Pengaruh Perendaman Asap Cair Terhadap Kualitas dan Daya Simpan Dagingt Itik Manila

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Itik
Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi.
Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai
sarana pengeram telur itik padahal entok dapat dimanfaatkan sebagai unggas
penghasil daging. Persentase karkas itik manila dengan berat hidup 3,75 kg adalah
62,6 % (Leglereg dan de Varville, 1985 dalam Srigandono, 1998). Itik merupakan
salah satu potensi peternakan yang dapat diambil dagingnya, namun sebagian
konsumsi itik masih mengalami kendala yaitu rasa dan bau daging yang amis
dari pada daging domba dan sapi

sehingga tingkat konsumsi daging itik di

indonesia masih sangat rendah.
Daging itik dapat dijadikan sebagai salah satu sumber protein hewan yang
bermutu tinggi karena memiliki kandungan zat –zat makanan berupa protein dan
lemak yang kandungannya hampir sama dengan daging sapi dan domba. Daging
itik memiliki kandungan protein lebih tinggi (21,4 %) dibanding dengan daging
sapi (18,7%) domba (14,8%)(Srigandono,1997).
Karena daging atau produk daging proses sangat mudah mengalami

kerusakan karena adanya aktivitas mikroorganisme perusak maka diperlukan
penangan penyimpanan atau pengolahan yang sesuai. Dengan demikian sangat
diperlukan usaha –usaha pengolahan dan pengawetan yang bertujuan untuk
mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan dari daging atau pun
produk daging lainnya.

5
Universitas Sumatera Utara

6

Kualitas daging segar oleh konsumen pada umumnya masih berdasarkan
karakteristik panca indera dan organoleptik. Organoleptik meliputi dari segi warna
dari organ penglihatan masyarakat mencari daging yang segar dan daya simpan
jangka waktu tertentu.Salah satu metode pengawetan daging yang biasa dilakukan
oleh masyarakat yaitu dengan metode pengasapan. Ada dua cara pengasapan yaitu
cara tradisional dan cara dingin. Pada tradisional asap dihasilkan dari pembakaran
kayu atau biomassa lainnya misalnya serbuk kelapa, serbuk akasia, dan serbuk
mangga). Pada cara basah atau dingin bahan direndam dalam asap.


Asap Cair
Asap cair yang digunakan berasal dari tempurung kelapa diperoleh dengan
proses pirolisa pada suhu diatas 4000 C. Komponen utama antara lain asam –asam
format, asetat, butirat, kaprilat, vanilat, metal, dimetoksifenol, glioksal, furtural,
methanol, etanol, oktanol, diasetil, aseton dan 3,4- benzopiren (Wilson, 1960).
Teknologi pengawetan daging menggunakan bahan yang berasal dari
hayati belum berkembang di masyarakat. Misalnya pengawetan daging
menggunakan asap tempurung kelapa belum diterapkan. Penggunaan asap cair
masih belum memasyarakatkan disebabkan produsennya masih terbatas.
Penggunaan asap cair pada bahan pangan suatu cara mengawetkan daging
yang menggabungkan antara penggunaan panas dan zat kimia yang dihasilkan
dari pembakaran kayu keras. Senyawa asap yang dihasilkan dari asap cair ini
adalah untuk menghambat pertumbuhan bakteri,memperlambat proses oksidasi
lemak dan memberikan flavor pada daging (Lawrie, 2003).

Universitas Sumatera Utara

7

Asap cair (liquid Smoke ) merupakan larutan hasil pengembunan uap asap

kayu yang dibakar

dengan udara terbatas pada suhu tinggi (Yulistiani dan

Darmadi P, 1997). Komposisi asap cair mengandung berbagai senyawa yang
berbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa 40 – 60
%, semi selulosa 20-30%. Prolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa
adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen –komponen penyusun
kayu keras atau dapat dikatakan sebagai penguraian yang tidak teratur dari bahan
–bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa hubungan dengan
udara luar. Proses pirolisis ini menghasilkan tiga fraksi yaitu padat (arang
tempurung), fraksi berat (tar) dan fraksi ringan (gas) (Lawrie,2003).
Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan pangan karena
terdapat senyawa asam, fenolat, dan karbonil. Asap kayu mengandung lebih dari
200 senyawa. Senyawa kimia utama yang terdapat didalam asap, antara lain asam
formiat, asetat, butirat kaprilat asam siringat dimetoksiferol metil senyawa
penyusun terbesar antara lain asam yang dapat mempengaruhi cita rasa, dan umur
simpan produk yang direndam asap cair, karbonil yang bereaksi dengan protein
dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama
aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti,2000).

Perlakuan perendaman bahan pangan dengan larutan asap cair mampu
menekan laju pembentukan basa volatil. Semakin tinggi konsentrasi larutan asap
cair yang digunakan

semakin besar kemampuannya menghambat laju

pembentukan basa volatil. Hal ini mungkin lebih diakibatkan oleh kemampuan
antibakteri dan anti jamur yang dimiliki asap cair sehingga mampu menekan laju
aktivitas bakteri pembusuk yang lebih lanjut akan menghasilkan bau busuk

Universitas Sumatera Utara

8

sebagai salah satu hasil terjadinya proses pembusukan. Melihat potensi asap cair
sangat menguntungkan dan bersahabat dengan lingkungan, tidak ada salahnya jika
penggunaan dan penerapan asap cair sebagai pengawet dan sumber antioksidan
alami lebih diintensifkan lagi (Dwiyitno dan Rudi R, 2006).

Penggunaan Asap Cair Daging dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Daging

Tabel 1.Kualitas Fisik Daging itik disimpan dalam suhu Refrigerator (40 C).
Parameter

hari 1

hari 2

hari 5

Susut masak%

35,15

44,65

41,00

Keempukan (kg)

5,90


8,50

5,0

Warna

9,0

7,0

5,0

Susut masak(%)

37,56

42,92

24,92


Keempukan(kg)

7,75

9,15

9,05

Tanpa asap cair

Dengan asap cair

Daging itik segar yang disimpan pada suhu dingin konvensional
kerusakan, sebaliknya daging disimpan diruang kamar pada suhu rata –rata 270,
hari ke-3 sudah menunjukkan kerusakan yaitu mulai timbul bau dengan perubahan
warna menjadi pucat.
Warna daging merupakan karakteristik utama yang mudah terindentifikasi
secara visual menjukkan kualitas daging.Mioglobin merupakan pigmen utama
yang bertanggung jawab untuk warna daging. Ada tiga macam mioglobin yang

memberikan warna yang berbeda pada jaringan otot yang masih hidup, mioglobin

Universitas Sumatera Utara

9

dalam bentuk tereduksi dengan merah keunguan, mioglobin untuk menghasilkan
oksimioglobin. Jadi warna daging berubah dari merah keunguan menjadi merah
cerah akan berubah kembali menjadi merah keunguan sebab pigmen dioksigenasi
kembali menjadi mioglobin (Cross et all.,1986).
Penggunaan asap cair lebih tepat untuk produk daging olahan kering
misalnya (dendeng dan sosis), untuk daging segar cerah daging itik dan domba
menjadi hilang berubah pucat dikarenakan protein mioglobin yang membuat
warna daging cerah yang mengandung senyawa folatil (asam dan fenol), semakin
lama disimpan dingin warna cenderung lebih pucat.
Hasil iji keempukan juga menunjukkan bahwa daging itik segar pada
kondisi modifikasi atmosfer aktif suhu refrigerator, tidak mengalami pemendekan
urat daging yang mengakibatkan pengerasa. Daging itik segar sebelum disimpan
selama 7 hari tingkat keempukan menjadi 8,6 kg/cm 2, baik untuk daging dengan
tanpa asap cair dan dengan asap cair. (Lawrie,2003)melaporkan bahwa daging

karkas itik yang disimpan pada temperatur 40C selama 24 jam dan dievakuasi
selama 7 hari dalam tempat penyimpanan tidak mengalami pemendekan urat
daging, pemendekan urat daging terjadi pada daging yang disimpan pada suhu
beku (00 sampai 180 C. Hal ini dapat dipakai sebagai daging lebih dipengaruhi
oleh jumlah protein kolagen dalam serabut otot (Soeparno, 2005).
Bagi konsumen, keempukan merupakan satu dari kualitas organoleptik
yang principil pada daging. Keempukan merupakan komponen utama, sebesar
64% dalam penilaian tekstur daging masak, kemudian menyusul kebasahan
sebesar 19 % ( Dransfiel et al.,1984).

