Kajian hukum islam dan hukum positif terhadap kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur
KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP
KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
OLEH ANAK DI BAWAH UMUR
Oleh :
LAILI MAULIDA 105045101491
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas selain mengucap syukur, segala puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat taufik, hidayah, inayah, dan rahmat-Nya, penulisan skripsi ini dapat terlaksana. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah atas utusan yang paling utama dan mulia, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya dan juga para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Dengan selesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas atas bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak, yang telah membantu penulis dan berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan rela meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengoreksi, serta memberi motivasi kepada penulis hingga menyelesaikan skripsi ini.
(3)
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dengan sabar dan penuh keikhlasan mendidik dan memperluas wawasan penulis hingga akhir masa studi.
5. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu pengadaan buku-buku yang sangat membantu penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Abi dan Umi, Alm.H.Murai, dan Hj.Umamah yang menjadi sumber inspirasi, doa, kasih sayang, dorongan dan bantuannya (materil maupun sprituil)
7. Alm.H.Jumhari dan Hj.Maswanih juga H. Kaiman dan Hj. Maryam kakek-nenek atas doa, perhatian, kasih sayang, motivasi dan nasehatnya yang membuat penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
8. Kakak dan Abang juga Saudara yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman mahasiswa Pidana Islam angkatan 2005 yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, yang telah memberikan motivasi yang membuat penulis semangat untuk membuat dan menyelesaikan skripsi juga memberikan keceriaan dan hiburan hingga tidak terlalu jenuh dalam perkuliahan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, jualah semua ini penulis serahkan. Semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
(4)
ini mendapatkan balasan yang baik dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Demikianlah ucapan terima kasih dari penulis. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan.
Jakarta, 16 Syawal 1430 H
05 Oktober 2009 M
(5)
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 15
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 16
D. Metodologi Penelitian... 17
E. Review Pustaka ... 18
F. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II: Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika A. Gejala dan Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika... 20
B. Batas Usia Anak Dapat Dipidana ... 34
BABIII: Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyalahgunaan Narkotika A. Penyalahgunaan Narkotika Dalam Hukum Islam ... 43
(6)
BAB IV: Perbandingan Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika A. Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Dalam
Hukum Islam ... 65 B. Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Dalam
Hukum Positif... 77 C. Analisa perbandingan... 88
BAB V: Penutup
A. Kesimpulan... 96 B. Saran-Saran ... 100
(7)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ajaran agama menyatakan setiap anak yang terlahir ke dunia dalam fitrah atau suci bak kertas putih. Kemudian orang tuanya yang menjadikan anak, menjadi baik ataukah sebaliknya jahat.1
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu, anak sebagai bagian dari keluarga, merupakan buah hati, penerus dan harapan keluarga.2
Dalam salah satu pertimbangan (konsideran) undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 menyatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan.3
Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak, generasi muda ada yang disebut remaja dan dewasa.
1
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2005), Cet. Ke-1,h.1.
2
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Cet. Ke-2, h.103.
(8)
Pada masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social dan kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan yang terjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang dewasa dinilai sebagai perbuatan nakal.
Secara sepintas telah diketahui tentang generasi muda yang pada umumnya mengalami perubahan fisik dan emosinya belum stabil serta belum matang cara berpikirnya. Terutama pada masa remaja hal tersebut sangat terasa. Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah tersinggung, sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya belum stabil, terkadang mereka ingin terlepas dari aturan yang ada, mudah menerima pengaruh dari luar lingkungannya dan ingin hidup dengan gayanya sendiri. Maka tidak heran jika banyak remaja yang berbuat nakal ditempat umum seperti minum-minuman keras dipinggir jalan, mencoret-coret tembok atau bangunan, kebut-kebutan dijalan umum, mencuri, dan sebagainya.4
Kenakalan remaja merupakan suatu perbuatan yang dilakukan kaum remaja yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di masyarakat. Kenakalan remaja juga disebabkan karena pengaruh lingkungan, terutama
3 undang RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan
Undang-undang No.3Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (Trinity, 2007), Cet. Ke-1, h.1. 4
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: Djambatan, 2007), Cet. Ke-3, h. 2.
(9)
lingkungan diluar rumah. Kebanyakan remaja senang bermain diluar rumah, berkumpul dengan teman-temannya baik teman di sekitar rumah, teman satu sekolah atau teman satu kelompok. Kalau teman-temannya di lingkungan tersebut berbuat yang tidak baik, biasanya sianak terpengaruh sikapnya, tanpa menilai terlebih dahulu. Sikap yang mudah terpengaruh ini tidak terlepas dari perkembangan pribadi remaja.5
Istilah kenakalan anak pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-Undang Peradilan bagi Anak di Negara tersebut. Kenakalan anak diambil dari istilah asing
juvenile delinquency, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam pasal 489 KUHPidana. Juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda sifat-sifat yang khas pada periode remaja, sedangkan delinquency artinya doing wrong, terabaikan/mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila dan lain-lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa juvenile delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak usia muda. Hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak daripada kejahatan anak, terlalu ekstrim rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat,
5Ibid , h.2.
(10)
sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh setiap manusia harus mengalami goncangan semasa menjelang kedewasaannya.6
Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan karena tindakannya lahir dari kondisi psikologis yang tidak seimbang, disamping itu pelakunya pun tidak sadar akan apa yang seharusnya ia lakukan. Tindakannya merupakan menifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud merugikan orang lain sebagai apa yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan kejahatan (KUHPidana), yaitu menyadari akibat dari perbuatannya dan pelakunya mampu bertanggung jawab.7
Sebagai pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya dan perkembangan pembangunan pada umumnya bukan hanya orang dewasa, tetapi anak-anak terjebak melanggar norma terutama hukum. Anak-anak terjebak dalam pola konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjerumus ke tindakan kriminal, seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan, pemerkosaan, dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua yang terlalu disibukkan mengurus duniawi (materiil) sebagai upaya mengejar kekayaan, jabatan, ataupun gengsi. Dalam kondisi demikian anak sebagai buah hati sering dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku, serta pengawasan orang tua. Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian
6
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. Ke-1, h.8-10.
7 Ibid , h.11.
(11)
secara fisik, mental maupun social sering berperilaku dan bertindak asosial dan bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat.8
Masalah remaja adalah suatu masalah yang sebenarnya sangat menarik untuk dibicarakan, lebih-lebih pada akhir-akhir ini, dimana telah timbul akibat negatif yang sangat mencemaskan yang akan membawa kehancuran bagi remaja itu sendiri dan masyarakat umumnya.9
Akhir-akhir ini, peredaran dan pengkonsumsian obat-obatan terlarang, sabu-sabu dan segala macam jenisnya, menunjukan gejala yang makin tak terkendalikan. Selain karena kemasan dan teknis pengedarannya yang luar biasa rapi, juga sangat dirasakan bahwa mekanisme kontrol pribadi anak-anak muda kita makin tidak jelas lagi.10
Narkotika tidak dikenal pada masa Rasulullah Saw, walaupun demikian ia termasuk kategori khamr, bahkan narkoba lebih berbahaya dibanding dengan khamr. Istilah narkotika dalam konteks Islam, tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Dalam Al-Qur’an hanya menyebutkan istilah khamr. Tetapi karena dalam teori ilmu Ushul fiqh, bila suatu hukum belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas (analogi hukum).
8
Bambang Waluyo,Pidana dan Pemidanaan., h.3. 9
Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), Cet. Ke-2, h.9. 10
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Semarang: Pustaka Pelajar, 2004), Cet. Ke-1, h.169.
(12)
Minuman khamar menurut bahasa Al-Qur’an adalah minuman yang terbuat dari biji-bijian atau buah-buahan yang melalui proses begitu rupa sehingga dapat mencapai kadar minuman yang memabukkan.11
Minum khamar ialah segala sesuatu yang memabukkan, baik dinamakan khamr atau bukan, baik dari angur atau lainnya, baik yang membuat mabuk itu sedikit atau banyak.12
Dengan demikian, kata khamar itu berarti dari setiap sari buah anggur, jelai, kurma, madu, ataupun yang lainnya yang dapat membuat seseorang mabuk setelah meminumnya. Kata khamar boleh jadi meliputi pula setiap cairan ataupun barang yang memiliki akibat yang sama.13
Larangan meminum khamar tidak diturunkan sekaligus tetapi diturunkan secara berangsur-angsur. Hal ini disebabkan kebiasaan mengkonsumsi minuman keras dikalanan bangsa Arab sudah merajalela. Nas yang pertama turun adalah dalam surat An-Nisa ayat 43 Allah berfirman:
!"
#$% #&'()
*+
,- .
/0
!/12
%34567
18#&:!"
;
) < !"
Artinya: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan…
Setelah itu, turunlah nas kedua menjawab segala pertanyaan yang mengganjal di hati mereka dan menerangkan illat (sebab) pelarangan tersebut. Dalam surat al-Baqarah ayat 219 Allah SWT berfirman:
6= - :& >*?$@
AB
C D86E )
FGHIJ68 )
KL:
68FMN
O
PQ +F
RG F= S
1T
U $
W
WX&
)
681M18 +F
G )YS .
Z
68FM
: U
11
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. Ke-1, h. 78. 12
M.Ichsan & M.Endrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: Lab Hukum UM, 2008), Cet. Ke-1, h. 143.
13
A. Rahman I doi, Hudud dan Kewarisan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) Cet. Ke-1, h. 84.
(13)
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah,’Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya”.
Setelah semua jiwa kaum muslim saat itu sudah siap meninggalkan kebiasaan meminum-minuman keras, turunlah nas terakhir yang secara tegas melarang minuman keras. Allah SWT berfirman didalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 90-91:
[
68 -F
D8!
