Pengaruh Lama Perendaman Asap Cair Terhadap Kualitas dan Daya Simpan Dagingt Itik Manila

36
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiarto,S. 2002. Kualitas fisik daging itik pada berbagai umur pemotongan.
Pusat penelitian dan penerapan Teknologi Budidaya Pertanian . BPPT,
Bogor.
Astuti.2000. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta CangkangSawit
Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami. Available
at : http://alcoconut.multiply.com/journal/item/6. (Diakses tanggal 10
November 2015, jam 19.23).
Bintang , I. A. K ., M silalahi, T Antawidjaja dan Y. C Raharjo. 1997. Pengaruh
berbagai tingkat kepadatan Gizi Ransum terhadap kinerja pertumbuhan Itik
jantan Lokal dan persilangan.
Bratzler, L.J. 1971. The science of meat and meat products 2nd edition. W.H
freeman and Co. San Fransisco.
Cross, H.R. And A.J. Overby. 1988. World Animal Science: Meat Science, Milk
Science and Technology. Elsevier Science Publisher B.V., Amsterdam.
Dwiyitno, Riyanto R. 2006. Studi Penggunaan Asap Cair UntukPengawetan Ikan
Kembung
(Rastrelligerneglectus)Segar. Availableat
:http://www.perpustakaanbrkp.dkp.go.id/linkperpus/Web%20perpus%20BBR

P2B/Vol.1%20No.2%202006/Vol.1%20No.2%202006%20(8).pdf. (Diakses
13 November 2015, 12.41).
Fennema, O.W., 1985. Principle of food science, food chemistry, 2nd(ed). Marcel
dekker inc, new york.
Fogle, D,R ,R,F, Plinton ., H. W .Ockerman, L. Jarenback and T.Person 1982.
Tenderization of beef effect of enzyme, level enzyme and cooking method
journal of food scien 947).
Haryo T Y, iwan YB, lelana dan nurfitri EA. 2006. Kualitas organoleptik filet
dumbo berbumbu yang direndan dalam larutan asap cair.
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah: Aminuddin Parakkasi. UIPress. Jakarta. 143-152, 225-226.
Lawrie R A (1995) ilmu daging terjemahan aminuddin P. Penerbit Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Muratore,g. MAZZAGLIA,a,Lanza,Cmlicciardello,F2007. Process variabel onthe
Quality of swordfsih fillets with smoke condensate J of food procesing and
preservation 31:167:177
Muridjo, B. A 1990 .mengelola Itik.Kanisius, yogyajakarta.

Universitas Sumatera Utara

37


Putranto,
Wendry
Setiady.,
Suryaningsih
Lilis.,
Septiani,
Indah.
2009. Perendaman Daging Itik (Anas Javanica) dengan Berbagai
Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Jumlah Bakteri, Daya
Awet, dan Akseptabilitas. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran,
Bandung
Prasetyo, Amrih., Kendriyanto. 2010. Kualitas Daging Sapi dan Domba Segar
yang Disimpan Pada Suhu Dingin dengan Pengawet Asap Cair. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010.
Rahayu W.P 2001. Penuntun Praktikum Penilai Organoleptik. Fakultas Teknologi
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Reny.
yang


D.
T.
2009.Keempukan
Daging
dan
Faktor-Faktor
Mempengaruhinya.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung.

Reny. 2009. The Enzyology Of Conditioning. Di dalam R. LAWRIE
(Ed).
Development In Meat Science-1. Aplied Science Publishers Ltd.,
London.

Resti O. 2008. Pengaruh Perendaman Daging Ayam Broiler dengan Berbagai
Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa terhadap Komposisi
Kimia. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Sandhy . 2005. Beternak itik tanpa Air, cet-26 Penebar swadaya, jakarta
Samosir , D.J 1993. Ilmu Ternak itik. Pt Gramedia Pustaka Utama, jakarta.
Soekarto, S.T 1985. Penilaian Organoleptik, bharata Karya Aksara, jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan ke-2, Universitas Gadjah

Mada Press, Yogyakarta.
Suryaningsih, Leli., Putranto Wendry., Tiarasari, Eliza Prima. 2009. Perendaman
Daging Domba Garut Dengan Berbagai Konsentrasi Asap Cair Tempurung
Kelapa Terhadap Jumlah Total Bakteri, Daya Awet, dan Akseptabilitas.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung
Sari, Dk, 2004 .pemanfaatan asap cair dengan bahan pengasap kayu jati pada
produk lidah asap (skripsi). Bogor :fakultas Peternakan, institut Pertanian
Bogor.
Sikorsi, Z,E 1990 seafood : Resource, Nutriitional Compsition, and Preservation,
Bocaraton, Florida : CRCPR.
Siskos I. Zotos, A, Metidon, S, Triritzi, R, 2007 the Ef FECT of liquid smoking of
fillet of truet (salmo Gairdneri) On sensory, Microbiological and chemical
changes During Chiled storage foo chemistry 101 : 458-464

Universitas Sumatera Utara

38
Supriyadi , 2009. Panduan Lengkap Itik. Penebar swadaya, jakarta.
Suparyanto A. 2003 karekteristik Itik Mojosari
pengembangannya sebagai itik komersial.


Putih

dan

peluang

Triyantini , abubakar, i.a.k bintang dan T antawijadja 1997. Studi komporatif
preferensi Mutu dan gizi beberapa jenis daging Unggas
Utami, P. P. 2008. Sifat Organoleptik, Overrun dan Daya Terima Es Krim
yangdibuat dari Campuran Susu Kedelai dan Susu Sapi dengan
Perbandingan Berbeda. Skipsi.Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Winarno. 1993. Pangan dan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Umum, Jakarta.

Wikipedia Bahasa Indonesia. Ensiklopedia Bebas (diakses pada 6 april 2013).

Universitas Sumatera Utara


BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.Penelitian ini berlangsung pada bulan April
sampai dengan selesai 2016.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Penelitian ini menggunakan daging bagian paha itik jantan Afkir yang
diperoleh dari pasar Setia budi dan Asap Cair (liquid Smoke).
Alat
Alat –alat yang dipakai dalam penelitian ini meliputi penetrometer,ruang
pendingin (kulkas 60), timbangan elektrik, plastik polyelene, pisau, panci,kompos
gas,oven, kertas label ,telenanplastik Polypropylene, mangkuk tempat sampel,dan
alat –alat gelas yang terdapat di laboratorium Teknologi Pangan.

Metode Penelitian
Pengambilan sampel daging
Pengambilan sampel pada daging itik jantan Afkir yaitu pada bagian paha

belakang daging itik yang dibel di Pasar Setia Budi.

