2.1.5 Televisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005:1162 televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi suara melalui kabel atau melalui
angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya gambar dan bunyi suara menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi gelombang
listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dilihat dan bunyi yang dapat didengar, digunakan untuk penyiaran pertunjukkan, berita, dan
sebagainya.
2.2 Landasan Teori Adapun landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
2.2.1 Bilingualisme
Bilingualisme dapat juga disebut kedwibahasaan. Untuk dapat menentukan seseorang bilingual atau tidak, ada batasan-batasan mengenai bilingualisme yang
dikemukakan oleh beberapa pakar. Weinrich dalam Umar dan Delvi, 1994:8 mengartikan kedwibahasaan
sebagai praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian. Dalam hal ini tidak diisyaratkan tingkat penguasaannya. Haugen dalam Umar dan Delvi, 1994:8
mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan untuk mengeluarkan ucapan- ucapan yang berarti dalam bahasa lain.
Bloomfield dalam Chaer dan Agustina, 1995:113 mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa
dengan sama baiknya. Jadi, menurut Blomfield seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan bahasa pertama B1 dan bahasa kedua B2 dengan derajat
yang sama baiknya.
Universitas Sumatera Utara
Nababan 1991:27 mengemukakan pendapatnya tentang bilingualisme dan bilingualitas. Ia mengatakan bahwa:
Kalau kita melihat seorang memakai dua bahasa dalam pergaulan dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang kita
akan sebut bilingualisme. Jadi, bilingualisme ialah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Jika kita berpikir tentang kesanggupan
atau kemampuan seseorang berdwibahasa, yaitu memakai dua bahasa, kita akan sebut ini bilingualitas dari bahasa Inggris bilinguality.
Jadi, beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah kemampuan penutur dalam memahami, mengerti atau
mengunakan dua bahasa. Bahasa yang dipakai dapat dipilih oleh penutur itu sendiri
dan tergantung pada situasi kebahasaan di lingkungannya.
2.2.2 Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan
lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu Chaer, 2004: 47. Jadi, secara sederhana peristiwa tutur adalah peristiwa
komunikasi dengan menggunakan bahasa yang terstuktur dan mengarah pada satu tujuan.
Satu peristiwa tutur harus memiliki delapan komponen seperti yang dinyatakan oleh Dell Hymes, seorang pakar sosiolinguistik, dalam Chaer dan
Agustina 2004, 48:49, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. S Setting and scene, yaitu berkenaan dengan waktu, tempat,
dan situasi tuturan. P Participants, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara, pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan
penerima pesan. E End, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. A Act sequence, mengacu pada bentuk dan isi ujaran. K Key, meliputi nada, cara,
Universitas Sumatera Utara
dimana suatu pesan disampaikan. I Instrumentalities, mengacu pada bahasa yang di gunakan atau variasi bahasa seperti dialek, ragam atau register. N Norm of
Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. G Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti puisi, narasi, doa dan
sebagainya.
2.2.3 Pilihan Bahasa