonesia. Dimana negara ini memiliki banyak suku dan budaya dan bahasa. Salah satunya yaitu kebudayaan Jawa. Melalui program acara yang disajikan televisi lokal di daerah berkebudayaan Jawa, maka proses pemeliharaan budaya dari kepunahan bisa dilakukan. Karena televisi merupakan sebuah medium yang mampu menyalurkan berbagai macam kabar dan informasi secara cepat dan menjangkau khalayak luas. Dengan adanya televisi, maka program bertema kebudayaan mampu ditayangkan dan menginformasikan kepada masyarakat lokal tentang budaya yang ada di lingkungannya tersebut. Dalam jurnal tersebut juga dikatakan bahwa masyarakat lokal yang memiliki budaya tertentu menyukai program acara yang mempunyai kaitan dengan commit to user kepentingannya. Canadian Journal of Communication, Vol. 29 1, halaman 54, Television and Canada’s Aboriginal Communities, menyebutkan : “Native American audiences have expressed interest in APTN’s programming, as letters to the network attest. According to Compton interview, 2003, Native Americans would like see APTN’s signal extend into their communities, and negotiation are currently under way to make this a reality. Native American interest in APTN underscores the notion that Aboriginal people share a common bond through history, language, and culture that is not restricted by national boundaries. Aboriginal peoples in Australia and New Zealand are also interested in APTN’s programs Compton, interview, 2003.” “Penduduk Amerika asli yang menjadi audiens telah mengekspresikan ketertarikan mereka pada program APTN, sebagaimana surat-surat kepada jaringan pembuktian. Menurut Compton wawancara, 2003, penduduk Amerika Asli senang melihat APTN yang mensinyalkan pelebaran ke dalam komunitas mereka, dan negosiasi membuatnya menjadi kenyataan. Penduduk Amerika asli tertarik terhadap APTN menggarisbawahi dugaan bahwa orang Aborigin berbagi ikatan umum melalui sejarah, bahasa, dan budaya yang tidak dibatasi oleh lingkup nasional. Orang Aborigin di Australia dan New Zealand juga tertarik pada program-program APTN Compton, interview, 2003.” Televisi mempunyai kekuatan untuk menyatukan sebuah komunitas sebuah budaya menjadi lebih baik. Melalui tayangan program yang ditayangkan seperti di APTN yang mempunyai program untuk orang Aborigin, bahwa mereka mendapat tanggapan positif dari orang-orang tersebut. Untuk program acara Karang Tumaritis di TVRI D. I Yogyakarta, bisa menjadi acara yang digunakan selain sebagai hiburan namun juga sebagai referensi untuk menginformasikan keadaan perkembangan budaya tradisional di Yogyakarta di tengah arus modernisasi.

F. Metodologi Penelitian