Laju Pertumbuhan Populasi Ikan Jurung (Tor tambra) di Hapa dengan Pemberian Pakan yang Berbeda

(1)

LAMPIRAN

Lampiran A. Bagan Kerja Pengukuran DO Sampel Air

1 ml MnSO4

1 ml KOHKI Dikocok Didiamkan

Sampel Endapan Putih/Cokelat

1 ml H2SO4

Dikocok Didiamkan

Larutan Sampel Berwarna Cokelat

Diambil 100 ml

Dititrasi Na2S2O3 0,00125 N

Sampel Berwarna Kuning Pucat

Ditambah 5 tetes Amilum

Sampel Berwarna Biru

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N

Sampel Bening

Dihitung volume Na2S2O3

yang terpakai

Hasil


(2)

Lampiran B. Tabel Kelarutan O2 (Oksigen)

T˚C

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 14,6 14,12 14,08 14,04 14,00 13,97 13,93 13,89 13,85 13,81 1 13,77 13,74 13,70 13,66 13,63 13,59 13,55 13,51 13,48 13,44 2 13,40 13,37 13,33 13,30 13,26 13,22 13,19 13,15 13,12 13,08 3 13,05 13,01 12,98 12,94 12,91 12,87 12,84 12,81 12,77 12,74 4 12,70 12,67 12,64 12,60 12,57 12,54 12,51 12,47 12,44 12,41 5 12,37 12,34 12,31 12,28 12,25 12,22 12,18 12,15 12,12 12,09 6 12,06 12,03 12,00 11,97 11,94 11,91 11,88 11,85 11,82 11,79 7 11,76 11,73 11,70 11,67 11,64 11,61 11,58 11,55 11,52 11,50 8 11,47 11,44 11,41 11,38 11,36 11,33 11,30 11,27 11,25 11,22 9 11,19 11,16 11,14 11,11 11,08 11,06 11,03 11,00 10,98 10,95 10 10,92 10,90 10,87 10,85 10,82 10,80 10,77 10,75 10,72 10,70 11 10,67 10,65 10,62 10,60 10,57 10,55 10,53 10,50 10,48 10,45 12 10,43 10,40 10,38 10,36 10,34 10,31 10,29 10,27 10,24 10,22 13 10,20 10,17 10,15 10,13 10,11 10,09 10,06 10,04 10,02 10,00 14 9,98 9,95 9,93 9,91 9,89 9,87 9,85 9,83 9,81 9,78 15 9,76 9,74 9,72 9,70 9,68 9,66 9,64 9,62 9,60 9,58 16 9,56 9,54 9,52 9,50 9,48 9,46 9,45 9,43 9,41 9,39 17 9,37 9,35 9,33 9,31 9,30 9,28 9,26 9,24 9,22 9,20 18 9,18 9,18 9,15 9,13 9,12 9,10 9,08 9,06 9,04 9,03 19 9,01 8,99 8,98 8,96 8,94 8,93 8,91 8,89 8,88 8,86 20 8,84 8,83 8,81 8,79 8,78 8,76 8,75 58,73 8,71 8,70 21 8,68 8,67 8,65 8,64 8,62 8,61 8,59 8,58 8,56 8,55 22 8,53 8,52 8,50 8,49 8,47 8,46 8,44 8,43 8,41 8,40 23 8,38 8,37 8,36 8,34 8,33 8,32 8,30 8,29 8,27 8,26 24 8,25 8,23 8,22 8,21 8,19 8,18 8,17 8,15 8,14 8,13 25 8,11 8,10 8,09 8,07 8,06 8,05 8,04 8,02 8,01 8,00 26 7,99 7,97 7,96 7,95 7,94 7,92 7,91 7,90 7,89 7,88 27 7,86 7,85 7,84 7,83 7,82 7,81 7,79 7,78 7,77 7,76 28 7,75 7,74 7,72 7,71 7,70 7,69 7,68 7,67 7,66 7,65 29 7,64 7,62 7,61 7,60 7,59 7,58 7,57 7,56 7,55 7,54 30 7,53 7,52 7,51 7,50 7,48 7,47 7,46 7,45 7,44 7,43


(3)

Lampiran C. Bagan Kerja Pengukuran Nitrat (NO3)

5 ml Sampel Air

1 ml NaCl (pipet volum) 5 ml H2SO4

4 tetes Brucine Sulfat Sulfanic Acid

Larutan

Dipanaskan selama 25 menit

Larutan

Didinginkan Diukur dengan

Spektrofotometer pada λ = 410 nm

Hasil


(4)

Lampiran D. Bagan Kerja Pengukuran Posfat (PO43-)

5 ml Sampel Air

1 ml Amstrong Reagent 1 ml Ascorbic Acid

Larutan

Dibiarka selama 20 menit Diukur dengan

Spektrofotometer pada λ = 880 nm


(5)

Lampiran E. Foto Lokasi

Lokasi badan sungai tempat pengambilan ikan jurung

Lokasi pemeliharaan ikan jurung : LokasiHapa


(6)

Lampiran F. FotoKerja A.

B.

C.

Ket : A. Ikandiberiphenoxyetanol 3 ppm B. Ikandilakukanpengukuranpanjang C. Ikandilakukanpenimbanganbobot


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. dan Tang, U.M. 2001. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Pekanbaru.

Amrial, Y. 2009. Produksi Ikan Corydoras (Corydoras aenus) pada Pada Penebaran 8, 12, 16 ekor/liter dalam sistem resirkulasi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Arifin, Z. & Rupawan. 1997. Pertambahan bobot dan tingkat sintasan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata Blkr) dengan pemberian pakan yang berbeda Jurnal Penelitian Indonesia

Astriani. 2008. Pembenihan Ikan Batak (Tor soro) di Instalasi Riset Perikananan Budidaya Air Tawar Bogor Jawa Barat. Laporan Penelitian. Universitas Padjajaran. Jawa Barat.

Barades, E. 2008. Pembenihan Ikan Batak (Tor soro) di Instalasi Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor Jawa Barat. Usulan Praktik Umum. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU Press. hlm: 54.

Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. PT. Victoria Kreasi Mandiri. Jakarta.

Dinas Perikanan Daerah Sumatera Utara, Statistik Perikanan Sumatera Utara 1994, Medan, Dinas Perikanan Sumatera Utara

Effendie. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. hlm: 92.

Effendie. 1997. Metode Biologi Perikanan, Bagian Perikanan, Bagian I. Yayasan Dwi Sri Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Effendie. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Yogjakarta: Kanisius

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara

Fujaya, Yushita. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Yogyakarta: Penerbit Rineka Cipta. hlm: 131 & 143.


(8)

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk Jilid 3 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.

Gustiano, R dan Otong, Z.E. 2010. Menjaring Laba dari Budidaya Nila Best. Bogor: IPB Press. hlm: 49-51.

Hapsari, A. 2001. Pengaruh Salinitas 3 ppt dan Kesadahan moderat Terhadap Daya Kerja Filter pada Sistem Resirkulasi untuk Budidaya Ikan mas Koki (Carassius auratus Linnaeus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institus pertanian Bogor.

Hariyanto, S., Irawan, B. & Soedarti, T. Teori dan Praktik Ekologi. Jakarta: Erlangga.

Haryono dan A.H. Tjakrawidjaja. 2005. Pengenalan Jenis Ikan Tambra yang Bernilai Komersial Tinggi dan Telah Rawan Punah untuk Mendukung Domestikasinya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Haryono, 2006. Domestikasi Ikan Tmbra (Tor Tambroides) yang Sangat Langka dan Mahal untuk Pemanfaatan Berkelanjutan. Bogor: Pusat Biologi-LIPI.

Haryono. 2007. Tambra, Ikan Kancra dari Pegunungan Muller. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Husin, C. 2001. Pengaruh Salinitas 3 ppt dan Kesadahan Moderat Terhadap Daya Kerja Filter pada Sistem Resirkulasi untuk Budidaya Ikan Maanvis (Pterophyllum scalare Lichenstein). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Irawan, A, Aminullah, Dahlan, Ismail dan Syamsul, B. 2009. Faktor-Faktor Penting dalam Pembesaran Ikan di fasilitas Nursery dan pembesaran.

Bandung: ITB Seamolec-Vedca.

Kiat, Ng-Chi. 2004. The Kings of The Rivers Mahseer in Malaysia and The Region. Selangor: Inter Sea Fishery.

Kotellat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Sinagpore: Periplus.

Kottelat, M. 2012. Tor tambra. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2015.2. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 26 June 2015.


(9)

Mackinnon,K., G. Hatta, H. Halim dan A. Mangalik. 2000. The Ecology of Kalimantan. Prehalindo. Jakarta.

Mujiman, A. 2000. Makanan Ikan. Cetakan ke-14. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prihatman, K. 2000. Budidaya Ikan Mas. BAPPENAS. Jakarta.

Rahardjo, M. F., D.S. Sjafei, R. Affandi dan Sulistiono. 2010. Iktiology. Bandung: Lubuk Agung. hlm: 83.

Smallcrab.com. 2010. Kandungan Nutrisi Bahan Baku Nabati Pakan Ikan. http://www.smallcrab.com/forex/495-kandungan-nutrisi-bahan-baku-nabati-pakan-ikan (diakses pada 2 Agustus 2014)

Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen terlarut (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Jurnal Pusat Penelitian Oseanografi- LIPI. Jakarta

Subagja, J., S. Asih, dan R. Gustiano. 2006. Manajemen Induk dalam Pembenihan Ikan Tor soro. Media Akuakultur Vol 1:7-11.