13
Universitas Sumatera Utara

14

Rancangan percobaan
Rancangan percobaan untuk tahap ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola faktorial dengan 3 kali ulangan 12 kombinasi. Model rancangan
Percobaan ini adalah :
Faktor I:
A0 :tanpa asap cair
A1 : Lama perendaman asap cair 5 menit
A2 : Lama perendaman asap cair 10 menit
A3 : Lama perendaman asap cair 15 menit

Faktor II:
P1
P2

P3
P4

: Daya Simpan 1 minggu
: Daya simpan 2 minggu
: Daya simpan 3 minggu
: Daya simpan 4 minggu

Perlakuan:
A1P1: Lama perendaman asap cair 5 menit dengan daya simpan 1 minggu
A1P2: Lama perendaman asap cair 5 menit dengan daya simpan 2 minggu
A1P3: Lama perendaman asap cair 5 menit dengan daya simpan 3 minggu
A1P4: Lama perendaman asap cair 5 menit dengan daya simpan 4 minggu
A2P1: Lama perendaman asap cair 10 menit dengan daya simpan 1 minggu
A2P2: Lama perendaman asap cair 10 menit dengan daya simpan 2 minggu
A2P3: Lama perendaman asap cair 10 menit dengan daya simpan 3 minggu
A2P4: Lama perendaman asap cair 10 menit dengan daya simpan 4 minggu
A3P1: Lama perendaman asap cair 15 menit dengan daya simpan 1minggu
A3P2: Lama perendaman asap cair 15 menit dengan daya simpan 2 minggu
A3P3: Lama perendaman asap cair 15 menit dengan daya simpan 3 minggu

A3P4: Lama perendaman asap cair 15 menit dengan daya simpan 4 minggu

Universitas Sumatera Utara

15

Model matematika percobaan yang digunakan adalah:
Yijk = µ +αi+βj+ (αβ) +∑ijk
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan Faktor 1 taraf ke i, faktor 2 taraf ke –j dan ulangan ke –k
µ

: Rataan Umum

αi

: Pengaruh Utama faktor taraf ke –i

βj


: Pengaruh utama faktor ke taraf ke –j

(αβ) : Pengaruh dari faktor 1 taraf ke i dan faktor 2 taraf ke –j
∑ijk : Pengaruh acak yang menyebar normal

Pengulangan:
Tc(n -1 ) ≥ 15
3x4 (n-1) ≥ 15
12n ≥27
n=3

Parameter penelitian
Susut masak
Sampel ditimbang 100 g kemudian dipotong berbentuk persegi panjang
kemudian direndam dalam asap cair dengan lama perendaman yang ditentukan.
Sampel dimasak selama 120 menit.Ditimbang sampel yang telah direbus.
Menurut Soeparno (1992) nilai susut masak dapat dihitung dengan rumus:

Universitas Sumatera Utara


16

Susut masak(%) =

Berat sampel segar – berat sampel setelah dimasak
× 100%
Berat sampel segar

Keempukan
Pengukuran keempukan dilakukan secara objektif menggunakan alat
penetrometer precisio. Sampel yang telah direbus dipotong persegi panjang
dengan ketebalan 4 cm. Tiam sampel diukur dengan cara ditusuk pada lima titik
dengan menggunakan alat penetrometer precisio yang diberikan tekanan 100g
dengan skala 1/10 mm selama 10 detik. Nilai keempukan daging dapat dibaca
pada skala yang ditunjukkan oleh jarum petunjuk dan kemudian nilai tersebut
dirata –ratakan (Sitorus,2001). Nilai keempukan dinilai dengan rumus :

Keempukan(g/mm) =

250
(x+x2+x3+x4+x5)/5

1/10

Penilaian Organoleptik
Penilaian uji organoleptik terhadap tekstur, aroma, dan rasa dibantu oleh
panelis sebanyak 10 orang. Skala ini ditunjukkan untuk keempat kriteria dari 1 -5

Organoleptik tekstur
Uji organoleptik tekstur ditentukan dengan metode Soekarto (2008)
penentuan nilai organoleptik terhadap tekstur dilakukan dengan uji skor tekstur
dan hedonik tkstur.Sampel yang diberi tanda secara acak oleh 10 orang
panelis.Pengujian dilakukan dengan inderawi (organolepti) yang ditentukan
berdasarkan skala numerik.

Universitas Sumatera Utara

17

Tabel 2.Skala Numerik dan Hedonik Skor Tekstur
Skala hedonik

skala numeric

Aman lembut

5

Sangat lembut

4

Lembut

3

Tidak lembut

2

Amat keras

1

Organoleptik aroma
Uji

organoleptik

aroma

ditentukan

dengan

metode

Soekarto

(2008).Penentuan nilai organoleptik terhadap aroma dilakukan dengan uji skala
aroma dan hedonik aroma.Sampel yang telah diberi tanda secara acak dan
pengujian dilakukan dengan inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan
skala numerik.
Tabel 3.Skala Numerik dan Hedonik Skor Aroma
Skala hedonik

Skala numerik

amat sangat berbau

5

Sangat berbau

4

Agak berbau

3

Tidak berbau

2

Amat tidak berbau

1

Universitas Sumatera Utara

18

Organoleptik rasa
Uji organoleptik

rasa ditentukan dengan metode Soekarto (2008)

penentuan nilai organoleptik terhadap rasa dilakukan dengan uji skor rasa dan
hedonik rasa. Sampel yang telah diberi tanda secara acak dan dirasa in oleh
panelis 15 orang yang tidak terlatihpengujian dilakukan dengan inderawi
(organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik.
Tabel 4.Skala Numerik Dan Hedonik Pada Organoleptik Rasa
Skala hedonik

Skala numerik

Amat sangat suka

5

Sangat suka

4

Agak suka

3

Tidak suka

2

Amat tidak suka

1

Prosedur penelitian
Daging paha itik manila jantan afkir ditimbang dengan berat masing –
masing 100g dan dipotong berbentuk persegi panjang dengan ketebalan 3 cm.
Kemudian daging dicuci bersih, setelah itu daging ditiriskan setelah itu d kemas
pakai plastik polypropylene kemudian di masukan kedalam kulkas 1 jam setelah
itu daging direndam dengan asap cair dengan lama perendaman 5 menit, 10 menit,
dan 15 menit, kemudian daging setelah direndan ditirkan dimasukkan kedalam
oven kemudian dikemas .setelah itu dianalislah susut masak, keempukan dan uji
organoleptik (tekstur, aroma, rasa).

Universitas Sumatera Utara

19

Tabel 5. Prosedur Penelitian
Daging
Dagingitik
itikmanila
manilajantan
jantanafkir
afkir

Ditimbangdan
dandipotong
dipotongpersegi
persegipanjang
panjang
Ditimbang

Direndam dengan lama perendaman asap cair 5 ,10,15 menit dengan
lama simpan 1,2,3,4 minggu

Direbus dalam air mendidih selama 30 menit

Diangkat kemudian didinginkan

Dilakukan analisis terhadap
1. susut masak
2. keempukan
3. uji organoleptik(tekstur, aroma, rasa)

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut Masak(%)
Susut masak adalah proses selama pemasakan daging yang mengalami
pengerutan dan pengurangan berat. Produk daging olahan sebaiknya mengalami
susut masak sedikit karena susut masak mempunyai hubungan erat dengan rasa/
juiceness daging (Winarno, 1993). Rataan susut masak yang diperoleh selama
penelitian tertera pada tabel 6.
Tabel 6. Rataan Susut Masak (%) Daging Itik Manila

Perlakuan
A1P1
A1P2
A1P3
A1P4
A2P1
A2P2
A2P3
A2P4
A3P1
A3P2
A3P3
A3P4
Total
Rataan

U1
2,7
2,75
2,25
2,65
2,7
2,75
2,8
2,4
2,45
2,7
2,75
2,75
31,65
2,64

Ulangan
U2
2,65
2,65
2,7
2,65
2,7
2,65
2,75
2,35
2,25
2,4
2,45
2,45
30,65
2,55

U3
2,3
2,35
2,25
2,3
2,3
2,35
2,35
2,25
2,3
2,1
2,15
2,1
27,10
2,26

Total
7,65
7,75
7,20
7,60
7,70
7,75
7,90
7,00
7,00
7,20
7,35
7,30
89,40

Rataan
2,55
2,58
2,40
2,53
2,57
2,58
2,63
2,33
2,33
2,40
2,45
2,43
2,48

Dari data susut masak pada tabel 6. Dapat dilihat bahwa rataan susut
masak yang tertinggi adalah 2,63 % untuk perlakuan A2P3 yaitu pada ( lama
perendaman 10 menit dan lama simpan 3 minggu), dan susut masak terendah
adalah sebesar 2,33 untuk perlakuan A3P1 yaitu pada (lama perendaman 15
menit dan lama simpan 1 minggu). Rataan susut masak seluruhnya yaitu sebesar
2,48.
20
Universitas Sumatera Utara

21

Berdasarkan total rataan dari susut masak dari setiap perlakuan maka
dapat dibuat tabulasi dwikastanya pada tabel 7.
Tabel 7. Dwikasta Susut Masak
P1
2,55
2,57
2,33
2,48

A1
A2
A3

P2
2,58
2,58
2,40
2,52

P3
2,40
2,63
2,45
2,49

P4
2,53
2,33
2,43
2,43

Rataan
2,52
2,53
2,40

Untuk mengetahui pengaruh lama simpan perendaman asap cair dan
daya simpan

terhadap susut masak

daging itik manila jantan afkir

maka

dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Analisis Keragaman Susut Masak Daging Itik Manila Jantan Afkir
SK
Perlakuan
A
P
AxP
Galat
Total

db
11
2
3
6
24
35
Keterangan:
FK=

JK
0,3567
0,1137
0,0372
0,2057
1,3183
1,6750
222,0100

KT
0,0324
0,0569
0,0124
0,0343
0,0549

F hit.
0,5903
1,0354
0,2259
0,6241

KK=

tn
tn
tn
tn

F.05
2,216
3,403
3,009
2,508

F.01
3,094
5,614
4,718
3,667

9,4378

Dari hasil analisis keragaman pada tabel 8. Dapat diketahui bahwa lama
perendaman daging itik manila jantan afkir tidak berpengaruh nyata terhadap
susut masak , ini berarti bahwa dengan pemberian ketiga lama perendaman asap
cair tersebut menghasilkan susut masak yang sama, walaupun secara angka
susut masak nya berbeda antar perlakuan. Hal ini disebabkan oleh protein
miofibril belum terdegredasi , sehingga kemampuan daging untuk mengikat air
masih baik daya ikat air dapat mempengaruhi jumlah bobot yang hilang selama
pemasakan , semakin rendah daya ikat air , maka semakin tinggi susut masak

Universitas Sumatera Utara

22

daging. Lama penyimpanan 3 minggu dan 4 minggu tampak tampak berbeda
tidak nyata, hal ini disebabkan oleh belum terakumulasinya asam laktat yang
dapat merusak protein miofibril dan berdampak pada kehilangan protein untuk
mengikat air, seperti dikemukakan oleh Lawrie (1995) bahwa akumulasi asam
laktat akan merusak protein miofibril yang diikuti oleh kehilangan kemampuan
protein untuk mengikat air, sehingga berpengaruh pada susut masak daging itik
manila jantan afkir. hal ini sejalan dengan pendapat Fogle et al (1982) yang
menyatakan bahwa setelah ternak mati dan daging mengalami rigormortis, ikatan
struktur miofibril dilonggarkan oleh

enzim proteolitik, rusaknya komponen

protein dari mifibril akan menurunkan daya ikat air daging dan hal ini berdampak
pada meningkatnya susut masak.
Keempukan (mm/10 detik/250 g)
Keempukan daging adalah kualitas daging setelah dimasak yg didasarkan
pada kemudahan waktu mengunyah tanpa menghilangkan sisfat- sifat jaringan
yang layak. Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukkannya yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging
ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan
pengikat, serabut daging, kekerasan daging, sel-sel lemak yang ada diantara
serabut daging (Reny, 2009)
Dari hasil penelitian diperoleh rataan keempukan

daging itik manila

jantan afkir seperti tertera pada tabel 9.

Universitas Sumatera Utara

23

Tabel 9.

Perlakuan
A1P1
A1P2
A1P3
A1P4
A2P1
A2P2
A2P3
A2P4
A3P1
A3P2
A3P3
A3P4
Total
Rataan

Rataan Keempukan
(Mm/10detik/250g)

U1
38,4
32,2
29,4
27
26,2
25,2
22,4
27,2
45
41
33,6
40
387,60
32,30

Ulangan
U2
29,8
33,4
56
33,8
39,8
28,6
43,6
43,4
34,8
40
42
41,8
467,00
38,92

Daging

Itik

Manila

Jantan

U3
54,4
41,4
37,6
34,4
46,6
34
42,8
50
63
59,6
54,6
61,4
579,80
48,32

Total Rataan
122,60
40,87
107,00
35,67
123,00
41,00
95,20
31,73
112,60
37,53
87,80
29,27
108,80
36,27
120,60
40,20
142,80
47,60
140,60
46,87
130,20
43,40
143,20
47,73
1434,40
39,84

Afkir

Dari tabel 9. Dapat dilihat bahwa lama perendaman asap cair tertinggi
yaitu sebesar 47,73 mm/10detik/250g

pada perlakuan A3P4

yaitu (lama

perendaman 15 menit dan daya simpan 4 minggu) dan nilai terendah 29,27
mm/10detik/250g untuk perlakuan A2P2 yaitu (lama perendaman 10 menit dan
daya simpan 2 minggu). Rataan keempukan seluruhnya yaitu sebesar 39,84
mm/10detik/250 g.
Bedasarkan total rataan dari keempukan dari setiap perlakuan maka dapat
dibuat tabulasi dwikastanya pada tabel 10.
Tabel 10. Dwikasta Keempukan

A1
A2
A3

P1
2,55
2,57
2,33
2,48

P2
2,58
2,58
2,40
2,52

P3
2,40
2,63
2,45
2,49

P4
2,53
2,33
2,43
2,43

2,52
2,53
2,40

Universitas Sumatera Utara

24

Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman asap cair dan daya simpan
terhadap keempukan daging itik manila jantan afkir. Maka dilakukan analisis
keragaman yang dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11.Analisis Keragaman Keempukan Daging Itik Manila Jantan Afkir
SK
Perlakuan
A
P
AxP
Galat
Total

db
11
2
3
6
24
35
Keterangan:
FK=

JK
KT
1200,3556 109,1232
787,0556 393,5278
102,9244 34,3081
310,3756 51,7293
2742,5333 114,2722
3942,8889
57152,8711

F hit.
0,9549
3,4438
0,3002
0,4527

KK=

tn
*
tn
tn

F.05
2,216
3,403
3,009
2,508

26,8289

Dari hasil analisis keragaman pada tabel 11. Menunjukkan bahwa F
hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan A1,A2,A3
dan P1,P2,P3,P4 pada daging itik manila jantan afkir memberikan pengaruh
yang nyata (P
0,05) hal ini dipengaruhi oleh aktifitas enzim serta lama perendaman sehingga
enzim dapat bekerja

lebih lama pada perlakuan P4 dalam proses untuk

menghidrolisis komplek protein yang terikat pada tenunan pengikat daging itik
tersebut. Soeparno (2005) menjelaskan bahwa keempukan daging tergantung
dari temperatur dan waktu pemasakan, lama waktu pemasakan mempengaruhi
kolagen, dan temperatur pemasakan lebih mempengaruhi kealotan miofibrilar.
Abustam dan ali (2005) juga menyatakan bahwa kandungan kolagen memilki
kolerasi yang sangat erat terhadap kekerasan daging itik manila jantan afkir yang
dinilai dengan melakukan pemutusan paralel dengan arah seart daging untuk
koefisien kolerasi.

Universitas Sumatera Utara

F.01
3,094
5,614
4,718
3,667

25

Untuk mengetahui kualitas lama perendaman dan daya simpan asap cair
terhadap keempukan daging itik manila jantan afkir dilakukan uji beda nyata
terkecil (BNT) seperti tertera pada tabel 12.
Tabel 12. Hasil Uji Beda Nyata (Bnt) Untuk Keempukan
Perlakuan Rataan BNJ 0,05 Notasi BNJ 0,01 Notasi
P1
3,39
-0,90
a
-2,19
A
P2
3,12
-1,17
a
-2,46
A
P3
2,88
-1,41
b
-2,70
B
P4
2,82
-1,47
b
-2,76
B
Perlakuan Rataan BNJ0,05 Notasi BNJ 0,01 Notasi
A3
3,16
-0,06
a
-1,03
A
A2
3,13
-0,09
a
-1,06
A
A1
2,88
-0,34
b
-1,31
B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata.
Pada tabel 12. Dapat dilihat bahwa ternyata P4 menunjukkan tingkat
keempukan yang paling tinggi, ini berarti P4 memiliki kualitas yang terbaik
diantara

lama perendaman asap cair yang tersebut. Peningkatan keempukan

daging itik manila afkir ini dipengaruhi oleh kerja enzim asap cair

yang

menyerang protein pada serat –serat otot sehingga asap cair dapat menghasilkan
perubahan keempukan daging (Brazler,2007). Hal ini menunjukan

bahwa

semakin lama perendaman asap cair yang digunakan, maka kecepatan reaksi akan
semakin meningkat, sehingga kerja enzim dalam menghidrolisis protein serat otot
dan tenunan pengikat semakin tinggi pula sehingga dihasilkan daging yang
semakin empuk. Selama proses pengempukan daging terjadi hidrolisis protein
daging, jaringan ikat dan serabut otot yang dihasilkan

jaringan lunak yang

menyebabkan daging menjadi empuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fennema
(1985), yang menyatakan bahwa enzim yang berperan penting dalam hidrolisis
protein ada 2 yaitu protease yang dapat memecah ikatan protein menjadi peptide,
dan peptidase yang dapat memecah ikatan peptida menjadi asam amino.

Universitas Sumatera Utara

26

OrganoleptikTekstur
Penilaian tekstur secara organoleptik mengacu pada tekstur yang dihasilkan
daging ketika dikunyah tekstur ini berhubungan dengan serabut otot daging yang
memberikan rangsangan pada mulut dan lidah. Rataan tekstur yang diperoleh
selama penelitian tertera pada tabel 13.
Tabel 13. Rataan Tekstur Daging Itik Manila

Perlakuan
A1P1
A1P2
A1P3
A1P4
A2P1
A2P2
A2P3
A2P4
A3P1
A3P2
A3P3

A3P4
Total
Rataan

U1
1,7

Ulangan
U2
1,8

U3
2,6

Total
6,10

Rataan
2,03

3,6
2,8
4,6
3,6
2,8
2,8
3,5
4,7
4,2
3,5
3,8
41,60
3,47

3,2
2,2
4,1
4,2
3,8
4,1
4
4,4
4,3
9,5
3,6
49,20
4,10

3
2,7
4,7
4,9
4,6
4,2
4,1
4,4
4,7
3,8
4,6
48,30
4,03

9,80
7,70
13,40
12,70
11,20
11,10
11,60
13,50
13,20
16,80
12,00
139,10

3,27
2,57
4,47
4,23
3,73
3,70
3,87
4,50
4,40
5,60
4,00
3,86

Dari data tekstur daging itik manila jantan afkir tabel 13. Dapat dilihat
bahwa rataan konsumsi yang tertinggi adalah 5,60 untuk perlakuan A3P3 (lama
perendaman 15 dan daya simpan 3 minggu) dan tekstur terendah adalah sebesar
A1P1 yaitu pada (lama perendaman 5 menit dan daya simpan 1 minggu). Rataan
tekstur seluruhnya 3,86.
Bedasarkan total rataan dari tekstur dari setiap perlakuan maka dapat
dibuat tabulasi dwikastanya pada tabel 14.