Universitas Sumatera Utara

10

Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakin
tinggi temperatur pemasakan semakin besar kadar cairan daging yang hilang
sampai mencapai tingkat yang konstan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh pH,
panjang potongan serabut otot, ukuran dan berat sampel daging serta penampang
lintang sampel (Soeparno, 2011).
Perebusan daging pada suhu tinggi (60-90 C) akan menyebabkan

kerusakan jaringan episium, perimysium, dan endomesium sehingga jaringan
daging akan menyusut sekitar 30 % akibat keluarnya cairan daging (Lawrie,
2003). Besar susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran
seluler, banyaknya air yang keluar dari daging dan umur (Shanks et al,. 2002).
Susut masak juga dipengaruhi oleh pH daging, dimana kenaikan pH akan
menurunkan susut masak daging. Pada temperatur 80 C daging mengalami
pemendekan, pada pH 5,4 -5,8 menghasilkan susut masak daging renggang
dengan panjang membentuk pewarna coklat dan fenol yang merupakan
pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktifitas antioksidan (Astuti, 2000).
Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengestimasikan jumlah
jus dalam daging masak ,misalnya pada itik, susut masak otot SM yang dimasak
pada temperatur 80 C selama 90 menit, menurun dengan meningkatnya umur
ternak. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi besarnya susut masak.Misalnya otot
LD domba yang diberikan pakan maintenans (imbangan energi nol) dan
submaintenans (imbangan energi negatif) adalah lebih kecil dari pada otot LD
domba yang diberi pakan dengan imbangan energi positif (Harjono, 2008).
Susut masak daging akan semakin tinggi dengan bertabahnya lama
penyimpan, kondisi ini bisa disebabkan air ml/liter pada daging itik ternyata

Universitas Sumatera Utara


11

menunjukkan perbedaan terhadap pertumbuhan bakteri selama 7 hari pada kondisi
dingin. Dilihat dari tren pertumbuhan bakteri pada daging itik yang direndam
menggunakan asap cair tempurung kelapa jumlah total baketri lebih sedikit. Asap
cair tempurung kelapa mengandung senyawa yangbersifat menghambat
pertumbuhan bakteri terutama senyawa asam –asam format dan fenol, pada
gambar 1 menujukkan bahwa total bakteri yang terdapat dalam daging itik segar
yang disimpan dingin pertumbuhannya menunjukkan kecendrungan lebih tinggi
pada penyimpanan dingin hari ke 5 pertumbuhan bakteri yang lebih besar dari 105
dibandingkan dengan daging itik segar yang direndam dalam asap cair tempurung
kelapa yang masih dibawah 600.000 CFU/ ml selama 7 hari.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2009) menunjukkan
bahwa perendaman daging itik dengan perendaman asap cair tempurung kelapa
7,5 menit dan 10 menit berpengaruh terhadap total bakteri, daya awet dan rasa
daging itik tetapi tidak berpengaruh pada aseptabilitas warna, bau, dan total
penerimaan. Perendaman asap cair tempurung kelapa 10 menit pada daging itik
dapat menekan total bakteri rata –rata tiap perlakuan hingga 17,45 x 10

6

CFU/

gram dan memperpanjang umur simpan rata –rata hingga 1752,5 menit.

Penentuan Cara Perendaman dan penyimpanandaging
Proses pembuatan daging itik dilakukan berdasarkan penelitian Sari
(2004). Bahan bakunya adalah daging itik yang telah dipisahkan dari tulangnya.
Kemudian direndam daging dengan asap cair kemudian ditiriskan dan di ovenkan
dan setelah itu dikemas dengan non vacum dengan plastik steril.

Universitas Sumatera Utara

12

Telah diuji cara pemberian asap cair dan perendaman asap cair terbaik
yang dipergunakan untuk tahap penyimpanan daging itik. Asap cair akan
diberikan pada daging itik dengan tiga cara yaitu: perendaman dalam 5 menit,
10,dan 15 menit . parameter yang diamati yaitu: susut masak, keempukan, dan uji
organoleptik.yang ditandai berdasarkan uji hedonik(kesukaan) konsumen.

Penentuan Cara Pemberian Asap Cair
Hasil pengamatan parameter susut masak disajikan tabel 2. Hasil
pengamatan menujukkan bahwa perendaman asap cair dalam daging lebih efektif
untuk meningkatkan daya awet daging itik. Cara perendaman dan daya simpan
memberikan hasil yang sama

Universitas Sumatera Utara