dimana suatu pesan disampaikan. I Instrumentalities, mengacu pada bahasa yang di gunakan atau variasi bahasa seperti dialek, ragam atau register. N Norm of
Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. G Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti puisi, narasi, doa dan
sebagainya.
2.2.3 Pilihan Bahasa
Situasi kedwibahasaan menyediakan beberapa bahasa atau variasi bahasa dalam masyarakat. Seseorang harus melakukan pilihan variasi bahasa mana yang
tepat untuk berbicara dengan mitra tuturnya sesuai latar belakang sosial budaya yang mengikutinya. Masalah pilihan bahasa dapat dipandang sebagai masalah sosial yang
dihadapi masyarakat dwibahasa. Dalam satu topik pembicaraan tertentu beserta beberapa kondisi sosial budaya yang menyertainya, satu variasi bahasa cenderung
lebih dipilih untuk digunakan daripada variasi bahasa yang lain, secara sadar maupun tidak oleh penutur. Hal ini disebabkan adanya
penyesuaian yang dilakukan penutur untuk memenuhi kebutuhan berbahasa. Menurut Sumarsono dan Paina
2002:200-204 terdapat tiga jenis pilihan bahasa dalam kajian sosiolinguistik. Pertama yang disebut alih kode code switching. Kedua yang disebut campur kode
code mixing. Jenis ketiga adalah variasi dalam bahasa yang sama variation within the same language.
2.2.3.1 Alih kode code switching
Lebih dahulu diingat, kode adalah istilah netral yang mengacu kepada bahasa, dialek, sosiolek, dan ragam bahasa. Jika misalnya A mempunyai B1 bahasa
Bali dan B2 bahasa Indonesia serta menguasai juga bahasa Inggris, dia dapat beralih kode dengan tiga bahasa itu Sumarsono, 2002:201.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Appel dalam Chaer dan Agustina, 2004:107 mendefinisikan alih kode itu sebagai, “gejala peralihan bahasa karena berubahnya situasi”. Sedangkan
Hymes dalam Chaer dan Agustina, 2004:107-108 menyatakan alih kode bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragan atau gaya-
gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Misalnya, beberapa orang mahasiswa sedang bercakap-cakap dalam dalam bahasa santai. Tiba-tiba datang seorang ibu dosen dan
turut berbicara, maka kini para mahasiswa itu beralih kode dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam formal. Mengapa mereka tidak terus saja dengan ragam
santai? Sebab kehadiran orang ketiga yang berstatus ibu dosen ini, mengharuskan mereka untuk menggunakan ragam formal itu. Kecuali, kalau ibu dosen ini memulai
dengan ragam santai Chaer, 2004:110.
2.2.3.2 Campur Kode code mixing
Dalam campur kode penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Pada kasus A, dalam berbahasa Bali dia
memasukkan unsur-unsur dari bahasa Indonesia; ketika berbicara dalam bahasa Indonesia dia dengan sengaja memasukkan unsur-unsur bahasa Bali atau bahasa
Inggris; dan dalam berbahasa Inggris kemungkinan dia memasukkan unsur-unsur bahasa Indonesia. Unsur-unsur yang diambil dari “bahasa lain” itu sering kali
berwujud kata-kata, tetapi dapat juga berupa frase atau kelompok kata Sumarsono, 2002:202.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.3 Variasi dalam Bahasa yang Sama variation within the same language
Jenis pilihan bahasa ini sering menjadi fokus kajian tentang sikap bahasa misalnya dimasukkan pilihan bentuk “sor-singgih” dalam bahasa Bali atau “ngoko-
karma” dalam bahasa Jawa, karena variasi unda-usuk dalam kedua bahasa itu ada dalam “bahasa yang sama” Sumarsono, 2002:203-204.
Contoh lain, variasi tunggal bahasa variasi dalam bahasa yang sama digunakan untuk menghindari timbulnya kesalahan pada penggunaan bahasa Jawa
yang memiliki tingkatan bertutur. Pedagang dan pembeli umumnya tidak saling mengenal sehingga tidak diketahui tingkat sosial lawan bicaranya. Hal tersebut
menyebabkan kedua belah pihak tidak tahu tingkat bahasa mana yang tepat digunakan. Jadi, bahasa Indonesia dianggap lebih aman dalam situasi tutur itu
karena dapat terhindar dari keharusan menggunakan tingkat tutur yang berbeda seperti yang terdapat pada penggunaan bahasa Jawa Wibowo, 2006:50.
2.1.4 Faktor-Faktor Penentu Pilihan Bahasa