BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ajaran agama menyatakan setiap anak yang terlahir ke dunia dalam fitrah atau suci bak kertas putih. Kemudian orang tuanya yang menjadikan anak,
menjadi baik ataukah sebaliknya jahat.
1
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu,
anak sebagai bagian dari keluarga, merupakan buah hati, penerus dan harapan keluarga.
2
Dalam salah satu pertimbangan konsideran undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 menyatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada
masa depan.
3
Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak, generasi muda
ada yang disebut remaja dan dewasa.
1
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia, Bandung: CV. Mandar Maju, 2005, Cet. Ke-1,h.1.
2
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, Cet. Ke-2, h.103.
Pada masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social
dan kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan yang terjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan
timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang dewasa dinilai sebagai perbuatan nakal.
Secara sepintas telah diketahui tentang generasi muda yang pada umumnya mengalami perubahan fisik dan emosinya belum stabil serta belum
matang cara berpikirnya. Terutama pada masa remaja hal tersebut sangat terasa. Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah tersinggung,
sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya belum stabil, terkadang mereka ingin terlepas dari aturan yang ada, mudah menerima pengaruh dari luar
lingkungannya dan ingin hidup dengan gayanya sendiri. Maka tidak heran jika banyak remaja yang berbuat nakal ditempat umum seperti minum-minuman keras
dipinggir jalan, mencoret-coret tembok atau bangunan, kebut-kebutan dijalan umum, mencuri, dan sebagainya.
4
Kenakalan remaja merupakan suatu perbuatan yang dilakukan kaum remaja yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di masyarakat.
Kenakalan remaja juga disebabkan karena pengaruh lingkungan, terutama
3
Undang-undang RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang- undang No.3
Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Trinity, 2007, Cet. Ke-1, h.1.
4
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan, 2007, Cet. Ke-3, h. 2.
lingkungan diluar rumah. Kebanyakan remaja senang bermain diluar rumah, berkumpul dengan teman-temannya baik teman di sekitar rumah, teman satu
sekolah atau teman satu kelompok. Kalau teman-temannya di lingkungan tersebut berbuat yang tidak baik, biasanya sianak terpengaruh sikapnya, tanpa menilai
terlebih dahulu. Sikap yang mudah terpengaruh ini tidak terlepas dari perkembangan pribadi remaja.
5
Istilah kenakalan anak pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-Undang
Peradilan bagi Anak di Negara tersebut. Kenakalan anak diambil dari istilah asing juvenile delinquency
, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam pasal 489 KUHPidana. Juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa muda sifat-sifat yang khas pada periode remaja, sedangkan delinquency artinya doing wrong, terabaikanmengabaikan, yang
kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila
dan lain-lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa juvenile delinquency adalah
suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak usia muda. Hal tersebut cenderung
untuk dikatakan sebagai kenakalan anak daripada kejahatan anak, terlalu ekstrim rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat,
5
Ibid, h.2.
sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh setiap manusia harus mengalami goncangan semasa menjelang kedewasaannya.
6
Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan karena tindakannya lahir dari kondisi psikologis yang tidak seimbang, disamping
itu pelakunya pun tidak sadar akan apa yang seharusnya ia lakukan. Tindakannya merupakan menifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud merugikan orang
lain sebagai apa yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan kejahatan KUHPidana, yaitu menyadari akibat dari perbuatannya dan pelakunya mampu
bertanggung jawab.
7
Sebagai pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya dan perkembangan pembangunan pada umumnya bukan hanya orang dewasa, tetapi anak-anak
terjebak melanggar norma terutama hukum. Anak-anak terjebak dalam pola konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjerumus ke tindakan
kriminal, seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan, pemerkosaan, dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua
yang terlalu disibukkan mengurus duniawi materiil sebagai upaya mengejar kekayaan, jabatan, ataupun gengsi. Dalam kondisi demikian anak sebagai buah
hati sering dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku, serta pengawasan orang tua. Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian
6
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Bandung: Refika Aditama, 2006, Cet. Ke-1, h.8-10.
7
Ibid , h.11.
secara fisik, mental maupun social sering berperilaku dan bertindak asosial dan bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat.
8
Masalah remaja adalah suatu masalah yang sebenarnya sangat menarik untuk dibicarakan, lebih-lebih pada akhir-akhir ini, dimana telah timbul akibat
negatif yang sangat mencemaskan yang akan membawa kehancuran bagi remaja itu sendiri dan masyarakat umumnya.
9
Akhir-akhir ini, peredaran dan pengkonsumsian obat-obatan terlarang, sabu-sabu dan segala macam jenisnya, menunjukan gejala yang makin tak
terkendalikan. Selain karena kemasan dan teknis pengedarannya yang luar biasa rapi, juga sangat dirasakan bahwa mekanisme kontrol pribadi anak-anak muda
kita makin tidak jelas lagi.
10
Narkotika tidak dikenal pada masa Rasulullah Saw, walaupun demikian ia termasuk kategori khamr, bahkan narkoba lebih berbahaya dibanding dengan
khamr. Istilah narkotika dalam konteks Islam, tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Dalam Al-Qur’an hanya menyebutkan
istilah khamr. Tetapi karena dalam teori ilmu Ushul fiqh, bila suatu hukum belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas
analogi hukum.
8
Bambang Waluyo,Pidana dan Pemidanaan., h.3.
9
Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, Cet. Ke-2, h.9.
10
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Semarang: Pustaka Pelajar
, 2004, Cet. Ke-1, h.169.
Minuman khamar menurut bahasa Al-Qur’an adalah minuman yang terbuat dari biji-bijian atau buah-buahan yang melalui proses begitu rupa sehingga
dapat mencapai kadar minuman yang memabukkan.
11
Minum khamar ialah segala sesuatu yang memabukkan, baik dinamakan khamr atau bukan, baik dari angur atau lainnya, baik yang membuat mabuk itu
sedikit atau banyak.
12
Dengan demikian, kata khamar itu berarti dari setiap sari buah anggur, jelai, kurma, madu, ataupun yang lainnya yang dapat membuat seseorang mabuk
setelah meminumnya. Kata khamar boleh jadi meliputi pula setiap cairan ataupun barang yang memiliki akibat yang sama.
13
Larangan meminum khamar tidak diturunkan sekaligus tetapi diturunkan secara berangsur-angsur. Hal ini disebabkan kebiasaan mengkonsumsi minuman
keras dikalanan bangsa Arab sudah merajalela. Nas yang pertama turun adalah dalam surat An-Nisa ayat 43 Allah berfirman:
+ ,- .
12 34567
18: ;
Artinya: “Wahai orang yang beriman Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu
ucapkan… Setelah itu, turunlah nas kedua menjawab segala pertanyaan yang
mengganjal di hati mereka dan menerangkan illat sebab pelarangan tersebut. Dalam surat al-Baqarah ayat 219 Allah SWT berfirman:
6= - : ? AB
C D86E FGHIJ68
KL: 68FMN
O PQ +F
RG F= S 1T
U W
WX 681M18 +F
G YS . Z
68FM : U -
11
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, Cet. Ke-1, h. 78.
12
M.Ichsan M.Endrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, Yogyakarta: Lab Hukum UM, 2008, Cet. Ke-1, h. 143.
13
A. Rahman I doi, Hudud dan Kewarisan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996 Cet. Ke-1, h. 84.
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu Muhammad tentang khamar dan judi. Katakanlah,’Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya”. Setelah semua jiwa kaum muslim saat itu sudah siap meninggalkan
kebiasaan meminum-minuman keras, turunlah nas terakhir yang secara tegas melarang minuman keras. Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an surat Al-
Maidah ayat 90-91:
[ 68 -F
D8 \
GHI N68 ]
_-,` Q a,`
3bDce DZ
f gL68
AZ ] hij =
k lDc O
KQ m6: ; 1F U:
Anog 68 -F
1 C
1Z ] hij ; .
6T Q
XJ p6 6:
n = qF
C r \
FGHIJ68 KQ sI t
Z C
s u
AZ
KL6MO 5 v- .
; w 8Xx
Anyg
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman Sesungguhnya minuman keras, berjudi,berkurban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak
panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung. Dengan
minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu, dan menghalang-halangi
kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat maka tidakkah kamu berhenti?”.
14
14
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wadhi, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam I
, penj Ali Yafie, et all, Bogor: Kharisma Ilmu, 2008, Cet. Ke-1, h.73-74.
Menurut Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 pada Pasal 1 narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan,yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini yang kemudian ditetapkan
dengan keputusan Menteri Kesehatan.
15
Masa-masa remaja usia 12-25 tahun adalah objek potensial perdagangan narkoba. Efek narkoba akan mempengaruhi fisik dan psikis remaja bersangkutan
untuk tahun-tahun ke depannya. Kemampuan intelektual dan emosional telah banyak dihabiskan oleh efek negatif narkoba sehingga membuat pemakai
kesulitan bersaing dengan sesame dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kebiasaan konsumtif narkoba dapat menular pada individu lainnya melalui proses
pembelajaran social. Marsahal B Clinard dari Wisconsin University dan Robert F Meier
dari Washington State Univeristy mengatakan ketergantungan drug terjadi oleh proses pembelajaran antar individu satu dengan lainnya melalui pertemanan
dan komunikasi antar atau dengan pecandu drug. Menurut Finestone dalam Cats, Kicks and colour
banyak individu mulai mengenal narkoba setelah diberi tahu
15
Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No.5 Tahun
1997, Jakarta: Asa Mandiri, 2008
oleh teman sesamanya atau orang yang dia kenal lainnya. Setelah menjadi pengguna maka peluang menjadi pecandu sangat besar.
16
Juvenile delinquency ditentukan atas dasar umur para pelaku dan atas dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke pengadilan anak.
Kebanyakan Negara mempunyai batas umur minimum dan batas umur maksimum seorang anak untuk dapat di ajukan ke muka pengadilan.
17
Menurut Undang-undang No. 3 tahun1997 tentang pengadilan anak pasal 1 ayat 2 butir a dan b anak nakal adalah:
a. Anak yang melakukan tindak pidana
b. Anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak, baik menurut
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
18
Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia anak ditetapkan dalam suatu batasan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak dan dalam Burgerlijk Wetboek KUHPerdata bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Di
16
Chairil A Adjis dan Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah: Kritik Terhadap Sistem Rehabilitasi
, Jakarta: AM BOOKS, 2007, Cet. Ke-1, h.22.
17
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta: LP3ES, 1983, Cet. Ke-1, h.10.
18
Undang-undang RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang- undang No.3
Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Trinity, 2007, Cet. Ke-1, h.53.
tiap-tiap Negara tidak ada yang sama dalam hal menentukan batas usia juvenile delinquency
.
19
Menurut Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang pengadilan anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Namun khusus mengenai batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia ditegaskan dalam pasal 4 yaitu:
1.Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke siding anak adalah sekurang- kurangnya 8 delapan tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas
tahun dan belum pernah kawin. 2.Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21
dua puluh satu tahun, tetap di ajukan ke sidang pengadilan anak.
20
Dalam istilah ushul fiqh, subyek hukum itu disebut mukallaf atau
orang-orang yang dibebani hukum, atau mahkum alaih yaitu orang yang
kepadanya diperlakukan hukum. Ada dua hal yang harus terpenuhi pada seseorang untuk dapat disebut mukallaf subyek hukum, yaitu bahwa ia
mengetahui tuntutan Allah itu dan bahwa ia mampu melaksanakan tuntutan tersebut.
19
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Bandung: Refika Aditama, 2006, Cet. Ke-1, h.25-26.
20
Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang No.3 Tahun
1997 Tentang Pengadilan Anak, Trinity, 2007, Cet. Ke-1, h.55.
Akal pada diri seseorang manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan fisiknya dan baru berlaku atasnya taklif bila akal telah mencapai
tingkat yang sempurna. Perkembangan akal itu sesuatu yang tersembunyi dan tidak dapat dilihat dari luar. Karena itu perkembangan akal pada manusia dapat
diketahui pada perkembangan jasmaninya. Seorang manusia akan mencapai tingkat kesempurnaan akal bila telah mencapai batas dewasa atau bulugh, kecuali
bila mengalami kelainan yang menyebabkan ia terhalang atau taklif.
21
Usia dewasa dalam kitab-kitab fiqh ditentukan dengan tanda-tanda yang bersifat jasmani; yaitu bagi wanita telah mulai haid atau mens dan para laki-laki
dengan mimpi bersetubuh. Pembatasan berdasarkan jasmani ini didasarkan pada petunjuk al-qur’an, yaitu sampai mencapai usia perkawinan atau umur yang pada
waktu itu telah mungkin melangsungkan perkawinan. Dalam keadaan tidak terdapat atau sukar diketahui tanda yang bersifat
jasmaniyah tersebut, diambil patokan umur yang dalam pembatasan ini terdapat perbedaan pendapat antara ulama fiqh. Menurut jumhur ulama, umur dewasa itu
adalah 15 tahun bagi anak laki-laki dan perempuan. Menurut Abu Hanifah, umur dewasa untuk laki-laki adalah 18 tahun, sedangkan bagi perempuan adalah 17
tahun. Bila seseorang tidak mencapai umur tersebut, maka belum berlaku padanya beban hukum atau taklif.
22
21
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh: Jilid I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2008, Cet. Ke-3, h.389-391.
22
Ibid, h.391-393.
Manusia dalam batas umur tamyiz kira-kira 7 tahun sampai dewasa dalam hubungannya dengan hukum, sebagian tindakannya telah dikenai hukum
dan sebagian lagi tidak dikenai hukum. Dalam hal ini tindakan manusia, ucapan atau perbuatannya, terbagi kepada tiga tingkat; dan setiap tingkat mempunyai
akibat hukum tersendiri, yaitu: a.
Tindakan yang semata-mata mengutungkan kepadanya; umpamanya menerima pemberian hibah dan wasiat. Semua tindakan dalam bentuk ini,
baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan adalah sah ddan terlaksana tanpa memerlukan persetujuan dari walinya.
b. Tindakan yang semata-mata merugikannya atau mengurangi hak-hak yang
ada padanya;umpamanya pemberian yang dilakukannya baik dalam bentuk hibah atau sadaqah, pembebasan hutang, jual beli dengan harga yang tidak
pantas. Segala tindakannya, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan yang dilakukan oleh mumayyiz dalam bentuk ini tidak sah dan tidak berakibat
hukum atau batal yang tidak memungkinkan untuk disetujui oleh walinya. c.
Tindakan yang mengandung keuntungan dan kerugian. Umpamanya jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, dan lainnya yang disatu pihak mengurangi
haknya dan dipihak lain menambah hak yang ada padanya. Tindakan yang dilakukan dalam bentuk ini tidak batal secara mutlak tetapi dalam kesahannya
tergantung kepada persetujuan yang diberikan walinya sesudah tindakan itu dilakukan.
Tindakan mumayyiz dalam hubungannya dengan ibadah adalah sah karena ia cakap dalam melakukan ibadat, tetapi ia belum dituntut secara pasti
karena ia belum dewasa. Dalam masa ini orang tuanya harus mendidik dan membiasakannya untuk melakukan ibadah badaniyah. Adapun tindakan kejahatan
yang dilakukannya yang merugikan orang lain, ia dituntut dan dikenai sanksi hukuman berupa ganti rugi harta dan tidak hukuman badan. Karena itu tidak
berlaku padanya qishas dalam pembunuhan, dera atau rajam pada perzinaan, atau potong tangan pada pencurian. Ia hanya dapat menanggung diyat pembunuhan
atau ta’zir yang dibebankan kepada hartanya atau harta orang tuanya.
23
Adapun hadits bagi orang yang tidak memenuhi persyaratan ini tidak berlaku padanya tuntutan hukum atau taklif, yaitu
ی ی
ی + ,
ﺏ . 0 1
2 2 ﺏ 3 4 5 6 ﺏ ﺏ
7 89 :
;ﺝ =
Artinya: “Diangkat pembebanan hukum dari tiga jenis manusia, orang yang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh dan orang gila sampai ia
sembuh”. H.R. Bukhari, Abu Daud, Al-Tirmidzi, An-Nasai, Ibn Majah dan Al-Daruquthni dari Aisyah dan Ali bin Abi Thalib.
24
Syariat menghukum peminum arak dengan jilid atau dera sebanyak 80 kali. Namun menurut pendapat Imam Syafi’i, hukumannya adalah sebanyak 40
kali deraan.
23
Ibid, h.393-394.
24
Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT.Ichtiar Saru Islam Hoeve, 1997, Cet. Ke- 1,h.82.
Dalil hukuman bagi peminum khamr adalah dari hadist berikut:
9 ?1ی1 ﺏ A B C ﺱ 9
4 : ﺝ 1 ﺱ E
1 ﺱ 4 : ﺝ
E ﺏ1F
Gﺏ H 2 I
+ 0 1 JK
4 2 =
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda:“ Jika seseorang mabuk, maka deralah dia, kemudian jika ia mabuk lagi, maka
deralah dia, kemudian jika ia kembali lagi yang keempat kalinya, maka pukullah lehernya”. H.R. Imam yang lima, kecuali Tirmidzi.
25
Sedang dalil kadar hukuman bagi peminum khamr adalah dari ijma para sahabat setelah Ali ra. Mengqiyaskan peminum khamr dengan pendusta qadzif
yaitu sebanyak 80 kali deraan. Hikmah hukuman bagi peminum khamr antara lain adalah untuk
mengingatkan manusia akan pentingnya kesehatan badan dan akal fikiran. Oleh karena itu layak jika peminum khamr dihukum dengan dera sebanyak 80 atau 40
kali supaya ia jera. Ini karena hukuman dera yang menyakitkan itu akan mengingatkannya agar tidak melakukan jarimah yang memberinya kenikmatan
sesaat namun merugikannya untuk jangka masa yang lama ini.
26
Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang telah mencapai usia dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan mengetahui kalau benda
yang dikonsumsinya itu memabukkan.
25
Muamal Hamidy,et all, Terjemah Nailul Authar: Himpunan Hadits-Hadits Hukum Jilid 6
, Surabaya: Bina Ilmu, 2001, Cet. Ke-3, h. 2658.
26
Muchammad Ichsan dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, Yogyakarta: Lab Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2008, Cet. Ke-1, h.145-146.
Mengenai penyalahgunaan minuman memabukan telah diatur dalam undang-undang No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Didalam undang-undang
dimaksud, menjatuhkan sanksi lebih berat yang memproduksi dan pengedar narkotika yang disalahgunakan, ketimbang pengguna pemakai.
Dalam hal ini, ada sesuatu yang cukup istimewa dalam undang-undang narkotika, yaitu menuntut tanggung jawab orangtua danatau wali jika pecandu itu
belum cukup umur.
27
Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang narkotika no.22 tahun 1997 pasal 46 ayat 1 yaitu:
1. Orangtua wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan danatau perawatan.
28
Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk
membahas tentang ”KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK
DIBAWAH UMUR”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.Pembatasan Masalah Dilihat dari latar belakang masalah pada judul skripsi “Kajian Hukum
Islam Dan Hukum Positif Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Oleh
27
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, Cet. Ke-7, h.101- 103.
28
Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No.5 Tahun
1997, Jakarta: Asa Mandiri, 2008, Cet. Ke-1, h.13.
Anak Dibawah Umur” sangatlah luas. Hukum positif yang dimaksud ini adalah hukum yang berlaku di Indonesia. Maka perlu kiranya skripsi ini
dibatasi agar dalam pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka dalam penulisan skripsi ini penulis ingin membatasi masalah yang akan dibahas oleh
penulis sebagai berikut: 1.
Penyebab anak melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika 2.
Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang penyalahgunaan narkotika
3. Sanksi bagi anak yang menyalahgunakan narkotika menurut Hukum
Islam dan Hukum Positif 2.
Perumusan Masalah Setelah membatasi permasalahan pada hal-hal tersebut diatas, maka
permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apa yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika?
2. Bagaimana menurut pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif
tentang penyalahgunaan narkotika? 3.
Bagaimana bentuk sanksi yang diberikan atas penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur menurut Hukum
Islam dan Hukum Positif?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian