Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. 2014.

(1)

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN ABORTUS DI RS

PRIKASIH JAKARTA SELATAN PADA TAHUN 2013

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

SILMI LISANI RAHMANI

111103000041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya saya atau

merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 September 2014


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN ABORTUS DI RS PRIKASIH JAKARTA SELATAN PADA TAHUN 2013

Laporan penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh:

Silmi Lisani Rahmani

NIM: 1111103000041

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Taufik Zain, Sp.OG(K) Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

LINIVERS ITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(4)

I

I

LEMBAR PENGESAHAN

Lapcran

Penelitian

berjudul FAKTOR-FAKTOR

RISIKO

KEJADIAN ABORTUS

DI

RS PRIKASIH

JAKARTA

SELATAN TAHUN 2013 YANg

diajukan oleh Silmi Lisani Rahmani (NIM 1111103000041), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

pada September 2014. Laporan

penelitian

ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada program Studi Pendidikan Dokter.

Ciputat, September2014

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

c-->

F

di.-Taufik Z{in, Sp.OG(K)

\

dfl Taufik Zdin, Sp.OG(K)

Penguji

I

<S.+.15-h*--dr. Dwi Tyastuti, MPH, Ph.D

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK

UIN

Kaprodi PSPD

Pembimbing

II

Dr. dr. Syarief HasanLutfie, Sp.KFR

Penguli

II7

dr. Emy Tri Dianasari,rSp.OG


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Assalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh,

Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala anugerah dan nikmat-Nya yang telah membukakan jalan petunjuk dan kemudahan hingga membuat saya mampu merasakan luasnya ilmu pengetahuan dan mampu menyelesaikan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan pada Tahun 2013. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah ke pangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah menyalakan pelita kehidupan bagi semua umat. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. oleh karena itu, saya mengucapkan rasa terimakasih saya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Taufik Zain, Sp.OG(K) selaku pembimbing 1 yang telah memberikan masukan dan nasihat serta meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing saya dalam penelitian ini.

4. Dr. dr. Syarief Hasan Luthfi, Sp.KFR selaku pembimbing 2 yang telah memberikan motivasi serta mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.


(6)

5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset yang selalu mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan penelitian.

5. Kedua orang tua, Rachmat Mulyono dan Budiningtyas, terima kasih untuk kasih sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang penuh keikhlasan dan ridho yang menjadikan kelancaran dalam setiap langkah hidup saya. 6. Adik tercinta, Salma Afina, terima kasih untuk doa dan dukungan yang selalu diberikan.

7. dr. Byar selaku direktur Prikasih yang telah mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.

8. Mbak Desy selaku kepala bagian rekam medik RS Prikasih yang telah mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.

9. Teman-teman kelompok riset, Rona Qurrotu, Nissa Rizkiani, Gulam Gumilar, Bustomy, dan Mariah Ulfah. Terimakasih atas kerja sama, dukungan, dan semangat yang luar biasa. Semoga kekompakan kita menjadi awal untuk kesuksesan kita selanjutnya.

Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan. Demikian laporan penelitian ini peneliti susun, semoga memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Dan semoga Allah SWT berkenan memasukkannya sebagai amal jariyah di akhirat kelak. Amiin.


(7)

ABSTRAK

Silmi Lisani Rahmani. Program Studi Pendidikan Dokter. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. 2014.

Abortus merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Pendekatan etiologi merupakan cara terbaik dalam upaya menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat abortus yang kejadiannya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain penelitian kasus kontrol. Pengumpulan data diperoleh dari data rekam medis 99 pasien abortus dan kontrol sebesar 99 ibu yang sudah melahirkan normal. Kemudian data dianalisa dengan uji Chi-square. Hasil analisis menunjukkan bahwa paritas (p = 0,001) dan riwayat abortus sebelumnya (p = 0,009) merupakan faktor risiko dan mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian abortus. Sedangkan usia ibu (p = 0,265) tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian abortus.

Kata kunci: abortus

ABSTRACT

Silmi Lisani Rahmani. Medical Education Study Programme. Risk Factors of Abortion in RS Prikasih South Jakarta 2013. 2014.

Abortion is one of the causes of maternal death. Etiologic approach is the best way in reducing mortality and morbidity due to the occurrence of abortion is influenced by several risk factors. This study is aimed to acknowledge the factors associated with the incidence of abortion in RS Prikasih in South Jakarta 2013. This is an observational analytic study with case-control design. Data was collected through medical records for 99 cases of abortion and 99 controls of term delivery. Thereafter, the data were analyzed with Chi-square test. The research’s result shows that there is a significant association between parity (p = 0.001) and a history of previous abortion (p = 0.009) in abortion patients. While maternal age (p = 0.265) had no significant association with the incidence of abortion.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan Penelitian ... 3

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Landasan Teori ... 5

2.1.1 Definisi Abortus ... 5

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Uterus ... 5

2.1.3 Patofisiologi ... 8

2.1.4 Klasifikasi Abortus ... 10

2.1.5 Epidemiologi ... 12

2.1.6 Etiologi ... 12

2.1.7 Faktor Risiko ... 14

2.1.8 Gejala Klinis ... 17

2.1.9 Diagnosis ... 20

2.1.10 Diagnosis Banding ... 21

2.1.11 Komplikasi ... 21

2.1.12 Prognosis ... 22

2.1.13 Pandangan Abortus dalam Islam ... 22

2.2 Kerangka Teori ... 23

2.3 Kerangka Konsep ... 23


(9)

1.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

1.3Subjek Penelitian ... 26

1.4Cara Kerja dan Alur Penelitian ... 28

1.5Pengolahan dan Analisis Data ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 32

4.1.1 Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 .. 32

4.1.2 Usia Ibu ... 33

4.1.3 Paritas ... 35

4.1.4 Riwayat Abortus Sebelumnya ... 37

4.2 Analisis Bivariat ... 38

4.2.1 Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian Abortus ... 39

4.2.2 Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus ... 41

4.2.3 Hubungan Riwayat Abortus Sebelumnya dengan Kejadian Abortus ... 43

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 45

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Definisi Operasional, Alat Ukur-Cara Ukur, Hasil Ukur,

dan Skala Variabel ... 24 Tabel 2. Distribusi Subjek Menurut Kejadian Abortus di RS

Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ... 32 Tabel 3. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta

Selatan Tahun 2013 ... 33 Tabel 4. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta

Selatan Tahun 2013 ... 35 Tabel 5. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya

di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ... 37 Tabel 6. Distribusi Subjek Menurut Usia dengan Kejadian Abortus

di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ... 39 Tabel 7. Distribusi Subjek Menurut Paritas dengan Kejadian

Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013 ... 41 Tabel 8. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya

dengan Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan

Tahun 2013 ... 43


(11)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta

Selatan Tahun 2013 ... 34 Grafik 2. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta

Selatan Tahun 2013 ... 36 Grafik 3. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Surat Pernyataan... 52 Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup ... 53


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 210 kematian wanita tiap 100.000 kelahiran hidup akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di tahun 2013. Sedangkan jumlah total kematian wanita di tahun 2013 adalah sebesar 289.000 kematian. Jumlah ini telah menurun sebesar 45% bila dibandingkan tahun 1993 dimana Maternal Mortality Ratio (MMR) pada tahun tersebut sebesar 380 dan jumlah kematian wanita sebesar 523.000. Negara berkembang memiliki jumlah MMR empat belas kali lebih tinggi dibandingkan negara maju.1

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu Negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik. Sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik.2 Berdasarkan survey terakhir tahun 2012 yang dilakukan oleh Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI menunjukkan kenaikan dari 228 di tahun 2007 menjadi 359 kematan ibu per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2012.3 Di Provinsi DKI Jakarta Angka Kematian Ibu yaitu sebesar 97 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah Angka kematian ibu tertinggi terdapat di Jakarta Timur sebesar 34 kematian ibu, dibawahnya yaitu Jakarta Utara 23 kematian ibu, Jakarta Barat 16 kematian ibu, Jakarta Pusat 12 kematian ibu, Jakarta Selatan 12 kematian ibu, sedangkan di Kepulauan Seribu tidak ada kejadian kematian ibu. Abortus menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kematian ibu di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 sebesar 2% disamping penyebab lainnya seperti Eklampsia (39 %), Perdarahan (31 %) disebabkan oleh faktor anemia ibu hamil, Infeksi (6 %), Partus lama (1 %) dan penyebab lainnya.4 Penderita abortus


(14)

meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkannya, yaitu: perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.2

Dalam laporan Riset Dasar Kesehatan ( Riskesdas) 2010 disebutkan bahwa presentase abortus dalam periode lima tahun terakhir adalah sebesar 4% pada perempuan pernah menikah usia 10-59 tahun. Dilihat per provinsi, angka ini bervariasi mulai terendah 2,4% yang terdapat di Bengkulu sampai dengan yang tertinggi sebesar 6,9% di Papua Barat. Terdapat 4 provinsi yang memiliki angka kejadian lebih dari 6% dengan urutan teratas yaitu Papua Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan masing-masing 6,3%, serta Sulawesi Selatan sebesar 6,1%. Di DKI Jakarta angka kejadiannya sebesar 5,5%.5,6

Upaya pemerintah dalam mengurangi AKI sudah dilakukan melalui program Millenium Development Goals (MDGs) dengan menyediakan pelayanan Ante Natal Care (ANC) dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmeet need yang dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi, serta upaya lainnya, namun saat ini belum mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan kematian ibu sangat penting bagi pembangunan karena merupakan prasyarat serta indikator sekaligus hasil sebuah capaian kemajuan dalam pembangunan sebuah Negara.7

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa faktor risiko terjadinya abortus diantaranya adalah usia maternal, riwayat terjadinya abortus pada kehamilan sebelumnya, konsumsi rokok dan alkohol, kondisi psikologis ibu, interval kehamilan, riwayat penggunaan obat kontrasespsi berupa pil, rendahnya indeks massa tubuh (IMT) sebelum kehamilan, tingkat pendidikan, usia paternal dan sering berganti-ganti pasangan sex.5,6,8,9 Namun masih sedikit penelitian yang membahas mengenai faktor risiko terjadinya abortus di daerah Jakarta.


(15)

Hal ini menarik untuk diangkat sebagai masalah karena di wilayah Jakarta Selatan kasus abortus di DKI Jakarta masih tinggi, padahal akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sudah cukup mudah mengingat di DKI Jakarta terdapat banyak pusat pelayanan kesehatan. Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan mencari faktor risiko apa saja yang mempengaruhi terjadinya abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap kejadian abortus di Rumah Sakit Prikasih Tahun 2013?

1.3 Hipotesis

Ada faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian abortus yakni usia ibu, paritas, dan riwayat abortus sebelumnya.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap kejadian abortus di Rumah Sakit Prikasih Tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui usia ibu merupakan faktor risiko abortus.

2. Untuk mengetahui paritas <1 dan >5 merupakan faktor risiko abortus. 3. Untuk mengetahui riwayat kejadian abortus sebelumnya merupakan faktor risiko abortus.


(16)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian abortus.

1.5.2 Bagi Pendidikan

Sebagai referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran khususnya tentang abortus.

1.5.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Meningkatkan mutu pelayanan sesuai standar pemerintah agar angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir dapat menurun dan dapat meningkatkan program kesehatan ibu dan anak di wilayah Jakarta Selatan.

1.5.4 Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap abortus sehingga masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Definisi Abortus

Menurut Dorland (2012) abortus adalah janin yang dikeluarkan dengan berat kurang dari 500 gram atau memiliki usia gestasional kurang dari 20 minggu pada waktu dikeluarkan dari uterus sehingga tidak memiliki angka harapan untuk hidup.10

Sedangkan menurut Prawirohardjo (2008) abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.2

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Uterus

Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak di atas penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur silindris di bawah, yaitu serviks, yang terletak di bawah orifisium internum uteri. Uterus adalah organ yang memiliki otot yang kuat dengan ukuran panjang 7 cm, lebar 4 cm, dan ketebalan 2,5 cm.11 Bagian korpus atau badan hampir seluruhnya berbentuk datar pada permukaan anterior, dan terdiri dari bagian yang cembung pada bagian posterior. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim). Pada bagian atas korpus, terdapat bagian berbentuk bulat yang melintang di atas tuba uterine disebut fundus. Serviks berada pada bagian yang lebih bawah, dan dipisahkan dengan korpus oleh ismus.12 Serviks uteri dibagi atas (1) pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio; (2) pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina.2


(18)

Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis, tetapi terfiksasi dengan baik oleh jaringan ikat dan ligament yang menyokongnya. Ligamen yang memfiksasi uterus adalah senagai berikut.

1) Ligamentum cardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan

Yakni ligamentum yang terpenting yang mencegah supaya uterus tidak turun. Terdiri atas jaringan ikat tebal yang berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteria uterina.

2) Ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan

Yakni ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak bergerak. Berjalan dari serviks bagian belakang kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan.

3) Ligamentum rotundum kiri dan kanan

Yakni ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi. Berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal di daerah inguinal waktu berdiri cepat, karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan pun teraba kencang dan terasa sakit bila dipegang.

4) Ligamentum latum kiri dan kanan

Yakni ligamentum yang meliputi tuba. Berjalan dari uterus ke lateral. Tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum et dekstrum). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak artinya.


(19)

Yakni ligamentum yang menahan tuba Falloppii. Berjalan dari arah infumdibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.

Di samping ligamen tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan ovarium. Ligamentum ovarii proprium ini embriologis berasal dari gubernakulum. Jadi, sebenarnya berasal seperti ligamentum rotundum yang juga embriologis berasal dari gubernakulum.2

Ismus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, diliputi oleh peritoneum viserale yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesiko-uterina.

Uterus diberi darah oleh arteria uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria Iliaka Interna (disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm dari forniks lateralis vagina.

Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterus adalah arteria Ovarika kiri dan kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti tuba Falloppii, beranastomosis dengan ramus asendens arteria uterina di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri-arteri tersebut di atas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena Hipogastrika.

Inervasi uterus terutama atas system saraf simpatetik dan untuk sebagian terdiri atas sistem parasimpatetik dan serebrospinal. Sistem parasimpatetik berada di dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf sakral 2, 3, dan 4, yang selanjutnya memasuki pleksus Frankenhäuser. Sistem simpatetik masuk ke rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju ke pleksus Frankenhäuser. Pleksus ini terdiri atas ganglion-ganglion berukuran besar dan


(20)

kecil yang terletak terutama pada dasar ligamentum sakrouterina. Serabut-serabut saraf tersebut di atas memberi inervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatetik dan parasimpatetik mengandung unsur motorik dan sensorik. Kedua sistem bekerja antagonistic. Saraf simpatetik menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi, sedangkan yang parasimpatetik sebaliknya, yaitu mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.

Saraf yang berasal dari torakal 11 dan 12 mengandung saraf sensorik dari uterus dan meneruskan perasaan sakit dari uterus ke pusat saraf (serebrum). Saraf sensorik dari serviks dan bagian atas vagina melalui saraf sakral 2, 3 , dan 4, sedangkan dari bagian bawah vagina melalui nervus pudendus dan nervus ileoinguinalis.2

Gambar 1. Anatomi Uterus

Sumber: Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology. 2th ed. Asia: John Wiley & Sons; 2009, p. 1103.


(21)

Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan bagian benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah janin, disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentu. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin lahir-mati atau dilahirkan hidup.

Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah molaa tuberose; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut Ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).


(22)

Kemungkinan lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi: kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.2

2.1.4. Klasifikasi Abortus

Menurut terjadinya, Prawirohardjo (2008) membagi abortus menjadi tiga jenis yaitu:

a. Abortus provokatus didefinisikan sebagai prosedur untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan baik oleh orang-orang yang tidak memiliki ketrampilan yang diperlukan atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya.14

b. Abortus terapeutik adalah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Pertimbangan demi menyelamatkan nyawa ibu dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait.2

c. Abortus Spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tindakan apa pun. Berdasarkan gambaran kliniknya, dibagi menjadi berikut:

1. Abortus Imminens

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.2

2. Abortus Insipiens

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil


(23)

3. Abortus Inkompletus

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.2

4. Abortus Kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.2

5. Missed Abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu namun keseluruhan hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu atau lebih.15

6. Abortus Habitualis

Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut.2

Abortus habitualis disebabkan oleh adanya kelainan yang menetap yang paling mungkin adalah kelainan genetik, kelainan anatomis saluran reproduksi, kelainan hormonal, infeksi, kelainan faktor imunologis atau penyakit sistemik.16


(24)

Abortus Infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis). Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.2

8. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi di mana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Di samping mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan kehamilan yang baru terdeteksi setelah berkembangnya ultrasonografi.2

2.1.5 Epidemiologi

Angka kejadian abortus sulit ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas usia kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat.2

Di Indonesia, dalam laporan Riset Dasar Kesehatan ( Riskesdas) 2010 disebutkan bahwa presentase abortus dalam periode lima tahun terakhir adalah sebesar empat persen pada perempuan pernah kawin usia 10-59 tahun. Dilihat per provinsi, angka ini bervariasi mulai terendah 2,4% yang terdapat di Bengkulu sampai dengan yang tertinggi sebesar 6,9% di Papua Barat. Terdapat 4 provinsi yang memiliki angka kejadian lebih dari 6% dengan urutan teratas yaitu Papua Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan masing-masing 6,3%, serta Sulawesi Selatan sebesar 6,1%. Di DKI Jakarta angka kejadiannya sebesar 5,5%.5,6


(25)

Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata, dkk (2005) penyebab abortus antara lain:

1. Faktor Janin

Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:

a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi). b. Embrio dengan kelainan lokal.

c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).17 2. Faktor maternal

a. Infeksi

Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya.

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus:

 Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio, dan ensefalomielitis.

 Bakteri, misalnya Salmonella typhi.

 Parasit, misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium. b. Penyakit vaskular, misalnya hipertensi vaskular.

c. Kelainan endokrin

Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin. d. Faktor imunologis


(26)

Ketidakcocokan (inkompatibilias) system HLA (Human Leukocyte Antigen).

e. Trauma

Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma tersebut, misalnya akibat trauma pembedahan.

Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum gravidarum sebelum minggu ke-8.

Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat hamil.

f. Kelainan uterus

Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerata.

g. Faktor psikosomatik.17 3. Faktor Eksternal

a. Radiasi

Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.

b. Obat-obatan

Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain.

Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.

c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan benzen.17


(27)

Berdasarkan teori S. Prawirahardjo (2002) pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum siap mental untuk menerima kehamilannya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilanya tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi stress. Dan akan meningkatkan resiko terjadinya abortus.18

Kejadian abortus berdasarkan usia 42,9 % terjadi pada kelompok usia di atas 35 tahun, kemudian diikuti kelompok usia 30 sampai dengan 34 tahun dan antara 25 sampai dengan 29 tahun. Hal ini disebabkan usia diatas 35 tahun secara medik merupakan usia yang rawan untuk kehamilan. Selain itu, ibu cenderung memberi perhatian yang kurang terhadap kehamilannya dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih dari sekali dan tidak bermasalah pada kehamilan sebelumnya.6

Menurut Kenneth J. Leveno et al (2009) pada usia 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak premature, persalinan lama, perdarahan, dan abortus. Abortus spontan yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.19

2. Paritas

Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas ibu.19

3. Riwayat abortus sebelumnya

Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran


(28)

lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 - 45%. Menurut Suryadi (1994) penderita dengan riwayat abortus satu kali dan dua kali menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang terhambat pada kehamilan berikutnya melahirkan bayi prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali atau lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, prematuritas.2

4. Jarak Kehamilan

Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau perdarahan (abortus). Insidensi abortus meningkat pada wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm.19

5. Sosial ekonomi (pendapatan)

Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Hal ini pada akhirnya berpengaruh pada kondisi saat kehamilan yang berisiko pada kejadian abortus. Selain itu pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses pelayanan kesehatan, sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya abortus dapat terdeteksi.

6. Pendidikan

Martadisoebrata dalam Wahyuni (2012) menyatakan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan


(29)

kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu mereka mau menggunakannya.20

7. Penyakit Infeksi

Riwayat penyakit ibu seperti pneumoni, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus. Selain itu kemungkinan penyebab terjadinya abortus adalah infeksi pada alat genitalia. Tapi bisa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Infeksi vagina pada kehamilan sangat berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum waktunya. Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosus) dan sistemik maternal tertentu lainnya.21

8. Alkohol

Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang.19

9. Merokok

Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan bahwa risiko abortus spontan pada perokok, disebabkan wanita tersebut juga minum alkohol saat hamil.19

Baba et al (2010) menyatakan bahwa kebiasaan gaya hidup termasuk status merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian abortus. Merokok 1-19 batang perhari dan ≥20 batang perhari memiliki efek pada ibu mengalami abortus spontan yang lebih awal.22


(30)

1. Abortus Iminens

Abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif.

Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.2 2. Abortus Insipiens

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan usia kehamilan, gerak janin dan gerak jantung masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.2

3. Abortus Kompletus

Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak


(31)

4. Abortus Inkompletus

Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.2 5. Missed Abortion

Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjedalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.2

6. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik

gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai


(32)

terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.2

7. Blighted Ovum

Pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk itu, bila pada saat USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau kantung kuning telur dan diameter kantong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik.2

2.1.9 Diagnosis

a. Klinis

Dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum (termasuk panggul) pada setiap pasien untuk menentukan kemungkinan diperlukannya pemeriksaan laboratorium tertentu atau pemeriksaan lainnya untuk mendeteksi adanya penyakit atau status defisiensi.

Secara klasik, gejala-gejala abortus adalah kontraksi uterus (dengan atau tanpa nyeri suprapubik) dan perdarahan vagina pada kehamilan dengan janin yang belum viabel.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna. Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi biakan dan uji kepekaan mukosa serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada infeksi) dan pemeriksaan darah lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar progesterone berguna untuk mendeteksi kegagalan korpus luteum. Jika


(33)

Analisis genetik bahan abortus dapat menentukan adanya kelainan kromosom sebagai etiologi abortus.21

2.1.10 Diagnosis Banding

Kehamilan ektopik dibedakan dari abortus spontan dengan adanya tanda dan gejala berupa nyeri pelvis unilateral atau nyeri pada massa adneksa. Disminore membranosa mugkin sangat mirip dengan abortus spontan, tetapi tidak ada desidua dan vili pada silinder endometrium dan uji kehamilan (bahkan dengan RIA) negative. Hiperestrogenisme dapat menyebabkan endometrium berproliferasi hebat dengan gejala kram dan perdarahan. Mola hidatiform biasanya berakhir dengan abortus (<5 bulan) tetapi ditandai dengan kadar hCG yang sangat tinggi dan tidak adanya janin. Mioma pedunkulata atau neoplasia serviks juga dapat dikacaukan dengan abortus spontan.21

2.1.11 Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. 2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi dikerjakanlah penjahitan luka perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas; mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih dan usus. Dengan


(34)

adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukaan pada alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi keadaan.

3. Infeksi 4. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).2

2.1.12 Prognosis

Dengan pengecualian serviks inkompeten, angka kesembuhan setelah tiga kali abortus spontan berkisar antara 70 sampai 85 persen, tanpa memperhatikan terapi apa yang diberikan, kecuali bila diterapi dengan suatu abortifasien. Dengan kata lain, angka kegagalan lebih tinggi, tetapi tidak jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan pada kehamilan keseluruhan.

Tidak didapatkan bukti bahwa wanita yang mengalami abortus spontan habitualis mempunyai resiko lebih tinggi untuk memperoleh anak yang abnormal, bila akhirnya dia hamil sampai aterm.19

2.1.13 Pandangan Abortus dalam Islam

Rasulullah SAW bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sesungguhnya, bayi yang keguguran akan membawa ibunya dengan tali pusarnya ke surga jika ia mengharap-harapkan pahala” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi). Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Hatim, Muhammad bin Al-Wazir menceritakan kepada kami, Khallad bin Manshur Al-Washiti menceritakan kepada kami, tuturnya, “Aku bermimpi seakan-akan kiamat tiba. Sepertinya, para manusia dipanggil untuk dihisab.” Abu Hind meneruskan kisahnya, “Kemudian, aku pun didekatkan pada timbangan amal.


(35)

yang lain. Ternyata, amalan burukku lebih berat. Saat itu, aku pun pingsan. Kemudian, sesuatu seperti kain putih datang dan diletakkan bersama amalan

baikku hingga lebih berat daripada amalan burukku.” Ada yang bertanya, “Tahukah kamu apa ini?” Aku menjawab, “Tidak.” Ia berkata, “Ini adalah bayimu yang keguguran.” Aku berkata,“Cucu kecilku meninggal dunia.” Ada yang berkata kepadaku, “Itu bukan milikmu karena kau dulu mengharap

-harapkan kematiannya.”23

2.2 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Faktor Risiko Ibu:

 Usia Ibu

 Paritas

 Jarak Kehamilan

  

Faktor Lain:

 Penyakit infeksi

 Terpapar zat kimia

 

Kejadian Abortus

Variabel Independen 1. Usia Maternal 2. Paritas

3. Riwayat Abortus Sebelumnya

Variabel Dependen Kejadian Abortus


(36)

2.4 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional, Alat Ukur-Cara Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Variabel.

No Variabel Definisi Alat

Ukur-Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala

1. Kejadian Abortus

Keadaan dimana ibu yang menjadi subjek penelitian didiagnosis abortus oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi dan tercatat di bagian rekam medis RS Prikasih Jakarta Selatan pada tahun 2013.

Melihat rekam medis

1 = Ya 2 = Tidak

Nominal

2. Usia Ibu Usia atau banyaknya tahun kalender yang telah dijalani oleh ibu sesuai yang tertera pada KTP atau kartu identitas lain yang tercatat di bagian rekam medis RS Prikasih Jakarta Selatan pada tahun 2013. Dalam penelitian ini, usia dihitung

Melihat rekam medis

1 = usia <20 tahun dan usia >35 tahun 2 = Usia 20-35 tahun


(37)

bawah. Misalkan 25 tahun 4 bulan dibulatkan 25 tahun, 26 tahun 9 bulan dibulatkan 26 tahun. 3. Paritas Ibu Jumlah persalinan

yang pernah dialami ibu, baik yang berakhir dengan kelahiran hidup ataupun mati yang tercatat di bagian rekam medis RS Prikasih Jakarta Selatan pada tahun 2013.

Melihat rekam medis

1 = Paritas <1 dan >5 2 = Paritas 1-5

Ordinal

4. Riwayat abortus sebelumnya

Riwayat abortus yang pernah dialami oleh ibu yang menjadi subjek penelitian yang tercatat di bagian rekam medik di RS Prikasih Jakarta Selatan pada tahun 2013.

Melihat rekam medis

1 = Pernah 2 = Tidak pernah


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain penelitian kasus kontrol. Penelitian analitik observasional adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel tanpa adanya intervensi dari peneliti. Sedangkan desain penelitian kasus kontrol artinya dari segi pengambilan subjek dimulai dari identifikasi variabel tergantung (kasus dan kontrol) dan dari segi temporality dilakukan secara retrospektif. 24

Penelitian ini akan menilai hubungan faktor risiko dengan kejadian abortus menggunakan cara penentuan kelompok kasus dan kelompok kontrol kemudian mengukur besarnya risiko (frekuensi paparan) pada kedua kelompok tersebut. Desain ini dipilih karena kekuatan hubungan sebab akibat desain kasus kontrol lebih kuat, biayanya murah, cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan jumlah sampel yang besar.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan dimulai dari bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014.

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah kelompok kasus abortus dimana diambil dari seluruh pasien yang didiagnosa abortus oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013. Adapun sebagai kelompok kontrol adalah pasien


(39)

3.3.2 Sampel

Metode pengambilan sampel ini mengacu pada penjelasan Arikunto (2010) yang menyebutkan bahwa jika sampel populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya diambil keseluruhan. Selanjutnya jika jumlah subyeknya lebih besar dari 100, dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih. Jika seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau sensus.25

Kelompok kasus adalah semua pasien abortus yang didiagnosa oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013, yaitu sebanyak 99 orang, sedangkan jumlah kelompok kontrol diambil dengan perbandingan 1:2 dengan jumlah kasus yaitu seluruh pasien yang tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada tahun 2013. Jumlah ini adalah jumlah sampel setelah dilakukan penyaringan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, dimana dari jumlah semula sebanyak 117 kasus abortus dan 200 pasien yang tidak mengalami abortus, menjadi 99 kasus abortus dan 200 pasien yang tidak mengalami abortus, yang untuk selanjutnya diikutkan dalam penelitian ini.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.1 Kriteria Inklusi Kelompok Kasus

Semua penderita yang didiagnosa sebagai abortus oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013.

3.3.2 Kriteria Inklusi Kelompok Kontrol

Semua pasien yang tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada tahun 2013.


(40)

Pasien yang didiagnosa sebagai abortus oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi di RS Prikasih pada tahun 2013 atau tidak mengalami abortus di RS Prikasih pada tahun 2013 namun catatan rekam mediknya tidak lengkap yaitu di dalamnya tidak mencakup variabel penelitian, yaitu:

1. Usia ibu. 2. Paritas ibu.

3. Riwayat abortus sebelumnya.

3.4 Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.4.1 Cara Kerja Penelitian

a. Mendata sampel kelompok abortus dan kelompok kontrol yang diambil dari data sekunder berupa catatan rekam medis.

b. Mengidentifikasi variabel bebas yaitu meliputi usia ibu, paritas, dan riwayat abortus sebelumnya dari kelompok abortus dan kelompok kontrol.

c. Selanjutnya data dianalisa secara statistik analitik dan dilakukan analisis uji univariat dan uji bivariat.

Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:


(41)

3.4.2 Alur Penelitian

No. Rencana

Kegiatan

Waktu (Bulan)

Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

1. Menyusun

proposal penelitian.

X X

2. Mengurus

perizinan ke RS Prikasih.

X

3. Melakukan

pengambilan

data rekam

medis.

X X X

4. Pengolahan

data

menggunakan program SPSS

X X

5. Penyusunan

hasil dan

X X

Faktor Risiko/ Bukan faktor risiko

Analisis Bivariat dengan Uji Chi-square Deskripti

Analisis

Pengolahan data dengan

Data: usia maternal, paritas, dan riwayat abortus sebelumnya.

Ibu hamil yang mengalami Ibu melahirkan dengan persalinan


(42)

pembahasan penelitian

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara manual dan menggunakan komputer dengan fasilitas SPSS 16.0. Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data ini adalah:

1. Cleaning (membersihkan data)

Sebelum diolah, data yang telah terkumpul terlebih dahulu dilakukan pengecekan agar tidak ada data yang double dan menyingkirkan data yang tidak sesuai kriteria inklusi.

2. Editing (menyunting data)

Pengeditan dilakukan untuk mengecek kelengkapan dan kejelasan pencatatan data. 3. Coding (mengkode data)

Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengolahan data yaitu memberikan kode pada data yang diperoleh. Pemberian kode dilakukan untuk menyederhanakan data yang diperoleh.

4. Entry data (memasukkan data)

Memasukkan data ke komputer untuk dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 untuk Windows.

3.5.2 Analisis Data

Data dianalisis secara komputerisasi perangkat lunak pengolahan data dengan analisis univariat dan bivariat.

1. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun terikat dari kelompok kasus dan kelompok


(43)

2. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua variabel, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan menggunakan uji chi square. Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat kemaknaan (α) sebesar 5%, dengan catatan jika p < 0,05 maka tolak H0 (Ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung), sedangkan bila p > 0,05 maka terima H0 (tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung). Sedangkan untuk mengetahui besarnya faktor risiko maka digunakan analisis Odd Ratio / OR dengan interpretasi sebagai berikut: a. Bila nilai OR = 1, berarti variabel yang diduga faktor risiko tersebut tidak

ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan kata lain ini bersifat netral (≠ asosiasi)

b. Bila nilai OR >1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti exposure tersebut merupakan faktor risiko terjadinya efek. c. Bila OR <1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1,

berarti exposure yang diteliti dapat mengurangi terjadinya efek (faktor pencegah).

Exposure Outcome Jumlah

+ -

+ a b a+b

- c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel tergantung dan terikat yang diteliti. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kejadian abortus, sedangkan variabel bebasnya yaitu usia ibu, paritas, dan riwayat abortus. Jenis datanya berupa kategorik dengan tabel berupa angka dan presentase untuk menjelaskan masing masing kelompok dalam variabel. Data penelitian yang dihasilkan berupa data sekunder dari RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. Di bawah ini rincian hasil analisis univariat yaitu sebagai berikut:

4.1.1 Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Tabel 2. Distribusi Subjek Menurut Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Kejadian Abortus

Jumlah (orang) Persentase

Ya 117 36,9

Tidak 200 63,1


(45)

Jumlah kasus abortus inkomplit yang terjadi di RS Prikasih hanya merupakan sebagian kecil dari kasus kandungan yang terjadi di RS Prikasih. Hasil pengumpulan data menunjukkan kejadian abortus selama periode Januari-Desember 2013 adalah sebesar 5,82% (117 kejadian) dari seluruh kasus kandungan yang dirawat (2.009 pasien). Dari 117 kasus abortus hanya terdapat 99 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Sehingga subjek penelitian ini adalah 99 pasien yang mengalami abortus sebagai kasus dan 200 pasien yang tidak mengalami abortus.

4.1.2 Usia Ibu

Gambaran distribusi kelompok usia ibu yang mengalami abortus dan melahirkan dengan normal dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:

Tabel 3. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Usia Ibu Kasus (orang)

% Kontrol

(orang)

%

<20 dan >35 tahun

15 15,2 41 20,5

20-35 tahun 84 84,8 159 79,5


(46)

Grafik 1. Distribusi Subjek Menurut Usia di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Gambaran usia antara kasus abortus inkomplit dengan persalinan normal tidak jauh berbeda. Rata-rata usia pada kasus abortus 27 tahun dan pada persalinan normal 29 tahun. Distribusi usia kasus abortus ada pada usia 18 sampai 39 tahun, begitu pula pada persalinan normal pada usia 18 sampai 39 tahun.

Usia ibu yang mengalami abortus dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu tidak berisiko (20-35 tahun) dan berisiko (dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun). Pada pasien yang mengalami abortus ada sebanyak 15 (15,2%) pasien yang berusia <20 dan >35 tahun dan ada 84 (84,4%) pasien yang berusia 20-35 tahun. Pada pasien yang tidak mengalami abortus jumlah pasien yang berusia <20 dan >35 tahun jumlahnya yaitu sebesar 41 (20,5%) pasien, dan pasien yang berusia 20-35 tahun yaitu sebesar 159 (79,5%) pasien.

jum


(47)

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Halim dkk. (2013) di RSUD Pirngadi Kota Medan juga menunjukkan bahwa kejadian abortus inkomplitus, paling banyak terjadi pada wanita usia 20-35 tahun dengan proporsi 61%.26 Namunhasil ini berbeda dengan penelitian Wadud di RS Muhammadiyah Palembang (2012) yang menyebutkan bahwa usia risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) memperoleh proporsi lebih besar sebesar 74,4 %.27

4.1.3 Paritas

Gambaran distribusi kelompok paritas pada abortus dan persalinan normal dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:

Tabel 4. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Paritas Kasus (orang)

% Kontrol

(orang)

%

Paritas <1 dan >5

49 49,5 60 30,0

Paritas 1-5 50 50,5 140 70,0


(48)

Grafik 2. Distribusi Subjek Menurut Paritas di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Paritas dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yakni primipara (pada saat penelitian merupakan kelahiran pertama) dan grandemultipara yang digolongkan dalam kategori berisiko dan paritas 1-5 yang digolongkan dalam kategori tidak berisiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari mereka yang mengalami abortus, ada sebanyak 49 (49,5%) pasien yang memiliki paritas primipara dan multigrande dan ada sebanyak 50 (50,5%) pasien yang memiliki paritas 1-5. Sedangkan pada kelompok yang tidak mengalami abortus terdapat 60 (30,0%) pasien yang memiliki paritas <1 dan >5 dan terdapat 140 (70,0%) orang yang memiliki paritas 1-5.

Hal ini sesuai dengan penelitian Halim dkk. (2013) yaitu proporsi terbesar untuk karakteristik paritas terdapat pada kategori multipara dengan proporsi 54%. 26 Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wadud (2012) bahwa paritas risiko rendah mendapatkan proporsi yang

jum


(49)

4.1.4 Riwayat Abortus Sebelumnya

Gambaran distribusi subjek berdasarkan riwayat abortus sebelumnya pada abortus dan persalinan normal dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:

Tabel 5. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Riwayat Abortus Sebelumnya

Kasus % Kontrol %

Pernah 26 26,3 28 14,0

Tidak Pernah 73 73,7 172 86,0

Jumlah 99 100,0 200 100,0

Grafik 3. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

jum


(50)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien yang mengalami abortus, ada sebanyak 26 (26,3%) pasien yang pernah mengalami abortus sebelumnya dan terdapat 73 (73,7%) pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya. Sedangkan pada kelompok yang tidak mengalami abortus, ada 28 (14,0%) pasien yang pernah mengalami abortus

sebelumnya dan sebanyak 172 (86%) pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) di wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat yang menemukan bahwa jumlah pasien terbanyak yang mengalami kejadian abortus adalah pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya yaitu sebanyak 55%.28

4.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan dan besarnya nilai Odds Ratio faktor risiko (variabel independen), dengan tingkat kemaknaan 95%. Adanya hubungan antara faktor risiko dengan kejadian abortus inkomplit ditunjukkan dengan nilai p<0,05; nilai OR>1, dan CI 95% tidak mencakup nilai 1. Secara lengkap distribusi faktor risiko pada kejadian abortus dapat dilihat pada tabel berikut:


(51)

4.2.1 Hubungan Usia dengan Kejadian Abortus

Tabel 6. Distribusi Subjek Menurut Usia dengan Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Kelompok Usia

Abortus Jumlah OR

(95%CI) P value Kasus Kontrol

N % N % N % 0,693 0,265

<20 dan >35 tahun

15 15,2 41 20,5 56 18,7

20-35 tahun

84 84,8 159 79,5 243 81,3

Jumlah 99 100,0 200 100,0 299 100,0

Hasil analisis hubungan antara usia ibu dengan kejadian abortus diperoleh bahwa ada sebanyak 15 (15,2%) ibu yang berusia <20 dan >35 tahun yang mengalami abortus. Sedangkan diantara ibu yang berusia 20-35 tahun ada 84 (84,4%) yang mengalami abortus. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,265 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian abortus antara ibu yang berusia <20 dan >35 tahun dengan ibu yang berusia 20-35 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian abortus). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds Ratio sebesar 0,693, artinya usia dapat mengurangi efek terjadinya abortus. Tidak adanya hubungan usia ibu dengan kejadian abortus didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ruhmiatie (2010) di RS Roemani Muhammadiyah Semarang yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan (nilai p = 0,249) antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus.29 Goetzinger (2014) dalam penelitiannya menyampaikan bahwa wanita


(52)

dengan usia yang lebih tua memiliki perhatian yang lebih tinggi terhadap perilaku hidup sehat seperti rutin mengonsumsi vitamin prenatal, diet yang baik dan olahraga serta menjauhi gaya hidup tidak sehat bila dibandingkan wanita yang lebih muda.30

Penelitian Lukitasari (2010) di RSU H.M Ryacudu menyebutkan hasil yang berbeda bahwa terdapat hubungan bermakna (nilai p = 0,0001) antara usia dengan kejadian abortus. Subyek yang berusia lebih dari atau sama dengan 35 tahun mempunyai peluang sekitar 3,5 kali untuk mengalami kejadian abortus dibandingkan subyek yang berusia kurang dari 35 tahun.31 Demikian pula yang dengan penelitian Raden (2009) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang mendapatkan hasil bahwa usia merupakan faktor risiko dari kejadian abortus setelah dilakukan uji statistik chi square (nilai p = 0,001).32

Menurut peneliti adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan karena perbedaan jumlah sampel yang diambil dan lokasi dilaksanakannya penelitian dengan penelitian sebelumnya. Diketahui bahwa semakin besar sampel yang dianalisis akan semakin besar menghasilkan kemungkinan berbeda bermakna. Selain itu, karena kejadian abortus dipengaruhi oleh banyak faktor kemungkinan ada pengaruh faktor lain yang tidak ikut diteliti.


(53)

4.2.2 Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus

Tabel 7. Distribusi Subjek Menurut Paritas dengan Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Paritas

Abortus Jumlah OR

(95%CI) P value Kasus Kontrol

N % N % N % 2,287 0,001

Paritas <1 dan >5

49 49,5 60 30,0 109 36,5

Paritas 1-5

50 50,5 140 70,0 190 63,5

Jumlah 99 100,0 200 100,0 299 100,0

Hasil analisis hubungan antara paritas dengan kejadian abortus diperoleh bahwa ada sebanyak 49 (49,5%) pasien yang memiliki paritas <1 dan >5 yang mengalami abortus. Sedangkan diantara pasien yang memiliki paritas 1-5 ada 50 (50,5%) pasien yang mengalami abortus. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian abortus antara pasien yang memiliki paritas <1 dan >5 dengan pasien yang paritasnya 1-5 (ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian abortus). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,287, artinya ibu yang paritasnya <1 dan >5 mempunyai peluang 2,287 kali untuk mengalami abortus.

Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Cunningham et al (2009) bahwa risiko abortus semakin meningkat dengan bertambahnya paritas. Pada kehamilan rahim ibu akan teregang oleh adanya janin dan


(54)

bila terlalu sering melahirkan rahim akan semakin lemah sehingga rentan dan berisiko untuk terjadinya keguguran. Bila ibu telah melahirkan 4 orang anak atau lebih, maka harus waspada adanya gangguan kehamilan, persalinan dan nifas.19 Demikian pula yang dinyatakan oleh Mochtar (1998) bahwa persalinan yang pertama kali (primipara) biasanya mempunyai risiko relatif tinggi terhadap ibu dan anak, kemudian risiko ini menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya.21 Hal ini disebabkan karena pada ibu dengan primipara belum pernah memiliki pengalaman melahirkan. Sedangkan pada grandemultipara, elastisitas uterus telah menurun.

Hal tersebut didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yaitu menurut Wadud di RS Muhammadiyah Palembang (2012) yang mendapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna (p=0,002) antara paritas dengan kejadian abortus imminens.27 Demikian pula dengan penelitian Mariani di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang menunjukkan nilai p = 0,007. Hal ini berarti terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian abortus.18 Pada penelitian lain yaitu yang dilakukan oleh Lukitasari (2010) di RS H.M Ryacudu Kotabumi Lampung Utara menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (nilai p = 0,0001) antara frekuensi persalinan dengan kejadian abortus.31

Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Mahdiyah di Ruang Bersalin RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin yang mendapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna (p = 0,562) antara paritas dengan kejadian abortus. Peneliti menyebutkan bahwa hal ini dikarenakan paritas bukan faktor utama penyebab abortus.33 Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) di wilayah puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat yang


(55)

4.2.3 Hubungan Riwayat Abortus Sebelumnya dengan Kejadian Abortus

Tabel 8. Distribusi Subjek Menurut Riwayat Abortus Sebelumnya dengan Kejadian Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013

Riwayat Abortus Sebelumnya

Abortus Jumlah OR

(95%CI) P value Kasus Kontrol

N % N % N % 2,188 0,009

Pernah 26 26,3 28 14,0 54 18,1

Tidak Pernah

73 73,7 172 86,0 245 81,9

Jumlah 99 100,0 200 100,0 299 100,0

Hasil analisis hubungan antara riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus diperoleh bahwa ada sebanyak 26 (26,3%) pasien yang memiliki riwayat abortus sebelumnya mengalami abortus. Sedangkan diantara pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya ada 73 (73,7%) pasien yang mengalami abortus. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian abortus antara pasien yang memiliki riwayat abortus sebelumnya dengan pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya (ada hubungan yang signifikan antara riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,188, artinya ibu yang memiliki riwayat abortus sebelumnya mempunyai peluang 2,188 kali untuk mengalami abortus.

Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Prawirohardjo bahwa kejadian abortus meningkat pada wanita yang memiliki riwayat abortus


(56)

sebelumnya. Setelah satu kali mengalami abortus spontan, memiliki risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah dua kali, risikonya meningkat sebesar 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah tiga kali abortus berurutan adalah 30-45%.2

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baba et al (2010) di Osaka, Jepang yang mendapatkan bahwa terdapat peningkatan risiko abortus pada wanita yang memiliki riwayat abortus sebelumnya yang dibuktikan dengan hasil OR sebesar 1,98 pada wanita dengan riwayat abortus sebanyak 1 kali, OR 2,36 pada wanita yang memiliki 2 kali riwayat abortus dan OR 8,73 pada yang pernah mengalami 3 atau lebih abortus sebelumnya.22 Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Lukitasari (2010) di RS H.M Ryacudu Kotabumi Lampung Utara yang mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (nilai p = 0,0001) antara riwayat abortus yang dimiliki ibu dengan kejadian abortus.31 Penelitian lain menurut Wahyuni (2012) di wilayah puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat bahwa ada hubungan (nilai p = 0,04) antara riwayat abortus dengan kejadian abortus. Selain itu pasien yang pernah mengalami abortus akan cencerung mengalami abortus sebesar 2,8 kali dibandingkan pasien yang tidak pernah mengalami abortus.28

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustina (2012) di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kabupaten Bandung yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (nilai p= 0,437) antara kejadian abortus dengan riwayat abortus sebelumnya.34 Demikian pula dengan penelitian Kusniati (2007) yang dilakukan di Banyumas menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna (nilai p = 0,302) antara riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus.35 Helgstrand dan Andersen (2005) juga menyatakan bahwa tidak


(57)

4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Keterbatasan tersebut diantaranya adalah:

1. Beberapa data sekunder yang didapatkan dari rekam medis saat pengumpulan data tidak lengkap, sehingga data tersebut dianggap sebagai missing cases dan tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian.

2. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder sehingga validitas data didak dapat dikontrol oleh peneliti.

3. Sulit meyakinkan bahwa kelompok kasus dan kontrol yang telah dipilih oleh peneliti sebanding dalam berbagai faktor eksternal dan sumber bias lainnya.


(58)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia ibu, paritas, dan riwayat abortus sebelumnya dengan kejadian abortus. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian statistik maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Usia dengan kejadian abortus tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan nilai p = 0,265 dengan signifikansi 0,05. Kelompok Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun tidak mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian abortus.

2. Paritas dengan kejadian abortus menunjukkan hubungan yang bermakna dengan nilai p = 0,001 dengan signifikansi 0,05. Kelompok ibu hamil dengan paritas primipara dan multigrande lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami kejadian abortus dibandingkan dengan multipara.

3. Riwayat abortus dengan kejadian abortus menunjukkan hubungan yang bermakna dengan nilai p = 0,009 dengan signifikansi 0,05. Kelompok ibu hamil yang mempunyai riwayat abortus sebelumnya mempunyai kecenderungan untuk mengalami abortus.

5.2 Saran

Dengan melihat hasil dan kesimpulan terhadap faktor risiko ibu hamil yang berkaitan dengan kejadian abortus, penulis menyarankan:

a. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti kelainan menetap pada ibu yang mempengaruhi kejadian abortus sehingga dapat menurunkan angka kejadian abortus dan meneliti beberapa variabel lain


(59)

yang belum terdapat pada penelitian ini untuk mendapatkan informasi lebih dalam mengenai faktor-faktor risiko kejadian abortus.

b. Untuk masyarakat diharapkan dapat berperan serta dalam upaya penurunan kejadian abortus dengan ikut serta dalam program keluarga berencana, sehingga waktu untuk hamil dan jumlah anak dapat direncanakan dengan baik.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2013. Switzerland: World Health Organization; 2014.

2.

Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi IV. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.

3.

Profil Statistik Kesehatan 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2013 Dec.187 p. Report No.: 04230.1301

4.

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2012.131p.

5.

Riset Dasar Kesehatan 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan kementrian Kesehatan RI Tahun 2010; 2010 Dec. 431 p.

6.

Setia Pranata, FX Sri Sadewo.Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan dan Pengguguran di Indonesia.Bulletin of Health System Research. 2012 Apr; 15(2):3.

7.

Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); 2010. 97 p.

8.

Elise R, Patrick T. Paternal age and maternal age are risk factors for miscarriage; results of a multicentre European study. Human Reproduction. 2002; 17 (6): 1649-1656

9.

N Maconochie, P Doyle, S Prior, R Simmons. Risk factors for first trimester miscarriage-results from a UK-population-based case-control study. BJOG. 2007;114:170–186. doi:10.1111/j.1471-0528.2006.01193.x.

10.

Dorland WA. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Mahode AA, translator. Jakarta: EGC; 2012.

11. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13th


(1)

48

DAFTAR PUSTAKA

1.

Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2013. Switzerland: World Health Organization; 2014.

2.

Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi IV. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.

3.

Profil Statistik Kesehatan 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2013 Dec.187 p. Report No.: 04230.1301

4.

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2012.131p.

5.

Riset Dasar Kesehatan 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan kementrian Kesehatan RI Tahun 2010; 2010 Dec. 431 p.

6.

Setia Pranata, FX Sri Sadewo.Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan dan Pengguguran di Indonesia.Bulletin of Health System Research. 2012 Apr; 15(2):3.

7.

Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); 2010. 97 p.

8.

Elise R, Patrick T. Paternal age and maternal age are risk factors for miscarriage; results of a multicentre European study. Human Reproduction. 2002; 17 (6): 1649-1656

9.

N Maconochie, P Doyle, S Prior, R Simmons. Risk factors for first trimester miscarriage-results from a UK-population-based case-control study. BJOG. 2007;114:170–186. doi:10.1111/j.1471-0528.2006.01193.x.

10.

Dorland WA. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Mahode AA, translator. Jakarta: EGC; 2012.

11. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13th

ed. USA: McGraw-Hill Education; 2013


(2)

49

12.

Ross MH, Pawlina W. Histology: A Text and Atlas with Correlated Cell and Molecular Biology. 5th ed. USA: Lippincot Williams & Wilkins; 2006

13.

Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology. 2th ed. Asia: John Wiley & Sons; 2009, p. 1103.

14.

Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates of The Incidence of Unsafe Abortion and Associated Mortality in 2008. World Health Organization; 2011

15.

Achadiat CM. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003

16.

Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2009.

17.

Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi 2. Handini S, Sari LA, editor. Jakarta: EGC; 2005.

18.

Mariani. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Inkomplet di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah DR. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012. Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh.2012.

19.

Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, et al. Obstetri Williams:Panduan Ringkas. Edisi 21. Yudha EK, Subekti NB, translator. Jakarta: EGC; 2009.

20.

Wahyuni H. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus di Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2012.

21.

Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid II. Edisi II. Jakarta: EGC; 1998.

22.

Baba S, Noda H, Nakayama M, et al. Risk Factor of Early Spontaneous Abortion Among Japanese: a Matched Case-Control Study. Human Reproduction. 2010 December 14; Vol.26, No.2 pp. 466-472.


(3)

50

23.

Hidayat, K. Menghadapi Musibah Kematian: Cara Tepat Menyikapi Kepergian Orang-Orang Terdekat. Jakarta: Penerbit Hikmah (PT Mizan Publika); 2007.

24.

Dahlan S. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2010.

25.

Arikunto S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.

26.

Halim, R.,dkk. Karakteristik Penderita Abortus Inkompletus di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan Tahun 2010-2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2013

27.

Wadud, M. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus

Imminens di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit

Muhammadiyah Palembang Tahun 2011. Poltekkes Kemenkes

Palembang Jurusan Kebidanan. 2012.

28.

Wahyuni H. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus di Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2012

29.

Ruhmiatie, AN. Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Tahun 2009. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Program Studi Kebidanan Universitas Muhammadiyah Semarang . 2010

30.

Goetzinger K, Shanks A, Odibo A. Advance Maternal Age and The Risk of Major Congenital Anomalies: Survival of The Fittest. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014 Jan; 210 (1)

31.

Lukitasari E. Kejadian Abortus Inkompletus yang Berkaitan dengan Faktor Risiko pada Ibu Hamil di RSU. H.M Ryacudu Kotabumi Kabupaten Lampung Utara Tahun 2007-2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2010


(4)

51

32.

Raden, JN. Hubungan antara Kejadian Abortus dengan Usia Ibu Hamil di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2008. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2009.

33.

Mahdiyah D, dkk. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus di Ruang Bersalin RSUD. Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Akademi Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin. 2013.

34.

Gustina F. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Kabupaten Bandung periode Januari 2008-Desember 2010. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. 2012.

35.

Kusniati. Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan Kejadian Abortus Spontan (Studi di Rumah Sakit Ibu dan Anak An Ni’mah Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas Januari-Juni 2007. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. 2007.

36.

Helgstrand S, Andersen AM. Maternal Underweight and The Risk of Spontaneous Abortion. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 2005 December; 84 (12):1197-1201.


(5)

52

Lampiran 1 SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Silmi Lisani Rahmani

No KTP : 3674054210930004

Alamat : Perum. Grand Puri Laras Blok H No. 80 Ciputat

No Telp/HP : 087788615973

Bahwa sesuai dengan surat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta tanggal 11 November 2013, nomor surat

Un.01/F.10/HM.01.5/8988/2013 perihal permohonan izin penelitian, yang ditujukan kepada Direktur Utama RS Prikasih Jakarta, saya dengan ini menyatakan bersedia mengikuti semua peraturan dan tata tertib yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis di lingkungan RS Prikasih.

Saya menyadari segala informasi yang saya peroleh dari RS Prikasih termasuk data-data pasien adalah bersifat RAHASIA dan dilindungi oleh undang-undang, sehingga oleh karena itu saya benar-benar menggunakannya hanya untuk keperluan penelitian dan studi saya di UIN, dan tidak akan saya publikasikan, sebarluaskan maupun saya beritahukan kepada pihak manapun juga.

Apabila ternyata saya melanggar hal-hal yang tersebut diatas, dan atau dikemudian hari timbul tuntutan atas kebocoran data-data pasien di RS Prikasih dikarenakan penelitian yang saya lakukan, maka saya bersedia menerima dan bertanggung jawab penuh menanggung semua resiko yang timbul, dan saya siap dituntut di muka hukum.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dalam keadaan sehat jasmani tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun juga.

Jakarta, 10 Januari 2014 Yang membuat Pernyataan,


(6)

53

Lampiran 2 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Silmi Lisani Rahmani

Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 2 Oktober 1993

Alamat : Perum. Grand Puri Laras No. H80 Jl. Legoso Raya,

Ciputat-Tangerang Selatan

No. HP : 087788615973

Email : silmilisani@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDIT Nur Hidayah Surakarta (1998-2004) 2. SMP Islam Nurul Fikri Serang (2004-2007) 3. SMA Islam Nurul Fikri Serang (2007-2011)