1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi atau yang dalam bahasa pengauditan disebut dengan fraud akhir
– akhir ini menjadi berita utama dalam pemberitaan media yang sering terjadi. Pada dasarnya ada dua tipe kecurangan
yang terjadi di suatu instansi ataupun perusahaan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan eksternal yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap
perusahaan dan kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan Amin Widjaja, 2013.
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi KKA merupakan ancaman yang terus berkembang. Di Indonesia kasus Kecenderungan Kecurangan Akuntansi
terjadi secara berulang – ulang yang ditandai dengan adanya tindakan dan
kebijakan menghilangkan atau penyembunyian informasi yang sebenarnya untuk tujuan manipulasi. Banyak kasus kecurangan dalam akuntansi yang akhirnya
terungkap di Indonesia seperti kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, keterlibatan 10 Kantor Akuntan Publik KAP dalam pelaksanakan audit 37 bank
sebelum terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997, diajukan manajemen Badan Usaha Milik Negara BUMN dan swasta ke pengadilan, serta korupsi di komisi
penyelenggara pemilu Putra, 2012. Kecurangan Akuntansi fraud yang terjadi menjadi salah satu cikal bakal
munculnya tindak pidana korupsi. Korupsi adalah tindakan seorang pejabat atau
2
petugas yang secara tidak sah dan tidak benar, memanfaatkan pekerjaannya atau karakternya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk
orang lain, dengan melanggar kewajiban dan hak orang lain Hall Singleton, 2007. Di Indonesia penanganan perkara korupsi di Indonesia per tahun
mencapai 1.600 hingga 1.700 perkara, sehingga menduduki peringkat kedua setelah China yang mencapai 4.500 perkara
www.bisnis-jateng.com .
Kecurangan mencakup tindakan illegal yang sengaja dilakukan, lalu disembunyikan, dan memperoleh manfaat dengan melakukan pengubahan bentuk
menjadi uang kas atau barang berharga lainnya Coddere, 2014:21 dalam Suprajadi 2009. Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab kecuragan, maka
dari sisi pengguna laporan keuangan juga garus memperhatikan apakah laporan keuangan yang akan mereka gunakan memang sudah di audit dengan baik atau
belum. Shleifer dan Vishny 1993 serta Gaviria 2001 menyatakan bahwa
kecurangan akuntansi ditunjukan oleh tingkat korupsi suatu negara. Indonesian Corruption Watch ICW menyatakan tahun 2013 menjadi tahun dengan
kemarakan kasus korupsi. Setiap tahun Transparency International TI meluncurkan Corruption Perception Index CPI, sebuah indeks pengukuran
tingkat korupsi global. Rentang indeks CPI 2012 adalah 0-100 0 dipersepsikan sangat korup, 100 sangat bersih. Tahun 2012 skor Indonesia adalah 32, pada
urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Secara regional Indonesia tidak banyak mengalami perubahan, masih di jajaran bawah apabila di bandingkan skor CPI-
3
nya dengan Negara – Negara di kawasan Asia Tenggara. Skor 32 menunjukkan
bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi korupsi. Berdasarkan SAS 99 AU 316 yang terdapat dalam buku Amin Widajaja
2013: 228 Kecurangan Akuntansi dapat terjadi dikarenakan beberapa kondisi yang menyebabkan hal tersebut benar-benar terjadi. Hal ini disebut dengan
segitiga kecurangan fraud triangle yang terdiri dari tekanan, kesempatan dan sikaprasionalisasi. Tekanan yang dimaksud adalah tekanan dari pihak
manajemen untuk melakukan kecurangan, kesempatan berarti terdapat situasi di dalam suatu intansi untuk melakukan kecurangan, dan sikap rasionalisasi
menunjukkan dimana suatu instansi merasionalisasikan tindakan yang tidak jujur atau berbuat curang.
Bologna 1993 menjelaskan fraud dengan GONE Theory yang terdiri dari 4 empat faktor yang mendorong seseorang berperilaku menyimpang yaitu:
Greed, Opportunity, Need dan Exposure. Opportunity kesempatan dan Exposure pengungkapan berhubungan dengan organisasi disebut juga faktor
umum seperti elemen pengendalian internal. Terdapat lima elemen pengendalian internal yang harus dimiliki oleh organisasi Arens dan Loebecke, 1999. Kelima
elemen tersebut antara lain: lingkungan pengendalian, penetapan risiko oleh manajemen, sistem komunikasi dan informasi akuntansi, aktivitas pengendalian,
dan pemantauan. Coram et al. 2008 menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal akan lebih dapat mendeteksi kecurangan
akuntansi. Selain faktor di atas, terdapat faktor Greed keserakahan dan Need kebutuhan yang berhubungan dengan individu sebagai pelaku kecurangan
4
disebut dengan faktor individual. Faktor individual berhubungan dengan perilaku yang melekat dari individu itu sendiri, dalam kaitannya faktor individu
ini berhubungan dengan moralitas. Salah satu teori perkembangan moral yang banyak digunakan dalam penelitian etika adalah model Kohlberg. Kohlberg
1995 menjelaskan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional.
