Sifat Sensoris PEMANFAATAN TEPUNG SUWEG (Amorphopallus campanulatus) SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA PEMBUATAN COOKIES

commit to user IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Sensoris

Dalam perancangan produk pangan baru, pengujian dengan inderawi sangat berperan penting. Bentuk pengujian inderawi inilah yang paling mendasar dan pertama kali dilakukan oleh perancang yang bekerja pada pengembangan produk baru Kartika,1988. Sifat sensoris sangat penting bagi setiap produk karena berkaitan erat dengan penerimaan konsumen. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesukaan panelis terhadap cookies tepung terigu yang disubstitusi dengan tepungumbi suweg. Dalam penelitian ini parameter yang diamati adalah warna, aroma, rasa, teksur dan keseluruhan.

1. Warna

Warna merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih produk makanan. Warna merupakan atribut kualitas yang paling penting. Bersama-sama dengan tekstur dan rasa, warna berperan dalam penentuan tingkat penerimaan suatu makanan. Meskipun suatu produk bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik namun jika warna tidak menarik maka akan menyebabkan produk tersebut kurang diminati. Tabel 4.1 Hasil Analisa Sensoris terhadap Warna Cookies dengan Berbagai Perlakuan Formulasi 1 Nilai 2 F0 100 tepung terigu 3,93 b F1 95 tepung terigu : 5 tepung umbi suweg 4,10 b F2 90 tepung terigu : 10 tepung umbi suweg 4,23 b F3 85 tepung terigu : 15 tepung umbi suweg 2,93 a F4 80 tepung terigu : 20 tepung umbi suweg 2,87 a 2 Nilai : 1 = sangat tidak suka ; 2 = tidak suka ; 3 = netral ; 4 = suka ; 5 = sangat suka Berdasarkan data Tabel 4.1 pengunaan subtitusi tepung suweg dengan tepung terigu dalam pembuatan cookies dengan perlakuan F0, F1 dan F2 tidak memberikan pengaruh terhadap warna cookies. Demikian juga cookies dengan perlakuan F3 dan F4. Namun cookies dengan perlakuan F0, F1 dan F2 memberikan pengaruh berbeda nyata bila dibandingkan dengan cookies yang dibuat dengan perlakuan F3 dan F4. commit to user Hasil uji kesukaan dengan parameter warna menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap cookies yang dihasilkan berkisar antara 2,87 - 4,23 yang berarti penilaian panelis terhadap warna cookies yang dihasilkan pada rentang nilai tidak suka sampai suka. Nilai tertinggi kesukaan panelis terhadap parameter warna adalah pada sampel F2 yaitu cookies dengan subtitusi tepung suweg 10 : tepung terigu 90. Cookies yang paling tidak disukai panelis yaitu cookies dengan perlakuan F4. Cookies substitusi dengan perlakuan F4 paling tidak disukai panelis karena adanya substitusi tepung terigu 80 dan tepung suweg 20. Pada penelitian ini panelis lebih menyukai warna cookies yang agak gelap yaitu F2, karena panelis menginginkan warna cookies yang berbeda dari yang biasanya dikonsumsi yaitu cookies tanpa subtitusi bahan lain. Warna dalam cookies sangat dipengaruhi oleh bahan dasar adonan. Pembentukan warna disebabkan adanya proses karamelisasi dan reaksi maillard. Warna kecoklatan muncul karena adanya reaksi antara karbohidrat dengan asam amino. Selama pemanasan, gugus karboksil akan bereaksi dengan gugus amino atau peptide sehingga terbentuk glikosilamin. Komponen-komponen ini selanjutnya mengalami polimerisasi membentuk komponen berwarna gelap “melanoidin” yang menyebabkan perubahan warna pada produk, yaitu produk akan menjadi kecoklatan. Pada reaksi pencoklatan Miallard reaction, gila, lemak dari margarin, serta protein dari susu akan mempengaruhi pembentukan Kristal dan perubahan warna menjadi coklat. Pada penelitian ini sampel cookies yang dihasilkan warna yang coklat agak gelap. Semakin banyak penambahan tepung suweg maka warna dari cookies semakin gelap. Menurut Pitojo 2007, sifat fisika tepung suweg antara lain halus, berwarna putih keabu-abuan atau kecokelat-cokelatan. Warna tepung suweg kurang putih dibandingkan dengan tepung terigu, tepung tapioka atau tepung sukun. Tepung suweg berwarna kecoklatan yang disebabkan terjadinya reaksi browning commit to user pencoklatan pada saat pengupasan umbi sehingga chips yang dihasilkan tidak berwarna putih. Reaksi browning terjadi karena adanya senyawa fenolik yang mengalami oksidasi antara enzim fenol oksidase dan oksigen Winarno, 2002. Dapat dilihat pada Gambar 4.1 diketahui bahwa cookies F0 berwarna kuning terang sedangkan cookies dengan substitusi tepung suweg memiliki warna kecoklatan. Gambar 4.1 Cookies dengan berbagai perlakuan. Keterangan : F0 = 100 tepung terigu F1 = 95 tepung terigu : 5 tepung umbi suweg F2 = 90 tepung terigu : 10 tepung umbi suweg F3 = 85 tepung terigu : 15 tepung umbi suweg F4 = 80 tepung terigu : 20 tepung umbi suweg

2. Aroma

Aroma merupakan sensasi sensoris yang dialami oleh indera pembau. Dalam industri pangan pengujian aroma atau bau dianggap penting karena cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk terkait diterima atau tidaknya suatu produk. Tabel 4.2 Hasil Analisa Sensoris terhadap Aroma Cookies dengan Berbagai Perlakuan Formulasi 1 Nilai 2 F0 100 tepung terigu 4,17 c F1 95 tepung terigu : 5 tepung umbi suweg 3,73 b F2 90 tepung terigu : 10 tepung umbi suweg 3,60 b F3 85 tepung terigu : 15 tepung umbi suweg 3,33 ab F4 80 tepung terigu : 20 tepung umbi suweg 3,03 a 2 Nilai : 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = netral; 4 = suka; 5 = sangat suka commit to user Berdasarkan data Tabel 4.2 pengunaan subtitusi tepung suweg dengan tepung terigu dalam pembuatan cookies dengan perlakuan F1 dan F2 tidak memberikan pengaruh terhadap parameter aroma. Demikian juga cookies dengan perlakuan F2 dan F3 juga tidak memberikan pengaruh. Namun cookies dengan perlakuan F0 memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter aroma bila dibandingkan dengan cookies yang dibuat dengan perlakuan F1, F2, F3 dan F4. Hasil uji kesukaan dengan parameter aroma menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap cookies yang dihasilkan berkisar antara 3,03-4,17 yang berarti penilaian panelis terhadap kenampakan cookies yang dihasilkan pada rentang nilai netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap parameter aroma yang tertinggi adalah pada cookies dengan perlakuan F0 yaitu cookies tepung terigu 100. Namun pada perlakuan F2 dengan substitusi tepung suweg 10 dan tepung terigu 90 masih dapat diterima oleh panelis, karena aroma khas suweg mulai terasa. Cookies yang paling tidak disukai panelis yaitu cookies dengan perlakuan F4 yaitu cookies dengan substitusi tepung suweg 20 dan tepung terigu 80, karena substitusi tepung umbi suweg paling banyak sehingga aroma khas suweg tersebut sangat terasa menyengat. Aroma kue kering ditentukan oleh komponen bahan yang digunakan dan perbandingannya, seperti margarine,telur, bahan tambahan dan jenis tepung yang digunakan. Menurut Pitojo 2007, sifat kimia tepung suweg memiliki aroma spesifik. Namun demikian tepung suweg dapat dimanfaatkan sebagai subtitusi tepung terigu atau tepung yang lain untuk membuat aneka makanan.

3. Rasa

Menurut DeMan 1976, flavor dan rasa didefinisikan sebagai rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang dimakan, terutama dirasakan oleh indera pengecap dan pembau, juga rangsangan lain seperti perabaan dan penerimaan derajat panas di mulut. Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan yang ditangkap indera pengecap. Rasa commit to user merupakan atribut mutu dari suatu produk yang biasanya factor penting bagi konsumen dalam memilih produk. Hasil analisa sensoris terhadap rasa cookies dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Analisa Sensoris terhadap Rasa Cookies dengan Berbagai Perlakuan Formulasi 1 Nilai 2 F0 100 tepung terigu 3,37 a F1 95 tepung terigu : 5 tepung umbi suweg 3,97 b F2 90 tepung terigu : 10 tepung umbi suweg 3.97 b F3 85 tepung terigu : 15 tepung umbi suweg 3,13 a F4 80 tepung terigu : 20 tepung umbi suweg 3,07 a 2 Nilai : 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = netral; 4 = suka; 5 = sangat suka Berdasarkan data Tabel 4.3 pengunaan subtitusi tepung suweg dengan tepung terigu dalam pembuatan cookies dengan perlakuan F0, F3 dan F4 tidak memberikan pengaruh terhadap rasa cookies. Demikian juga cookies dengan perlakuan F1 dan F2 juga tidak memberikan pengaruh. Namun cookies dengan perlakuan F0, F3 dan F4 memberikan pengaruh berbeda nyata bila dibandingkan dengan cookies yang dibuat dengan perlakuan F1 dan F2. Hasil uji kesukaan dengan parameter rasa menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap cookies yang dihasilkan berkisar antara 3,07-3,97 yang berarti penilaian panelis terhadap kenampakan cookies yang dihasilkan pada rentang nilai yaitu netral. Nilai kesukaan panelis terhadap parameter rasa yang tertinggi adalah pada cookies dengan perlakuan F1 dan F2. Cookies dengan perlakuan F1 dan F2 yaitu dengan penambahan tepung suweg 5 dan 10 dapat diterima oleh panelis karena panelis menginginkan rasa yang berbeda dari cookies yang biasanya dikonsumsi. Cookies tersebut memiliki rasa khas umbi suweg yang sudah mulai terasa. Cookies yang paling tidak disukai panelis yaitu cookies dengan perlakuan F4. Semakin banyak substitusi tepung suweg yang digunakan maka rasa khas umbi suweg semakin sangat terasa. commit to user Sehingga apabila penambahan tepung suweg terlalu banyak maka cookies yang dihasilkan kurang disukai.

4. Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor penentu kualitas cookies yang perlu diperhatikan, karena sangat berhubungan dengan derajat penerimaan konsumen. Pada umumnya cookies yang dianggap baik adalah cookies yang mempunyai tekstur mudah patah brittle, yaitu jika cookies ditekan dengan jari akan mudah patah Handayani, 1987. Hasil analosa sensoris terhadap tekstur cookies dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Analisa Sensoris terhadap Tekstur Cookies dengan Berbagai Perlakuan Formulasi 1 Nilai 2 F0 100 tepung terigu 3,63 bc F1 95 tepung terigu : 5 tepung umbi suweg 4,00 c F2 90 tepung terigu : 10 tepung umbi suweg 4,03 c F3 85 tepung terigu : 15 tepung umbi suweg 3,13 a F4 80 tepung terigu : 20 tepung umbi suweg 3,17 ab 2 Nilai : 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = netral; 4 = suka; 5 = sangat suka Berdasarkan data Tabel 4.4 pengunaan subtitusi tepung suweg dengan tepung terigu dalam pembuatan cookies dengan perlakuan F0, F1 dan F2 tidak memberikan pengaruh terhadap tekstur cookies. Demikian juga cookies dengan perlakuan F3 dan F4 juga tidak memberikan pengaruh. Namun cookies dengan perlakuan F3 memberikan pengaruh berbeda nyata bila dibandingkan dengan cookies yang dibuat dengan perlakuan F0, F1, F2 dan F4. Hasil uji kesukaan dengan parameter tekstur menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap cookies yang dihasilkan berkisar antara 3,13-4,03 yang berarti penilaian panelis terhadap tekstur cookies yang dihasilkan pada rentang nilai netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap parameter tekstur yang tertinggi adalah pada sampel cookies dengan perlakuan F2. Cookies yang paling tidak disukai panelis yaitu commit to user cookies dengan perlakuan F4 karena substitusi tepung umbi suweg paling banyak yang menyebabkan tekstur cookies keras dan tidak renyah. Adanya penambahan tepung suweg yang banyak menyebabkan berkurangnya kandungan gluten, maka menyebabkan tekstur dari cookies menjadi keras. Menurut Pitojo 2007, tepung suweg tidak memiliki gluten. Namun demikian tepung suweg dapat dimanfaatkan sebagai subtitusi dengan tepung terigu atau tepung yang lain untuk membuat aneka makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayani 1987, yang menyatakan bahwa komponen utama yang terdapat dalam tepung yang berpengaruh terhadap tekstur adalah protein. Protein yang terdapat dalam terigu akan dapat membentuk gluten bila ditambah air, dengan adanya gluten dapat menyebabkan adonan bersifat elastis dan mampu menahan gas. Apabila jumlah gluten dalam adonan sedikit menyebabkan adonan kurang mampu menahan gas, sehingga pori-pori yang terbentuk dalam adonan juga kecil-kecil. Akibatnya adonan tidak mengembang dengan baik, maka setelah pembakaran selesai akan menghasilkan produk yang keras. Selain kandungan protein, tekstur cookies juga dipengaruhi oleh kandungan pati. Adanya air di dalam adonan akan menyebabkan pati mengalami penyerapan air, sehingga granula pati akan menggelembung. Apabila dalam keadaan tersebut dipanaskan, pati akan tergelatinisasi, gel pati akan mengalami proses dehidrasi sehingga akhirnya gel membentuk kerangka yang kokoh, menyebabkan tekstur yang dihasilkan menjadi keras. Menurut Kasno 2007, suweg mengandung pati terutama kandungan mannan sebanyak 30 yang terdiri dari polisakarida manose dan glukose, apabila dicampur dengan air akan menjadi lengket. Kandungan mannan dalam suweg juga berpengaruh terhadap nilai kekerasan cookies yang disubtitusi dengan tepung suweg. commit to user

5. Keseluruhan

Kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan mungkin tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor sehingga menimbulkan penerimaan yang utuh. Atribut keseluruhan ini hampir sama dengan kenampakan suatu produk secara keseluruhan, yang berfungsi untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen. Hasil analisa sensoris terhadap keseluruhan cookies dengan beebagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.5sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Analisa Sensoris terhadap Keseluruhan Cookies dengan Berbagai Perlakuan Formulasi 1 Nilai 2 F0 100 tepung terigu 3,80 b F1 95 tepung terigu : 5 tepung umbi suweg 4,03 b F2 90 tepung terigu : 10 tepung umbi suweg 4,17 b F3 85 tepung terigu : 15 tepung umbi suweg 3,37 a F4 80 tepung terigu : 20 tepung umbi suweg 3,07 a 2 Nilai : 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = netral; 4 = suka; 5 = sangat suka Berdasarkan data Tabel 4.5 pengunaan subtitusi tepung suweg dengan tepung terigu dalam pembuatan cookies dengan perlakuan F0, F1 dan F2 tidak memberikan pengaruh terhadap keseluruhan cookies. Demikian juga cookies dengan perlakuan F3 dan F4 juga tidak memberikan pengaruh. Namun cookies dengan perlakuan F0, F1 dan F2 memberikan pengaruh berbeda nyata bila dibandingkan dengan cookies yang dibuat dengan perlakuan F3 dan F4. Hasil uji kesukaan dengan parameter keseluruhan menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap cookies yang dihasilkan berkisar antara 3,07-4,17 yang berarti penilaian panelis terhadap keseluruhan cookies yang dihasilkan pada rentang nilai netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap parameter keseluruhan yang tertinggi adalah pada sampel cookies dengan perlakuan F2. Cookies F4 paling tidak disukai panelis karena secara keseluruhan dilihat dari parameter warna, aroma, rasa dan tekstur paling tidak disukai oleh panelis. Sedangkan cookies dengan perlakuan F2 paling disukai panelis karena dilihat dari parameter commit to user warna, rasa dan tekstur merupakan cookies yang paling disukai oleh panelis.

B. Sifat Kimia Cookies