\
GHI N68 )
]^
_(-,`
Q !) a,`
3bDce
DZ
f
gL68
AZ !] hij)
#
=
k lDc
!O
KQ /m&6:!)
; 1!F& U:"
Anog
68 -F
1
C
1Z !] hij)
; .
6T
Q /
XJ
#$
p6 6: )
n * = )
qF
C r!
\
FGHIJ68 )
KQ sI t(
Z
C
s
u
>
AZ
$% #&'()
KL6M!O
5 v- .
; w
8Xx
Anyg
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,(berkurban untuk berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat maka tidakkah kamu berhenti?”.14
14
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wadhi, (Ensiklopedi Hukum Pidana Islam I), (penj) Ali Yafie, et all, (Bogor: Kharisma Ilmu, 2008), Cet. Ke-1, h.73-74.
(14)
Menurut Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 pada Pasal 1 narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini yang kemudian ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan.15
Masa-masa remaja usia 12-25 tahun adalah objek potensial perdagangan narkoba. Efek narkoba akan mempengaruhi fisik dan psikis remaja bersangkutan untuk tahun-tahun ke depannya. Kemampuan intelektual dan emosional telah banyak dihabiskan oleh efek negatif narkoba sehingga membuat pemakai kesulitan bersaing dengan sesame dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kebiasaan konsumtif narkoba dapat menular pada individu lainnya melalui proses pembelajaran social. Marsahal B Clinard dari WisconsinUniversity dan Robert F Meier dari Washington State Univeristy mengatakan ketergantungan drug terjadi oleh proses pembelajaran antar individu satu dengan lainnya melalui pertemanan dan komunikasi antar atau dengan pecandu drug. Menurut Finestone dalam Cats, Kicks and colour banyak individu mulai mengenal narkoba setelah diberi tahu
15Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No.5
(15)
oleh teman sesamanya atau orang yang dia kenal lainnya. Setelah menjadi pengguna maka peluang menjadi pecandu sangat besar.16
Juvenile delinquency ditentukan atas dasar umur para pelaku dan atas dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke pengadilan anak. Kebanyakan Negara mempunyai batas umur minimum dan batas umur maksimum seorang anak untuk dapat di ajukan ke muka pengadilan.17
Menurut Undang-undang No. 3 tahun1997 tentang pengadilan anak pasal 1 ayat 2 butir a dan b anak nakal adalah:
a. Anak yang melakukan tindak pidana
b. Anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.18
Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia anak ditetapkan dalam suatu batasan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Di
16
Chairil A Adjis dan Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah: Kritik Terhadap Sistem Rehabilitasi, (Jakarta: AM BOOKS, 2007), Cet. Ke-1, h.22.
17
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta: LP3ES, 1983), Cet. Ke-1, h.10.
18 undang RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan
(16)
tiap-tiap Negara tidak ada yang sama dalam hal menentukan batas usia juvenile delinquency.19
Menurut Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang pengadilan anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Namun khusus mengenai batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia ditegaskan dalam pasal 4 yaitu: (1).Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke siding anak adalah
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
(2).Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap di ajukan ke sidang pengadilan anak.20
Dalam istilah ushul fiqh, subyek hukum itu disebut mukallaf (( atau orang-orang yang dibebani hukum, atau mahkum alaih ( ) yaitu orang yang kepadanya diperlakukan hukum. Ada dua hal yang harus terpenuhi pada seseorang untuk dapat disebut mukallaf (subyek hukum), yaitu bahwa ia mengetahui tuntutan Allah itu dan bahwa ia mampu melaksanakan tuntutan tersebut.
19
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. Ke-1, h.25-26.
20Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang
(17)
Akal pada diri seseorang manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan fisiknya dan baru berlaku atasnya taklif bila akal telah mencapai tingkat yang sempurna. Perkembangan akal itu sesuatu yang tersembunyi dan tidak dapat dilihat dari luar. Karena itu perkembangan akal pada manusia dapat diketahui pada perkembangan jasmaninya. Seorang manusia akan mencapai tingkat kesempurnaan akal bila telah mencapai batas dewasa atau bulugh, kecuali bila mengalami kelainan yang menyebabkan ia terhalang atau taklif.21
Usia dewasa dalam kitab-kitab fiqh ditentukan dengan tanda-tanda yang bersifat jasmani; yaitu bagi wanita telah mulai haid atau mens dan para laki-laki dengan mimpi bersetubuh. Pembatasan berdasarkan jasmani ini didasarkan pada petunjuk al-qur’an, yaitu sampai mencapai usia perkawinan atau umur yang pada waktu itu telah mungkin melangsungkan perkawinan.
Dalam keadaan tidak terdapat atau sukar diketahui tanda yang bersifat jasmaniyah tersebut, diambil patokan umur yang dalam pembatasan ini terdapat perbedaan pendapat antara ulama fiqh. Menurut jumhur ulama, umur dewasa itu adalah 15 tahun bagi anak laki-laki dan perempuan. Menurut Abu Hanifah, umur dewasa untuk laki-laki adalah 18 tahun, sedangkan bagi perempuan adalah 17 tahun. Bila seseorang tidak mencapai umur tersebut, maka belum berlaku padanya beban hukum atau taklif.22
21
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh: Jilid I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2008), Cet. Ke-3, h.389-391.
22Ibid,
(18)
Manusia dalam batas umur tamyiz (kira-kira 7 tahun) sampai dewasa dalam hubungannya dengan hukum, sebagian tindakannya telah dikenai hukum dan sebagian lagi tidak dikenai hukum. Dalam hal ini tindakan manusia, ucapan atau perbuatannya, terbagi kepada tiga tingkat; dan setiap tingkat mempunyai akibat hukum tersendiri, yaitu:
a. Tindakan yang semata-mata mengutungkan kepadanya; umpamanya menerima pemberian (hibah) dan wasiat. Semua tindakan dalam bentuk ini, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan adalah sah ddan terlaksana tanpa memerlukan persetujuan dari walinya.
b. Tindakan yang semata-mata merugikannya atau mengurangi hak-hak yang ada padanya;umpamanya pemberian yang dilakukannya baik dalam bentuk hibah atau sadaqah, pembebasan hutang, jual beli dengan harga yang tidak pantas. Segala tindakannya, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan yang dilakukan oleh mumayyiz dalam bentuk ini tidak sah dan tidak berakibat hukum atau batal yang tidak memungkinkan untuk disetujui oleh walinya.
c. Tindakan yang mengandung keuntungan dan kerugian. Umpamanya jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, dan lainnya yang disatu pihak mengurangi haknya dan dipihak lain menambah hak yang ada padanya. Tindakan yang dilakukan dalam bentuk ini tidak batal secara mutlak tetapi dalam kesahannya tergantung kepada persetujuan yang diberikan walinya sesudah tindakan itu dilakukan.
(19)
Tindakan mumayyiz dalam hubungannya dengan ibadah adalah sah karena ia cakap dalam melakukan ibadat, tetapi ia belum dituntut secara pasti karena ia belum dewasa. Dalam masa ini orang tuanya harus mendidik dan membiasakannya untuk melakukan ibadah badaniyah. Adapun tindakan kejahatan yang dilakukannya yang merugikan orang lain, ia dituntut dan dikenai sanksi hukuman berupa ganti rugi harta dan tidak hukuman badan. Karena itu tidak berlaku padanya qishas dalam pembunuhan, dera atau rajam pada perzinaan, atau potong tangan pada pencurian. Ia hanya dapat menanggung diyat pembunuhan atau ta’zir yang dibebankan kepada hartanya atau harta orang tuanya.23
Adapun hadits bagi orang yang tidak memenuhi persyaratan ini tidak berlaku padanya tuntutan hukum atau taklif, yaitu
ی
! "ی
# $
% &ی
'($)*
+ ,
ﺏ . "$
/0 1
2 2 (ﺏ / 3* 4
5 6 ﺏ ﺏ
7#
$89 :
;ﺝ
=
Artinya: “Diangkat pembebanan hukum dari tiga jenis manusia, orang yang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh dan orang gila sampai ia sembuh”. (H.R. Bukhari, Abu Daud, Al-Tirmidzi, An-Nasai, Ibn Majah dan Al-Daruquthni dari Aisyah dan Ali bin Abi Thalib).24
Syariat menghukum peminum arak dengan jilid atau dera sebanyak 80 kali. Namun menurut pendapat Imam Syafi’i, hukumannya adalah sebanyak 40 kali deraan.
23Ibid
, h.393-394.
24Ensiklopedi Hukum Islam,
(Jakarta: PT.Ichtiar Saru Islam Hoeve, 1997), Cet. Ke-1,h.82.
(20)
Dalil hukuman bagi peminum khamr adalah dari hadist berikut:
> 9 ?1ی1@ ﺏ
A B C >(ﺱ > 9
4 : ﺝ 1 ﺱ '
E
1 ﺱ '
4 : ﺝ
E
$ (ﺏ1F
Gﺏ H
2 'I
+
/0 1 JK "*
4 2
=
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda:“ Jika seseorang mabuk, maka deralah dia, kemudian jika ia mabuk lagi, maka deralah dia, kemudian jika ia kembali lagi yang keempat kalinya, maka pukullah lehernya”. (H.R. Imam yang lima, kecuali Tirmidzi).25
Sedang dalil kadar hukuman bagi peminum khamr adalah dari ijma para sahabat setelah Ali ra. Mengqiyaskan peminum khamr dengan pendusta (qadzif) yaitu sebanyak 80 kali deraan.
Hikmah hukuman bagi peminum khamr antara lain adalah untuk mengingatkan manusia akan pentingnya kesehatan badan dan akal fikiran. Oleh karena itu layak jika peminum khamr dihukum dengan dera sebanyak 80 atau 40 kali supaya ia jera. Ini karena hukuman dera yang menyakitkan itu akan mengingatkannya agar tidak melakukan jarimah yang memberinya kenikmatan sesaat namun merugikannya untuk jangka masa yang lama ini.26
Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang telah mencapai usia dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan mengetahui kalau benda yang dikonsumsinya itu memabukkan.
25
Muamal Hamidy,et all, Terjemah Nailul Authar: Himpunan Hadits-Hadits Hukum Jilid 6, (Surabaya: Bina Ilmu, 2001), Cet. Ke-3, h. 2658.
26
Muchammad Ichsan dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif,
(21)
Mengenai penyalahgunaan minuman memabukan telah diatur dalam undang-undang No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Didalam undang-undang dimaksud, menjatuhkan sanksi lebih berat yang memproduksi dan pengedar narkotika yang disalahgunakan, ketimbang pengguna (pemakai).
Dalam hal ini, ada sesuatu yang cukup istimewa dalam undang-undang narkotika, yaitu menuntut tanggung jawab orangtua dan/atau wali jika pecandu itu belum cukup umur.27 Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang narkotika no.22 tahun 1997 pasal 46 ayat (1) yaitu:
1). Orangtua/ wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.28
Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk
membahas tentang ”KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
TERHADAP KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK DIBAWAH UMUR”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.Pembatasan Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah pada judul skripsi “Kajian Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Oleh
27
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. Ke-7, h.101-103.
28Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No.5
(22)
Anak Dibawah Umur” sangatlah luas. Hukum positif yang dimaksud ini adalah hukum yang berlaku di Indonesia. Maka perlu kiranya skripsi ini dibatasi agar dalam pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka dalam penulisan skripsi ini penulis ingin membatasi masalah yang akan dibahas oleh penulis sebagai berikut:
1. Penyebab anak melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika 2. Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang penyalahgunaan
narkotika
3. Sanksi bagi anak yang menyalahgunakan narkotika menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
2. Perumusan Masalah
Setelah membatasi permasalahan pada hal-hal tersebut diatas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika?
2. Bagaimana menurut pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang penyalahgunaan narkotika?
3. Bagaimana bentuk sanksi yang diberikan atas penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
(23)
a.Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur.
b.Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
c.Untuk mengetahui bentuk sanksi hukum pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur dalam pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif.
2. Manfaat Penelitian a. Secara Akademis
Sebagai suatu sarana untuk menambah ilmu pengetahuan tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur menurut hukum, khususnya Hukum Islam.
b. Secara Praktis
Manfaat secara praktis untuk penulis, pembaca, serta masyarakat adalah untuk membangun kesadaran kehidupan disekeliling, bahwasanya masih banyak anak-anak yang memerlukan kasih dan sayang serta perlindungan keluarga dan masyarakat disekelilingnya. Serta menjadi masukkan atau pertimbangan bagi pihak penegak hukum dalam memberikan sanksi hukum bagi pelaku penyalahgunaan narkotika dengan pelakunya adalah anak dibawah umur. D. Metode Penelitian
(24)
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang memuat deskripsi tentang masalah yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Penelitian normatif yang penulis maksud adalah penelaahan terhadap hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data jenis kualitatif yakni berupa ungkapan, norma, atau aturan-aturan dari fenomena yang akan diteliti, oleh karena itu penulis berupaya mengupas dan mencermati suatu secara ilmiah dan kualitatif.
3. Teknik Analisis Data
Adapun cara yang digunakan penulis dalam menganalisa datanya, adalah teknik content analisys yaitu pengolahan data dengan menganalisa materi sesuai dengan pembahasan. Dalam hal ini masalah pokoknya adalah penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur.
Mengenai teknik penulisan, penulis menggunakan buku “Pedoman skripsi, tesis dan disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press 2007.
E. Review Pustaka
Dari beberapa skripsi dan literature buku yang ada diperpustakaan syariah dan perpustakaan utama, penulis akan mengambilnya untuk menjadikan sebuah perbandingan mengenai kajian Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Kasus
(25)
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur.
Pada pembahasan sebelumnya dari pelacakan karya ilmiah mahasiswa (skripsi) difakultas syariah dan perpustakaan utama terdapat skripsi yang berjudul Penyalahgunaan Narkoba Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam yang ditulis oleh Yanuar Mujawad, menjelaskan tentang gambaran umum narkoba, narkoba menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, dan upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
Dan skripsi yang ditulis oleh Fahrul Roji yang berjudul Sanksi Pidana Bagi Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Di Tinjau Dari Hukum Pidana Positif Dan Hukum Islam, menjelaskan tentang tinjauan umum tindak pidana dan sanksi pidana anak menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, analisis perbandingan sanksi pidana anak menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif.
Adapun judul skripsi lain yang ditulis oleh Robiatul Adawiyah yang berjudul Sanksi Penyalahgunaan Psikotropika Oleh Anak-anak (tinjauan UU No.5 Tahun 1997 dan Hukum Islam) yang menguraikan tentang pengertian umum penyalahgunaan psikotropika dan hak-hak anak, penjelasan umum tentang penyalahgunaan psikotropika dan sanksi penyalahgunaan psikotropika oleh anak-anak.
Dari berbagai karya tulis diatas, pnulis melihat masih adanya kekurangan sehingga dapat menjadi bahan penelitian dalam skripsi ini. Kekurangan tersebut adalah tidak adanya pemabahasan mengenai “Kajian Hukum Islam Dan Hukum
(26)
Positif Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak Dibawah Umur”. Hal inilah yang menjadi alasan penulis untuk meneliti lebih jauh.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab masing-masing bab mempunyai sub-sub bab. Secara sistematis bab-bab tersebut terdiri dari:
Bab I :Merupakan pendahuluan yang membahas materi yang terdapat pada latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian,review pustaka dan sistematika penulisan.
Bab II :Membahas mengenai penyebab anak melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan batas usia anak dapat dipidana. Bab III :Menjelaskan pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang
penyalahgunaan narkotika.
Bab IV :Menguraikan tentang sanksi hukum bagi penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.
Bab V :Merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang dapat disampaikan.
(27)
BAB II
PENYEBAB ANAK MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
A. Gejala dan Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Gejala kenakalan anak akan terungkap apabila kita meneliti bagaimana ciri-ciri khas atau umum yang amat menonjol pada tingkah laku dari anak-anak puber, antara lain:
1.Rasa harga diri yang semakin menguat dan gengsi yang terlalu besar serta kebutuhan untuk memamerkan diri, sementara lingkungan masyarakat dewasa ini sedang demam materiil dimana orang mendewa-dewakan kehidupan lux atau kemewahan, sehingga anak-anak muda usia yang emosi dan mentalnya yang belum matang serta dalam situasi labil, maka dengan mudah ia ikut terjangkit nafsu serakah dunia materiil.
2.Energi yang berlimpah-limpah memanifestasikan diri dalam bentuk keberanian yang condong melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri, misalnya kesukaan anak muda untuk kebut-kebutan dijalan raya.
3.Senang mencari perhatian dengan jalan menonjolkan diri, misalnya mabuk-mabukan minuman keras.29
29
Wagiati soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. Ke-1, h.14-15.
(28)
4.Sikap hidupnya bercorak a-sosial dan keluar dari pada dunia objektif kearah dunia subyektif, sehingga ia tidak lagi suka pada kegunaan-kegunaan teknis yang sifatnya fragmatis, melainkan lebih suka bergerombol dengan teman sebaya. 5.Pencarian suatu identitas kedewasaan cenderung melepaskan diri dari identitas maupun identifikasi lama dan mencari aku “ideal” sebagai identitas baru serta substitusi identifikasi yang lama.
Fase-fase remaja dan adolescent adalah suatu proses transisi dimana tingkah laku anti sosial yang potensial disertai banyak pergolakan hati dan kekisruhan hati membuat anak remaja/adolescent kehilangan kontrol, kendali emosi yang meletup menjadi boomerang baginya. Apabila dibiarkan tanpa adanya pembinaan dan pengawasan yang tepat, cepat serta terpadu oleh semua pihak, maka gejala kenakalan anak ini akan menjadi tindakan-tindakan yang mengarah kepada tindakan yang bersifat kriminalitas.30
Sebab-sebab timbulnya kenakalan anak atau faktor-faktor yang mendorong anak melakukan kenakalan atau dapat juga dikatakan latar belakang dilakukannya perbuatan itu. Dengan perkataan lain, perlu diketahui motifasinya.
Motifasi diartikan sebagai usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok tertentu tergerak untuk melakukan suatu perbuatan karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasaan dengan perbuatannya.
30Ibid,
(29)
Bentuk dari motifasi ada dua macam, yaitu: motifasi intrinsik dan ekstrinsik. Motifasi intrinsik adalah dorongan atau keinginan pada diri seorang yang tidak perlu disertai perangsang dari luar,sedangkan motifasi ekstrinsik adalah dorongan yang datang dari luar diri seseorang.
Menurut pendapat Romli Atmasasmita (1983:46) mengenai motivasi intrinsik dan ektrinsik dari kenakalan anak:
1. Yang termasuk motivasi intrinsik pada kenakalan anak adalah: a. Faktor intelegentia:
b. Faktor usia; c. Faktor kelamin;
d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga. 2. Yang termasuk motivasi ektrinsik adalah:
a. Faktor rumah tangga;
b. Faktor pendidikan dan sekolah; c. Faktor pergaulan anak;
d. Faktor mass media.31
Menurut teori/aliran Antropologis yang mengatakan bahwa sebab orang melakukan kejahatan adalah tergantung pada orang atau individunya. Bahwa seseorang itu sudah mempunyai tipe-tipe tertentu sebagai penjahat. Jadi orang melakukan kejahatan memang sudah ada dari dalam pribadinya sendiri sebagai seorang yang jahat. Teori/aliran Sosiologis mengatakan bahwa sebab orang melakukan kejahatan itu karena dipengaruhi atau ditentukan oleh lingkungan
31Ibid , h.16.
(30)
alam maupun lingkungan masyarakat. Dari kedua teori tersebut maka muncullah teori yang ketiga yang merupakan gabungan atau kombinasi dari keduanya, yaitu teori/aliran Bio-sosiologis. Aliran ini mengatakan bahwa sebab orang melakukan kejahatan karena faktor individu orang yang bersangkutan ditambah dengan adanya pengaruh lingkungan. Bahwa semua perbuatan manusia adalah unsur-unsur individu ditambah lingkungan.32
Pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya dan perkembangan pembangunan umumnya bukan hanya orang dewasa tetapi anak-anak juga terjebak melanggar norma terutama norma hukum. Anak-anak terjebak dalam pola konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjerumus ketindakan kriminal, seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan, pemerkosaan dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua yang disibukkan mengurus pemenuhan duniawi (materil) sebagai upaya mengejar kekayaan, jabatan, ataupun gengsi. Dalam kondisi demikian anak sebagai buah hati sering dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku, serta pengawasan orang tua.33
32
M.Hamdan, Politik Hukum Pidana, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1997), Cet. Ke-1, h.44-45.
33
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Cet. Ke-2, h.3.
(31)
Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian secara fisik, mental maupun sosial sering berperilaku dan bertindak asosial bahkan anti sosial yang merugikan dirinya, keluarga dan masyarakat.34
Problema remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Masalah penting yang dihadapi anak-anak kita yang menginjak usia remaja cukup banyak. Problema tersebut ada yang mudah dan dapat dipecahkan sendiri, akan tetapi adakalanya masalah yang timbul sulit dipecahkannya, dalam hal ini memerlukan bantuan para pendidik dan orang tua agar tercapai kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat.
Secara garis besar, masalah yang dihadapi oleh kaum remaja sebagai berikut:
1).Masalah yang menyangkut jasmani 2).Masalah hubungan dengan orang tua 3).Masalah agama
4).Masalah hari depan 5).Masalah sosial 6).Masalah akhlak35
34Ibid , h.3. 35
Panut Panuju & Ida Utami, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), Cet. Ke-1,h. 142.
(32)
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembanguan yang cepat, arus globalisasi dibiang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.36
Sebab-sebab kenakalan anak (juvenile delinquency) yaitu:
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pribadi dan keadaan sekelilingnya yaitu:
a. Rumah tangga/keluarga yang retak (broken home)
b. Ditelantarkan oleh orangtua (material, kasih sayang, acuh tak acuh) c. Kekurangan-kekurangan psikologis
d. Pergaulan/teman yang tidak baik. 2. Faktor-faktor structural terdapat pada:
a.system ekonomi dan pendidikan serta structur kesempatan untuk memperolehnya disuatu Negara,
b.dalam proses perubahan sosial sebagai akibat kemajuan industri, urbanisasi dan teknik.
36
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarata: Djambatan, 2007), Cet. Ke-3 , h.12.
(33)
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan prosedur penentuan dan perlakuan tindakan kenakalan anak:
a.pilihan undang-undang/peraturan b.over acting petugas kepolisian
c.perlakuan dalam lembaga-lembaga pendidikan atau institutional treatment.37 Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah tersinggung, sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya belum stabil, terkadang mereka ingin lepas dar aturan yang ada, mudah menerima pengaruh dari luar lingkungannya dan ingin hidup dengan gaya mereka sendiri. Maka tidak heran jika banyak remaja yang berbuat nakal ditempat umum seperti minum-minuman keras dipinggir jalan, mencoret-coret tembok atau bangunan, kebut-kebutan dijalan umum, mencuri dan sebagainya.
Remaja melakukan kenakalan timbul Karena dari segi pribadinya mengalami perkembangan fisik dan perkembangan jiwa. Emosinya belum stabil, mudah tersinggung dan peka terhadap kritikan, sehingga mempengaruhi dirinya untuk bertindak yang kadang-kadang tidak umum dan diluar aturan yang berlaku dimasyarakat.
Kenakalan remaja juga disebabkan Karena pengaruh lingkungan diluar rumah. Kebanyakan remaja senang bermain diluar rumah, berkumpul dengan teman-temannya baik teman disekitar rumah, teman satu sekolah atau teman satu
37
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta: LP3ES, 1983), Cet. Ke-1, h. 11-12
(34)
kelompok. Kalau teman-temannya dilingkungan tersebut berbuat tidak baik, biasanya sianak terpengaruh sikapnya, tanpa menilai terlebih dahulu. Sikap yang mudah terpengaruh ini tidak terlepas dari perkembangan pribadi remaja.38
Diseluruh dunia mengalami kenaikan juvenile delinquency. Sebab-sebab utama berakar dalam perubahan sosial. Kemajuan industri menyebabkan banyak orang tinggal di kota luar (suburb) yang menyebabkan orangtua lebih lama lagi terpisah dari anak-anak. Orangtua yang sering meninggalkan rumah menyebabkan ketegangan-ketegangan dirumah. Apabila terdapat kekurangan identifikasi antara orangtua dan anak, mereka akan hidup didalam dunianya masing-masing dengan hampir tidak ada persamaan satu sama lain. Dengan demikian kehidupan keluarga menjadi tempat orangtua dan anak-anak hidup tanpa tujuan fundamental yang sama, yang sangat penting bagi sense of belonging seorang anak.
Terlalu banyak peraturan/larangan akan menambah delinquency. Ada kemungkinan apabila terlalu banyak perbuatan yang dianggap sebagai tindakan delinquent dan anak-anak tersebut juga dianggap dan diperlakukan sebagai delinquent, anak akan menjadi lebih delinquent lagi. Kemungkinan itu diperbesar apabila para remaja yang nakal diisolasi dari masyarakat dan diperlakukan dalam satu lembaga.39
Permasalahan khusus yang dihadapi oleh orang tua ketika anak remajanya terlibat dalam minuman keras, penyalahgunaan obat, seks, terlibat kenakalan,
38
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak., h.2-4. 39
(35)
berbuat kekerasan dan pelanggaran. Seluruh perilaku mereka dapat dikelompokkan ke dalam empat macam tujuan, yaitu menarik perhatian kepada orang lain, kekuasaan, balas dendam, atau pengunduran diri. Dikalangan remaja, mendapatkan kekuasaan dan balas dendam bertujuan untuk mendominasi sebagai pengganti perilaku yang bertujuan mencari perhatian yang merupakan cirri khas perilaku anak berusia lebih muda. Dreikurs (1968:29) berpendapat “perang orang tua dan anak-anaknya untuk mendapatkan kekuasaan dan dominant dapat mencapai suatu titik dimana orang tua mencoba menggunakan selruh cara yang dapat diperoleh untuk menundukkan anak-anaknya. Sikap saling bermusuhan menjadi begitu hebat sehingga masing-masing pihak hanya mempunyai satu keinginan, yaitu balas dendam atas perasaannya yang disakiti.40
Kenakalan saat ini merupakan permasalahan besar dibanyak Negara. Penyebab utama timbulnya perilaku yang sulit itu terletak pada kesalahan-kesalahan yang diperbuat orang tua selama periode usia pembentukkan. Seluruh kegagalan dikalangan remaja membuktikan bahwa, dimasa kanak-kanak, mereka tidak dapat menyesuaikan dirinya dan bekerja sama dalam kehidupan keluarganya. Bila orang tua menggunakan teknik-teknik mendorong keberanian berbuat, menerapkan konsekuensi-konsekuensi, dan pertemuan-pertemuan keluarga, disamping membina hubungan yang berdasarkan persamaan dan saling menghargai; para remaja sama sekali tidak tercekam ketakutan, jawabannya
40
Maurice Balson, Bagaimana Menjadi Orang Tua Yang Baik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-2, h.143.
(36)
terhadap kenakalan remaja, alkoholisme, penyalahgunaan obat dan sebagainya adalah pencegahan. Manaster dan Corsini (1982:96) menyatakan: “setiap kenakalan dimulai dari rumah. Anak-anak hanya berbuat menyerang orang lain jika terlatih untuk bersikap menyerang orang lain jika sudah terlatih menyerang didalam keluarganya. Orang tua yang bertindak kasar atau tak ambil peduli, diluar sadarnya, telah menjadikan remaja nakal melalui metode yang salah arah. Bersikap sebagai orang tua baik adalah jalan pemecahan yang utama yang kita anjurkan untuk melawan kenakalan remaja.
Dalam mengasuh remaja, orang tua membuat dua macam kesalahan khas. Salah satunya adalah menganggap masa remaja sebagai sebuah jembatan semua orang melewatinya dan perilaku buruk mereka merupakan gejala yang akan segera lenyap bila mereka telah lebih dewasa. Pendekatan yang permisif ini sama saja dengan menganggap badai sebagai angin semilir.41
Kesalahan kedua ialah menganggap kebebasan remaja yang makin besar sebagai ancaman harus diselesaikan melalui pengendalian dan dominasi yang makin ketat. Sasaran ini sekaligus memperlihatkan bahwa mereka orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Segala bentuk penyimpangan dalam perilaku nakal seperti disebutkan diatas harus ditangani secara cepat dengan kekuasaan orang tua.
Jika orang tua berusaha memaksakan anak-anak remajanya agar berbuat dengan cara tertentu, kaum remaja akan memberikan reaksi dalam dua pilihan
(37)
cara. Mereka merasa tidak didorong untuk berbuat sesuatu dengan alasan mereka tidak mampu mengatasi problem kehidupan atau sebaliknya mereka melakukan pemberontakan/tidak mau menerima saran-saran orang tuanya. Emnggunakan pendekatan yang keras mungkin akan berhasil dalam mengasuh ana-anak remaja usia pra-remaja. Ketika anak meningkat remaja, mereka menyadari kekuatan mereka untuk menentang kerja sama dengan orang tua. Unjuk kekuatan itu ditampakan dalam wujud merokok, sekolah seenaknya, memilih teman, masalah seksual dan alkohol, menonton TV dan kegiatan waktu senggang misalnya. Peningkatan usaha orang tua untuk mengendalikan remaja mereka melalui cara-cara yang keras hanya akan mengundang timbulnya daya menentang dan pembangkangan dari kaum remaja.42
Akhir-akhir ini, peredaran dan pengkonsumsian obat-obatan terlarang, sabu-sabu dan segala macam jenisnya, menunjukan gejala yang makin tak terkendalikan. Selain karena kemasan dan teknis pengedarannya yang luar biasa rapi, juga sangat dirasakan bahwa mekanisme control pribadi anak-anak muda kita makin tidak jelas lagi.43
Masa-masa remaja usia 12-25 tahun adalah obyek potensial perdagangan narkoba. Efek narkoba akan mempengaruhi fisik dan psikis remaja bersangkutan untuk tahun-tahun ke depannya. Kemampuan intelektual dan emosional telah
41Ibid
, h. 144-145. 42
Ibid, h. 146. 43
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual Dari Normatif Ke Pemaknaan Sosial, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2004), Cet. Ke-1, h.169.
(38)
banyak dihabiskan oleh efek negatif narkoba sehingga membuat pemakai kesulitan bersaing dengan sesama dalam menjalani aktifitas sehari-hari. Kebiasaan konsumtif narkoba dapat menular pada individu lainya melalui proses pembelajaran sosial. Marshal B Clinard dari Wisconsin University dan Robert F Meier dari Washington State University mengatakan ketergantungan drug terjadi oleh proses pembelajaran antar individu satu dengan lainnya melalui pertemanan dan komunikasi antar atau dengan pecandu drug. Menurut Finestone dalam Cats, Kicks and Colour banyak individu mulai mengenal narkoba setelah diberi tahu oleh teman sesamanya atau orang yang dia kenal lainnya. Setelah menjadi pengguna maka peluang menjadi pecandu sangat besar.44
Disadari atau tidak dampak kejahatan (street crime) yang sering muncul belakangan ini merupakan dampak dari maraknya pemakaian narkoba dikalangan pemuda dan pemakai lainnya dari berbagai kalangan. Pemakaian narkoba memberi stimulus besar bagi terjadinya perilaku penyimpangan sosial. Menurut penuturan Kapolres Sorong akibat berbagai masalah yang ditimbulkan oleh para pemuda yang rata-rata dalam kondisi mabuk kemudian baru berani melakukan aksi kejahatan. Sejumlah anak muda yang masuk kategori pemabuk berat telah banyak melakukan aksi kejahatan, seperti memperkosa anak dibawah umur. Aksi mereka tidak hanya dilakukan ditempat sepi melainkan dilakukan diperumahan-perumahan ramai. Umumnya mereka berani melakukan kejahatan dalam kondisi
44
Chairil A Adjis dan Dudi Akasyah, Kirminologi Syariah: Kritik Terhadap Sistem Rehabilitasi, (Jakarta: AM BOOKS, 2007), Cet. Ke-1, h. 22.
(39)
mabuk berat sebab pelaku mengakui bahwa hanya dengan cara itulah keberanian mereka muncul sehingga terhindar dari perasaan takut.45
Banyak penelitian menegaskan kaitan serupa antara pemakai narkoba dengan perilaku penyimpangan sosial (social deviance). Penelitian dilakukan Marvin Dawskin dalam Drug Use And Violent Crime Among Adolescent, hasilnya menunjukan bahwa pelaku kriminal (criminal offenders) umumnya memiliki pengalaman intensif berhubungan dengan narkoba, ia berguna meningkatkan kenekatan dalam melakukan aksi. Selain itu, ketergantungan narkoba (depedensi) yang menghinggapi pemakai non kriminal dapat melahirkan kriminal-kriminal baru yang potensial.46
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini penyalahgunaan narkotika sebagian dilakukan oleh kaum remaja. Khusus di Indonesia keadaan ini kerap kali melanda anak-anak remaja di kota-kota besar. Jika ditelusuri secara cermat memang sulit untuk mencari korelasi timbulnya kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak remaja dengan kondisi-kondisi tertentu. Kesulitan ini sedikit dapat diatasi dengan diskripsi dari hasil penelitian secara psiciatrik, Soedjono D,S.H., menjelaskan dalam sebuah penelitian ilmiah, seorang psikiater Dr.Graham Blaine antara lain mengemukakan bahwa biasanya seorang remaja mempergunakan narkotika dengan beberapa sebab, yaitu:
45Ibid
., h. 34-35. 46
(40)
1).Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita dan lain-lain.
2).Untuk menunjukan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua atau guru atau norma-norma sosial.
3).Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks.
4).Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional.
5).Untuk mencari dan menemukan arti hidup.
6).Untuk mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan.
7).Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepatan hidu.
8).Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan solidaritas. 9).Hanya iseng-iseng atau didorong rasa ingin tahu.47
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan perangsang yang sejenis oleh kaum remaja erat kaitannya dengan beberapa hal yang menyangkut sebab, motivasi, dan akibat yang ingin dicapai. Secara sosiologis, penyalahgunaan narkotika oleh kaum remaja merupakan perbuatan yang disadari berdasarkan pengetahuan/pengalaman sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari proses interaksi sosial. Secara subyektif individual,penyalahgunaan narkotika oleh kaum remaja sebagai salah satu kaselerasi upaya individual/subyek agar dapat mengungkap dan menangkap kepuasan yang belum pernah dirasakan dalam
47
Sudarsono, Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi Dan Resosiliasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), Cet. Ke-3, h. 66-67.
(41)
kehidupan keluarga yang hakikatnya menjadi kebutuhan primer dan fundamental bagi setiap individu, terutama bagi anak remaja yang sedang tmbu dan berkembang dalam segala aspek kehidupannya. Secara obeyktif penyalahgunaan narkotika merupakan visualisasi dari proses isolasi yang pasti membebani fisik dan mental sehingga dapat menghambat pertumbuhan yang sehat.
Secara universal penyalahgunaan narkotika dan zat-zat lain yang sejenisnya merupakan perbuatan distruktif dengan efek-efek negatifnya. Menurut Sudarsono seorang yang menderita ketagihan atau ketergantungan pada narkotika akan merugikan dirinya sendiri, juga merusak kehidupan masyarakat. Sebab secara sosiologis, mereka menganggu masyarakat dengan perbuatan-perbuatan kekerasan, acuh tak acuh, gangguan lalu lintas, beberapa keabnormalan lain dan kriminalitas. Bahaya penyalahgunaan narkotika sendiri. Sedangkan yang terjadi pada masyarakat terutama pemakai sendiri. Sedangkan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, penyalahgunaan narkotika tidak hanya terbatas dikalangan orang tua dan usia dewasa. Dalam kenyataannya kaum remaja juga sudah banyak terseret dalam dunia distruktif yakni penyalahgunaan narkotika.48
Menurut Hadiman faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba adalah:
1. Keingin tahuan yang besar tanpa sadar akibatnya. 2. Keinginan untuk mencoba karena penasaran. 3. Keinginan untuk bersenang-senang just for fun.
(42)
4. Keinginan untuk mengikuti tren atau gaya (fashionable). 5. Keinginan untuk diterima ole lingkungannya.
6. Lari dari kebosanan atau kegetiran hidup.49
7. Pengertian yang salah bahwa penggunaan yang sekali-kali tidak menimbulkan ketagihan.
8. Semakin mudah untuk mendapat narkoba dimana-mana dengan harga relative murah (available).
9. Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga tidak mampu menolak narkoba secara tegas.50
Ada bermacam-macam alasan mengapa remaja banyak yang terjermus dalam penggunaan narkotika. Tetapi sebagian kaum remaja tidak tahu bahwa barang yang dikonsumsi itu adalah narkotika.
Menurut Drs. Sunarno, dari berbagai macam-macam alasan pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.Alasan internal dalam dirinya; 1).Ingin tahu
2).Ingin dianggap hebat 3).Rasa setia kawan
4). Rasa frustasi, kecewa, dan kesal
48Ibid , h.68. 49
Hadiman, Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua Dan Aparat Dalam
Penanggulangan Dan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BERSAMA, 2005), Cet. Ke-1, h.10 50Ibid
(43)
B. Alasan Keluarga;
C. Alasan Pengaruh Orang Luar; 1).Tipu daya
2). Bujuk Rayu 3. Paksaan.51
B. Batas Usia Anak Dapat Dipidana
Hukum Islam dipandang sebagai hukum pertama di dunia yang membedakan secara sempurna antara anak kecil dan orang dewasa dari segi tanggung jawab pidana.hukum Islam juga merupakan hukum pertama yang meletakkan tanggung jawab anak-anak tidak berubah dan berevolusi sejak dikeluarkannya. Ironisnya, meski telah dikeluarkan sejak empat belas abad yang lalu, hukuman ini dianggap sebagai hukum terbaru dalam hal pertanggung jawaban anak kecil (belum dewasa) pada masa sekarang ini.
Tanggung jawab pidana dalam hukum Islam terdiri atas dua unsur utama: a). kekuatan (berpikir) idhrak dan b). pilihan (ikhtiar). Karena itu, hukum bagi anak kecil berbeda seiring dengan perbedaan fase-fase yang dilaluinya oleh manusia semenjak lahirnya sampai pada waktu sempurnanya kekuatan akal (idhrak) dan pilihan (ikhtiar) yang lemah kemudian kedua-duanya sedikit demi
51
Sunarmo, Narkoba: Bahaya Dan Upaya Pencegahannya, (Semarang: Bengawan Ilmu, 2007), Cet. Ke-1, h. 48.
(44)
sedikit mulai terbentuk hingga akhirnya manusia dapat memahami batas waktu tertentu hingga akhirnya pertumbuhan akalnya menjadi sempurna.52
Atas dasar adanya tahapan-tahapan dalam bentuk idrak (kekuatan berpikir) ini, dibuatlah kaidah tanggung jawab pidana. Ketika kekuatan berpikir tidak ada pada diri manusia, tanggung jawab pidana juga tidak ada. Ketika kekuatan berpikirnya lemah, yang dijatuhkan padanya bukan tanggung jawab pidana, melainkan hukuman mendidik. Ketika kekuatan berpikirnya sempurna, manusia barulah mempunyai tanggung jawab pidana.
Fase-fase yang dilalui manusia dari sejak lahir sampai usia dewasa terdiri atas tiga fase (periode) berikut:
1. Fase pertama: fase tidak adanya (kemampuan berpikir) idhrak
Pada fase ini, seorang anak dianggap tidak mempunyai kekuatan berpikir. Ia pun disebut anak yang belum mumayiz. Pada realitasnya, tamyiz tidak terbatas pada usia tertentu karena kemampuan berpikir dapat timbul sebelum usia tujuh tahun dan kadang-kadang sesudahnya. Ini dipengaruhi oleh perbedaan orang, lingkungan, keadaan, kesehatan dan mentalnya.53
Anak dianggap belum mumayiz jika usianya belum sampai tujuh tahun meskipun ada anak dibawah usia tujuh tahun lebih cepat untuk dapat membedakan yang baik dan buruk (tamyiz) daripada anak lain seusianya. Ini
52
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wadhi, (Ensiklopedi Hukum Pidana Islam II), (Penj) Ali Yafie, et all, (Bogor: Kharisma Ilmu, 2008), Cet. Ke-1, h.255.
53Ibid
(45)
karena hukum didasari atas kebanyakan orang, bukan atas perseorangan. Hukum pada kebanyakan orang menegaskan bahwa tamyiz belum dianggap ada pada diri seorang anak sebelum berusia tujuh tahun. Karenanya, apabila anak kecil melakukan tindak pidana apapun sebelum berusia tujuh tahun, ia tidak dihukum, baik pidana maupun hukuman ta’dibiy (hukuman untuk mendidik). Anak kecil tidak dijatuhi hukuman hudud, kisas, dan takzi apabila ia melakukan tindak pidana hudud dan tindak pidana kisas (misalnya membunuh atau melukai).
Walaupun demikian, adanya pengampunan tanggung jawab pidana terhadap anak kecil bukan berarti membebaskannya dari tanggung jawab perdata atas semua tindak pidana yang dilakukannya. Ia bertanggung jawab untuk mengganti semua kerusakan harta dan jiwa orang lain. Tanggung jawab perdata tidak dapat hilang, sebab menurut kaidah asal hukum Islam, darah dan harta benda itu maksum (tidak dihalalkan/mendapat jaminan keamanan) dan juga uzur-uzur syar’I tidak menafikan kemaksuman. Ini berarti uzur-uzur-uzur-uzur syar’i tidak menghapuskan dan menggugurkan ganti rugi meski hukumannya digugurkan. 2. Fase kedua, kemampuan berpikir lemah
Fase ini dimulai sejak sianak menginjak usia tujuh tahun sampai ia mencapai usia baligh. Mayoritas fuqaha membatasinya pada usia lima belas tahun. Apabila seorang anak telah menginjak usia tersebut, ia dianggap telah dewasa secara hukum meskipun dia belum dewasa dalam arti yang sebenarnya.54
54Ibid
(46)
Dalam fase ini, anak kecil yang telah mumayiz tidak bertanggung jawab secara tindak pidana atas tindak pidana yang dilakukannya. Dia tidak dijatuhi hukuman hudud bila ia mencuri atau berzina, misalnya. Dia jugatidak dihukum kisas bila membunuh atau melukai, tetapi dikenai tanggung jawab ta’dibi, yaitu hukuman yang bersifat mendidik atas pidana yang dilakukannya. Meskipun pada dasarnya hukuman ta’dibi adalah hukuman atas tindak pidana, ia merupakan hukuman ta’dibi (untuk mendidik), bukan hukuman pidana. Akibat menganggap hukuman itu untuk mendidik (ta’dibi), sianak tidak dapat dianggap sebagai residivis (pengulang kejahatan) meski hukuman untuk mendidik telah dijatuhkan kepadanya. Sianak juga tidak boleh dijatuhi hukuman takzir kecuali hukuman yang dianggap untuk mendidik seperti pencelaan dan pemukulan.
3. Fase ketiga: kekuatan berpikir penuh (sempurna)
Fase ini dimulai sejak sianak menginjak usia kecerdasan (dewasa), yaitut kala menginjak usia lima belas tahun, menurut pendapat mayoritas fukaha, atau berusia delapan tahun, menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat yang popular dalam mazhab Maliki. Pada fase ini, seseorang dikenai tanggung jawab pidana atas tindak pidana yang dilakukannya apapun jenisnya. Dia dijatuhi hukuman hudud apabila dia berzina atau mencuri dan dikisas apabila dia membunuh atau melukai, demikian pula dijatuhi hukuam takzi apabila melakukan tindak pidana takzir.55
55Ibid
(47)
Pada galibnya hukum-hukum positif sama pendiriannya dengan syariat Islam yaitu: mengadakan perbedaan pertanggung jawaban pidana menurut perbedaan umur anak-anak dibawah umur.56
Pada hukum positif juga anak-anak dibawah umur dikenakan pertanggung jawaban perdata, baik dijatuhi hukuman pidana atau tidak karena tidak ada perlawanan antara dibebaskannya dari hukuman karena belum mencapai usia tertentu, dengan diharuskan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya.
Menurut KUHP Indonesia (pasal 45) apabila seorang anak dibawah umur kurang dari 16 tahun umurnya, ketika melakukan jarimah, maka hakim bisa menetapkan salah satu dari tiga hal, yaitu mengembalikan kepada orang tua atau walinya tanpa dijatuhi hukuman atau diserahkan kepada pemerintah untuk dididik tanpa dijatuhi hukuman atau dijatuhi hukuman.
Hukuman yang dijatuhkan ialah hukuman pokok maksimal bagi jarimah tersebut dengan dikurangi sepertiganya. Jika jarimah tersebut diancam dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka diganti dengan human penjara selama-lamanya 15 tahun(pasal 47).57
Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia anak ditetapkan dalam suatu batasan umur tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dan
56
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005) h. 271-272.
(48)
dalam Burjelijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Pembentuk undang-undang mempunyai ketegasan tentang usia berapa seseorang diartikan sebagai anak dibawah umur sehingga berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan perlakuan yang khusus bagi kepentingan psikologi anak. Namun lain halnya menurut Hukum Islam, dimana batasan ini tidak berdasarkan atas perhitungan usia tetapi dimulai sejak adanya tanda-tanda perubahan badaniah, baik pria maupun wanita.58
Bab III Buku KUHP mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pidana. Tentang hal-hal yang memperingankan (mengurangkan) pidana dimuat dalam pasal 45, 46, dan 47. akan tetapi sejak berlakunya Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak (diundangkan tanggal 3 Januari 1997 dan berlaku sejak tanggal 3 Januari 1998), ketiga pasal itu telah tidak berlaku lagi (pasal 67). Kini penting hanya dari segi sejarah hukum pidana, khususnya pidana anak.59
Menurut pasal 45 ialah hal yang memperingankan pidana ialah sebab si pembuat adalah seorang anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Inilah satu-satunya dasar yang memperingan pidana umum yang ditentukan dalam Bab III Buku I.
57Ibid , h.272. 58
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. Ke-1, h.25-26.
(49)
Kini setelah pasal 45, 46,dan 47 tidak berlaku lagi, kedudukan sebagai dasar peringan pidana yang bersifat umum, digantikan oleh Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Menurut UU No.3 Tahun 1997 dasar peringan pidana umum ialah sebab pembuatnya anak (disebut anak nakal) yang umurnya telah 8 (delapan) tahun tetapi belum 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dan belum berumur 8 (delapan) tahun tidak dapat diajukan ke Pengadilan tetapi dapat dilakukan penyidikan (pasal 5), dan dalam hal ini terdapat dua kemungkinan, ialah:
a.Jika penyidik berpendapat anak itu masih dapat dibina oleh orang tua, walinya, atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan kembali anak itu kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya;
b.Jika penyidik berpendapat anak itu tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, walinya atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan anak itu kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Dasar peringanan pidana menurut UU No. 3 Tahun 1997, terdapat 2 (dua) unsur kumulatif yang menjadi syaratnya, ialah pertama mengenai: umurnya (telah 8 tahun tapi belum 18 tahun) dan yang kedua mengenai: belum pernah menikah. Dalam system hukum kita, selain umur juga perkawinan adalah sebab kedewasaan seseorang.
59
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 2: Penafsiran hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan Perbarengan & Ajaran
(50)
Sama dengan KUHP, UU No.3 Tahun 1997 ini juga terhadap anak. (KUHP: belum berumur 16 tahun, UU ini telah berumur 8 tahun tapi belum 18 tahun dan belum pernah kawin) yang terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana, hakim dapat menjatuhkan satu diantara dua kemungkinan, ialah menjatuhkan pidana atau menjatuhkan tindakan (pasal 21).60
Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana anak, karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan kejahatan termasuk kategori anak atau bukan. Adanya ketegasan dalam suatu peraturan undang-undang tentang hal tersebut akan menjadi pegangan bagi para petugas dilapangan, agar tidak terjadi salah tangkap, salah tahan, salah sidik, salah tuntut maupun salah mengadili, karena menyangkut hak asasi seseorang.
Bagaimana menentukan seseorang itu termasuk anak? Dalam menangani perkara anak, petugas harus teliti dengan meminta surat-surat yang ada hubungannya dengan kelahiran sianak, seperti akta kelahiran. Kalau anaktidak mempunyai akta tersebut, dapat dilihat pada surat-surat yang lain, misalnya surat tanda tamat belajar, kartu pelajar, surat keterangan kelahiran. Hal yang demikian diperlukan biasanya terjadi apabila seoranganak badannya bongsor (besar), sehingga secara kasad mata agak meragukan umurnya, pakah benar yang bersangkutan belum mencapai umur 18 tahun.61
Kausalitas, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-1, h.97 60
Ibid, h.100 61
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: Djambatan, 2007), Cet. Ke-3, h.19.
(51)
Juvenile delinquency ditentukan atas dasar umur para pelaku dan atas dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke pengadilan anak. Kebanyakan Negara mempunyai batas umur minimum dan batas umur maksimum seorang anak untuk dapat diajukan kemuka pengadilan.62
Salah satu tolak ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak nakal adalah umur. Dalam hal itu, masalah umur merupakan masalah yang urgen bagi terdakwa untuk dapat diajukan ke sidang anak. Umur dapat berupa umur minimum maupun umur maksimum. Batas umur anak nakal minimum adalah 8 (delapan) tahun dan maksimum 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah kawin. Sedangkan maksimum untuk dapat diajukan ke sidang anak adalah umur 21 tahun, asalkan saat melakukan tindak pidana belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.63
Sanksi yang dijatuhkan terhadap anak dalam undang-undang ditentukan berdasarkan pembedaan umur, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan bagi anak yang telah berusia diatas 12 sampai 18 tahun dapat dijatuhi pidana.
Anak yang belum berumur 8 tahun (tidak memenuhi batas usia minimum) tetapi melakukan suatu tindak pidana tertentu, maka ada 2 (dua) alternatif tindakan yang dapat diberikan kepada anak tersebut. Pertama, diserahkan kepada
62
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta: LP3ES, 1983), Cet. Ke-1, h. 10.
63
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Cet. Ke-2, h.105-106.
(52)
orangtua, wali atau orangtua asuhnya, jika anak tersebut masih dapat dibina; kedua, diserahkan kepada Departemen Sosial jika anak tersebut tidak dapat dibina oleh orangtua, wali atau orangtua orangtua asuhnya.64
Ketentuan ini hanya membatasi diri khususnya dalam perkara anak nakal saja, tanpa membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan dengan umur dibatasi secara minimal dan maksimal, dengan kekecualian anak belum pernah kawin.65
Batasan usia sangat penting dalam pembentukkan Undang-undang seperti perkara pidana. Masalah batasan usia menjadi salah satu tolak ukur pertanggung jawaban pidana. Batasan usia menjadi penentu atas pelaku dan tingkah lakunya untuk dapat diajukan kepengadilan.
Dengan adanya batasan usia di Undang-undang membantu untuk membedakan sanksi bagi anak-anak dan orang dewasa. Sehingga anak yang melakukan tindak pidana berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan perlakuan yang khusus bagi kepentingan psikologi anak dan masa depannya nanti.
Dalam system hukum positif di Indonesia yang menjadi batasan usia seseorang dikatakan dewasa, selain usia adalah perkawinan, baik orang itu sudah berumur 18 tahun atau dibawah umur 18 tahun sudah melangsungkan pernikahan.
64
Wagiati Soetodjo,. Hukum Pidana Anak, h. 27. 65
(53)
BAB III
PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
A. Penyalahgunaan Narkotika Dalam Hukum Islam
Narkotika tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW, walaupun demikian ia termasuk kategori khamr, bahkan narkotika lebih berbahaya dibanding dengan khamr. Istilah narkotika dalam konteks Islam, tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an hanya menyebutkan istilah khamr. Tetapi karena dalam teori ilmu ushul fiqh, bila sesuatu hukum belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas (analogi hukum).
Minuman khamr menurut bahasa Al-Qur’an adalah minuman yang terbuat dari biji-bijian atau buah-buahan yang melalui proses begitu rupa sehingga dapat mencapai kadar minuman yang memabukkan.66
Minum khamr ialah segala sesuatu yang memabukkan, baik dinamakan khamr atau bukan, baik dari anggur atau lainnya, baik yang membuat mabuk itu sedikit atau banyak.67
Dengan demikian, kata khamr itu berarti dari setiap sari buah anggur, jelai, kurma, madu, ataupun yang lainnya yang dapat membuat seseorang mabuk
66
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. Ke-1, h. 78. 67
M.Ichsan & M.Endrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: Lab Hukum UM, 2008), Cet. Ke-1, h. 143.
(54)
setelah meminumnya. Kata khamr boleh jadi meliputi pula setiap cairan ataupun barang yang memiliki akibat yang sama.68
Secara garis besar khamr adalah cairan yang dihasilkan dari peragian biji-bijian atau buah-buahan dan megubah sari patinya menjadi alkohol dengan menggunakan kata lisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisahkan unsur-unsur tertentu yang berubah melalui proses peragian.69
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai definisi meminum-minuman keras. Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal, meminum-minuman yang memabukkan hukumnya sama, baik dinamakan khamr (minuman keras) maupun bukan berasal dari perasan anggur maupun jenis bahan lainnya, misalnya kurma, kismis, gandum, jewawut, atau beras, memabukkan dalam kadar sedikit maupun banyak.
Dalil Imam Abu Hanifah adalah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau pernah menunjuk pohon kurma dan anggur lalu berkata “ khamr berasal dari dua pohon ini”. “ diharamkannya khamr karena bendanya dan setiap minuman yang memabukkan”.70
Dengan demikian Imam Abu Hanifah membedakan antara minuman keras dan minuman yang memabukkan. Menurutnya meminum khamr (minuman keras) itu haram, baik sedikit maupun banyak. Minuman selain khamr yang terbuat dari
68
A. Rahman I doi, Hudud dan Kewarisan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) Cet. Ke-1, h. 84.
69
(55)
materi lainnya disebut sebagai minuman yang memabukkan (muskir). Orang yang mabuk karena minuman tersebut tidak dihukum karena meminumnya seperti halnya minuman keras, tetapi karena mabuknya. Menurutnya mabuk disini bukan haram karena mabuknya, melainkan karena kadar paling akhir yang mengakibatkannya mabuk. Jadi, jika seseorang meminum tiga gelas minuman dan tidak mabuk lalu minum gelas keempat dan mabuk, yang haram adalah gelas keempat tersebut.71
Ada beberapa nama yang diberikan untuk jenis minuman keras (khamr): 1. khamr, perasan anggur yang telah menjadi minuman keras.
2. sakar, rendaman kurma matang yang belum dimasak. 3. bata’, rendaman madu.
4. ji’ah, rendaman sya’ir.
5. mazar, yang dibuat dari jagung.
6. fadlieh, yang dibuat dari perasan putik kurma tanpa dimasak. 7. chiltin, yang dibuat dari campuran putik kurma dan kurma matang.72
Dalam pandangan ulama yang berbeda ini hal yang dapat dipastikan adalah mengkonsumsi segala sesuatu, baik dalam bentuk cairan atau benda padat, yang mengandung unsur tertentu yang dalam kadar tertentu dapat merusak fungsi akal, hukumnya adalah haram, apakah menurut kenyataannya sampai mabuk atau
70
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wadhi,
(Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jilid V), (penj) Ali Yafie, et all, (Bogor: Kharisma Ilmu, 2008), Cet. Ke-1, h. 61-62.
71Ibid, h.63.
(56)
tidak, dalam kadar sedikit atau banyak. Termasuk dalam kategori ini minuman beralkohol, narkotika dan yang sejenisnya yang disebut psikotropika atau dalam sebutan narkoba.
Pada zaman klasik, cara mengkonsumsi benda yang memabukkan diolah oleh manusia dalam bentuk minuman sehingga para pelakunya disebut dengan peminum. Pada era modern, benda yang memabukkan dapat dikemas menjadi aneka ragam kemasan berupa benda padat, cair dan gas yang dikemas menjadi bentuk makanan, minuman, tablet, kapsul, atau serbuk, sesuai dengan kepentingan dan kondisi si pemakai.73
Akal adalah salah satu sendi kehidupan manusia yang harus dilindungi dan dipelihara. Dalam rangka pemeliharaan terhadap akal itu, maka segala tindakan yang dapat merusaknya adalah dilarang.74
Islam melarang khamr (minuman keras), karena khamr dianggap sebagai induk keburukan (ummul khabaits), disamping merusak akal, jiwa, kesehatan, dan harta.dari sejak semula, Islam telah berusaha menjelaskan kepada umat menusia, bahwa manfaatnya tidak seimbang dengan bahaya yang ditimbulkannya.
Prinsip tentang larangan khamr ini dipegang teguh oleh negara-negara Islam sampai akhir abad ke-18. Akan tetapi pada awal abad kedua puluh, negara-negara Islam mulai berorentasi ke Barat dengan menerapkan hukum positif dan
72
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-hadis Hukum 9, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), Cet. Ke-3, h. 391.
73
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, h. 78. 74
(57)
meninggalkan hukum Islam. Maka jadilah khamr (minuman keras) pada prinsipnya tidak dilarang dan orang yang meminumnya tidak diancam hukuman, kecuali ia mabuk di muka umum.75
Sementara negara-negara Islam tenggelam dalam pengaruh Barat karena menjadi jajahan negara-negara Barat, negara-negara non-Islam sendiri mulai aktif menggiatkan kampanye anti minuman keras, karena mereka sudah menyadari bahaya dari minuman keras ini, baik terhadap kesehatan maupun ketertiban masyarakat.76
Hal-hal yang mendorong mengkampanyekan anti minuman keras adalah bukti ilmiah yang memastikan bahwa meminum minuman keras dapat membahayakan kesehatan. Minuman keras bahkan dapat melemahkan raga dan akal, menyebabkan gila dan kemandulan. Jika bukan mandul, dampak yang muncul paling tidak berkurangnya kesuburan dan menurunnya kualitas keturunan dari fisik dan akal. Minuman keras juga terbukti menyebabkan turunnya produktivitas seseorang. Temuan ilmu pengetahuan modern ini sungguh menguatkan teori hukum Islam.77
Dalam pandangan Islam keharaman tersebut terletak pada tindakan mengkonsumsi sesuatu yang dinyatakan haram, meskipun dalam kenyataan belum memabukkan dan belum mendatangkan dampak negative apa-apa, karena
75
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Cet. Ke-1, h. 71.
76Ibid , h. 71. 77
(58)
pandangan Islam dalam hal ini bersifat preventif dan antisipatif. Sedangkan dalam pandangan Barat minuman keras itu baru dilarang bila telah nyata mengancam ketentraman umum.
Larangan meminum khamr tidak diturunkan sekaligus tetapi diturunkan secara berangsur-angsur. Hal ini disebabkan kebiasaan mengkonsumsi minuman keras dikalangan bangsa Arab sudah merajalela. Nas yang pertama turun adalah dalam surat An-Nisa ayat 43 Allah berfirman:
!"
#$% #&'()
*+
,- .
/0
!/12
%34567
18#&:!"
;
) < !"
Artinya: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan…
Dalam ayat ini, Allah SWT melarang kaum muslimin melaksanakan salat dalam keadaan mabuk. Karena salat adalah ibadah wajib yang harus ditunaikan, berarti kaum muslim diwajibkan untuk tidak mengkonsumsi minuman keras dengan kuantitas seperti biasa agar dapat melaksanakan salat lima waktu tidak dalam kondisi mabuk.78
Larangan ini mungkin yang mendorong kaum muslim waktu itu untuk bertanya-tanya tentang hukum minuman keras itu sendiri. Setelah itu, turunlah nas kedua menjawab segala pertanyaan yang mengganjal di hati mereka dan menerangkan illat (sebab) pelarangan tersebut. Dalam surat al-Baqarah ayat 219 Allah SWT berfirman:
6= - :& >*?$@
AB
C D86E )
FGHIJ68 )
KL:
68FMN
O
78
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Adjis, A. Chairil, SH. Msi., dan Akasyah, Dudi, S.Ag., Kriminologi Syariah: Kritik Terhadap Sistem Rehabilitasi, Jakarta: RM Books, Tahun 2007.
Ali, Zainuddin,, Prof. Dr. H. MA., Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, Tahun 2007.
Badri, Malik. B, Prof. Dr., Islam Dan Alkoholisme: Pengobatan Bagi Muslim Pecandu Alkohol. Jakarta: Pustaka Firdaus, Tahun 1994.
Balson, Maurice., Bagaimana Menjadi Orang Tua Yang Baik. Jakarta: Bumi Aksara, Tahun 1996.
Chazawi, Adam., Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan Dan Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan Perbarengan Dan Ajaran Kausalitas. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Tahun 2002.
Cooke, David. J. Dkk., Menyingkap Dunia Gelap Penjara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Tahun 2008.
Daradjat, Zakiah, Dr., Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang, Tahun 1976. Djazuli, A. Prof. Drs. H., Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam
Islam). Jakarta: Raja Grafindo Persada, Tahun 1s997.
Doi, I. A. Rahman., Hudud dan Kewarisan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Tahun 2006.
(2)
D, Soedjono., Phatologi Sosial. Bandung: Alumni, Tahun 1970.
Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jilid I, II, III, V. Terjemahan: At-Tasyri Al-Jinai’y Al-Islami’y Muqaranan Bil Qanunil Wad’iy. Karangan: Abdul Qadir Audah. Bogor: Kharisma Ilmu, Tahun 2008.
Fathurrahman, Prof. Drs. Dan Yahya, Mukhtar, Prof. Dr., Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam. Bandung, Al-Ma’arif, Tahun 1993.
Hadiman., Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua Dan Aparat Dalam Penanggulangan Dan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: BERSAMA, Tahun 2005.
Hakim, M. Arief., Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam Mencegah, Mengatasi, dan Melawan. Bandung: Anggota IKAPI, Tahun 2004.
Hamdan. M., Politik Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Tahun 1997. Hamzah, Andi, Dr., KUHP dan KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta, Tahun 2006.
Hamzah, Andi, Dr. Dan Surachman, R. M., Kejahatan Narkotika Dan Psikotropika. Jakarta: Sinar Grafika,Tahun 1994.
Hanafi, Ahmad., Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, Tahun 2005.
Ichsan, Muhammad, H. dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif. Yogyakarta: Lab Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tahun 2008.
(3)
Kunarto, Drs. Jend. Pol (Purn)., Kejahatan Tanpa Korban, Seri: Merenungi Kritik Terhadap POLRI Buku Ke-6. Jakarta: Cipta Manunggal, Tahun 1999.
Maligy, Abdul Munim, Prof. Dr., Dendam Anak-anak. Jakarta: Bulan Bintang, Tahun 1980.
Mansur, M. Arief, Dik dik, Drs. SH. MH. Dan Gultom Elisatris, SH. MH., Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Tahun 2008.
Mardani, Dr., Penyalahgunaan Narkotika Dalam Hukum Islam dan Hukum Nasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Tahun 2008.
Medika Islamika: Jurnal Kedokteran, Kesehatan Dan Keislaman. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN. Jakarta: UIN Press, Tahun 2007. Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, Tahun 2005. Nasution, Zulkarnain, Drs. MA. Et all., Kompilasi Peraturan Perundang-undangan
Tentang Narkoba. Jakarta: Kencana Media Gorup, Tahun 2006.
Panuju, Panut, Drs. H. Dan Umami, Ida, S.Ag., Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, Tahun 1999.
Qardhawi, Yusuf, Syekh Muhammad., Halal Dan Haram Dalam Islam. Jakarta: Bina Ilmu, Tahun 1993.
Qardhawi, Yusuf, Dr., Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid I. Jakarta: Gema Insani Press, Tahun 1996.
Rofik, Ahmad, Prof. Dr. H. MA., Fiqh Kontekstual Dari Normatif Ke Pemaknaan Sosial, Semarang: Pustaka Pelajar, Tahun 2004.
(4)
Ruhaily, Ruway’I, Dr., Fikih Umar 2. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Tahun 1994. Sa’di, Syaikh Abdurahman Bin Nashir, Tafsir As-Sa’di, Jakarta: Pustaka Sahifa,
Tahun 2006.
Salam, Moch. Faisal, SH. MH., Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia, Bandung: CV. Mandar Maju, Tahun 2005.
Sasangka, Hari, SH.MH., Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju, Tahun 2003.
Sabiq, Sayyid., Fiqih Sunnah 9. Bandung: Al-Ma’arif, Tahun 1984.
Shiddidieqy, Hasbi, Teungku Muhammad., Koleksi Hadis-hadis Hukum 9. Semarang: Pustaka Rizki Putra, Tahun 2001.
Soekito, Wiratno, Sri Widoyati., Anak Dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta: LP3ES, Tahun 1983.
Soetodjo, Wagiati, Dr. SH. MS., Hukum Pidana Anak, Bandung: PT.Refika Aditama, Tahun 2006.
Sudarsono, SH. Drs., Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi, Dan Resosialisasi. Jakarta: Rineka Cipta, Tahun 1995.
Sunarmo, Drs., Narkoba: Bahaya Dan Upaya Pencegahannya. Semarang: Bengawan Ilmu, Tahun 2007.
Supramono, Gatot, SH. M. Hum., Hukum Acara Pengadilan Anak. Jakarta:Djambatan, Tahun 2007.
Syarifuddin, Amir, Prof. Dr. H., Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, Tahun 2003.
(5)
Syarifuddin, Amir, Prof. Dr. H., Ushul Fiqh: Jilid I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Tahun 2008.
Syaukanie, Lutfi., Politk, HAM Dan Isu-isu Teknologi Dalam Fiqh Kontemporer. Bandung: Pustaka Hidayah, Tahun 1998.
Tambunan. EH., Remaja Sahabat Kita. Bandung: Publishing House, Tahun 1981. undang RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dan
Undang-undang RI No.3 Tahun 2007 Tentang Pengadilan Anak. Trinity, Tahun 2007.
Undang-undang Narkotika UU RI No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika UU RI No.5 Tahun 1997. Asa Mandiri, Tahun 2008.
Waluyo, Bambang,S.H., Pidana Dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika, Tahun 2004.
(6)