Acara Karang Tumaritis di TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta

commit to user BAB II DESKRIPSI PROGRAM ACARA KARANG TUMARITIS

A. Acara Karang Tumaritis di TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta

1. TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta a. Sejarah TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai stasiun televisi daerah yang pertama kali mengudara yakni tahun 1965, TVRI Yogyakarta pertama kali berdiri di Jalan Hayam Wuruk, tepatnya saat TVRI Yogyakarta dipimpin oleh Kepala Stasiun yang pertama yakni Ir. Dewabrata. Menara pemancar yang pertama dibangun terbuat dari bambu. Selanjutnya, setelah mendapat bantuan lahan dari Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, maka menara pemancar TVRI Yogyakarta menempati lokasi baru di Jalan Magelang Km. 4,5 Yogyakarta, seluas 4 hektar, sampai saat ini. Siaran perdana TVRI Stasiun DIY pada tanggal 17 Agustus 1965 adalah siaran acara pidato peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI ke-20 oleh Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Paduka Paku Alam VIII. Pada awalnya TVRI Stasiun DIY mengudara tiga kali dalam satu minggu yang masing-masing berdurasi dua jam. Pada saat itu jangkauan siaran masih terbatas pada area yang dapat dijangkau pemancar VHF berkekuatan 10 Kw, sedangkan format siarannya masih hitam putih. Namun pada tahun 1973, TVRI Stasiun DIY telah mulai melakukan siaran setiap hari. Siaran produksi lokal TVRI Stasiun DIY tiap harinya mencapai 2,5 hingga 3 jam, setelah diakumulasikan dengan penyiar terpadu dari TVRI Pusat Jakarta. Sejak awal dioperasikannya TVRI Stasiun D.I Yogyakarta, pola siaran yang mengacu pada pola siaran TVRI Nasional, di sebut pola acara terpadu. Hal ini commit to user dikarenakan TVRI di bawah salah satu manajemen penyiaran, sehingga stasiun TVRI daerah harus mengikuti pola acara terpadu dari pusat. Acara yang diproduksi oleh TVRI Stasiun DIY disebut pola acara harian. Pola acara harian disusun berdasarkan pola acara tahunan dari TVRI Pusat Jakarta. Setelah diterima oleh TVRI Stasiun DIY pola acara tersebut disebut pola acara tahunan. Hal ini berarti pola acara tahunan TVRI Stasiun DIY merupakan hasil kombinasi antara pola acara pusat dengan daerah. Karena sistematis ini wajib, maka siaran relay dari pusat pasti selalu ada. Disamping itu apabila terjadi kekosongan produksi siaran, stasiun TVRI daerah bisa langsung me-relay dari TVRI Nasional. Acara-acara dari stasiun televisi ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat di DIY dan sebagian masyarakat Jawa Tengah yang tercakup dalam jangkaun siaran TVRI Stasiun DIY. Oleh karena itu desain program TVRI Stasiun DIY tidak mengenal istilah prime time, sebab dari realita di lapangan, kapanpun suatu acara ditayangkan, asalkan bagus dan berkualitas, ia akan tetap mendapat tempat dihati pemirsa. Sehingga kenyataan ini mematahkan anggapan bahwa pukul 7 hingga 9 malam adalah waktu prime time penayangan acara unggulan suatu acara televisi. Sebagai stasiun televisi yang bervisikan budaya, pendidikan dan kerakyatan, maka TVRI Stasiun DIY berusaha untuk ikut lebur bersama dinamika kehidupan masyarakat. Untuk itu, selain melalui acara-acara talkshow yang memberi ruang luas bagi pemirsa untuk ikut menyuarakan aspirasinya, kita juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di TVRI Stasiun DIY untuk kegiatan pendidikan, seni budaya, serta kegiatan ekonomi. Pada awalnya TVRI Stasiun DIY mengudara tiga kali dalam satu minggu yang masing-masing berdurasi dua jam. Pada saat itu jangkauan siaran masih terbatas pada area yang dapat dijangkau pemancar VHF berkekuatan 10 KWatt, begitu pula commit to user format siarannya masih hitam putih. Namun pada tahun 1973, TVRI Stasiun DIY telah mulai melakukan siaran setiap hari. Siaran produksi lokal TVRI Stasiun DIY tiap harinya mencapai 2,5 hingga 3 jam, setelah dikumulasikan dengan penyiaran terpadu dari TVRI Pusat Jakarta. Karena faktor topografis berupa pegunungan di daerah Gunung Kidul maupun di Kulonprogo, sebelum tahun 2009 terdapat beberapa daerah yang belum dapat menerima siaran TVRI Stasiun DIY, Untuk memberikan layanan yang optimal, maka pada awal November 2008 dibangun tower pemancar di daerah Bukit Pathuk, Gunung Kidul guna memperluas jangkauan siarannya. Proses pembangunan dan instalasi peralatan cukup memakan banyak waktu, baru September 2009 pemancar mulai beroperasi. Beroperasinya 22 UHF dari bukit Patuk Gunung Kidul menjadi cover area siaran TVRI Stasiun DIY menjangkau 90 wilayah DIY, Solo, Sragen, Blora, Temanggung, Wonosobo dan Purworejo. Sebagian wilayah DIY yang tidak bisa menerima siaran 22 UHF dikarenakan karakteristik dari peralatan pemancar BTsa buatan Spanyol ini. Daerah yang kurang baik tangkapannya ada di wilayah Bantul bagian selatan. Tempat dan Jumlah penduduk di Jawa Tengah dan DIY yang bisa menangkap dengan baik siaran TVRI Stasiun DIY adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 NO TEMPAT JIWA 1 KOTA MAGELANG 120.000 2 KABUPATEN MAGELANG 1.440.000 3 TEMANGGUNG 696.000 4 PURWOREJO 709.000 commit to user NO TEMPAT JIWA 5 BATANG 694.000 6 WONOSOBO 760.000 7 BANJARNEGARA 885.000 8 PURBALINGGA 777.650 9 BANYUMAS 1.752.846 10 BLORA 884.490 11 BOYOLALI 935.768 12 KARANGANYAR 813.000 13 SRAGEN 860.000 14 WONOGIRI 1.005.000 15 SURAKARTA 534.540 16 SUKOHARJO 810.000 17 KODYA YOGYAKARTA 511.754 18 KABUPATEN BANTUL 815.811 19 KABUPATEN SLEMAN 910.007 20 KABUPATEN KULON PROGO 375.000 21 GUNUNG KIDUL 686.000 Mengingat faktor keberadaan peralatan baru yang sudah dilengkapi dengan TVRO dan penurunan kualitas peralatan pemancar lama yang ada di Jalan Magelang, maka pada 10 Maret 2010 ditetapkan bahwa Saluran 8 VHF hanya mendampingi program siaran lokal sekitar jam 15.00 – 21.00 dan selebihnya hanya dipancarkan 22 UHF dari bukit commit to user Patuk Gunung Kidul diolah dari Dokumen TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Visi, Misi, dan Makna Logo TVRI Stasiun D. I. Yogyakarta 1 Visi TVRI Stasiun D.I. Yogyakarta yaitu : Terwujudnya TVRI D.I. Yogyakarta sebagai media Televisi Publik yang independen, profesional, terpercaya dan pilihan masyarakat DIY, dalam keberagaman usaha dan program yang ditujukan untuk melayani kepentingan masyarakat dalam upaya memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan masyarakat, dan melestarikan nilai budaya yang berkembang di DIY dalam rangka memperkuat kesatuan nasional melalui jejaring TVRI Nasional. 2 Misi TVRI Stasiun D. I. Yogyakarta yaitu : a Mengembangkan TVRI D. I. Yogyakarta menjadi media perekat sosial sekaligus media kontrol sosial yang dinamis. b Mengembangkan TVRI D. I. Yogyakarta menjadi pusat layanan informasi yang utama serta menyajikan hiburan yang sehat dengan mengoptimalkan potensi daerah dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di DIY. c Memberdayakan TVRI D. I. Yogyakarta menjadi pusat pembelajaran demokratisasi dan transparansi informasi dalam rangka mewujudkan masyarakat madani. d Memberdayakan TVRI D. I. Yogyakarta sebagai Televisi Publik yang bertumpu pada keseimbangan informasi dengan tetap memperhatikan komunitas terabaikan. e Memberdayakan TVRI D. I. Yogyakarta menjadi media untuk membangun citra positif DIY sebagai pusat budaya, pendidikan dan pariwisata ditingkat nasional, regional maupun di dunia internasional melalui jejaring TVRI Nasional. commit to user 3 Makna Logo TVRI D. I. Yogyakarta Khusus untuk TVRI Stasiun D. I Yogyakarta, dibawah logo tersebut dicantumkan identitas lokal, yakni kata Jogja seperti yang tercantum dalam tulisan Jogja Never Ending Asia, yang berupa tulisan tangan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Hal ini mengandung makna sebagai penghormatan terhadap Kraton Yogyakarta sebagai pusat budaya dan cikal bakal pengembangan wilayah DIY serta untuk turut mempromosikan icon wisata DIY baik di kancah regional, nasional dan internasional. Hal lain lagi, bahwa dengan pencantuman tulisan Jogja ini, diharapkan TVRI Jogja mampu menjalankan visi dan misinya selaku TV Publik yang mempunyai kepedulian dan keberpihakan terhadap publik DIY diolah dari Dokumen TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Pola Siaran TVRI Stasiun D. I. Yogyakarta Sejak awal dioperasikannya TVRI Stasiun D.I Yogyakarta, pola siaran yang mengacu pada pola siaran TVRI Nasional, disebut pola acara terpadu. Hal ini dikarenakan TVRI dibawah salah satu manajemen penyiaran, sehingga stasiun TVRI daerah harus mengikuti pola acara terpadu dari Pusat. commit to user Acara yang diproduksi TVRI Stasiun DIY disebut pola acara harian. Pola acara harian disusun berdasarkan pola acara tahunan dari TVRI Pusat Jakarta. Setelah diterima oleh TVRI Stasiun DIY pola acara tersebut disebut pola acara tahunan. Hal ini berarti pola acara tahunan TVRI Stasiun DIY merupakan hasil kombinasi antara pola acara Pusat dengan daerah. Karena sistematis ini wajib, maka siaran relay dari Pusat pasti selalu ada. Disamping itu apabila terjadi kekosongan produksi siaran, stasiun TVRI daerah bisa langsung me-relay dari TVRI Nasional. Sejak 1 Juni 2009 TVRI Stasiun D.I. Yogyakarta mempunyai plotting waktu sekitar 6 jam. Waktu ini diberikan oleh TVRI Nasional untuk lebih memberikan porsi yang memadai bagi stasiun daerah. Dengan memulai waktu siaran secara lokal dari pukul 15.00 WIB dan diakhiri pada pukul 21.00 WIB dalam kondisi normal. Akan tetapi kalau ada hal-hal di luar ketentuan, maka siarannya bisa ditambah, seperti ada liputan khusus, event-event atau gelar budaya wayang kulit dan lain-lain. Di luar jam tersebut maka siarannya mengikuti acara dari TVRI Nasional relay. 2. Acara Karang Tumaritis Karang Tumaritis merupakan acara yang membicarakan tentang kebudayaan Jawa. Namun, yang menjadikannya menarik dari acara kebudayaan Jawa lainnya yaitu tentang isi dari dialog yang dibicarakan. Isi dialognya membicarakan tentang kebudayaan Jawa di masa sekarang, dimana Jawa Yogyakarta yang sudah mengalami perkembangan dan berbagai pengalaman baru Jadi, Karang Tumaritis adalah sebuah acara yang mengangkat tentang bagaimana kebudayaan Jawa dipakai untuk hidup di tengah modernisasi dan perkembangan jaman. Karang Tumaritis sendiri berarti rumah tempat tinggal semar. Sebagai sebuah acara kebudayaan Jawa, maka semua unsur kebudayaan Jawa dipakai dalam Karang Tumaritis. Sebagai contohnya adalah pakaian tradisional Jawa, commit to user bahasa pengantar yaitu bahasa Jawa, pendopo sebagai tempat dialog, duduk di lantai lesehan, alunan siter untuk mempertenang suasana, dan semar. Sebagai acara yang bisa melestarikan kebudayaan Jawa, maka Karang Tumaritis sebisa mungkin menggunakan semua unsur-unsur kebudayaan Jawa di dalamnya. Untuk segi tema, tentu saja tentang kebudayaan Jawa. Meskipun tema yang dibicarakan terkadang tentang sesuatu yang baru, tetapi Karang Tumaritis mengambil angle yang disederhanakan yaitu sisi budaya Jawa. Karang Tumaritis merupakan acara yang membawakan kebudayaan Jawa dan dikemas secara Jawa. Sebagai dialog kebudayaan Jawa, Karang Tumaritis memiliki run down dan naskah. Dalam run down dan naskah itu ada pijakan berpikir bagi pembawa acara untuk membawakan Karang Tumaritis dari awal hingga akhir. Di dalamnya ada pon- poin pertanyaan yang akan ditanyakan kepada narasumber di studio. Pertanyaan tersebut adalah tentang tema yang sedang dikupas. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Jawa. Sebelum masuk ke dialog, pembawa acara Mas Altiyanto dan atau Bu Yati Pesek serta Pak Robet biasanya akan tampil terlebih dahulu untuk berdialog ringan untuk membuka acara sebelum masuk ke inti. Pembawa acara bisa menanyakan pertanyaan itu dan kemudian dari pertanyaan per pertanyaan akan menjadi sebuah dialog. Bahkan ketika telepon interaktif dibuka, biasanya penelpon menanyakan ke narasumber atau ada yang memberikan saran, kritikan, dan pendapat sehingga semua itu nantinya menjadi sebuah dialog yang sifatnya cair. Bersifat cair karena kedekatan antara pembawa acara, narasumber, dan penelpon pada saat berdialog tentang sebuah tema. Jadi, pihak komunikator Karang Tumaritis tidak merasa menjadi benar sendiri, sebab komunikan penelpon bisa memberikan sarannya atau pendapatnya saat on air ke studio Karang Tumaritis. commit to user Karang Tumaritis adalah acara kebudayaan Jawa yang menarik, karena selain menginformasikan kebudayaan Jawa di masyarakat, ia juga menjadi sebuah sarana dialog interaktif antara komunikator dan komunikan. Pihak narasumber bisa juga memperoleh saran dan mendengarkan pendapat dari pemirsa melalui telepon interaktif. Mereka bisa bertukar pikiran mengenai kebudayaan Jawa yang mereka dialogkan. Ini mampu menjadi sebuah proses penyempurnaan dari Karang Tumaritis itu sendiri. Acara ini bisa menjadi kaya dan lebih berbobot dengan semakin banyaknya sumber untuk bicara tentang bagaimanakah kebudayaan Jawa yang sedang diangkat ke dalam sebuah tema. Pada bagian terakhir acara, ada semar yang memberikan petuah. Penggunaan semar adalah dikarenakan tokoh wayang ini merupakan kalangan masyarakat bawah yang bisa mengutarakan suara hati nurani masyarakat yang sesungguhnya. Tokoh semar dianggap mencerminkan ketulusan hati masyarakat bawah yang jujur. Sehingga ketika Karang Tumaritis menggunakan semar, itu berarti bagian dari esensi Karang Tumaritis. Karang Tumaritis merupakan tempat tinggal semar, jadi semar pun juga yang paling pantas memberikan petuah. Semar sebagai tokoh metafora, bisa memberikan petuah kepada manusia tentang sesuatu hal. Ketika Karang Tumaritis mengambil sebuah tema, maka semar akan memberikan petuahnya sesuai dengan tema tersebut. Namun, suatu hal yang perlu diketahui adalah petuah semar bukan merupakan pembenaran dari apa yang terangkum. Karena kebenaran itu ada pada setiap pemirsa yang menyaksikan Karang Tumaritis. Di sini semar sifatnya juga memberikan kesimpulan dari apa yang telah dibicarakan. Untuk rangkuman hasil dialog akan dibawakan oleh Mas Altiyanto, semar akan memberikan kesimpulan beserta petuahnya pada akhir acara. commit to user Untuk tahun 2010, Karang Tumaritis tayang pada hari Selasa pada minggu pertama, ketiga, dan kelima kalau ada setiap bulannya. Jam tayangnya adalah pukul enam sore waktu Indonesia barat. Karang Tumaritis dibawakan oleh Mas Altiyanto dan Bu Yati Pesek, sedangkan untuk pemain siternya adalah Pak Robet. Setiap acara, Karang Tumaritis selalu membuka telepon interaktif melalui nomor 0274 580800. Setiap pemirsa yang ingin menyampaikan pendapat, saran, pertanyaan, dan kritikan tentang tema yang sedang diangkat bisa menghubungi nomor yang disediakan oleh TVRI Stasiun D. I. Yogyakarta. Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa Karang Tumaritis merupakan sebuah acara dialog yang mengetengahkan tema-tema kebudayaan jawa Yogyakarta. Seperti diketahui bahwa kota Yogyakarta saat ini telah menjadi miniatur Indonesia. Yogyakarta dihuni oleh komponen masyarakat yang plural, berasal dari seluruh penjuru nusantara ini. Akibatnya kebudayaan Jawa yang berada di Yogyakarta pun menjadi beragam. Interaksi antar etnis yang terjadi juga membawa dampak yang luar biasa bagi pertumbuhan budaya Jawa itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut maka forum ini bisa menjadi wahana dialog tawar menawar mengenai berbagai perubahan dan perkembangan nilai dalam kebudayaan Jawa yang terus berlangsung itu. Dipandu oleh Altiyanto dan ditemani oleh Yati Pesek, seorang komedian ternama dari Yogyakarta menjadikan Karang Tumaritis sebuah acara dialog kebudayaan yang cair dan menghibur. Pemirsa tidak akan diajak bersitegang dalam sebuah dialog yang kaku, namun lebih santai dan tidak menggurui. Terlebih lagi dengan kehadiran tokoh Robet yang siap menyegarkan suasana dengan denting siter dan candanya. commit to user Setting kebudayaan Jawa yang dimunculkan dalam sebuah pendapa sebagai tempat berlangsungnya forum dialog ini mengisyaratkan bahwa berbagai tema yang dibahas akan selalu ditinjau dari perpekstif budaya Jawa. Melengkapi suasana santai dalam acara ini juga ditampilkannya tokoh wayang Kyai Semar Badranaya yang selalu siap dengan berbagai nasehatnya. Acara Karang Tumaritis sebagai acara yang diproduksi oleh TVRI Stasiun D. I. Yogyakarta mempunyai karakteristik yaitu sebagai berikut : 1 Judul Program : Karang Tumaritis 2 Karakteristik : Live 3 Format Program : Talkshow 4 Format Produksi : Studio 3 Kamera 5 Durasi : 60 menit 6 Sasaran Pemirsa : Dewasa – Umum 7 Frekuensi Program : 2 sd 3 mingguan setahun 28 kali 8 Deskripsi : a Latar belakang : Yogyakarta sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa, nyaris kehilangan identitasnya. Pluralitas yang terjadi pada kehidupan masyarakat Yogyakarta dewasa ini tidak semestinya jika mengeliminir spirit kebudayaan Jawa yang sarat dengan filosofi. Sebaliknya, budaya Jawalah yang seharusnya menjadi roh dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta sehari-hari. Oleh sebab itu, guna mengingatkan kembali masyarakat akan nilai-nilai luhur kebudayaan Jawa perlu disampaikan kembali kajian terhadap kearifan lokal yang terkandung dalam khasanah kebudayaan Jawa di Yogyakarta. commit to user b Tujuan Karang Tumaritis yaitu : 1Mewartakan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam kebudayaan Jawa kepada masyarakat luas 2Membangun kembali spirit kehidupan bermasyarakat sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya Jawa 3Melestarikan berbagai produk kebudayaan Jawa c Komponen Elemen Program : 1Seorang pemandu acara yang mendampingi Ibu Yati Pesek sebagai ikon program acara, mengingat eksistensi Ibu Yati Pesek yang masih popular di kalangan masyarakat Jawa di berbagai lapisan sosial ekonomi 2Pemain-pemain pendukung lain yang diperlukan untuk menghidupkan suasana agar dialog tidak terkesan kaku sehingga isi dialog lebih bisa dipahami oleh pemirsa 3Tokoh semar yang diwujudkan dalam sesosok wayang kulit yang berfungsi sebagai media refleksi terhadap isi dialog yang disampaikan oleh para narasumber 4Dua orang narasumber yang ahli di bidang kebudayaan Jawa sesuai dengan topik yang sedang di bahas d Lay Out Program Tata Urutan Program : 1Tune program 2Dramatisasi terhadap latar belakang pemilihan topik oleh pemain pendukung 3Paparan secara eksplisit mengenai pemilihan topik oleh presenter 4Permbahasan masalah oleh narasumber 5Refleksi tentang topik persoalan yang disampaikan oleh tokoh Semar 6Lanjutan pembahasan topik oleh narasumber dengan melibatkan interaksi pemirsa televisi melalui telepon 7Kesimpulan pembahasan oleh tokoh Semar commit to user 8Closing program oleh presenter

B. Program Pelestarian Kebudayaan Jawa di Yogyakarta