Sudarmadji, S., Haryono. B dan Suhardi. 1976. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM.

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas

Sundari, S. 2002. Pengaruh Pemberian jumlah Makanan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn). Bogor: IPB.3-7.

Sutisna, D. & Sutarmanto, R. 1995. Pembenihan Ikan Tawar. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm: 38-39

Syukri, F. 2011. Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisik Kimia Air Dan Aspek Fisiologi Ikan Yang Ditemukan Pada Perairan Buangan Pabrik Karet Di Sungai Batang Arau. Padang: Universitas Andalas.

Tang, U.M. dan Affandi, R. 2002. Biologi Reproduksi. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan Universitas Riau. Pekanbaru.

Warintek. 2010. Pakan Ikan. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/3d1c1.html. (diakses pada 2 Agustus 2014)

Yuwono, E & Sukardi, P. 2008. Fisiologi Hewan Air. Puwokerto: Unsoed Press.

Zonneveld, N., E. A. Husman dan Bonn. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia, Jakarta.


(10)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini di tempatkan pada aliran air dari Sungai Bahorok di Desa Timbang Jaya, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah termometer Hg, pH meter, gelas ukur 1 L, buret dan statif, spektrofotometer, jangka sorong, timbangan digital ketelitian 0,01 g, meteran tanah, kamera digital, dan kertas grafik. Bahan yang digunakan yaitu ikan jurung yang memiliki berat 100-200 gr, pelet komersil, phenoxyetanol 3ppm, bambu dan kain jaring.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah metode eksperimental yang terdiri dari 2 wadah pemeliharaan (Hapa) yang masing-masing berisi 10 ekor ikan jurung dengan pakan yang diberikan berupa A: pelet (komersil), B: kontrol (tidak diberi pelet).

3.3.1 Persiapan Hapa (Wadah Pemeliharaan)

Dibuat 2 buah hapa berukuran 1x1m di sekitar aliran Sungai Bahorok yang berada di sekitar pemukiman masyarakat dengan menggunakan bambu yang diikat dan kain jaring. Hapa digunakan untuk pemeliharaan ikan jurung selama penelitian.

3.3.2 Persiapan Ikan Jurung

Ikan jurung yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor. Ikan yang digunakan adalah ikan yang memiliki berat 110-150 gr yang diperoleh langsung dari perairan hulu sungai Bahorok. Ikan kemudian diberikan tagging untuk memberi penanda dan memudahkan pengamatan. Ikan dibagi di dalam 2 hapa, masing-masing hapa terdiri dari 10 ekor ikan jurung.


(11)

3.3.3 Perlakuan terhadap Ikan Jurung

Ikan jurung sebanyak 20 ekor ditempatkan pada 2 hapa yang berisi masing-masing 10 ekor ikan. Pada penelitian ini ikan diberi pakan yang berbeda yaitu A: pelet (komersil), B: kontrol (tidak diberi pelet). Pakan diberikan sebanyak 2 kali sehari (pagi dan sore hari) sebanyak 5% dari bobot ikan jurung. Pengukuran bobot ikan, panjang total ikan dan faktor fisik air diukur setiap 2 minggu sekali selama 12 minggu. Sebelum dilakukan pengukuran, ikan terlebih dahulu dibius dengan phenoxyetanol 3 ppm selama kurang lebih 3 menit lalu setelah selesai dilakukan pengukuran ikan diletakkan pada wadah yang berisi air sungai agar kembali kekeadaan semula.

3.4 Parameter yang diukur 1. Panjang

Panjang total ikan diukur dengan menggunakan jangka sorong mulai dari ujung moncong sampai dengan ujung ekor ikan. Hasilnya dicatat setiap 2 minggu sekali selama 12 minggu.

2. Bobot

Bobot ikan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram setiap 2 kali dalam seminggu selama 12 minggu, kemudian dicatat hasilnya.

3. Suhu air

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat termometer dengan skala 0-100°C, kemudian dimasukkan termometer ke dalamnya, dibiarkan beberapa saat lalu dibaca skala dari termometer tersebut dan dicatat hasil yang tertera pada skala termometer.

4. pH air

Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelumnya dikalibrasi dulu pH dengan pH 7, lalu dimasukkan pH meter ke dalam sampel air, lalu dibaca nilainya dan dicatat hasil yang tetera ada skala pH meter.


(12)

5. Kadar Oksigen terlarut

Oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan metode winkler. Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut.

6. Kadar Amonia

Pengukuran kadar amonia (NH3) dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometri pada kisaran kadar 0,01 mg/l sampai dengan 1,00 mg/l. Dicatat hasil yang diperoleh.

7. Kadar Ortofosfat

Pengukuran kadar ortofosfat (PO4) dilakukan dengan metode asam

askorbat menggunakan spektrofotometri pada kisaran kadar 0,01 mg/l sampai dengan 1,00 mg/l. Dicatat hasil yang diperoleh.

3.5 Analisis Data

Variabel yang dianalisis adalah: a. Kelangsungan hidup (Sintasan)

Nt

SR (%) = ___ x 100% No

Keterangan: SR = Kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan pada saat awal (ekor) No = Jumlah ikan pada saat akhir (ekor)

(Effendie, 2002) b. Pertambahan Berat

W= Wt-Wo

Keterangan: W = pertumbuhan berat (gram)

Wt = bobot rata-rata ikan pada waktu t (gram)

Wo = bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (gram)


(13)

c. Laju Pertumbuhan (Growth Rate = GR) GR= Wt-Wo

t Keterangan: GR = pertumbuhan mutlak (g)

Wt = bobot total ikan uji pada akhir percobaan (g) Wo = bobot total ikan uji pada awal percobaan (g) t = waktu pengamatan

(Zooneveld et al, 1991)

d. Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate = SGR)

SGR = (lnWt – lnWo)/t x 100% Keterangan :

SGR : Laju Pertumbuhan Spesifik

Wt : bobot rata – rata akhir ( gram/ekor ) Wo : bobot rata – rata awal ( gram/ekor ) t : waktu pemeliharaan

(Zooneveld et al, 1991)

e. Hubungan Panjang - Berat

Hubungan Panjang – Berat ikan dapat dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan ikan di alam, yang ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

W= aLb

Dimana:

W = Berat tubuh ikan (g) L = Panjang total ikan (cm) a = Konstanta

b = Koefisien pertumbuhan


(14)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sintasan (Survival Rate)

Sintasan merupakan persentase antara jumlah individu yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu pada awal percobaan. Faktor yang mempengaruhinya adalah faktor biotik maupun faktor abiotik. Parasit, kompetitor, predasi, umur, kemampuan adaptasi, penanganan manusia, dan kepadatan populasi dipengaruhi oleh faktor abiotik, sedangkan sifat kimia dan fisika dari suatu lingkungan air dipengaruhioleh faktor abiotik (Rika, 2008).

Berikut ini ikan jurung selama pemeliharaan (12 minggu) yang diberi pakan pelet, dan tanpa pelet masing-masing menunjukkan hasil sintasan yang sama sebesar 100% dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sintasan ikan jurung (Tor tambra) selama 12 minggu dengan pemberian pakan yang berbeda

Kedua perlakuan memberikan respon yang sama terhadap sintasan, hal ini disebabkan karena faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi kelangsungan hidup antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi dan beriringan seperti jumlah, kompetisi, kualitas makanan, tingkat kematian, dan umur.

Secara alamiah setiap organisme mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya dalam batas-batas tertentu atau disebut tingkat toleransi. Jika perubahan lingkungan ikan terjadi di luar kisaran toleransi, maka cepat atau lambat ikan tersebut akan mati.

Kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kualitas air. Kualitas air merupakan faktor pembatas bagi kehidupan mahkluk hidup yang hidup dalam air baik yang termasuk faktor kimia dan fisika. Keadaan kualitas air media penelitian

Pakan Pengamatan Ke-

1 2 3 4 5 6

Pelet 100% 100% 100% 100% 100% 100%


(15)

menunjukan kisaran-kisaran yang memungkinkan ikan untuk hidup dan tumbuh dengan baik.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai peubah fisika-kimia air media selama penelitian masih berada pada kisaran yang baik sehingga ikan jurung mampu untuk hidup dikarenakan kondisi perairan di hapa yang dibuat tidak jauh berbeda dengan habitat alami ikan jurung. Menurut Kiat (2004) ikan jurung (Tor sp) mampu beradaptasi dengan baik terhadap kondisi lingkungan baik faktor fisik maupun faktor kimia lingkungan. Kualitas air merupakan variabel langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kelangsungan hidup. Perbandingan parameter fisika dan kimia perairan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Faktor Fisik dan Kimia

No. Parameter Satuan Hapa (Wadah

Pemeliharaan)

Habitat Alami Ikan Jurung

1 Suhu oC 23 21

2 Penetrasi Cahaya cm 18 26

3 Oksigen terlarut (DO) mg/L 5,8 6,7

4 Derajat Keasaman (pH) - 6,8 7,1

5 Fosfat (PO4) mg/L <0,03 <0,03

6 Amoniak mg/L 0,4 0,3

Tabel 2 menunjukkan nilai perbandingan parameter fisika-kimia di hapa yaitu suhu 23oC sementara suhu di habitat alami ikan yaitu 210C. Hal ini menunjukan tidak terdapat perbedaan yang begitu berbeda suhu di sekitar hapa dan di habitat alami ikan dan ini merupakan kisaran yang cukup baik untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis. Hal ini didukung oleh pendapat Cholik et al (2005) bahwa ikan-ikan tropis dapat tumbuh dan berkembang baik pada kisaran suhu antara 25-300C dengan fluktuasi tidak lebih dari 400C. Suhu yang optimal untuk selera makan ikan yaitu 26 -280C dengan perbedaan suhu, siang dan malam tidak lebih dari 50C. Penetrasi cahaya yang diukur pada hapa yaitu 18 cm dan di habitat asli ikan sebesar 26 cm. DO yng diperoleh pada hapa yaitu sebesar 5,8 mg/L sementara di habitat asli ikan jurung adalah 6,7 mg/L. Oksigen terlarut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, nafsu makan, sebaiknya kadar oksigen minimum adalah 2 ppm (Boyd 1990 dalam Amrial 2009). Setelah diukur kadar oksigen terlarut selama peneltian masih dalam tahap yang baik.


(16)

Hasil pengukuran pH pada hapa sebesar 6,8 dan di habitat asli sebesar 7,1. Tingkat keasaman air (pH) media pemeliharaan selama penelitian cukup baik untuk kehidupan ikan. Lingga (1995) menyatakan bahwa pH air yang ideal untuk pemeliharaan ikan berkisar antara 7,0-8,5. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan terganggunya keseimbangan antara ammonium dan ammoniak dalam air, dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004). Berdasarkan hal tersebut, kisaran pH media pemeliharaan cukup optimum dalam mendukung sintasan dan pertumbuhan ikan jurung.

Fosfat yang diukur pada hapa berkisar diantara <0,003 begitu juga di habitat asli ikan sebesar <0,003 dan kadar amonia yang diukur pada hapa yaitu 0,4 mg/L sedangkan di di habitat asli ikan jurung yaitu 0,3 mg/L. Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai nutrien bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme.

Konsentrasi beracun amoniak terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7-0,5 mg/L (Boyd 1990 dalam Amrial 2009). Menurut Boyd (1990) amoniak dan amonium bersifat toksik tetapi amoniak lebih bersifat toksik daripada amonium. Lebih lanjut, efek konsentrasi amoniak yang melebihi ambang batas dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah sehingga dapat menyebabkan mati lemas pada ikan. Kematian terjadi secara perlahan karena ikan umumnya intoleran terhadap kadar amoniak bebas yang tinggi (Efendi, 2003). Konsentrasi amoniak akan meningkat seiring dengan meningkatnya pH dan suhu serta menurunnya tingkat salinitas yang dapat menyebabkan organisme akuatik keracunan amoniak.


(17)

Hasil analisis parameter kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa suhu, penetrasi cahaya, oksigen terlarut, derajat keasaman, kadar fosfat dan amoniak cukup ideal dan masih dalam batas-batas toleransi untuk mendukung kesintasan bahkan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan berbagai pendapat mengenai dukungan kualitas air untuk lingkungan budidaya terhadap kesintasan ikan. Wardoyo (1998) menyatakan bahwa untuk dapat engelola sumber daya perikanan dengan baik, maka salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah kualitas airnya.

4.2. Pertambahan Berat

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan berat rata-rata ikan jurung selama pemeliharaan 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Berat rata-rata ikan jurung (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu

Pakan Pengamatan ke- Pertambahan

berat (g)

0 1 2 3 4 5 6

Pelet 125,8 129,1 132,6 136,2 140 145,8 150,3 24,5

Tanpa Pelet 142,3 143,2 144,3 145,4 146,2 147,4 148,4 6,1

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pertambahan berat rata-rata ikan jurung selama 12 minggu lebih tinggi dengan perlakuan pemberian pelet sebesar 24,5 gram dibandingkan tanpa pelet sebesar 6,1 gram. Pada umumnya ikan akan selalu mengalami pertumbuhan salah satunya adalah pertambahan bobot tubuh. Pertumbuhan ini akan terjadi apabila ada faktor-faktor yang mendukung.Faktor yang mendukung laju pertumbuhan dibagi ke dalam dua golongan yaitu faktor luar dan faktor dalam.

Makanan merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan hidup ikan. Pertumbuhan optimal memerlukan jumlah dan mutu makanan dalam keadaan yang cukup serta seimbang sesuai dengan kondisi perairan. Makanan yang dimanfaatkan oleh ikan pertama-tama digunakan untuk memelihara tubuh dan menggantikan organ-organ tubuh yang rusak, sedangkan kelebihannya digunakan untuk pertumbuhan (Effendie, 2002). Sebagian besar ikan memiliki kemampuan untuk meneruskan pertumbuhan selama hidup bila kondisi lingkungannya sesuai dan ketersediaan makanan cukup baik (Effendie, 1997).


(18)

Pertambahan berat ikan jurung dipengaruhi salah satunya adalah penggunaan pakan yang digunakan untuk proses pertumbuhan. Pakan yang diperoleh pada ikan baik pakan utama maupun pakan tambahan mempunyai peranannya masing-masing. Pemberian pakan yang tepat dan mencukupi akan mempengaruhi proses pertumbuhan. Ikan akan tumbuh optimum apabila diberi pakan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Bila pakan yang diberikan kurang maka proses pertumbuhan ikan akan menjadi lambat, tetapi apabila pakan yang diberikan kepada ikan berlebih maka hal ini juga tidak baik. Pemberian pakan yang cukup yaitu sesuai dengan kebutuhannya pakan yang diberikan per hari berkisar antara 3 - 5% dari berat tubuh total ikan yang dipelihara (Warintek, 2010).

Selain beberapa faktor diatas, terdapat faktor lain yang memicu pertumbuhan ikan yaitu aspek fisiologi pakan dan pencernaan. Cepat ataupun lambatnya laju pertumbuhan disebabkan oleh dua faktor utama yaitu (a) kondisi eksternal pakan, dimana sumber nutrient yang terkandung di dalam formulasi pakan belum lengkap bagi ikan sehingga tidak dapat memacu pertumbuhan pada tingkat optimal. (b) kondisi internal ikan sehubungan dengan kemampuan ikan dalam memanfaatkan dan mencerna pakan untuk pertambahan bobot (Rika, 2008).

4.3 Laju Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor tambra)

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan harian (SGR) ikan jurung (Tor tambra) dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Laju Pertumbuhan (GR) dan pertumbuhan harian (SGR) ikan jurung (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu

No. Perlakuan Laju Pertumbuhan (g/hari) SGR (%)

1 Pelet 0,272 0,5

2 Tanpa Pelet 0,067 0,14

Pada Tabel 4 diketahui bahwa pertumbuhan mutlak ikan jurung yang tertinggi dicapai pada perlakuan pemberian pelet sebesar 0,272g/hari, dan yang rendah pada perlakuan tanpa pelet sebesar 0,067g/hari. Pertumbuhan harian (SGR) ikan jurung tertinggi dicapai pada perlakuan pemberian pelet sebesar 0,5% dan yang terendah pada perlakuan tanpa pelet sebesar 0,14%.


(19)

Perbedaaan pertambahan berat pada kedua perlakuan terlihat jelas. Hal ini disebabkan karena faktor perbedaan perlakuan yang diterima oleh ikan berbeda. Ikan yang diberi pelet pertambahan panjang dan beratnya lebih cepat daripada ikan yang tidak diberi makanan yaitu hanya mengandalkan ketersediaan fitoplankton dan zooplankton di sekitar wadah pemeliharaan. Pada umumnya tindakan domestikasi yag dominan adalah merekayasa pakan utk mendorong terjadinya pertumbuhan generatif.

Ikan jurung diketahui juga sebagai jenis ikan family Cyprinidae yang tergolong omnivora yang merupakan ikan pemakan segalanya termasuk plankton maupun biji-bijian. Ikan pada kelas Cyprinidae memakan fitoplankton dan zooplankton atau jenis alga ber-sel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk ke dalam kelas Cyanophyceae dan Chlorophyceae. Ikan Cyprinidae memakan fitoplankton dan zooplankton yang tergolong kedalam kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae dan Cyanophyceae (Cholik et al, 2005).

Faktor lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan yaitu tata letak kolam pemeliharaan ikan. Ikan jurung di hapa yang tidak diberi pelet masih mendapatkan asupan makanan dari sisa-sisa makanan yang terbawa arus sungai dari hapa yang diberi pelet. Hal ini juga yang menyebabkan ikan di hapa yang tidak diberi pelet masih mampu hidup dan bertumbuh walaupun tidak sebanyak yang diberi pelet.

Kandungan nutrisi dari pakan pelet sehingga menyebabkan pertumbuhan panjang dan berat lebih besar terdapat pada perlakuan yang diberi pelet. Kandungan nutrisi dari pakan pellet F999 yaitu protein kasar 38 %, lemak kasar 2 %, serat kasar 3 %, abu kasar 13 % dan kadar air 12 %. Keseimbangan protein dan energi sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ikan. Pakan yang mempunyai kadar protein tinggi belum tentu dapat mempercepat pertumbuhan apabila total energi pakan rendah. Energi pakan terlebih dahulu dipakai untuk kegiatan metabolisme standar, seperti respirasi, transport ion, dan pengeluaran cairan tubuh serta aktifitas lainnya (Furuichi, 1938). Rasio energi protein tertentu dan energi non proteindalam jumlah yang cukup harus terkandung di dalam


(20)

pakan, sehingga sebagian besar protein ini nantinya yang digunakan untuk pertumbuhan (Suhenda et al, 2005).

4.4 Pola Pertumbuhan

Perbedaan panjang dan bobot menunjukkan pengukuran panjang berat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok individu. Menurut Mulfizar et al (2012) bahwa analisa hubungan panjang berat juga dapat mengestimasi faktor kondisi yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relatif dari populasi ikan atau individu tertentu. Hubungan panjang–berat ikan merupakan salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap (Vanichkul & Hongskul dalam Merta, 1993). Hasil analisis hubungan panjang dan berat ikan jurung apat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

a. Pelet b. Tanpa pelet

Gambar 1. Analisis hubungan panjang dan berat ikan jurung pada setiap perlakuan

Gambar 1 menunjukan hubungan panjang bobot ikan dan berat ikan sangat erat. Persamaan hubungan panjang dan berat diantara dua perlakuan ini yaitu perlakuan diberi makan pelet dan tanpa pelet menujukkan hasil yang sama yaitu pola pertumbuhan allometrik positif dikarenakan nilai b dari perlakuan diberi pelet yaitu 4,6432 dan perlakuan tidak diberi makan yaitu 4,3879 yang menunjukkan

135 140 145 150 155 160 165

0 10 20 30

Panjang (cm) 154 156 158 160 162 164 166

22 23 24 25 26


(21)

bahwa nilai b keduanya > dari 3 yaitu pertumbuhan berat lebih mendominasi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi nilai b yang diperoleh. Faktor ini dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik maupun kimia lingkungan. Faktor lingkungan pun tidak selamanya menjadi faktor utama, namun sedikit banyak cukup mempengaruhi nilai b.

Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan (Jenning et al., 2001). Menurut Shukor et al., (2008) bahwa ikan yang hidup diperairan arus deras umumnya memiliki nilai b yang lebih rendah dan sebaliknya ikan yang hidup pada perairan tenang akan menghasilkan nilai b yang besar. Hal ini sesuai karena wadah pemeliharaan berada di perairan yang tenang sehingga menghasilkan nilai b yang besar.

Nilai koefisien b yang besar juga diperngaruhi oleh faktor lainnya. Faktor tersebut adalah tingkah laku ikan dimana ikan yang memiliki pergerakan yang lebih banyak atau aktif berenang akan mempengaruhi nilai b yaitu nilai b akan menjadi rendah begitu juga dengan sebaliknya. Menurut Muchlisin (2010) bahwa besar kecilnya nilai b juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, ikan yang berenang aktif menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif. Hal ini terkait dengan alokasi energi yang dikeluarkan untuk pergerakan dan pertumbuhan dimana ikan yang berada di wadah pemeliharaan tidak banyak melakukan pergerakan.


(22)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa:

a. Sintasan ikan jurung dengan pemberian pakan pelet dan tanpa pelet menunjukkan hasil yang sama sebesar 100%.

b. Pertambahan bobot rata-rata ikan jurung dengan pemberian pakan pelet sebesar 24.5 gram dan tanpa pelet sebesar 6.1 gram.

c. Pertambahan panjang rata-rata ikan jurung dengan pemberian pelet sebesar 8.4 cm dan tanpa pelet sebesar 3.2 cm.

d. Persamaan hubungan panjang dan berat menunjukkan hasil yang sama yaitu pertumbuhan allometrik positif dengan nilai b dari perlakuan diberi pelet sebesar 4.38791 dan tanpa pelet sebesar 4.6432.

5.2 Saran

Saran dari hasil penelitian ini adalah:

Penelitian menggunakan ikan jurung yang memiliki ukuran dan berat yang hampir sama dan dilakukan perlakuan tambahan untuk melihat hasil yang lebih signifikan.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan jurung (Tor tambra) termasuk ke dalam famili Cyprinidae, ordo Cypriniformes merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis dan budidaya yang tinggi. Cyprinidae berasal dari Asia dan menyebar ke benua Afrika serta Amerika. Famili ini memiliki sekitar 1600 spesies (Kotellat et al, 1993). Populasi dari ikan jurung ini tergolong langka, meskipun upaya konservasi dari ikan ini telah dilakukan oleh masyarakat di alam agar tetap berkembang.

2.1. Klasifikasi Ikan Jurung (Tor tambra)

Dalam ilmu biologi, ikan jurung diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Actinopterygii Subclass : Neopterygii Order : Cypriniformes Family : Cyprinidae Genus : Tor

Spesies : Tor tambra

(Kotellat, 2012)

2.2. Morfologi Ikan Jurung (Tor tambra)

Secara morfologis ikan Tor mempunyai bibir bawah yang berubah menjadi tonjolan berdaging, atau paling sedikit dua lekukan yang membatasi posisi tonjolan, lekukan di belakang bibir tidak terputus, tidak ada tulang keras pada rahang bawah, sirip dubur lebih pendek daripada sirip punggung, bibir bawah tanpa celah (Dinas Perikanan Daerah Sumatera Utara, 1994). Ikan Tor umumnya mempunyai ciri-ciri berupa cuping dengan ukuran sedang pada bagian bibir


(24)

bawah yang tidak mencapai sudut mulut dan jari-jari terakhir sirip punggung yang mengeras memiliki panjang yang sama dengan panjang kepala tanpa moncong. Bentuk tubuh pipih memanjang, dengan warna tubuh keperakan pada ikan muda dan berangsur-angsur berubah menjadi kuning kehijauan yang tampak pada ikan dewasa (Barabes, 2008).

Ikan tambra memiliki sirip dorsal yang memiliki 3 duri dan 8-9 jari-jari lemah, sirip anal 3 duri dan 5 jari-jari lemah, sirip dada 1 duri dan 14-16 jari-jari lemah, sirip perut 2 duri dan 8 jari-jari lemah, 24-28 sisik pada linea lateralis. Tinggi tubuh 3,4-3,8 SL, 4,3-4,6 TL. Panjang kepala 4,3 SL dan 5,4 TL. Diameter mata 4 HL, sekitar 1 1/3 terhadap moncong dan mendekati dua terhadap jarak antar mata. Mulut inferior, bibir tebal, pada pertengahan bibir bawah tidak terdapat cuping dan hanya berupa kulit. Sungut moncong hampir sama atau lebih panjang dibandingkan mata, lebih pendek dibandingkan sungut rahang atas. Panjang operkulum 1 ½ - 1 ¾ terhadap tingginya. Awal sirip dorsal sebelum sirip perut, berhadapan dengan sisik ke 7 atau 8 dari linea lateralis, dan 8-9 sisik di depan sirip dorsal. Sirip dorsal cekung, duri ketiga kuat dan lebih pendek daripada panjang kepala tanpa moncong. Sirip anal membulat dan tidak mencapai ekor, jari-jari sirip anal yang terpanjang lebih pendek dibandingkan duri sirip dorsal. Sirip ventral lebih pendek dibandingkan sirip dada maupun sirip dorsal, terletak jauh dari anus, berjarak dua baris sisik dari linea lateralis. Sirip ekor menggarpu, ujungnya meruncing tajam. Batang ekor dikelilingi 12 sisik. Warna tubuh keperakan, bagian belakang gelap (Haryono dan Tjakrawidjaja, 2005).

Ciri kelamin sekunder (dimorfisme jenis kelamin) berguna untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara morfologis tanpa harus melakukan pembedahan terhadaporgan reproduksinya. Hasil pengamatan terhadap dimorfisme jenis kelamin ikan tambra mempunyai penampakan yang berbeda antara jantan dan betinanya, yang meliputi ciri primer antara ovarium dan testes maupun ciri sekunder. Perbedaan secara morfologi antara ikan tambra jantan dan betina, antara lain pada bentuk dan warna tubuh, terdapatnya tubus pada pipi ikan jantan, bentuk papilla pada lubang genital. Ciri kelamin sekunder merupakan pengamatan gabungan antara hasil pembedahan terhadap organ reproduksi sebagai pembuktian terhadap ciri secara morfologi. Selain itu jika


(25)

perut ditekan keluar telur berarti betina dan jika keluar cairan putih susu/sperma berarti jantan (Haryono, 2006)

2.3. Habitat Ikan Jurung (Tor tambra)

Ikan tambra umumnya hidup di perairan air tawar dan merupakan tipikal ikan yang menyukai arus air yang deras, berair jernih, dasar perairan berbatu, suhu air relatif rendah, kandungan oksigen tinggi, dan lingkungan sekitar berupa hutan. Masing-masing ukuran dari ikan Tor biasanya menempati tipe dari habitat tertentu. Ikan kecil sampai remaja menyukai bagian sungai yang berarus dan berbatuan. Sedangkan ikan dewasa menempati lubuk-lubuk sungai yang dalam. Karakteristik ini menunjukkan bahwa ikan Tor merupakan tipikal ikan-ikan penghuni dari perairan di kawasan pegunungan (Haryono, 2007).

Di habitat aslinya, ikan Tor memiliki gerakan yang sangat agresif, baik saat mengejar mangsa maupun menghindar dari ancaman. Oleh karena itu, di Malaysia dan India, ikan Tor menjadi favorit para pemancing. Begitu pula di Pegunungan Muller, Kalteng, jika ikan terperangkap jala atau pukat, mereka akan memberontak sekuat tenaga. Ikan Tor termasuk aktif di malam hari, sedangkan siang hari lebih banyak sembunyi di balik batuan. Namun, jika mendengar atau melihat buah jatuh ke air, mereka akan segera mengejarnya (Barabes, 2008). Penyebaran dari ikan Tor meliputi Sumatera, Jawa, Malaysia, Birma, Thailand dan Indocina (Kotellat et al, 1993).

Habitat ikan Tor dapat dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan ukurannya, yaitu habitat untuk larva/juvenil, anakan sampai remaja, dan dewasa dengan karakteristik sebagai berikut: (i) Habitat larva/juvenil umumnya pada bagian tepi sungai yang ditandai oleh substrat/dasar perairan pasir, arus tenang, warna air jernih, dan dangkal (<50 cm). Hal ini diduga terkait dengan kemampuannya yang masih rendah untuk melawan arus air. Habitat seperti ini juga merupakan tempat bertelurnya ikan (spawning ground). (ii) Habit at ikan ukuran kecil sampai dengan sedang ataupun remaja dengan karakteristik sebagai berikut dasar perairan batuan berdiameter <50 cm, arus air sedang sampai deras, warna air jernih, lebar sungai 15-20 m, kedalaman air <1 m, substrat tersusun dari kerikil dan pasir, penutupan kanopi 50-75%. (iii) Habitat ikan ukuran besar/indukan, umumnya merupakan lubuk sungai dengan lebar sungai


(26)

antara 15-20 m, panjang 20-60 m, arus tenang sampai lambat, kedalaman air >1,5 m, dasar perairan batuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil, warna air jernih, dan penutupan kanopi >75% (Haryono, 2007). Menurut Effendie (2002), habitat pemijahan ikan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu phytophils (harus adanya vegetasi), lithophils (harus di dasar perairan batuan dan pasir), dan pelagophils (harus di perairan terbuka). Berdasarkan kriteria tersebut maka ikan tambra termasuk ke dalam kelompok lithopils karena memijah pada sungai yang dasarnya batuan dan bersubstrat pasir/kerikil.

2.4. Sistem Reproduksi Ikan Jurung (Tor tambra) 2.4.1 Sistem Reproduksi Ikan Jantan

Organ reproduksi ikan jantan terdiri dari sepasang testis, seminal vesikel dan saluran-saluran sperma. Dalam tubulus terdapat sel germinal dan sel sertoli, sedangkan diluar tubulus terdapat sel intertisisal dan sel leydig. Sel germinal terkumpul dalam kista-kista berupa spermatosit primer, spermatosit sekunder dan spermatid pada tingkatan yang berbeda dan dibatasi oleh sel-sel sertoli. Sel-sel sertoli merupakan sel yang berfungsi sebagai buffer dalam testikular berbentuk pipih dan irregular, saling terpisah oleh lapisan sitoplasma (Chinabut et.al, 1991 dalam Tang dan Affandi, 2001).

2.4.2 Sistem Reproduksi Ikan Betina

Organ reproduksi ikan betina berupa ovari (sepasang organ yang memanjang di rongga tubuh). Perkembangan ovari terdiri dari oogonia, oosit yang mengelilingi sel folikel, disokong oleh sel stroma dan jaringan pembuluh darah dan syaraf. Permulaan perkembangan oosit berawal dari sel folikel yang mengganda karena adanya pertumbuhan oosit yang kemudian secara kontinu ini yang akan membentuk lapisan dalam folikel (sel granulosa). Kemudian pada lapisan luar folikel terbentuk lapisan sel theca oleh jaringan stroma. Kedua lapisan sel folikel ini dibatasi oleh membran yang jelas dan berfungsi dalam pembentukan kuning telur oosit (Tang dan Affandi, 2002).


(27)

2.5. Siklus Hidup Ikan Jurung (Tor tambra)

Ikan pada umumnya mengalami beberapa tahap yang terjadi pada siklus hidup ikan.yaitu dari bentuk telur, larva, juvenil, dan dewasa. Pada tahap telur, terdapat proses pembuahan yang dilakukan oleh sperma. Proses pembuahan ini menyebabkan terjadinya proses embriologis pada telur yang kemudian akan menetas menjadi larva. Tahap larva terbagi lagi menjadi tahap prolarva dan postlarva. Pada tahap prolarva, ikan masih memiliki kuning telur, tubuh yang transparan, beberapa pigmen yang belum diketahui fungsinya, sirip perut yang berbentuk tonjolan, usus berupa tabung lurus. Pergerakan ikan pada tahap prolarva ini sangat lambat dan terkadang berada pada posisi terbalik. Tahap postlarva merupakan tahap akhir dari larva dimana organ luar dan dalam ikan telah sempurna sehingga memiliki bentuk tubuh yang hampir sama dengan induknya. Tahap juvenil adalah tahap dimana ikan telah melewati tahap postlarva. Pada tahap ini ikan telah memiliki bentuk tubuh yang sama dengan induknya (Barabes, 2008).

2.6. Kebiasaan Makan Ikan Jurung (Tor tambra)

Komponen pakan yang paling banyak ditemukan pada perut ikan Tor berupa tumbuhan (>50%), serangga (6-8%), dan sisanya tidak teridentifikasi. Lumut-lumutan banyak ditemukan yang mengidentifikasikan bahwa ikan ini banyak memanfaatkan lumut yang menempel pada batuan dasar perairan sebagai habitat yang disukai (Haryono, 2006). Menurut Mujiman (2000), bila panjang usus ikan sedikit lebih panjang dibandingkan tubuhnya maka tergolong ke dalam ikan omnivora atau pemakan segala. Pernyataan ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan yang menunjukkan bahwa ikan jurung bersifat omnivora dan suka memakan buah Ficus karena ditemukan pula pada usus ikan ini biji buah-buahan yang keras (Kiat, 2004).

2.7. Pertumbuhan Ikan

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses biologis yang kompleks dimana banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis (Effendie, 2002). Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh banyak faktor yang merupakan faktor internal


(28)

maupun faktor eksternal ikan. Pertumbuhan merupakan parameter yang mempunyai nilai ekonomi penting dalam budidaya. Parameter ini mudah diukur sebagai bobot, panjang atau lingkaran pertumbuhan pada sisik. Ikan-ikan yang berumur muda lebih cepat pertumbuhan panjangnya dari ikan-ikan yang berumur tua (Effendie, 1997).

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang meliputi faktor genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan dan penyakit (Irawan et al. 2009).

Makanan merupakan salah satu faktor yang daat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Pertumbuhan ikan yang baik membutuhkan sejumlah pakan yang melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya. Ikan dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya memerlukan makanan baik makanan alami maupun makanan buatan Ikan yang hidup di alam bebas (sungai) mengandalkan makanan alami (Effendie, 1997).

Tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk pemeliharaan dan sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan, dan reproduksi. Ikan muda yang sedang tumbuh lebih banyak menggunakan energi dibandingkan ikan dewasa, karena energi dibutuhkan tidak saja untuk aktivitas dan pemeliharaan, tetapi juga untuk pertumbuhan (Fujaya, 2004).

Pada beberapa organisme, suplai makanan dan oksigen tergantung pada difusi permukaan sedangkan rasio permukaan dan seiring itu juga terjadi penurunan volume. Jika terjadi pertambahan ukuran badan menjadi dua kali lipat, maka rasio permukaan dan volume mnjadi setengahnya dan dengan demikian penggunaan energi berkurang, yang ditandai dengan pengurangan konsumsi oksigen per mg berat badan (Fujaya, 2004).

Faktor-faktor kimia perairan dalam keadaan ekstrim mempunyai pengaruh hebat terhadap pertumbuhan, bahkan dapat menyebabkan fatal. Diantaranya


(29)

adalah oksigen, karbon dioksida, hydrogen sulfide, keasaman dan alkalinitas, dimana pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap makanan (Effendi, 2002).

Faktor panjang, jenis kelamin, makanan, tingkat kematangan gonad dan umur ikan saling berkorelasi. Perhitungan dari faktor ini didasarkan pada panjang dan berat ikan, sehingga dapat digunakan sebagai indikator bagi pertumbuhan ikan perairan (Effendie, 2002).

Pendugaan pertumbuhan ikan dapat diduga dengan menganalisis data frekuensi panjang atau bobot, dimana pertumbuhan ikan ada setiap umur berbeda. Ikan muda memiliki pertumbuhan yang cepat sedangkan akan terhenti pada saat mencapai panjang maksimal. Pertambahan baik dalam bentuk panjang maupun berat biasanya diukur dalam waktu tertentu. Hubungan pertumbuhan dengan waktu bila digambarkan dalam suatu sistem koordinat menghasilkan suatu diagram yang lebih dikenal dengan kurva pertumbuhan (Effendie, 1997).

Menurut Effendie (2002), jika dilihat dari hubungan panjang dan bobot tubuh ikan, maka pada pertumbuhan ikan dapat dibagi atas 3 pola pertumbuhan: 1. Bila harga koefisien regresinya lebih kecil dari tiga, maka pertumbuhan panjang

ikan tersebut lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya sehingga disebut Allometrik negatif.

2. Bila harga koefisien regresinya sama dengan tiga, maka pertumbuhan panjang ikan tersebut sama dengan pertumbuhan bobotnya sehingga disebut Isometrik. 3. Bila harga koefisien regresinya lebih besar dari tiga, maka pertumbuhan bobot

ikan tersebut lebih cepat dari pertumbuhan panjangnya sehingga disebut Allometrik positif.

2.8 Pakan Ikan

Ikan membutuhkan zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh. Zat gizi yang dibutuhkan adalah : protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk pertumbuhan maupun untuk menghasilkan tenaga. Protein nabati (asal tumbuh-tumbuhan), lebih sulit dicernakan daripada protein hewani (asal hewan), hal ini disebabkan karena protein nabati terbungkus dalam dinding selulosa yang memang sukar dicerna. Pada umumnya, ikan membutuhkan protein lebih banyak daripada hewan-hewan


(30)

ternak di darat (unggas dan mamalia). Selain itu, jenis dan umur ikan juga berpengaruh pada kebutuhan protein. Ikan karnivora membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan herbivora, sedangkan ikan omnivora berada diantara keduanya. Pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 20 – 60%, dan optimum 30 – 36% (http://www.smallcrab.com).

Kandungan lemak sangat dipengaruhi oleh faktor ukuran ikan, kondisi lingkungan dan adanya sumber tenaga lain. Kebutuhan ikan akan lemak bervariasi antara 4 – 18%. Kadar karbohidrat dalam pakan ikan, dapat berkisar antara 10 – 50%. Ikan karnivora biasanya membutuhkan karbohidrat sekitar 12%, sedangkan untuk omnivora kadar karbohidratnya dapat mencapai 50%. Vitamin juga penting bagi pertumbuhan ikan untuk itu suplai vitamin harus kontinyu. Kebutuhan akan vitamin dipengaruhi oleh ukuran ikan, umur, kondisi lingkungan dan suhu air (Warintek, 2010).

Ikan pemeliharaan mengkonsumsi pakan buatan yang disuplai dari pabrik pakan. Dengan demikian, sebagian besar biaya operasional budidaya ikan adalah biaya pakan. Karena itu, hubungan antara jumlah pakan yang dimakan dan pertumbuhan perlu diukur untuk menentukan apakah pakan tersebut cocok untuk pertumbuhan ikan atau tidak. Jika selama periode pemberian pakan, tidak diperlihatkan perubahan pertumbuhan yang berarti maka jenis pakan yang diberikan perlu dipertimbangkan (Fujaya, 2004).

Pemilihan bahan baku pakan ikan tergantung pada kandungan bahan gizinya; kecernaannya (digestibility) dan daya serap (bioavailability) ikan; tidak mengandung anti nutrisi dan zat racun; tersedia dalam jumlah banyak dan harga relatif murah. Tujuan pemberian pakan pada ikan adalah menyediakan kebutuhan gizi untuk kesehatan yang baik (Warintek, 2010). Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan secara umum berkisar antara 5-10% dari bobot tubuhnya (Mudjiman, 1984). Dengan demikian sangat penting sekali untuk memperhatikan formulasi dari pakan yang akan diberikan kepada induk. Selama masa pemeliharaan induk diberi pakan pelet dengan kandungan protein antara 28-30% dan lemak sekitar 7%. Pakan diberikan sebanyak 2-3% bobot badan/hari (Cholik. dkk, 2005). Pemberian pakan pada ikan dilakukan sebanyak tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari sedangkan pergantian air dilakukan setiap hari dengan cara


(31)

menyipon atau membuang kotoran dan sisa-sisa pakan yang tidak termakan (Suharno, 2003)

2.9 Faktor Fisik Kimia Air

Parameter fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik, artinya dapat dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual, penciuman, peraba dan perasa, sedangkan parameter kimia didefinisikan sebagai sekumpulan bahan/zat kimia yang keberadaannya dalam air mempengaruhi kualitas air. Faktor fisik kimia air diantaranya DO (oksigen terlarut), suhu, pH, amonia dan nitrit (Irawan et al. 2009).

Parameter kualitas air harus dijaga dan dikontrol dengan baik karena perubahan kualitas air secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan. Perubahan kualitas air dapat menyebabkan nafsu makan ikan menurun sehingga daya tahan tubuh ikan menjadi lemah bahkan ikan dapat dengan mudah terserang penyakit dan mati. Selain kualitas air dan kondisi lingkungan, kualitas pakan yang diberikan pada ikan juga dapat memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam lingkungan perairan dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Apabila suhu mengalami kenaikan akan meningkatkan laju pertumbuhan sampai batas tertentu, dan kenaikan suhu justru menurunkan laju pertumbuhan (Rahardjo et al. 2010). Menurut Kordi (2000), perubahan suhu sebesar 5 derajat selsius di atas normal dapat menyebabkan stres pada ikan bahkan kerusakan jaringan dan kematian.

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dan dapat menekan kehidupan ikan bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (drastis). Kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan adalah 25-280C. Bila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu makan, sebaliknya bila suhu terlalu tinggi ikan akan stres bahkan mati kekurangan


(32)

oksigen. Baik suhu rendah maupun terlalu tinggi dapat membahayakan ikan, karena beberapa patogen berkembang baik pada suhu tersebut (Kordi, 2004).

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan (Barus, 2004). Menurut Watten (1994) dalam Hapsari (2001) mengatakan bahwa oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang merupakan faktor pembatas pada sistem tertutup dan semi tertutup. Stickney (2000) dalam Hapsari (2001) mengatakan bahwa respirasi merupakan proses fisiologi normal dari ikan. Menurut Stickney (2000) dalam Hapsari (2001) kelarutan oksigen dalam air tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah suhu, salinitas dan ketinggian. Untuk lingkungan air tawar oksigen terlarut tergantung pada suhu dan ketinggian, sedangkan pada lingkungan air laut oksigen terlarut tergantung pada salinitas dan suhu. Menurut Forteath (1993) dalam Husin (2001) mengatakan bahwa bakteri nitrifikasi merupakan bakteri aerob yang tidak bisa mengoksidasi amonia jika kandungan oksigen terlarut (DO) kurang dari 2 mg/L. Berikut ini Tabel Pengaruh Konsentrasi Oksigen Terlarut Terhadap Ikan.

Kandungan Oksigen Terlarut (Mg/L) Pengaruh Terhadap Ikan

<1 Letal atau menyababkan kematian dalam beberapa jam.

1-5 Ikan dapat bertahan akan tetapi pertumbuhan dan reproduksi terhambat.

>5 Ikan dapat tumbuh dan bereproduksi secara normal.

(Boyd, 1990 dalam Hapsari, 2001).

Derajat keasaman (pH) merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar asam/basa dalam air. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hydrogen di dalam suatu larutan. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai dengan basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air antara 7 sampai 8,5 (Barus, 2004). Berdasarkan Boyd (1990) dalam Husin (2001), jaringan merupakan target organ utama akibat stres asam. Ketika ikan berada pada pH rendah, peningkatan lendir akan terlihat pada permukaan insang. Begitu juga pada pH tinggi, dimana insang ikan sangat sensitive dan berbahaya bagi mata


(33)

ikan. Akumulasi bahan kimia dalam sistem resirkulasi menyebabkan pH mengalami depresi (asam), kecuali kalau sistem adalah buffer sehingga pH dapat stabil. Pada saat air lebih asam, stress pada ikan budidaya terjadi dan jika pH. Nilai pH air mempunyai efek yang sangat besar pada kesehatan organisme akuatik yang ada dalam sistem resirkulasi (Forteath et al., dalam Husin 2001).

Dari semua parameter kualitas air yang mempengaruhi ikan, amonia adalah yang paling penting setelah oksigen, terutama dalam sistem yang intensif. Amonia menyebabkan stress dan bahkan kerusakan inang dan jaringan lain, termasuk dalam jumlah yang kecil. Amonia mudah terakumulasi dalam sistem perairan karena merupakan produk samping dari metabolisme ikan. Keseimbangan dari amonium dan amoniak di dalam air sangat dipengaruhi oleh nilai dari pH (Barus, 2002). Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan juga di dalam air (Effendi, 2002). Ammonia (NH3) adalah hasil utama dari

penguraian protein yang merupakan racun bagi ikan, karena itu kandungan NH3

perairan dianjurkan tidak lebih dari 1 ppm (Sundari, 2002).

Amonium dilepaskan ke dalam air oleh penguraian organik dan juga sebagai buangan metabolik organisme perairan (Syukri, 2011). Konsentrasi beracun amoniak terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7-0,4 mg/L (Boyd 1990 dalam Amrial 2009). Amonia dihasilkan oleh pemupukan, ekskresi ikan dan dekomposisi mikrobial dari komponen nitrogen (Boyd 1982 dalam Hapsari 2001). Menurut Zonneveld et al.,(1991) menyatakan bahwa Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein dan amonia dalam bentuk yang tidak terionisasi (NH3) merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang rendah. Menurut Forteath (1993) dalam Hapsari (2001) amonia total terdiri dari amonia (NH3) dan ion ammonium (NH4+), pada umumnya amonia yang berbentuk NH3lebih bersifat racun bagi kehidupan ikan. Kadar amonia di dalam air baik dalam bentuk NH3 ataupun dalam bentuk NH4+ tergantung dari besarnya pH di dalam perairan. Air yang memiliki pH rendah mampunyai kandungan H+ yang tinggi sehingga kandungan amonia dalam bentuk NH4+ akan lebih banyak dibandingkan dengan kandungan NH3 yang lebih bersifat toksik bagi ikan, jika pH berada di atas 7,2 maka kandungan H+ menurun dan kosentrasi amonia dalam bentuk NH3 akan


(34)

meningkat (Forteath 1993 dalam Hapsari 2001). Amonia dalam bentuk total (NH3-N) merupakan amonia nitrogen dalam bentuk tidak terionisasi danpada umumnya konsentrasi total amonia di lingkungan yang dapat ditoleransi oleh ikan berada di bawah 0,5 mg/L. Amonia yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan menurunkan konsentrasi ion dalam dalam tubuh, sehingga meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan dan mengakibatkan kerusakan pada insang serta mengurangi kemampuan darah dalam mentrasportasi oksigen (Boyd 1982 dalam Hapsari 2001). Keberadaan amonia mempengaruhi pertumbuhan, karena mereduksi masuknya oksigen yang disebabkan rusaknya insang, sehingga menambah energi untuk keperluan detoksifikasi, mengganggu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan (Tucker dan Hargreaves 2004 dalam Amrial 2009).

Nitrat merupakan suatu unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun pada badan perairan yang memiliki jumlah nitrat yang berlebih akan menyebabkan kurangnya oksigen terlarut di perairan dan nitrit merupakan suatu tahapan sementara dari proses oksidasi antara amonium dan nitrat yang dapat terjadi pada badan-badan perairan (Fachrul, 2007). Kadar nitrit yang lebih dari 0.05 mg/L bersifat toksik bagi organism perairan (Effendi, 2003).

Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrient bagi berbagai organisme akuatik. Fosfor merupakan salah satu nutrisi utama yang sangat penting dalam pertumbuhan. Fosfor ditemukan sebagai fosfat dalam beberapa mineral dan dalam pertukaran energi dari organism yang sangat dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien) sehingga fosfor disebut sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme (Barus, 2004). Fosfat di dalam air sebagai ortofosfat. Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung, bereda dengan polifosfat yang harus terlebih dahulu mengalami (Effendie, 2002).

Ekosistem air fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfat anorganik yaitu ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme. Fosfor berasal terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka (Barus, 2004).


(35)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat keanekaragaman tinggi termasuk ikan di dalamnya dan salah satunya adalah ikan air tawar (Kottelat et al, 1993). Di sebagian besar perairan tawar yang diteliti, Cyprinidae merupakan suku yang sangat dominan (Haryono, 2005). Salah satu anggota Cyprinidae yang potensial dikembangkan adalah ikan jurung.

Ikan jurung termasuk ke dalam marga Tor. Di Indonesia diketahui bahwa terdapat empat jenis Tor, yaitu Tor tambroides, T. tambra, T. douronensis dan T. soro. Ikan jurung sendiri lebih dikenal dengan sebutan mahseer ataupun kings of rivers karena ukuran tubuh ikan jurung dapat sangat besar sehingga dijuluki sebagai raja sungai. Di dunia terdapat 20 jenis ikan dari marga Tor yang tersebar di wilayah Asia (Kiat, 2004). Ikan jurung mempunyai beberapa nama lokal yaitu sapan (Kalimantan Tengah), semah (Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur), garieng (Padang), kancera (Jawa Barat), dan Tambra di Jawa Tengah (Haryono, 2006).

Ikan jurung banyak ditemukan di sekitar perairan sungai Bahorok. Sungai Bahorok merupakan bagian penting dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang berada di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Ikan jurung bagi masyarakat sekitar Sungai Bahorok menjadi sumber mata pencaharian. Ikan jurung dianggap menjanjikan bagi sumber mata pencaharian karena ikan jurung merupakan ikan konsumsi dengan tekstur daging yang tebal, lezat, manis dan kaya akan minyak ikan yang banyak digemari masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran.

Penangkapan yang terus dilakukan oleh masyarakat sekitar Sungai Bahorok membuat populasi ikan jurung yang ada di alam lama kelamaan akan mengalami penurunan. Ikan jurung juga belum dapat dibudidayakan secara intensif dikarenakan berbagai macam kendala. Data dasar biologi dan ekologi ikan ini juga belum banyak diketahui. Untuk itu ikan jurung perlu dilakukan upaya pelestarian sehingga nantinya tidak akan mengganggu populasinya di alam.


(36)

Mengingat tingginya permintaan dan makin menurunnya populasi di alam, maka perlu dilakukan penelitian yang mengarah pada upaya pemanfaatan secara berkelanjutan yaitu salah satunya dengan melalui proses domestikasi. Proses domestikasi ini dilakukan dengan pemindahan ikan jurung dari habitat alami menuju ke tempat semi alami yang tidak jauh berbeda kondisi lingkungannya dan untuk mencapai keberhasilan proses domestikasi diperlukan data dasar di antaranya aspek biologi dan faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan ikan jurung. Proses domestikasi ini diharapkan dapat membantu menjaga kestabilan ikan jurung di alam maupun di luar habitat aslinya.

1.2. Permasalahan

Ikan jurung (Tor sp.) merupakan salah satu ikan yang banyak ditemukan di perairan Sungai Bahorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Ikan jurung memiliki harganya yang relatif tinggi di pasaran. Faktor tersebut menyebabkan ikan ini ditangkap oleh masyarakat sekitar untuk kepentingan komersial yang nantinya akan membuat populasi ikan jurung menurun. Untuk itu perlu dilakukan antisipasi yaitu upaya pelestarian ikan jurung dengan proses domestikasi ikan jurung dari habitat alami ke habitat semi alami sehingga nantinya populasi ikan jurung di alam akan terjaga karena akan mampu juga hidup di luar habitat aslinya.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesintasan dan laju pertumbuhan populasi ikan jurung (Tor tambra) pada wadah pemeliharaan dengan pemberian pakan yang berbeda.

1.4. Hipotesa

Kesintasan dan laju pertumbuhan ikan jurung lebih tinggi pada wadah pemeliharaan dengan pemberian pakan pelet.


(37)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak yang memerlukan tentang laju pertumbuhan populasi ikan jurung (Tor tambra) di habitat semi alami dengan pakan yang berbeda.


(38)

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor tambra) DI HAPA DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA

ABSTRAK

Penelitian tentang Laju Pertumbuhan Populasi Ikan Jurung (Tor tambra) di Hapa dengan Pemberian Pakan yang Berbeda telah dilakukan, dilakukan perbandingan ikan jurung di dua kolam semi alami dengan dua perlakuan dan 20 ulangan. Penelitian ini menggunakan metode “Eksperimental” di dua wadah pemeliharaan (hapa) selama 12 minggu. Sintasan ikan jurung dengan perbedaan perlakuan pemberian pelet dan tanpa pelet menunjukkan kesintasan yang sama sebesar 100%. Pertambahan berat ikan jurung dengan pemberian pelet sebesar 24.5 gram dan tanpa pelet sebesar 6.1 gram. Pertambahan panjang ikan jurung rata-rata dengan pemberian pelet sebesar 8.4 cm sementara dan tanpa pelet sebesar 3.2 cm. Persamaan hubungan panjang dan berat menunjukkan hasil yang sama yaitu pertumbuhan allometrik positif dengan nilai b dari perlakuan pemberian pelet sebesar 4.6432 dan tanpa pelet sebesar 4.38791


(39)

THE RATE OF POPULATION GROWTH OF JURUNG FISH (Tor tambra) IN CONTAINER WITH DIFFERENT FEED

ABSTRACT .

Research about The Rate of Population Growth of Jurung Fish (Tor tambra) in Container (Hapa) with different feed was done by comparing the growth rate in natural spring pond with two treatments and 20 replicates. This research used

“experimental” methods in two containers (hapa) for 12 weeks. Jurung fish

survival rate with the differences in treatment provision of the pellets and without pellet showed the same survival rate (100%). Jurung fish weight gain by giving pellets was 24.5 grams and without pellets was 6.1 grams. The length of jurung fish average was 8.4cm and without pellets was 3.2 cm. The length and weight relation equation shows the same result, namely the growth of positive allometric with value b from granting preferential treatment was 4.6432 pellets and without pellet was 4.38791.


(40)

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor

tambra) DI HAPA DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG

BERBEDA

SKRIPSI

PUTRI ANGGARDA 100805071

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(41)

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor

tambra) DI HAPA DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG

BERBEDA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

PUTRI ANGGARDA 100805011

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(42)

PERSETUJUAN

Judul : Laju Pertumbuhan Populasi Ikan Jurung (Tor tambra) di Hapa dengan Pemberian Pakan yang Berbeda

Kategori : Skripsi

Nama : Putri Anggarda

Nomor Induk Mahasiswi : 100805071

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Disetujui di Medan, Oktober 2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si Dr. Hesty Wahyuningsih, M.Si NIP. 197211261998022002 NIP. 196910181994122002

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19630123 1990 3 2001


(43)

PERNYATAAN

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor tambra) DI HAPA DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2016

Putri Anggarda 100805071


(44)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “LAJU PERTUMBUHAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor tambra) DI HAPA DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana sains Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Mayang Sari Yeanny, M.Si selaku dosen pembimbing II yang memberikan waktu, bimbingan, arahan dan saran sehingga penyusunan skripsi ini dapat terbentuk dengan baik. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku penguji I dan Bapak Dr. Nursal, M.Si selaku penguji II atas kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan FMIPA USU dan Dr. Suci Rahayu, M.Si selaku dosen pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan, kak Roslina Ginting dan bang Erwin selaku staff pegawai Departemen Biologi atas segala ilmu pengetahuan dan perkuliahan yang telah diberikan sebagai bekal di masa depan.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayah Drs. J. Naibaho dan Ibu N. Simamora tercinta atas segala cinta, doa, kesabaran, materi dan nasehat serta dukungannya yang kuat buat penulis untuk melewati banyak tantangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada adikku tersayang Michael Cristian terimakasih untuk semangat, dukungan dan doa sehingga semangat dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rafael Wandi buat kasih sayang serta dukungannya kepada penulis untuk selalu menemani di dalam keadaan apapun. Terimakasih kepada Veronika yang telah bersama-sama melewati banyak tantangan untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk Yulni Witriza, Rommi Depiana, Hanna Debora, Sepwin Nosten, Geby Gepariolsa, Feby Margaretha yang jauh tapi tidak pernah putus memberikan semangat. Oleh karena itu, penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya para pembaca serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Oktober 2016


(45)

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor tambra) DI HAPA DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA

ABSTRAK

Penelitian tentang Laju Pertumbuhan Populasi Ikan Jurung (Tor tambra) di Hapa dengan Pemberian Pakan yang Berbeda telah dilakukan, dilakukan perbandingan ikan jurung di dua kolam semi alami dengan dua perlakuan dan 20 ulangan. Penelitian ini menggunakan metode “Eksperimental” di dua wadah pemeliharaan (hapa) selama 12 minggu. Sintasan ikan jurung dengan perbedaan perlakuan pemberian pelet dan tanpa pelet menunjukkan kesintasan yang sama sebesar 100%. Pertambahan berat ikan jurung dengan pemberian pelet sebesar 24.5 gram dan tanpa pelet sebesar 6.1 gram. Pertambahan panjang ikan jurung rata-rata dengan pemberian pelet sebesar 8.4 cm sementara dan tanpa pelet sebesar 3.2 cm. Persamaan hubungan panjang dan berat menunjukkan hasil yang sama yaitu pertumbuhan allometrik positif dengan nilai b dari perlakuan pemberian pelet sebesar 4.6432 dan tanpa pelet sebesar 4.38791


(46)

THE RATE OF POPULATION GROWTH OF JURUNG FISH (Tor tambra) IN CONTAINER WITH DIFFERENT FEED

ABSTRACT .

Research about The Rate of Population Growth of Jurung Fish (Tor tambra) in Container (Hapa) with different feed was done by comparing the growth rate in natural spring pond with two treatments and 20 replicates. This research used “experimental” methods in two containers (hapa) for 12 weeks. Jurung fish survival rate with the differences in treatment provision of the pellets and without pellet showed the same survival rate (100%). Jurung fish weight gain by giving pellets was 24.5 grams and without pellets was 6.1 grams. The length of jurung fish average was 8.4cm and without pellets was 3.2 cm. The length and weight relation equation shows the same result, namely the growth of positive allometric with value b from granting preferential treatment was 4.6432 pellets and without pellet was 4.38791.


(47)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v Abstract vi Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 2 1.3Tujuan Penelitian 2 1.4Hipotesa 2 1.5Manfaat 3 BAB 2 Tinjauan Pustaka 4

2.1 Klasifikasi Ikan Jurung (Tor tambra) 4 2.2 Morfologi Ikan Jurung (Tor tambra) 4 2.3 Habitat Ikan Jurung (Tor tambra) 6

2.4 Sistem Reproduksi Ikan Jurung (Tor tambra) 7 2.4.1 Sistem Reproduksi Ikan Jantan 7 2.4.2 Sistem Reproduksi Ikan Betina 7 2.5 Siklus Hidup Ikan Jurung (Tor tambra) 8 2.6 Kebiasaan Makan Ikan Jurung (Tor tambra) 8 2.7 Pertumbuhan Ikan 8

2.8 Pakan Ikan 10

2.8 Faktor Fisik-Kimia Perairan 12 BAB 3 Bahan dan Metode 17

3.1 Waktu dan Tempat 17

3.2 Alat dan bahan 17

3.3 Metode Penelitian 17

3.4 Parameter yang diukur 18

1. Panjang 18


(48)

3. Suhu air 18

4. pH air 18

5. Kadar DO 19

6. Kadar Amonia 19

7. Kadar Ortofosfat 19

3.5 Analisis Data 19

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 22

4.1 Sintasan (Survival rate) 22

4.2 Pertambahan Berat 25

4.3 Laju Pertumubuhan Ikan Jurung (Tor tambra) 26

4.4 Pola Pertumbuhan 28

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 29

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 30


(49)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

1. Sintasan Ikan Jurung (Tor tambra) selama 12 minggu dengan pemberian pakan yang berbeda

19

2. Perbandingan Faktor Fisika-Kimia 20

3. Berat rata-rata Ikan Jurung (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu

22

4. Pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan harian Ikan Jurung (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu


(50)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Keterangan Halaman

1 Aanalisis hubungan panjang dan berat ikan jurung pada setiap perlakuan


(51)

DAFTAR LAMPIRAN

Huruf

Lampiran Keterangan Halaman

A Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)

35

B Tabel Kelarutan O2 (Oksigen) 36

C Bagan Kerja Pengukuran Nitrat (NO3) 37

D E F G

Bagan Kerja Pengukuran Pospat (PO43- )

Lokasi Pengambilan dan Lokasi Hapa Foto Kerja

Contoh Perhitungan

38 39 39 41


(1)

vi

THE RATE OF POPULATION GROWTH OF JURUNG FISH (Tor tambra) IN CONTAINER WITH DIFFERENT FEED

ABSTRACT

.

Research about The Rate of Population Growth of Jurung Fish (Tor tambra) in Container (Hapa) with different feed was done by comparing the growth rate in natural spring pond with two treatments and 20 replicates. This research used

“experimental” methods in two containers (hapa) for 12 weeks. Jurung fish survival rate with the differences in treatment provision of the pellets and without pellet showed the same survival rate (100%). Jurung fish weight gain by giving pellets was 24.5 grams and without pellets was 6.1 grams. The length of jurung fish average was 8.4cm and without pellets was 3.2 cm. The length and weight relation equation shows the same result, namely the growth of positive allometric with value b from granting preferential treatment was 4.6432 pellets and without pellet was 4.38791.


(2)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v Abstract vi Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 2 1.3Tujuan Penelitian 2 1.4Hipotesa 2 1.5Manfaat 3 BAB 2 Tinjauan Pustaka 4

2.1 Klasifikasi Ikan Jurung (Tor tambra) 4 2.2 Morfologi Ikan Jurung (Tor tambra) 4 2.3 Habitat Ikan Jurung (Tor tambra) 6

2.4 Sistem Reproduksi Ikan Jurung (Tor tambra) 7 2.4.1 Sistem Reproduksi Ikan Jantan 7 2.4.2 Sistem Reproduksi Ikan Betina 7 2.5 Siklus Hidup Ikan Jurung (Tor tambra) 8 2.6 Kebiasaan Makan Ikan Jurung (Tor tambra) 8 2.7 Pertumbuhan Ikan 8

2.8 Pakan Ikan 10

2.8 Faktor Fisik-Kimia Perairan 12 BAB 3 Bahan dan Metode 17

3.1 Waktu dan Tempat 17

3.2 Alat dan bahan 17

3.3 Metode Penelitian 17

3.4 Parameter yang diukur 18

1. Panjang 18


(3)

viii

3. Suhu air 18

4. pH air 18

5. Kadar DO 19

6. Kadar Amonia 19

7. Kadar Ortofosfat 19

3.5 Analisis Data 19

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 22

4.1 Sintasan (Survival rate) 22

4.2 Pertambahan Berat 25

4.3 Laju Pertumubuhan Ikan Jurung (Tor tambra) 26

4.4 Pola Pertumbuhan 28

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 29

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 30


(4)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

1. Sintasan Ikan Jurung (Tor tambra) selama 12 minggu dengan pemberian pakan yang berbeda

19

2. Perbandingan Faktor Fisika-Kimia 20

3. Berat rata-rata Ikan Jurung (Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu

22 4. Pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan harian Ikan Jurung

(Tor tambra) selama pemeliharaan 12 minggu


(5)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Keterangan Halaman

1 Aanalisis hubungan panjang dan berat ikan jurung pada setiap perlakuan


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Huruf

Lampiran Keterangan Halaman

A Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)

35

B Tabel Kelarutan O2 (Oksigen) 36

C Bagan Kerja Pengukuran Nitrat (NO3) 37

D E F G

Bagan Kerja Pengukuran Pospat (PO43- )

Lokasi Pengambilan dan Lokasi Hapa Foto Kerja

Contoh Perhitungan

38 39 39 41