Universitas Sumatera Utara

27

Tabel 14. Dwikasta Tekstur
P1
2,03
4,23
4,50
3,59

A1
A2
A3

P2
3,27
3,73
4,40
3,80

P3
2,57
3,70
5,60
3,96

P4
4,47
3,87
4,00
4,11

Rataan
3,08
3,88
4,63

Untuk mengetahui pengaruh pemberian lama perendaman asap dan daya
simpan terhadap tekstur daging itik manila jantan, maka dilakukan analisis
keragaman yang dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Analisis Keragaman Tekstur Daging Itik Manila Jantan Afkir.
SK
Perlakuan
A
P
AxP
Galat
Total

db
11
2
3
6
24
35
Keterangan:
FK=

JK
28,9764
14,2672
1,3431
13,3661
28,6067
57,5831

KT
2,6342
7,1336
0,4477
2,2277
1,1919

537,4669

F hit.
2,2100
5,9849
0,3756
1,8690

KK=

tn
**
tn
tn

F.05
2,216
3,403
3,009
2,508

F.01
3,094
5,614
4,718
3,667

28,2555

Dari tabel analisis keragaman pada tabel 15. Menunjukkan bahwa lama
perendaman asap cair terhadap daging itik manila jantan afkir memberikan
pengaruh sangat nyata (P0,05). Hal ini berarti lama perendaman asap
cair dengan daya simpan memberikan aroma yang berbeda. Penyerapan aroma

Universitas Sumatera Utara

31

asap yang dimulai dari lama perendaman

5 menit minggu pertama tidak

mengalami perubahan sampai lama perendaman 15 menit sampai minggu ke 4
penyerapan aroma pada daging disebabkan oleh adanya senyawa fenol yang
terserap oleh produk sebelum penutupan pori –pori pada daging sehingga
ketengikan atau bau amis pada daging

dapat diminimalisir, menurut

hasil

penelitian Yefrida dkk (2008) hasil pirolisis lignin dari serabut kelapa akan
menghasilkan senyawa fenol, senyawa ini berperan dalam memberikan aroma.
Untuk mengetahui kualitas lama perendaman asap cair terhadap aroma
daging itik manila jantan afkir dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) seperti
tertera pada tabel 20.
Tabel 20. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (Bnt) Untuk Aroma
Perlakuan Rataan

BNJ 0,05

Notasi

BNJ 0,01

Notasi

P1
3,39
3,22
a
3,16
A
P2
3,12
2,95
a
2,89
A
P3
2,88
2,71
b
2,65
B
P4
2,82
2,65
b
2,59
B
Perlakuan Rataan BNJ 0,05 Notasi BNJ 0,01 Notasi
A3
3,16
3,03
a
2,99
A
A2
3,13
3,00
a
2,96
A
A1
2,88
2,75
b
2,71
B
Keterangan: huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata
Pada tabel 20. Dapat dilihat bahwa ternyata A3P1 menunjukkan tingkat
aroma yang paling tinggi, ini berarti A3P1 memiliki kualitas yang terbaik diantara
perlakuan yang lainnya. Hal ini mungkin selain disebabkan lama perendaman asap
cair yang berbeda, literatur dari Wikipedia

(2009) menyatakan bahwa pada

protein terdapat sistein dan metionin yang berperan dalam menentukan
konformasi protein karena adanya ikatan hydrogen pada gugus tiol. Sistein mudah
teroksidasi oleh oksigen dan membentuk sistein, senyawa yang terbentuk dari dua
molekul sistein yang berikatan pada atom S masing –masing, reaksi ini melepas
Universitas Sumatera Utara

32

satu molekul air (reaksi dehidrasi), sehingga semakin lama perendaman asap cair
yang diberikan pada daging maka semakin banyak ikatan sistein yang terhidrolisis
sehingga daging menjadi empuk dan halus.
Organoleptik rasa
Rasa merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan konsumen
dalam memilih jenis makanan. Rataan organoleptik rasa yang diperoleh selama
penelitian tertera pada tabel 21.
Tabel 21. Rataan Organoleptik Rasa Daging Itik Manila Jantan Afkir

Perlakuan
A1P1
A1P2
A1P3
A1P4
A2P1
A2P2
A2P3
A2P4
A3P1
A3P2
A3P3
A3P4
Total
Rataan

U1
2,2
2,8
2,7
4,5
2,7
2,5
4,1
4,2
2,9
2,3
1
1,8
33,70
2,81

Ulangan
U2
2
2,8
2,5
4,6
2,5
3,1
3,7
3,8
2,3
2,5
2
1,6
33,40
2,78

U3
2,3
2,8
2,5
4
2,7
3,4
3,5
3,5
2,4
1,9
2,4
2,3
33,70
2,81

Total
6,50
8,40
7,70
13,10
7,90
9,00
11,30
11,50
7,60
6,70
5,40
5,70
100,80

Rataan
2,17
2,80
2,57
4,37
2,63
3,00
3,77
3,83
2,53
2,23
1,80
1,90
2,80

Dari data organoleptik rasa pada tabel 21. Dapat dilihat bahwa rataan
konsumsi yang tertinggi adalah 4,37

untuk perlakuan A1P4 yaitu (lama

perendaman 5 menit dan daya simpan 4 minggu) dan organoleptik rasa terendah
adalah sebesar A3P3 yaitu (lama perendaman 15 menit dan daya simpan 3
minggu). Rataan konsumsi seluruhnya yaitu sebesar 2,80.
Bedasarkan total rataan dari rasa dari setiap perlakuan maka dapat dibuat
tabulasi dwikastanya pada tabel 22.

Universitas Sumatera Utara

33

Tabel 22. Dwikasta Organoleptik Rasa
P1
2,17
2,63
2,53
2,44

A1
A2
A3

P2
2,80
3,00
2,23
2,68

P3
2,57
3,77
1,80
2,71

P4
4,37
3,83
1,90
3,37

Rataan
2,98
3,31
2,12

Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan daya simpan terhadap
organoleptik rasa daging itik manila afkir , maka dilakukan analisis keragaman
yang dapat dilihat pada tabel 23.
Tabel 23. Analisis Keragaman Organoleptik Rasa Daging Itik Manila
Jantan Afkir
SK
Perlakuan
A
P
AxP
Galat
Total

db
11
2
3
6
24
35
Keterangan:
FK=

JK
21,5467
9,0717
4,2333
8,2417
2,8533
24,4000
282,2400

KT
1,9588
4,5358
1,4111
1,3736
0,1189

F hit.
16,4758
38,1519
11,8692
11,5537

KK=

**
**
**
**

F.05
2,216
3,403
3,009
2,508

F.01
3,094
5,614
4,718
3,667

12,3144

Dari hasil analisis keragaman pada tabel 23. Menunjukkan bahwa Fhitung
lebih besar dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan A3P1, A2P4,A3P3
pada daging itik manila jantan afkir memberikan pengaruh yang berbeda sangat
nyata (P0,05)

terhadap

organoleptik rasa daging itik manila jantan afkir, hal ini berarti lama perendaman
asap cair dan daya simpan

memberikan jumlah organoleptik yang berbeda.

Penilaian panelis terhadap rasa daging yang lama perendaman asap cairnya lebih
menyukai lama perendaman 5 menit. Akan tetapi jika daging direndam asap cair
terlalu banyak, maka akan menyebabkan daging menjadi pahit. Menurut

Universitas Sumatera Utara

34

Sastrohamidjojo (1996), sifat basa

penyebab rasa pahit pada alkaloid

menyebabkan senyawa tersebut mudah mengalami dekomposisi terutama oleh
panas.
Untuk mengetahui kualitas lama perendaman dan daya simpan terhadap
rasa dilakukan uji beda nyata kecil (BNT) seperti tertera pada tabel 24.
Tabel 24. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (Bnt) Untuk Organoleptik Rasa
Perlakuan Rataan

BNJ 0,05

Notasi

BNJ 0,01

Notasi

P1
3,39
P2
3,12
P3
2,88
P4
2,82
Perlakuan Rataan

3,25
2,98
2,74
2,68
BNJ 0,05

a
a
b
b
Notasi

3,21
2,94
2,70
2,64
BNJ 0,01

A
A
B
B
Notasi

A3
3,16
3,06
a
3,02
A
A2
3,13
3,03
a
2,99
A
A1
2,88
2,78
b
2,74
B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata
Pada tabel 24. Dapat dilihat bahwa ternyata A3P1 menunjukkan tingkat
organoleptik rasa yang paling tinggi, ini berarti A3P1 (lama perendaman 15 dan
daya simpan 1 minggu) memiliki kualitas terbaik diantara perlakuan lama
perendaman dan daya simpan yang lain.Rasa daging yang lama perendaman asap
cairnya lebih menyukai lama perendaman 5 menit. Akan tetapi

jika daging

direndam asap cair terlalu banyak, maka akan menyebabkan daging menjadi pahit.
Menurut Sastrohamidjojo (1996), sifat basa penyebab rasa pahit pada alkaloid
menyebabkan senyawa tersebut mudah mengalami dekomposisi terutama oleh
panas.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Asap cair mengandung senyawa asam fenolat dan karbonil yang dapat
dipakai untuk mengawetkan bahan makanan dan dapat membentuk cita
rasa produk serta menjaga meningkatkan kualitas daging. Senyawa
yang memberikan pengaruh pada uji oraganoleptik (Tekstur, aroma
dan rasa) pada daging itik manila jantan afkir.
2. Hasil yang terbaik terdapat pada lama perendaman asap cair 15 menit
dengan daya simpan 1 minggu.
Saran
Disarankan kepada peneliti dan para peternak untuk menggunakan
perendaman asap cair 15 menit karena dapat memperbaiki kualitas sensorik
daging dan lama penyimpanan hingga tahan dalam beberapa minggu .

35
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Itik
Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi.
Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai
sarana pengeram telur itik padahal entok dapat dimanfaatkan sebagai unggas
penghasil daging. Persentase karkas itik manila dengan berat hidup 3,75 kg adalah
62,6 % (Leglereg dan de Varville, 1985 dalam Srigandono, 1998). Itik merupakan
salah satu potensi peternakan yang dapat diambil dagingnya, namun sebagian
konsumsi itik masih mengalami kendala yaitu rasa dan bau daging yang amis
dari pada daging domba dan sapi

sehingga tingkat konsumsi daging itik di

indonesia masih sangat rendah.
Daging itik dapat dijadikan sebagai salah satu sumber protein hewan yang
bermutu tinggi karena memiliki kandungan zat –zat makanan berupa protein dan
lemak yang kandungannya hampir sama dengan daging sapi dan domba. Daging
itik memiliki kandungan protein lebih tinggi (21,4 %) dibanding dengan daging
sapi (18,7%) domba (14,8%)(Srigandono,1997).
Karena daging atau produk daging proses sangat mudah mengalami
kerusakan karena adanya aktivitas mikroorganisme perusak maka diperlukan
penangan penyimpanan atau pengolahan yang sesuai. Dengan demikian sangat
diperlukan usaha –usaha pengolahan dan pengawetan yang bertujuan untuk
mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan dari daging atau pun
produk daging lainnya.

5
Universitas Sumatera Utara

6

Kualitas daging segar oleh konsumen pada umumnya masih berdasarkan
karakteristik panca indera dan organoleptik. Organoleptik meliputi dari segi warna
dari organ penglihatan masyarakat mencari daging yang segar dan daya simpan
jangka waktu tertentu.Salah satu metode pengawetan daging yang biasa dilakukan
oleh masyarakat yaitu dengan metode pengasapan. Ada dua cara pengasapan yaitu
cara tradisional dan cara dingin. Pada tradisional asap dihasilkan dari pembakaran
kayu atau biomassa lainnya misalnya serbuk kelapa, serbuk akasia, dan serbuk
mangga). Pada cara basah atau dingin bahan direndam dalam asap.

Asap Cair
Asap cair yang digunakan berasal dari tempurung kelapa diperoleh dengan
proses pirolisa pada suhu diatas 4000 C. Komponen utama antara lain asam –asam
format, asetat, butirat, kaprilat, vanilat, metal, dimetoksifenol, glioksal, furtural,
methanol, etanol, oktanol, diasetil, aseton dan 3,4- benzopiren (Wilson, 1960).
Teknologi pengawetan daging menggunakan bahan yang berasal dari
hayati belum berkembang di masyarakat. Misalnya pengawetan daging
menggunakan asap tempurung kelapa belum diterapkan. Penggunaan asap cair
masih belum memasyarakatkan disebabkan produsennya masih terbatas.
Penggunaan asap cair pada bahan pangan suatu cara mengawetkan daging
yang menggabungkan antara penggunaan panas dan zat kimia yang dihasilkan
dari pembakaran kayu keras. Senyawa asap yang dihasilkan dari asap cair ini
adalah untuk menghambat pertumbuhan bakteri,memperlambat proses oksidasi
lemak dan memberikan flavor pada daging (Lawrie, 2003).

Universitas Sumatera Utara

7

Asap cair (liquid Smoke ) merupakan larutan hasil pengembunan uap asap
kayu yang dibakar

dengan udara terbatas pada suhu tinggi (Yulistiani dan

Darmadi P, 1997). Komposisi asap cair mengandung berbagai senyawa yang
berbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa 40 – 60
%, semi selulosa 20-30%. Prolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa
adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen –komponen penyusun
kayu keras atau dapat dikatakan sebagai penguraian yang tidak teratur dari bahan
–bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa hubungan dengan
udara luar. Proses pirolisis ini menghasilkan tiga fraksi yaitu padat (arang
tempurung), fraksi berat (tar) dan fraksi ringan (gas) (Lawrie,2003).
Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan pangan karena
terdapat senyawa asam, fenolat, dan karbonil. Asap kayu mengandung lebih dari
200 senyawa. Senyawa kimia utama yang terdapat didalam asap, antara lain asam
formiat, asetat, butirat kaprilat asam siringat dimetoksiferol metil senyawa
penyusun terbesar antara lain asam yang dapat mempengaruhi cita rasa, dan umur
simpan produk yang direndam asap cair, karbonil yang bereaksi dengan protein
dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama
aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti,2000).
Perlakuan perendaman bahan pangan dengan larutan asap cair mampu
menekan laju pembentukan basa volatil. Semakin tinggi konsentrasi larutan asap
cair yang digunakan

semakin besar kemampuannya menghambat laju

pembentukan basa volatil. Hal ini mungkin lebih diakibatkan oleh kemampuan
antibakteri dan anti jamur yang dimiliki asap cair sehingga mampu menekan laju
aktivitas bakteri pembusuk yang lebih lanjut akan menghasilkan bau busuk

Universitas Sumatera Utara

8

sebagai salah satu hasil terjadinya proses pembusukan. Melihat potensi asap cair
sangat menguntungkan dan bersahabat dengan lingkungan, tidak ada salahnya jika
penggunaan dan penerapan asap cair sebagai pengawet dan sumber antioksidan
alami lebih diintensifkan lagi (Dwiyitno dan Rudi R, 2006).

Penggunaan Asap Cair Daging dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Daging
Tabel 1.Kualitas Fisik Daging itik disimpan dalam suhu Refrigerator (40 C).
Parameter

hari 1

hari 2

hari 5

Susut masak%

35,15

44,65

41,00

Keempukan (kg)

5,90

8,50

5,0

Warna

9,0

7,0

5,0

Susut masak(%)

37,56

42,92

24,92

Keempukan(kg)

7,75

9,15

9,05

Tanpa asap cair

Dengan asap cair

Daging itik segar yang disimpan pada suhu dingin konvensional
kerusakan, sebaliknya daging disimpan diruang kamar pada suhu rata –rata 270,
hari ke-3 sudah menunjukkan kerusakan yaitu mulai timbul bau dengan perubahan
warna menjadi pucat.
Warna daging merupakan karakteristik utama yang mudah terindentifikasi
secara visual menjukkan kualitas daging.Mioglobin merupakan pigmen utama
yang bertanggung jawab untuk warna daging. Ada tiga macam mioglobin yang
memberikan warna yang berbeda pada jaringan otot yang masih hidup, mioglobin

Universitas Sumatera Utara

9

dalam bentuk tereduksi dengan merah keunguan, mioglobin untuk menghasilkan
oksimioglobin. Jadi warna daging berubah dari merah keunguan menjadi merah
cerah akan berubah kembali menjadi merah keunguan sebab pigmen dioksigenasi
kembali menjadi mioglobin (Cross et all.,1986).
Penggunaan asap cair lebih tepat untuk produk daging olahan kering
misalnya (dendeng dan sosis), untuk daging segar cerah daging itik dan domba
menjadi hilang berubah pucat dikarenakan protein mioglobin yang membuat
warna daging cerah yang mengandung senyawa folatil (asam dan fenol), semakin
lama disimpan dingin warna cenderung lebih pucat.
Hasil iji keempukan juga menunjukkan bahwa daging itik segar pada
kondisi modifikasi atmosfer aktif suhu refrigerator, tidak mengalami pemendekan
urat daging yang mengakibatkan pengerasa. Daging itik segar sebelum disimpan
selama 7 hari tingkat keempukan menjadi 8,6 kg/cm 2, baik untuk daging dengan
tanpa asap cair dan dengan asap cair. (Lawrie,2003)melaporkan bahwa daging
karkas itik yang disimpan pada temperatur 40C selama 24 jam dan dievakuasi
selama 7 hari dalam tempat penyimpanan tidak mengalami pemendekan urat
daging, pemendekan urat daging terjadi pada daging yang disimpan pada suhu
beku (00 sampai 180 C. Hal ini dapat dipakai sebagai daging lebih dipengaruhi
oleh jumlah protein kolagen dalam serabut otot (Soeparno, 2005).
Bagi konsumen, keempukan merupakan satu dari kualitas organoleptik
yang principil pada daging. Keempukan merupakan komponen utama, sebesar
64% dalam penilaian tekstur daging masak, kemudian menyusul kebasahan
sebesar 19 % ( Dransfiel et al.,1984).

Universitas Sumatera Utara

10

Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakin
tinggi temperatur pemasakan semakin besar kadar cairan daging yang hilang
sampai mencapai tingkat yang konstan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh pH,
panjang potongan serabut otot, ukuran dan berat sampel daging serta penampang
lintang sampel (Soeparno, 2011).
Perebusan daging pada suhu tinggi (60-90 C) akan menyebabkan
kerusakan jaringan episium, perimysium, dan endomesium sehingga jaringan
daging akan menyusut sekitar 30 % akibat keluarnya cairan daging (Lawrie,
2003). Besar susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran
seluler, banyaknya air yang keluar dari daging dan umur (Shanks et al,. 2002).
Susut masak juga dipengaruhi oleh pH daging, dimana kenaikan pH akan
menurunkan susut masak daging. Pada temperatur 80 C daging mengalami
pemendekan, pada pH 5,4 -5,8 menghasilkan susut masak daging renggang
dengan panjang membentuk pewarna coklat dan fenol yang merupakan
pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktifitas antioksidan (Astuti, 2000).
Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengestimasikan jumlah
jus dalam daging masak ,misalnya pada itik, susut masak otot SM yang dimasak
pada temperatur 80 C selama 90 menit, menurun dengan meningkatnya umur
ternak. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi besarnya susut masak.Misalnya otot
LD domba yang diberikan pakan maintenans (imbangan energi nol) dan
submaintenans (imbangan energi negatif) adalah lebih kecil dari pada otot LD
domba yang diberi pakan dengan imbangan energi positif (Harjono, 2008).
Susut masak daging akan semakin tinggi dengan bertabahnya lama
penyimpan, kondisi ini bisa disebabkan air ml/liter pada daging itik ternyata

Universitas Sumatera Utara

11

menunjukkan perbedaan terhadap pertumbuhan bakteri selama 7 hari pada kondisi
dingin. Dilihat dari tren pertumbuhan bakteri pada daging itik yang direndam
menggunakan asap cair tempurung kelapa jumlah total baketri lebih sedikit. Asap
cair tempurung kelapa mengandung senyawa yangbersifat menghambat
pertumbuhan bakteri terutama senyawa asam –asam format dan fenol, pada
gambar 1 menujukkan bahwa total bakteri yang terdapat dalam daging itik segar
yang disimpan dingin pertumbuhannya menunjukkan kecendrungan lebih tinggi
pada penyimpanan dingin hari ke 5 pertumbuhan bakteri yang lebih besar dari 105
dibandingkan dengan daging itik segar yang direndam dalam asap cair tempurung
kelapa yang masih dibawah 600.000 CFU/ ml selama 7 hari.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2009) menunjukkan
bahwa perendaman daging itik dengan perendaman asap cair tempurung kelapa
7,5 menit dan 10 menit berpengaruh terhadap total bakteri, daya awet dan rasa
daging itik tetapi tidak berpengaruh pada aseptabilitas warna, bau, dan total
penerimaan. Perendaman asap cair tempurung kelapa 10 menit pada daging itik
dapat menekan total bakteri rata –rata tiap perlakuan hingga 17,45 x 10

6

CFU/

gram dan memperpanjang umur simpan rata –rata hingga 1752,5 menit.

Penentuan Cara Perendaman dan penyimpanandaging
Proses pembuatan daging itik dilakukan berdasarkan penelitian Sari
(2004). Bahan bakunya adalah daging itik yang telah dipisahkan dari tulangnya.
Kemudian direndam daging dengan asap cair kemudian ditiriskan dan di ovenkan
dan setelah itu dikemas dengan non vacum dengan plastik steril.

Universitas Sumatera Utara

12

Telah diuji cara pemberian asap cair dan perendaman asap cair terbaik
yang dipergunakan untuk tahap penyimpanan daging itik. Asap cair akan
diberikan pada daging itik dengan tiga cara yaitu: perendaman dalam 5 menit,
10,dan 15 menit . parameter yang diamati yaitu: susut masak, keempukan, dan uji
organoleptik.yang ditandai berdasarkan uji hedonik(kesukaan) konsumen.

Penentuan Cara Pemberian Asap Cair
Hasil pengamatan parameter susut masak disajikan tabel 2. Hasil
pengamatan menujukkan bahwa perendaman asap cair dalam daging lebih efektif
untuk meningkatkan daya awet daging itik. Cara perendaman dan daya simpan
memberikan hasil yang sama

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertambahan

jumlah

penduduk

Indonesia

yang

disertai

dengan

perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan
gizi menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi daging.
Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang
memiliki gizi yang lengkap, daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi
tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat
dibutuhkan tubuh. Daging juga merupakan bahan pangan yang sangat baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme sehingga dapat menurunkan
kualitas daging. Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena
kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi.
Karena daging atau produk daging proses sangat mudah mengalami
kerusakan karena adanya aktivitas mikroorganisme perusak maka diperlukan
penangan penyimpanan atau pengolahan yang sesuai. Dengan demikian sangat
diperlukan usaha – usaha pengolahan dan pengawetan yang bertujuan untuk
mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan dari daging atau pun
produk daging lainnya.
Salah satu metode pengawetan daging yang biasa dilakukan oleh
masyarakat yaitu dengan metode pengasapan. Ada dua cara pengasapan yaitu
tradisional dan cara dingin. Pada cara tradisional, asap dihasilkan

dari

pembakaran kayu atau biomasa lainnya misalnya serbuk kelapa, serbuk akasia,
dan mangga). Pada cara basah atau dingin bahan direndan dalam asap.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Asap cair diartikan sebagai suatu suspensi partikel –partikel padat dan cair
dalam medium gas (Girard, 1992) dan asap tersebut dapat dikondensasikan
menjadi cairan. Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu
dalam air yang dibuat dengan mengkondensasi asap hasil pirolisis kayu
(Yulistiani dan purnama, 1997). Asap cair memiliki kemampuan

untuk

mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil.
Seperti yang dilaporkan Purnama (2006) yang menyatakan bahwa pirolisis
tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol
sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %.
Dua senyawa utama dalam asap cair yang diketahui mempunyai efek
bakterisidal/bakteriostatik dan membentuk cita rasa produk asap adalah fenol dan
asam –asam organik ( asam asetat, propionat, butirat dan valerat), kombinasi
senyawa tersebut secara efektif dapat mengontrol pertumbuhan mikroba
(Yulistiani dan Purnama, 1997), sedangkan senyawa karbonil mempunyai efek
terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat karena adanya gugus karbonil
dari gula reduksi bereaksi dengan gugus amino dari protein daging dan asam –
asam amino secara non enzimatik, dan hasil reaksinya menimbulkan warna coklat
gelap dan perkembangan flavor terbakar dan rasa pahit ( Soeparno, 2005). Jenis
senyawa fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaikol dan
siringol yang merupakan senyawa pembentuk utama aroma asap (Psczola, 1995).
Kualitas organoleptik filet itik manila yang diremdan dalam larutan asap
cair dengan lama perendaman 10 % dan dengan penyimpanan 2 minggu
memberikan kualitas

organoleptik terbaik (Haryo dkk,2006). Perlakuan

perendaman bahan pangan dengan larutan asap cair mampu

menekan laju

Universitas Sumatera Utara

3

pembentukan basa volatil. Semakin lama perendaman tinggi asap cair yang
digunakan semakin besar kemampuannya menghambat laju pembentukan basa
volatil. Melihat potensi asap cair sangat menguntungkan dan bersahabat dengan
lingkungan, tidak ada salahnya jika penggunaan dan penerapan asap cair sebagai
pengawet alami lebih diintensifkan lagi (Dwiyitno dan Rudi R, 2006).
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas
daging, salah satunya dengan metode marinasi.Marinasi bertujuan untuk
mengempukkan, meningkatkan rasa, mengawetkan serta mempertahankan sifat
fisik pada daging (Pramono, 2002).
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
penimbangan.Faktor sebelum penimbangan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging antara lain genetik spesies, bangsa, tipe ternak, umur. Faktor setelah
pemasakan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode
pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, ph karkas dan daging, bahan
tambahan termasuk enzim pengempuk daging. Hormon, dan antibiotika, lemak
intramuskular atau marbling, metode penyimpanan dan prevasi, macam otot
daging dan lokasi otot daging( Tabrany, 2001).
Hal ini melatarbelakan