Pada penelitian ini, peneliti tertarik melakukan penelitian pada sektor pariwisata khususnya pada perusahaan penginapan berjenis villa. Villa atau Hotel
merupakan usaha jasa pelayanan atau disebut ”hospitality service” yang seluruh atau sebagian bangunan digunakan untuk pelayanan kamar, makanan, minuman
serta rekreasi yang dikelola dengan tujuan komersial Diatmika dan Adi, 2010. Untuk itu villa sebagai penjual jasa harus dapat menyediakan tiga hal yaitu;
fasilitas yang memadai, sumber daya manusia yang terampil untuk melayani dan pengelolaan yang profesional. Untuk memenuhi hal tersebut dengan sendirinya
hotel membutuhkan biaya yang cukup besar dan mahal, baik biaya untuk menyediakan fasilitas maupun biaya untuk pengadaan sumber daya manusia
yang melayani berupa gaji yang memadai dan pelatihan-pelatihan yang lebih baik. Dan untuk mendapatkan data yang cukup akurat serta mengurusi dan
mendata keluar masuknya uang maka diperusahaan diperlukan satu departemen khusus yang biasa disebut Accounting Departement atau Departemen Akuntansi.
Dengan adanya banyak transaksi keuangan yang terdapat pada villa maka perlu adanya kelengkapan struktur dalam pemisahan tugas dan fungsi yang ada pada
akunting departemen.
5
Pemisahan tugas dan fungsi tersebut akan mengurangi dampak pada rentannya risiko perusahaan untuk mengalami kesalahan serta kecurangan
misalnya kesalahan pencatatan penjualan harian, terlambatnya pembayaran terhadap supplier, kesalahan pencatatan atas pengeluaran serta penerimaan kas,
serta pengeluaran kas untuk pembelian kelengkapan villa yang tidak tepat jumlahnya dengan banyaknya jumlah tamu yang menginap dan mengkonsumsi
jasa yang villa sediakan. Dengan adanya rancangan dan pelaksanaan fungsi dan pemisahan tugas yang baik, diharapkan setiap bentuk dan tindakan kesalahan
maupun kecurangan yang akan atau sedang terjadi di perusahaan dapat dikurangi atau dapat dicegah sedini mungkin. Begitu pula sebaliknya jika tidak terdapat
pemisahan tugas dan fungsi dalam departemen akunting maka kesalahan serta kecurangan bisa saja terjadi.
Ikatan Akuntan Indonesia IAI menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: 1 Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan
yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, 2 Salah
saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan yang berkaitan dengan
pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum PABU di Indonesia. Definisi
fraud menurut Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI 2007 adalah suatu jenis tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh
sesuatu dengan cara menipu. Definisi fraud di atas menunjukkan aspek dari fraud
6
yaitu penipuan deception, ketidakjujuran dishonest, dan niat intent. Teori keagenan sering digunakan untuk menjelaskan kecurangan akuntansi Jensen dan
Meckling, 1976. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain
untuk kepentingan sendiri. Menurut Scott 2000 asimetri informasi menimbulkan adanya moral hazard yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak
seluruhnya diketahui oleh pemegang saham, sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan
sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Prinsipal harus melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan sistem
pengendalian yang efektif untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem pengendalian tersebut diharapkan
mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi.
Laporan keuangan yang baik selalu terkendala oleh tindakan kecurangan yang sengaja dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kecurangan ini
dipengaruhi oleh faktor organisasi eksternal, faktor dari dalam diri individu internal serta lemahnya Pengendalian Internal. Individu dengan tingkat
integritas tinggi dan tekanan kebutuhan serta kesempatan terbatas untuk melakukan kecurangan cenderung bersikap jujur, sebaliknya individu yang
integritas pribadinya kurang, ketika ditempatkan dalam situasi tekanan kebutuhan meningkat dan diberikan kesempatan cenderung melakukan kecurangan asalkan
kebutuhannya terpenuhi. Begitu pula halnya dengan pengendalian internal. Jika
7
Pengendalian Internal lemah akan mengakibatkan kekayaan atau aset suatu negara yang dikelola oleh perusahaan tidak terjamin keamanannya. Teori Atribusi
menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang disebabkan oleh atribut penyebab Green and Mitchell, dalam Waworuntu, 2003. Tindakan seorang
pemimpin maupun orang yang diberi wewenang dipengaruhi oleh atribut penyebab. Tindakan yang tidak etis dan tindakan curang dapat dipengaruhi oleh
adanya sistem pengendalian internal dan monitoring oleh atasan. Untuk mendapatkan hasil monitoring yang baik, diperlukan pengendalian internal yang
efektif. Keefektifan Pengendalian Internal juga merupakan faktor yang
mempengaruhi adanya Kecenderungan Kecurangan Akuntansi dan Perilaku Tidak Etis. Pengendalian Internal memegang peran penting dalam organisasi untuk
meminimalisir terjadinya kecurangan. Pengendalian Internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya perilaku yang tidak etis serta kecenderungan untuk
berlaku curang dalam akuntansi. Mengacu pada penelitian Thoyibatun 2009, penelitian ini akan meneliti pengaruh keefektifan Pengendalian Internal dan
moralitas individu terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Berdasarkan penelitian Wilopo 2006 yang menemukan bahwa Moralitas Individu
berpengaruh negatif terhadap perilaku tidak etis dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Moralitas Individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi dan Perilaku Tidak Etis. Organisasi atau instansi juga memiliki tanggung jawab moral. Tanggung jawab moral dari
manajemen organisasi mempengaruhi terjadinya perilaku tidak etis dan
8
kecenderungan kecurangan akuntansi. Semakin buruk moralitas dari individu maka kemungkinan terjadi perilaku tidak etis dan Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi akan semakin besar pula. Moral yang buruk dari individu diasumsikan dapat mendorong individu bertindak tidak etis dan berlaku curang dalam
akuntansi. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul
“Pengaruh Pengendalian Internal dan Moralitas Individu pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Studi pada Villa di K
awasan Umalas”.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian