Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam beberapa dekade terakhir ini, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia terjadi dengan sangat pesat, sehingga semakin mendorong individu untuk bekerja demi memenuhi kebutuhannya. Sebagian besar individu menggunakan kurang lebih sepertiga kehidupannya untuk bekerja Santrock, 2012. Pada umumnya masyarakat memandang bahwa bekerja merupakan peran yang harus dijalankan oleh pria. Berdasarkan konsep tradisional, seorang pria berperan untuk berada di luar rumah untuk mencari nafkah, sedangkan seorang wanita diharapkan untuk tidak bekerja di luar rumah. Wanita diharapkan tetap berada di rumah untuk mengelola segala keperluan rumah tangga dan mengurus anak. Apalagi wanita Indonesia, yang masih sangat kental dengan budaya timur, memandang wanita adalah sebagai sosok ibu yang anggun, lemah lembut, selalu dekat dengan keluarga, dan dengan kasih sayangnya membesarkan buah hatinya. Dahulu wanita berpikir untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Kini, seiring dengan perkembangan jaman, peran wanita telah mengalami perubahan, yaitu wanita sekarang menjadi seorang pekerja. Kondisi ini sejalan dengan konsep emansipasi, yaitu wanita juga ingin dihargai dan memiliki hak yang sama dengan pria. Sesungguhnya negara Indonesia juga telah menempatkan posisi wanita pada level yang sejajar dengan pria, terutama dalam masalah ketenagakerjaan, karena disadari atau tidak wanita memunyai peran dalam bidang ekonomi yang sangat penting untuk pembangunan nasional, di samping peran lainnya. Wanita diberi kesempatan untuk berperan lebih majemuk dan meraih pendidikan yang tinggi. 2 Universitas Kristen Maranatha Hasilnya, banyak wanita yang tampil dan berperan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan dalam berbagai aktivitas ekonomi. Adanya tuntutan untuk mendukung ekonomi rumah tangga menjadi salah satu alasan bagi wanita untuk bekerja. Di Indonesia semakin banyak perempuan yang bekerja di luar rumah, dengan alasan utama mereka 59 adalah untuk menambah penghasilan Dwiatmadja, 2000. Selain itu, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti, beberapa wanita juga bekerja dengan alasan ingin mengaktualisasikan dirinya dan mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya dalam dunia kerja. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS mencatat jumlah pemenuhanpenempatan tenaga kerja wanita Indonesia meningkat 36 dari 211.914 orang pada tahun 2013 menjadi 288.614 orang pada tahun 2014. Hal ini menunjukan bahwa secara kuantitas, pekerja wanita merupakan faktor tenaga kerja yang sangat potensial. Bekerja dan menikah merupakan tugas seorang individu yang telah memasuki usia dewasa awal. Individu yang berada pada masa dewasa awal diharapkan memainkan peran baru, misalnya peran sebagai suamiistri, orang tua, dan pencari nafkah. Selain itu, salah satu tanda memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap Santrock, 2012. Pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat memengaruhi kondisi finansial, kondisi rumah, cara meluangkan waktu, lokasi rumah, sahabat-sahabatnya, dan kesehatan Hodson, 2009 dalam Santrock, 2012. Ketika para wanita mengejar prestasi di dunia karir, maka mereka akan menghadapi masalah yang menyangkut karir dan keluarga. Wanita yang bekerja pada umumnya mendapatkan dukungan dari para suami, namun dengan syarat bahwa wanita yang bekerja harus dapat mengatur waktu agar tidak sampai menelantarkan keluarganya. Masalah waktu merupakan masalah yang cukup 3 Universitas Kristen Maranatha sulit bagi para wanita yang bekerja. Total waktu dalam sehari terkadang dirasa tidak cukup bagi sebagian wanita yang bekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya baik di kantor maupun di rumah. Dalam kehidupan berkeluarga, suami dan istri umumnya memegang peranan untuk membangun kesejahteraan bersama, juga dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Kecenderungan keluarga dengan suami istri bekerja sering disebut sebagai dual-career marriage, yang mana pasangan dual-career marriage dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari dual-career marriage ialah mendapatkan penghasilan tambahan yang dapat meningkatkan kondisi ekonomi keluarga, sedangkan dampak negatif yang dapat timbul akibat dual- career marriage yaitu adanya tuntutan waktu dan energi tambahan, konflik antara peran pekerjaan dan peran keluarga, persaingan yang mungkin terjadi antara pasangan, serta kecemasan akan terpenuhi atau tidaknya perhatian terhadap kebutuhan anak Santrock, 2002 Secara umum wanita memunyai hak untuk bekerja di luar rumah, namun dengan catatan tidak melupakan kewajiban sebagai seorang ibu sekaligus istri, walaupun secara hak dan kewajiban pria juga diharapkan untuk dapat membagi waktu antara kerja dan rumah tangga. Meski demikian, dari dulu hingga sekarang tetap wanitalah yang diharapkan untuk mengerjakan segala keperluan rumah tangga walaupun kini status wanita adalah sebagai seorang pekerja. Kehadiran asisten rumah tangga terkadang dirasa tetap kurang dapat membantu bagi sebagian wanita yang bekerja. Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati peran gandanya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya menimbulkan 4 Universitas Kristen Maranatha konflik peran dan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Konflik peran adalah suatu situasi munculnya dua atau lebih tekanan dari peran berbeda secara bersamaan, yang mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu menjadi lebih sulit karena memenuhi tuntutan peran yang lain Kahn et al., 1964 dalam Greenhaus Beutell, 1985. Konflik yang biasanya dirasakan pasangan dual-career marriage ini ialah konflik antar peran interrole conflict yang secara spesifik dikenal dengan istilah Work-Family Conflict WFC. Work-Family Conflict adalah suatu bentuk interrole conflict dimana tekanan atau tuntutan peran yang berasal dari pekerjaan dan keluarga saling mengalami ketidakcocokan, sehingga partisipasi untuk berperan dalam satu peran pekerjaan atau keluarga menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan dalam perannya yang lain keluarga atau pekerjaan Greenhaus dan Beutell, 1985. Menurut Greenhaus dan Beutell dalam Carlson, 2000 ada tiga bentuk dari work-family conflict, yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior- based conflict. Lebih lanjut menurut Gutek et al dalam Carlson, 2000 ada dua arah dari work-family conflict, yaitu Work Interfering with Family WIF, dan Family Interfering with Work FIW. Work Interfering with Family adalah konflik dari pekerjaan yang memengaruhi keluarga, sedangkan Family Interfering with Work FIW adalah konflik dari keluarga yang memengaruhi pekerjaan. Ketiga bentuk work-family conflict tersebut bila dikombinasikan dengan dua arah work-family confict maka akan menghasilkan enam dimensi work-family conflict, yaitu time- based conflict WIF, strain-based conflict WIF, behavior-based conflict WIF, time- based conflict FIW, strain-based conflict FIW, dan behavior-based conflict FIW. 5 Universitas Kristen Maranatha Pada dasarnya work-family conflict dapat terjadi baik pada pria maupun wanita. Meski demikian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa intensitas terjadinya work-family conflict pada wanita lebih besar dibandingkan pria Apperson et al, 2002. Keterlibatan dan komitmen waktu perempuan pada keluarga yang didasari tanggung jawab terhadap tugas rumah tangga, termasuk mengurus suami dan anak, membuat para wanita bekerja lebih sering mengalami konflik Simon, 1995 dalam Apperson et al, 2002. Di satu sisi perempuan harus berperan sebagai istri dan ibu rumah tangga yang harus mengurusi, memberi perhatian kepada suami, anak, dan kebutuhan rumah tangga, tetapi di sisi lainnya perempuan juga harus berperan sebagai karyawan dengan tanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugas di kantor. Tingkat konflik ini juga lebih tinggi pada wanita yang bekerja secara formal karena umumnya mereka terikat dengan aturan organisasi tentang jam kerja, penugasan, atau target penyelesaian pekerjaan. Permasalahan ini juga dirasakan oleh wanita yang bekerja di PT. Bank “X” Kota Bandung. PT. Bank “X” adalah suatu lembaga intermediasi keuangan di Indonesia yang tumbuh dengan pesat dan terkendali, serta menjadi lembaga keuangan ternama yang mampu disejajarkan dengan bank-bank terkemuka di Asia Pasifik dan telah mendapatkan berbagai penghargaan dan prestasi baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Dalam upaya mewujudkan kinerja sesuai dengan nama yang disandangnya, PT. Bank “X” berpegang pada azas profesionalisme, keterbukaan dan kehati-hatian dengan struktur permodalan yang kuat serta produk dan fasilitas perbankan terkini. Selain itu, PT. Bank “X” juga memiliki budaya perusahaan yang berpegang pada nilai-nilai kewirausahaan, etika, kerjasama, dinamis, dan komitmen. 6 Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu staff HRD, dinyatakan bahwa tingkat presensi atau kehadiran pada saat jam kerja, komitmen, profesionalisme, serta penempatan individu pada jabatan yang tepat merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan sebuah perusahaan. Dituturkan juga bahwa permasalahan yang sering terjadi di PT. Bank “X” Kota Bandung adalah masalah presensi dan masalah pencapaian target para karyawannya yang belum sesuai dengan tuntutan perusahaan. Alasan yang seringkali melatarbelakangi hal tersebut ialah keperluan keluarga dan adanya gangguan kesehatan para karyawan. Keperluan keluarga yang paling sering diungkapkan yakni terkait masalah anak, misalnya anak yang sakit. Sekitar 40 persen karyawati di PT. Bank “X” Kota Bandung seringkali meminta ijin untuk meninggalkan pekerjaannya dengan alasan anaknya sakit. Ketika anaknya sakit, karyawati terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya lebih awal untuk menjaga anaknya di rumah, karena suami mereka juga bekerja dan tidak ada pembantu di rumah. Keadaan ini membuat kinerja mereka menjadi tidak optimal. Masalah presensi dan pencapaian target ini merupakan masalah umum dan hampir terjadi pada semua divisi yang ada, namun masalah- masalah ini sangat terlihat pada bagian Card and Loans Credit Collection. Pada bagian ini, para karyawati memiliki tugas untuk melakukan monitoring atau penagihan atas kontrak konsumen yang tertunggak dan harus mencapai target individu yang sudah ditetapkan oleh perusahaan tiap bulannya. Oleh karenanya, karyawati sering kali perlu kerja lembur pada tiap akhir bulan untuk menyelesaikan segala pekerjaannya. Para karyawati bekerja pada hari Senin hingga Kamis mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Jumat mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB. Di luar jam kerja tersebut, pada setiap akhir bulan para karyawati pada bagian ini biasanya mengambil jam lembur. 7 Universitas Kristen Maranatha Mereka bekerja hingga jam 9 malam atau jam 11 malam. Bahkan di hari Sabtu dan Minggu pun mereka tetap bekerja. Hal ini jelas meyebabkan waktu untuk bertemu dengan suamianaknya semakin berkurang. Selain itu, karyawati pun harus berada di kantor selama jam kerja berlangsung. Karyawati tidak diijinkan untuk keluar dari kantor bila tidak ada alasan yang jelas atau genting. Beban kerja yang diterima karyawati juga tidak ringan. Karyawati diberikan suatu target minimum yang tidak sedikit tiap bulannya oleh perusahaan. Target tersebut ada yang perorangan dan secara tim. Karyawati harus bertanggung jawab untuk mencapai target perorangannya dan juga bertanggung jawab untuk mencapai target timnya. Selama proses penagihan, terkadang karyawati juga dihadapkan oleh masalah-masalah pribadi konsumen. Beberapa konsumen menceritakan mengenai masalah yang sedang dihadapi sehingga menuntut pengertian karyawati, bahkan ada yang hingga mendatangi karyawati ke kantor. Dalam keadaan seperti itu karyawati dituntut untuk mengerti keadaan konsumen namun karyawati juga dituntut untuk bersikap professional mengingat akan pencapaian targetnya. Survei awal dilakukan dengan metode wawancara kepada enam orang karyawati yang sudah berkeluarga pada PT. Bank “X” Kota Bandung. Berdasarkan hasil survei awal tersebut ditemukan data bahwa sebanyak 83 responden mengatakan bahwa dirinya mendapat tuntutan pekerjaan yang mengharuskannya lebih banyak menghabiskan waktu di kantor, sehingga membuatnya terpaksa harus kehilangan banyak waktu untuk bersama keluarga. Disamping itu penggunaan transportasi umum, jarak rumah dengan kantor, dan jalan yang macet ketika pulang kerja membuatnya menjadi lebih malam tiba di rumah sehingga terkadang dirinya tidak sempat untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak untuk 8 Universitas Kristen Maranatha keluarga. Mereka juga merasa kurang memberikan perhatian pada suamianaknya karena intensitas bertemu dengan suamianak hanya sebentar. Masalah ini menggambarkan bahwa waktu yang diperlukan untuk memenuhi peran karyawati pada pekerjaannya menghambat waktu yang diperlukan karyawati untuk berperan di dalam keluarganya. Selain itu, sebanyak 50 responden mengalami suatu keadaan yaitu dirinya harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan dan menyiapkan bekal untuk suami dan anaknya atau membantu menyiapkan perlengkapan sekolah anak. Terkadang mereka juga terlambat datang ke kantor karena harus mengantar anak ke sekolah atau mengantar anak ke rumah kakek-neneknya untuk dititipkan. Apabila anak sakit, karyawati ini cenderung menjadi meninggalkan pekerjaannya di kantor karena harus mengurus anak. Ini artinya ada tekanan waktu yang berasal dari peran karyawati sebagai seorang istriibu yang memengaruhi perannya sebagai seorang pekerja di kantornya. Hasil survei selanjutnya menunjukkan bahwa sebanyak 67 responden menyatakan bahwa dirinya mengalami kelelahan saat berperan di kantornya sehingga menghambat aktivitas saat berperan dalam keluarga. Energi yang dikeluarkan oleh karyawati saat bekerja di kantor membuat mereka terlalu lelah untuk menjalankan pekerjaan rumah. Misalnya sepulang dari kantor dengan jam lembur, mereka menjadi tidak sempat masak atau membereskan rumah karena merasa sangat lelah. Stres kerja yang muncul akibat adanya target yang harus dicapai juga turut mempengaruhi kondisi fisiknya ketika tiba di rumah. Tidak jarang fisik mereka pun menjadi drop. Emosi mereka pun sudah terkuras di tempat kerja karena adanya tekanan dari pekerjaan yang harus diselesaikan maupun saat berhadapan dengan para konsumencostumer. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk istirahat begitu tiba 9 Universitas Kristen Maranatha di rumah. Keadaan seperti ini menunjukkan adanya ketegangan karyawati dari perannya sebagai seorang pegawai yang mempengaruhi kinerjanya untuk berperan sebagai seorang ibu rumah tangga. Sebanyak 33 responden menyatakan bahwa dirinya mengalami ketegangan dalam menjalankan perannya di keluarga yang menghambat pemenuhan peran di pekerjaan. Tidak adanya pembantu di rumah serta kurangnya dukungan dari suami karena bekerja di luar rumah atau luar kota, membuat banyak energi mereka yang terkuras ketika menjalankan perannya di keluarga. Menitipkan anak yang masih bayibalita pada pengasuh atau kakek-neneknya juga terkadang membuat karyawati tidak tenang, terutama bila anak sedang sakit. Pada akhirnya pikiran mereka menjadi terpaku pada masalah di rumah yang menyebabkan sulitnya berkonsentrasi selama bekerja sehingga hasil pekerjaan mereka menjadi kurang optimal. Selain itu, sebanyak 17 responden merasakan adanya ketidakcocokan pola perilaku yang dikembangkan di kantor dengan pola perilaku yang diterapkan dalam peran mereka di keluarga. Cara penyelesaian masalah dan perilaku yang efektif di kantor justru tidak efektif bila diterapkan di rumah. Selebihnya responden merasa dapat mengatur sikapperilakunya selama di kantor dan di rumah. Mereka berusaha untuk bersikap profesional dan objektif apabila sedang berada di kantor dan bersikap lebih toleran bila berada di rumah. Namun sikap kekeluargaan yang ada pada dirinyanya dapat diterapkan baik di rumah maupun di kantor. Dengan sesama karyawati atau rekan kerja yang lainnya, mereka seringkali saling sharing mengenai masalah-masalah di rumah. Berdasarkan paparan tersebut, terlihat bahwa karyawati mengalami keadaan- keadaan dimana terdapat tuntutan-tuntutan dari pekerjaan yang mempengaruhi perannya di dalam keluarga. Begitu pula sebaliknya, karyawati mengalami keadaan- 10 Universitas Kristen Maranatha keadaan dimana terdapat tuntutan-tuntutan dari perannya keluarganya yang mempengaruhi perannya di pekerjaan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai work-family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga di PT. Bank “X” Kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah