11
BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Agency Theory
Jensen dan Mecking 1976 mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak antara satu orang atau lebih yang bertindak sebagai prinsipal yaitu
pemegang saham yang menunjuk orang lain sebagai agen yaitu manager untuk melakukan jasa untuk kepentingan prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan
dalam pembuatan keputusan. Dalam penelitiannya juga dijelaskan bahwa dalam teori agensi terdapat Agency problem yang akan terjadi bila proporsi kepemilikan
manajer atas saham perusahaan kurang dari 100 sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar
memaksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa manajer tidak menanggung resiko atas kesalahan
dalam pengambilan keputusan, dan resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham principal. Oleh karena itu, para manajer cenderung melakukan
pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.
Watt dan Zimmerman 1986 secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agen yang sering ditentukan oleh angka akuntansi tersebut
dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Menurut Ali 2002, dalam Ujiyantho dan Pramuka 2007, manajer yang telah diberi
12
wewenang untuk
mengelola perusahaan
bertanggung jawab
untuk memaksimalkan
keuntungan pemegang
saham dan
melaporkan tanggungjawabnya melalui media laporan keuangan. Kompensasi akan diberikan
sesuai dengan kontrak yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kompensasi tersebut diberikan dengan tujuan agar manajer tidak memanipulasi laporan
kondisi perusahaan atau organisasi demi keuntungan pribadinya. Manipulasi laporan keuangan biasanya dilakukan dengan merubah angka
akuntansi yang sebenarnya atau mengabaikan aturan akuntansi yang berlaku dalam proses penyusunannya. Kedua hal tersebut merupakan perilaku
menyimpang dan termasuk sebagai tindakan kecurangan. Jika manajer melakukan hal tersebut maka akan berakibat buruk pada perusahaan nantinya. Ujiyantho
2007, menyatakan bahwa agen dapat termotivasi untuk melaporkan informasi yang tidak sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan
dengan pengukuran kinerja agen. Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi Eisenhardt, 1989.
Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yakni asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia
menekankan pada manusia yang memiliki sifat mementingkan diri sendiri self interest, memiliki keterbatasan rasionalitas bounded rasionality, dan tidak
menyukai risiko risk aversion. Asumsi keorganisasian adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktifitas, dan adanya asimetri
informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Untuk mengantisipasi
13
tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen maka pemilik perusahaan harus melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan
sistem pengendalian yang efektif. Sistem pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan,
termasuk adanya kecurangan akuntansi. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik. Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang
disebut sebagai asimetri informasi information asymetry. Asimetri informasi merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan dalam memperoleh informasi antara
pihak manajemen sebagai penyedia jasa informasi prepaper dengan pihak pemegang saham sebagai pengguna informasi user. Scott 2000 menyatakan
bahwa terdapat dua macam asimetri informasi yaitu : 1
Adverse selection yaitu bahwa para manajer serta orang – orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan
prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh
pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
2 Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang
manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman sehingga manajerdapat melakukan tindakan diluar
14
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain untuk
kepentingan sendiri dan selalu berusaha untuk memaksimalkan fungsi utilitasnya tersebut. Pemilik perusahaan harus melakukan pengawasan terhadap kinerja
manajemen dengan sistem pengendalian yang efektif untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem
pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi.
Eisenhardt 1989 menjelaskan bahwa teori keagenan dilandasi oleh 3 tiga buah asumsi yaitu:
1 Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri self interest, memiliki
keterbatasan rasionalitas bounded rationality, dan tidak menyukai risiko risk aversion
2 Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric
Information AI antara prinsipal dan agen.
15
3 Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan
reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan. Pola pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara sejalan dengan teori keagenan
agency theory yang menciptakan hubungan keagenan. Pemerintah sebagai agen dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD sebagai wakil dari prinsipal
memiliki pola hubungan yang tak terpisahkan, tetapi terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. DPRD tidak memiliki informasi secara penuh tentang
laporan pertanggungjawaban eksekutif atas pengelolaan anggaran, apakah pertanggungjawaban pengelolaan anggaran telah mencerminkan kondisi
sesungguhnya, yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan telah melakukan pengungkapan
secara penuh atas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran tersebut. Jensen dan Meckling 1976, Brickley dan James 1987, dan Shivdasani 1993 menjelaskan
bahwa prinsipal dapat memecahkan permasalahan agensi dengan mengeluarkan biaya monitoring. Hasil monitoring yang baik memerlukan pengendalian internal
perusahaan yang efektif. Manajemen perusahaan seharusnya melaksanakan aturan akuntansi dengan benar agar dapat mengatasi permasalahan keagenan.
16
2.1.2 Teori Perilaku Terencana Theory Of Planned Behavior