KAJIAN STILISTIKA NASKAH SANDIWARA BERBAHASA JAWA JULUNG SUNGSANG DAN KETULA TULA KETALI KARYA KUSUMA DANANG JOYO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user i
KAJIAN STILISTIKA
NASKAH SANDIWARA BERBAHASA JAWA
JULUNG SUNGSANG DAN KETULA-TULA KETALI
KARYA KUSUMA DANANG JOYO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disusun oleh:
FAJAR YULI CAHYANINGRUM C 0107022
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
(3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
PERNYATAAN
Nama: Fajar Yuli Cahyaningrum NIM: C0107022
Menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang berjudul Kajian Stilistka Naskah
Sandiwara Berbahasa Jawa Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi
tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta,
Yang membuat pernyataan
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
MOTTO
Hidup adalah perjuangan. Sabar, Ulet, dan Tetap Semangat !!!
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PERSEMBAHAN
Bapak dan ibu yang selalu memberiku semangat, doa, dan yang mendidikku menjadi seorang yang mandiri. Mas Wawan yang selalu memberiku motivasi, semangat untuk berjuang tiada henti. Dik Dwi yang selalu mendukung dan mendoakanku. Almamaterku yang kubanggakan.
(7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan segala rahmat, taufik, hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
Skripsi yang berjudul Kajian Stilistika Naskah Sandiwara Berbahasa Jawa
Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Proses penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan jika tidak ada bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra, yang telah
berkenan memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.
2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah, yang telah
berkenan memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.
3. Prof. Dr. Drs. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing pertama yang telah
berkenan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran.
4. Drs. Y. Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing kedua dengan sabar
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama studi di Jurusan Sastra Daerah dengan penuh perhatian dan kebijaksanaannya.
(8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah berkenan memberikan
ilmunya kepada penulis.
7. Kepala dan staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun
perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak membantu penulis memberikan kemudahan dalam pelayanan pada penyelesaian skripsi.
8. Bapak dan Ibuku yang telah memberikanku dukungan, doa, pengorbanan,
kasih sayang, perhatian, serta sebuah kepercayaan yang besar sehingga saya dapat menempuh kuliah sampai akhir.
9. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2007, yang selalu mendukung dan
memberikan motivasi kepada penulis. Terima kasih atas persahabatannya. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam berbagai hal. Maka penulis mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.
(9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PENGESAHAN ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN ... xii
BAGAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
SARIPATHI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 8
C. Perumusan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR………11
A. Landasan Teori ... 11
1. Stilistika…. ... 11
2. Purwakanthi ... 14
3. Diksi……. ... 15
4. Gaya bahasa ... 20
a. Pengertian Gaya Bahasa ... 20
b. Jenis-Jenis Gaya Bahasa ... 21
(10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
6. Sandiwara……… ... 34
7. Pengarang Naskah Sandiwara JS dan KK ... 35
8. RRI Surakarta ... 36
B. Kerangka Pikir ... 37
BAB III METODE PENELITIAN... 39
A. Jenis Penelitian ... 39
B. Sumber Data dan Data ... 40
C. Metode Pengumpulan data ... 40
D. Metode Analisis Data ... 41
E. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 43
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Analisis Data ... 44
1. Pemanfaatan Bunyi-Bunyi Bahasa dalam Naskah Sandiwara JS dan KK ... 44
a. Purwakanthi Swara (Asonansi)... 44
b. Purwakanthi Sastra (Aliterasi) ... 49
c. Purwakanthi Lumaksita (Basa) ... 53
2. Diksi atau Pilihan Kata... 58
a. Kosakata Bahasa Indonesia ... 59
b. Sinonim ... 63
c. Idiom atau Ungkapan ... 64
d. Kata Kasar atau Makian ... 65
e. Tembung Saroja ... 68
f. Kata Seru... 72
3. Pemakaian Gaya Bahasa dalam Naskah Sandiwara JS dan KK ... 76
a. Pemanfaatan Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat 76 b. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna ... 85
4. Pencitraan dalam Naskah Sandiwara JS dan KK ... 101
(11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
BAB V PENUTUP ... 118
A. Simpulan ... 118
B. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 120
(12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN
1. Daftar Tanda/.../ : Tanda pengapit fonemis
’....’ : Glos sebagai pengapit terjemahan langsung dari kalimat atau kata yang disebutkan sebelumnya.
[ ... ] : Tuturan sebelumnya atau tuturan sesudahnya ada yang
dilesapkan
(...) : Tanda opsional atau pelengkap
(”....”) : Kutipan 2. Daftar Singkatan
BUL : Bagi Unsur Langsung
FM : Frekuensi Modulation
JS : Julung Sungsang
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
KK : Ketula-tula Ketali
PUP : Pilah Unsur Penentu
RRI : Radio Republik Indonesia
(13)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
BAGAN
(14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Aspek-aspek Bunyi ... 122
Lampiran 2. Diksi atau Pilihan Kata ... 129
Lampiran 3. Gaya Bahasa ... 140
(15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
ABSTRAK
Fajar Yuli Cahyaningrum. C0107022. 2011. Kajian Stilistika Naskah Sandiwara
Berbahasa Jawa Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali Karya Kusuma Danang Joyo. Skripsi: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini difokuskan pada empat pokok permasalahan yaitu: (1)
bagaimanakah pemanfaatan aspek bunyi dalam naskah sandiwara Julung
Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo, (2) bagaimanakah
pilihan kata atau diksi dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula
Ketali karya Kusuma Danang Joyo, (3) bagaimanakah gaya bahasa dalam naskah
sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo,
(4) bagaimanakah pencitraan dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan
Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan
pemanfaatan aspek bunyi dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan
Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo, (2) mendeskripsikan dan menjelaskan
pilihan kata atau diksi dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula
Ketali karya Kusuma Danang Joyo, (3) mendeskripsikan dan menjelaskan gaya
bahasa dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya
Kusuma Danang Joyo, (4) mendeskripsikan dan menjelaskan pencitraan dalam
naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang
Joyo.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data tulis yang berupa naskah sandiwara JS dan KK RRI tahun 2010 sebagai data primer dan kaset cd sandiwara JS dan KK sebagai data primer. Jenis data dalam penelitian ini berupa data tulis. Wujud datanya berupa tuturan-tuturan atau kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat kekhasan aspek-aspek bunyi, kekhasan pemakaian kosakata atau diksi, gaya bahasa, dan pencitraan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Metode padan dengan teknik dasar pilah unsur penentu dilanjutkan dengan daya pilah referensial digunakan untuk menganalisis, aspek-aspek bunyi, diksi, gaya bahasa dan pencitraan.
Dari analisis data ditemukan adanya (1) pemanfaatan aspek-aspek bunyi
dalam naskah sandiwara JS dan KK yaitu purwakanthi (swara, sastra, dan
lumaksita/basa). (2) kekhasan diksi atau pilihan kata dalam naskah sandiwara JS dan KK yaitu, kosakata bahasa Indonesia, sinonim, idiom/ungkapan, kata
kasar/makian, tembung saroja, kata seru. (3) pemakaian gaya bahasa dalam
naskah sandiwara JS dan KK yaitu klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, elipsis, eufemisme, litotes, hiperbola, paradoks, simile, metafora, personifikasi, sinekdoke, hipalase, sarkasme, sinisme, satire. (4) pemanfaatan pencitraan dalam naskah sandiwara JS dan KK yaitu yaitu pencitraan penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, gerak.
(16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
SARI PATHI
Fajar Yuli Cahyaningrum C0107022. 2011. Kajian Stilistika Naskah Sandiwara
Berbahasa Jawa Julung Sungsang lan Ketula-tula Ketali Anggitanipun Kusuma Danang Joyo. Skripsi: Jurusan Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.
Pêrkawis ingkang dipunrêmbang wontên panalitèn punika inggih mênika (1) kados pundi munpangatipun pérangan suwantên wontên naskah sandiwara
Julung Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo? (2)
kados pundi diksi utawi pamilihing têmbung wontên naskah sandiwara Julung
Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo? (3) kados
pundi lêlêwaring basa wontên naskah sandiwara Julung Sungsang lan Kêtula-tula
Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo? (4) kados pundi citra wontên naskah
sandiwara Julung Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang
Joyo?
Ancasipun panalitèn punika kanggé (1) ngandharakên munpangatipun
utawi pamilihan pérangan suwantên wontên naskah sandiwara Julung Sungsang
lan Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo, (2) ngandharakên
diksi utawi pamilihing têmbung wontên naskah sandiwara Julung Sungsang lan
Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo, (3) ngandharakên
pigunanipun lêlêwaring basa wontên naskah sandiwara Julung Sungsang lan
Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo, (4) ngandharakên
pigunanipun citra wontên naskah sandiwara Julung Sungsang lan Kêtula-tula
Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo.
Jinising panalitèn punika deskriptif kualitatif. Dhata panalitèn mênika
dhata tulis saking naskah sandiwara RRI taun 2010 irah-irahipun Julung Sungsang
lan Kêtula-tula Kêtali lan kaset cd sandiwara irah-irahipun Julung Sungsang lan
Kêtula-tula Kêtali. Jinising dhata mênika awujud data tulis. Dhata panalitèn
mênika awujud tuturan ingkang ngêmu kekhasan swantên, diksi, lêlêwaring basa,
lan citra. Anggènipun ngêmpalakên dhata migunakakên metode simak,
migunakakên teknik catat. Metode padan dipunginakakên kanggé ngandharakên
pérangan-péranganipun suwantên, péranganipun diksi, lêlêwaring basa lan citra.
Teknik dhasar metode padan inggih punika pilah unsur penentu. Daya pilah
ingkang dipunginakakên inggih punika daya pilah referensial.
Kasiling panalitèn data kados mêkatên (1) dipunginakakên purwakanthi
(swara, sastra, lumaksita). (2) pamilihing têmbung utawi diksi tembung basa
Indonesia, sinonim, idiom, têmbung kasar, têmbung saroja, têmbung panyilah. (3)
lêlêwaring basa ing naskah Julung Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali inggih punika
klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, elipsis, eufemisme, litotes, hiperbola, paradoks, simile, metafora, personifikasi, sinekdoke, hipalase, sarkasme, sinisme, satire. (4) citra ing naskah Julung Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali inggih punika citra pandulu, citra pamirêng, citra pangraos, citra pangambêt, citra panggêrak.
(17)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvii ABSTRACT
Fajar Yuli Cahyaningrum. C0107022. 2011. Kajian Stilistika Naskah Sandiwara Berbahasa Jawa Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali Karya Kusuma Danang Joyo. Skripsi. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
The research focuses in four problems are: (1) how the benefit of sound aspect in cinema script Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo, (2) How word option or the diction of the cinema script Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo, (3) how the language style in cinema script, (4) how the value in cinema script Julung sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo.
The aim of the research are (1) to describe and explain the benefit of the sound aspect in cinema script in Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo, (2) to describe and to explain the word option or the diction in the script of Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo, (3) to describe and to explain the language style of script in Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo (4) to describe and to explain the value of Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali scipt by Kusuma Danang Joyo.
The research is qualitative research. The data source is used in written data which is RRI cinema script in 2010 with the title Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali. The kind of the data in the research is written data. The form of the data is utterances or the sentence within sound aspect characteristic, the collecting data is with listening and writing technique. The using of the technique in padan method is the sound techinique option with the reverential. It used to analyses the the sound aspect, diction, language style and the value.
From the analyses data will be found (1) the use of sound aspect
Purwakathi (sound, literature, and language), (2) the characteristic of the word option or the Indonesia language, synonym, idiom, the cruel word, saroja word, request word, (3) the use of language based on the word structure and the direct of meaning. Based on the sentence structure are climax, anticlimax, paralelisme, antitesis. Based on the indirect of meaning are elipses, eufemisme, litotes, hiperbola, paradoks, simile, metafore, personification, sinekdoke, hipalase, sakasme, sinisme, satire, (4) the using of the visual, listened, smiled, moved.
(18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan wujud hasil karya seorang pengarang. Bahasa merupakan sarana estetis terpenting yang digunakan pengarang ketika menuangkan ide dan imajinasinya ke dalam karya sastra. Bahasa di dalam karya sastra mengandung imajinasi yang tinggi sehingga tidak membuat bosan pembaca. Karya sastra dibuat oleh pengarang bertujuan untuk dinikmati oleh masyarakat. Pengarang menggunakan bahasa yang indah agar mengesan di hati pembacanya. Pilihan kata yang tepat oleh pengarang akan menimbulkan efek estetis di dalam karyanya sehingga karya sastra tersebut dapat membuat senang pembaca dan pembaca merasa terhibur.
Selain itu pemanfaatan diksi atau pemilihan kata akan menghindarkan sifat monoton dalam bahasa. Diksi bukan hanya dipergunakan untuk menyatakan kata yang akan dipakai untuk mengungkapkan suatu gagasan, tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, dan sebagainya (Gorys Keraf, 2004:18). Kekhasan bahasa seorang pengarang adalah fenomena teks sastra yang menarik untuk dikaji. Untuk mengetahui ciri khas suatu karya sastra, perlu diteliti gayanya. Salah satu kajian yang dapat dilakukan dengan penelitian ini adalah stilistika yaitu ilmu tentang gaya.
Pengkajian karya sastra dari segi bahasa tidak dapat dihindarkan adanya penguraian dan pengamatan terhadap gejala atau ciri linguistik yang terdapat dalam wacana untuk mengetahui efek yang ditimbulkan. Pengkajian stilistika juga menyadarkan pengarang dalam memanfaatkan kemungkinan yang tersedia dalam
(19)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bahasa sebagai pengungkapannya (Panuti Sudjiman, 1993:2). Sudiro Satoto (1995:4) mendefinisikan bahwa stilistika merupakan bidang linguistik yang mengemukakan teori dan metodologi pengkajian sebuah teks sastra, termasuk
dalam pengertiannya extended. Ektended artinya suatu sifat pandangan yang
mencakup bidang kajian yang menggunakan bahasa sebagai unsur penting dan menerima teori linguistik sebagai sesuatu yang amat relevan. Titik berat kajian stilistika terletak pada penggunaan bahasa dan gaya bahasa suatu karya sastra.
Stilistika merupakan kajian kualitatif yang berkaitan dengan usaha-usaha mendapatkan atau membuktikan pemanfaatan potensi-potensi bahasa khas dan khusus yang dapat membangun suatu ciri-ciri estetis atau keindahan bahasa yang universal suatu karya sastra, misalnya sistem perulangan, persajakan dan sebagainya dalam bentuk novel, cerpen, drama (modern/ tradisional), puisi (Lutfi Abas, dalam Sutarjo, 2003:6).
Sandiwara merupakan salah satu karya sastra yang memanfaatkan potensi bahasa yang khas untuk membangun keindahan karya sastra. Sandiwara merupakan karya sastra yang bertujuan menggambarkan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog, lazimnya dirancang untuk pementasan atau penyiaran. Dalam penyiaran sandiwara, pemain sandiwara tidak lepas dari naskah sandiwara. Naskah sandiwara sebagai salah satu jenis kesusastraan memiliki elemen-elemen yaitu alur, tema, dan penokohan. Pemain sandiwara harus memahami dan menghayati isi naskah sandiwara agar dapat membawakan cerita dengan baik sehingga terkesan menarik oleh pendengar. Pemain sandiwara harus mampu memerankan tokoh-tokoh di dalam cerita serta melaksanakan dialog-dialognya
(20)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
demi mendukung kelancaran cerita. Pementasan sandiwara dapat melalui TV, radio, dan panggung.
Stasiun radio yang masih aktif menyiarkan sandiwara berbahasa Jawa yaitu RRI Surakarta. Sandiwara di dalam RRI Surakarta masuk dalam program siaran hiburan. Bentuk siaran hiburan merupakan siaran yang digemari oleh
masyarakat pendengar. Bentuk siaran hiburan yang sangat populer adalah siaran
hiburan, siaran kata, siaran iklan (Harley Prayudha, 2006:34). Sandiwara merupakan salah satu bentuk siaran hiburan yang digemari oleh masyarakat pendengar karena dapat menghibur pendengar lewat ceritanya.
Sandiwara berbahasa Jawa di RRI Surakarta disiarkan setiap hari Senin pukul 22.00-23.00 WIB, durasi untuk menyiarkan sandiwara berbahasa Jawa hanya satu jam setiap minggunya. Sandiwara berbahasa Jawa di RRI Surakarta disiarkan secara bersambung setiap seri. Cerita sandiwara bersambung dari seri ke seri berikutnya. Ada beberapa judul sandiwara berbahasa Jawa yang disiarkan
oleh RRI Surakarta pada tahun 2010 yaitu Rajapati, Misteri Kalong Wewe, Julung
Sungsang dan Ketula-tula Ketali. Dari judul sandiwara yang pernah disiarkan
penulis tertarik pada judul Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma
Danang Joyo karena ceritanya menarik dan menggunakan gaya bahasa yang
indah. Bahasa yang digunakan adalah bahasa krama dan ngoko. Sandiwara Julung
Sungsang memiliki lima seri cerita dan Ketula-tula Ketali memiliki tujuh seri cerita.
Sandiwara Julung Sungsang menceritakan tentang dua sosok gadis yang
(21)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kakak ini adalah anak dari Pak Projo pemilik perkebunan yang kaya raya. Pak Projo ingin mewariskan hartanya pada Darwati karena Darwati dianggap mampu mengelola perkebunan dengan baik. Darwani tidak terima akan hal ini, dia kemudian pergi ke dukun untuk menjampi-jampi adiknya agar pergi dari kampungnya. Usaha Darwani berhasil dan akhirnya Darwati pergi dari kampung dengan bau bacin dan wajah yang jelek. Satu bulan Darwati tinggal di hutan akhirnya ditolong Dewi Arum Dalu penunggu sendang dan wajahnya Darwati kembali cantik lagi.
Sandiwara Ketula-tula Ketali menceritakan kehidupan keluarga Murtini
yang selalu terkena musibah berturut-turut. Murtini hidup bersama ibunya di tempat kontrakan milik Pak Renggo. Keluarga Murtini nunggak membayar kontrakan selama tiga bulan. Pak Renggo dan Hery mempunyai niat jahat untuk menculik Rustini adik dari Murtini. Hery memperkosa Rustini, musibah yang dialami Rustini dialami pula oleh ibunya. Ibunya diperkosa oleh Pak Renggo. Nasib malang tidak semakin mereda. Murtini yang diketahui menderita penyakit kanker otak stadium empat akhirnya meninggal.
Bahasa di dalam karya sastra dibuat dengan sedemikan rupa dengan menggunakan imajinasi seorang pengarang, hal ini dilakukan oleh pengarang agar cerita di dalam karya sastra tidak monoton atau tidak membuat bosan pembaca atau pendengar. Bahasa sandiwara lazimnya menggunakan bahasa dalam bentuk cakapan (dialog atau monolog). Bahasa sandiwara mengacu pada citra pendengaran, sehingga bahasa yang digunakan di dalam sandiwara pendek-pendek, mudah difahami, enak didengar. Maka tidak mengherankan jika
(22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sandiwara merupakan bentuk siaran hiburan yang menghibur masyarakat pendengar lewat bahasa-bahasa yang enak didengar dan indah.
Naskah sandiwara mempunyai kekhasan tersendiri lewat pemilihan kata-kata yang indah. Bahasa yang indah adalah bahasa yang berbunga-bunga, yang memanfaatkan rima, pengulangan, majas, dan sebagainya (Panuti Sudjiman, 1993:6). Bahasa merupakan sarana untuk mencapai nilai estetika. Pemakaian bahasa di dalam naskah sandiwara RRI memiliki unsur estetis yang tersusun dari pilihan kata-kata yang merupakan ekspresi pengarang. Keindahan bahasa dalam naskah sandiwara disusun secara kreatif oleh pengarang agar terkesan di hati pembaca dan tidak membuat bosan pembaca. Setiap pengarang dalam membuat karya-karyanya pasti memperlihatkan ciri-ciri masing-masing dan ciri pribadinya tersebut diakui sebagai suatu kebenaran baginya.
Gaya yang dipilih seorang pengarang, biasanya berbeda dengan pengarang-pengarang yang lain (Sutejo, 2010:9). Setiap pengarang pasti memperlihatkan ciri-ciri individualisme, originalitas, dan gaya masing-masing. Contoh kekhasan penggunaan bahasa di dalam sandiwara oleh pengarang sebagai berikut.
Sadewo : Sampun ... kersanipun ... kula paringi pelajaran ... mangke ndhak
gedhe sirahe[...]
’Sudah ... biarkan ... saya beri pelajaran ... supaya tidak sombong [...]
Darwati : [...] ya ora bakal mari ... wong nyat pancen disengaja ... gen ora
mari ... pancen bodho kabeh ... malah ... malah ... iki mau tak tonton ... sing diwenehake ... marang Darwati iki mau ... dudu ... obat ... nanging ... nanging ... racun ... rasakna ... rasakna[...]
’ [...] ya tidak mungkin sembuh ... emang disengaja ... supaya
tidak sembuh ... memang bodoh semua ... lebih-lebih ... ini tadi tak lihat ... yang dikasihkan ... pada Darwati itu tadi ...
(23)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada wacana di atas terdapat gaya bahasa metafora yaitu gedhe sirahe
’besar kepalanya dan purwakanthi lumaksita yaitu mari ’sembuh’, malah ’lebih
-lebih’, nanging ’tetapi’, rasakna ’rasakan’. Kekhasan pemakaian bahasa oleh
Kusama Danang Joyo dalam naskah sandiwara radio berbahasa Jawa di RRI Surakarta menarik untuk diteliti.
Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan kajian stilistika adalah :
1. Penelitian berjudul Telaah Linguistik atas Novel Tirai Menurun Karya
N.H Dini oleh D. Edi Suboto, dkk (1997), mengkaji keunikan pemakaian bahasa, pemakaian gaya bahasa dan metafora, serta faktor sosial budaya
yang melatar-belakangi novel Tirai Menurun.
2. Telaah Stilistika Novel Berbahasa Jawa Tahun 1980-an oleh D. Edi Subroto, dkk (1999). Penelitian ini mengkaji pemanfaatan aspek bunyi bahasa dalam novel, keunikan kosakata, keunikan segi morfosintaksis serta gaya bahasa.
3. Analisis dengan pendekatan stilistika dalam Bahasa Pedalangan Gaya
Surakarta (Suatu Kajian Stilistika) oleh Sutarjo (2003), membahas pemanfaatan atau pemilihan aspek bunyi, faktor kekhasan morfologi, pemakaian dan pemilihan kosakata; penggunaan gaya bahasa; serta kekhasan struktur sintaksis dalam bahasa pedalangan gaya Surakarta. 4. Kajian Stilistika Bahasa Jawa dalam Lagu-Lagu Karya Koes Plus oleh
Rani Gutami (2005), penelitian ini membahas parikan, wangsalan, pola rima, dan kekhasan bentuk-bentuk morfologi, serta makna yang berkaitan dengan ungkapan dan gaya bahasa, serta fungsi bahasa dalam lagu-lagu berbahasa Jawa Koes Plus.
(24)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5. Serat Piwulang Warna-Warni Karya Mangkunegara IV (Suatu Tinjauan Stlistika) oleh Priyanto tahun 2008. Penelitian ini berisi pembahasan tentang pemilihan bunyi-bunyi bahasa, pilihan kata arkhais dan gaya
bahasa yang dipergunakan dalam Serat Piwulang Warna-Warni Karya
Mangkunegara IV.
6. Kajian Stilistika Novel Sirah Karya AY. Suhayana oleh Retno Dwi Handayani (2010), penelitian ini membahas aspek-aspek bunyi, diksi atau pilihan kata, dan gaya bahasa.
Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian terhadap stilistika pada naskah
sandiwara berbahasa Jawa di RRI Surakarta yang berjudul Julung Sungsang dan
Ketula-tula Ketali (lebih lanjut disingkat menjadi JS dan KK) belum pernah diteliti. Penulis tertarik meneliti naskah sandiwara JS dan KK karya Kusuma Danang Joyo, karena (1) naskah sandiwara tersebut memiliki keunikan-keunikan pemanfaatan aspek bunyi, pemakaian bahasa seperti kosakata, gaya bahasa, dan pencitraan, (2) pada umumnya setiap pengarang ingin menampilkan ciri tersendiri sehingga masyarakat akan lebih mudah memahami karya sastra, (3) naskah sandiwara sebagai salah satu karya sastra dan pernah disiarkan di RRI Surakarta.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian ini menjadi terarah dan membantu peneliti dalam menganalisis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menekankan batasan objek kajian yang akan diteliti, sehingga dapat mempertegas pembatasan masalah. Penelitian ini hanya dibatasi pada kajian
(25)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
stilistika dengan fokus aspek-aspek bunyi, diksi atau pilihan kata, gaya bahasa dan pencitraan dalam naskah sandiwara JS dan KK Karya Kusuma Danang Joyo.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pemanfaatan aspek-aspek bunyi dalam naskah sandiwara JS
dan KKkarya Kusuma Danang Joyo?
2. Bagaimanakah diksi atau pilihan kata dalam naskah sandiwara JS dan KK
karya Kusuma Danang Joyo?
3. Bagaimanakah gaya bahasa dalam naskah sandiwara JS dan KK karya
Kusuma Danang Joyo?
4. Bagaimanakah pencitraan dalam naskah sandiwara JS dan KK karya Kusuma
Danang Joyo?
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk.
1. mendeskripsikan dan menjelaskan pemanfaatan aspek-aspek bunyi dalam
naskah sandiwara JS dan KKkarya Kusuma Danang Joyo.
2. mendeskripsikan dan menjelaskan diksi atau pilihan kata dalam naskah
sandiwara JS dan KKkarya Kusuma Danang Joyo.
3. mendeskripsikan dan menjelaskan gaya bahasa dalam naskah sandiwara JS
dan KKkarya Kusuma Danang Joyo.
4. mendeskripsikan pencitraan dan menjelaskan dalam naskah sandiwara JS dan
(26)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
E. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian terbagi menjadi manfaat teoretis dan manfaat praktis adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Peneltian secara teoretis diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini kebahasaan (linguistik), khususnya stilistika. 2. Manfaat Praktis
Secara praktis penetian ini dapat dimanfaatkan oleh:
a. Guru bahasa Jawa yaitu dapat menambah wawasan materi pengajaran bahasa
Jawa, khususnya sandiwara.
b. Pengarang muda agar lebih mementingkan pola estetik dan kreatif dalam
menuangkan ide-ide pada karya sastra
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan ini meliputi lima bab. Kelima bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori dan Kerangka Pikir. Dalam penelitian ini berisi
pengertian stilistika, purwakanthi, diksi, sandiwara, gaya bahasa, pencitraan,
tentang pengarang naskah sandiwara JS dan KK, RRI Surakarta dan kerangka pikir.
(27)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi jenis penelitian, sumber data dan data, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode penyajian hasil analisis data.
Bab IV Analisis Data dan Pembahasan. Bab ini berisi analisis data berupa aspek-aspek bunyi, pilihan kata atau diksi, gaya bahasa, dan pencitraan.
Bab V Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan ini disertakan daftar pustaka dan lampiran data penelitian.
(28)
(29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Landasan Teori 1. Stilistika
Stilistika adalah ilmu tentang style. Style, ’stail’ yaitu cara yang khas
dipergunakan oleh seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri; gaya pribadi (Soediro Satoto, 1995:36). Pemakaian gaya bahasa yang digunakan pengarang disadari oleh pengarang. Hal ini digunakan oleh pengarang untuk mencapai keindahan dalam membuat karyanya.
Menurut P. Suparman Natawidjaja (1986:1) menyatakan bahwa ekspresi individual melahirkan stilistika. Yang dimaksud dengan ekspresi individual adalah cara tersendiri dari seorang penulis dalam menyatakan atau menggambarkan sesuatu hal. Suparman juga menambahkan bahwa lisensi
stilistika (licentia stlestica) merupakan penyimpangan tata kalimat untuk
mencapai retorik, tetapi hasilnya tidak menimbulkan efek artistik. Pemakaian bahasa dalam karya sastra yang runtut dan sesuai gramatikal memang baik, tetapi terdapat juga pemakaian yang memperlihatkan keunikan bahasa atau yang menyimpang dari pola umum. Penyimpangan tersebut merupakan daya tarik karya sastra yang merupakan cerminan dari gaya bahasa seorang pengarang.
Menurut Enkvit dalam Umar Junus (1989:4) pengertian style mencakup
enam konsep yakni (1) bungkus membungkus inti atau pernyataan yang telah ada sebelumnya, (2) pilihan antara berbagai-bagai pernyataan yang mungkin, (3) sekumpulan ciri-ciri pribadi, (4) penyimpangan daripada norma atau kaidah, (5) sekumpulan ciri-ciri kolektif, (6) hubungan antara satuan bahasa yang dinyatakan
(30)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id12
dalam teks yang lebih luas daripada sebuah ayat. Pengertian style atau gaya dalam
arti luas dapat meliputi gaya penulisan pengarang.
Menurut pendapat Sutejo (2010:5) style merupakan gaya bahasa termasuk
di dalamnya pilihan gaya pengekspresian seorang pengarang untuk menuangkan maksud yang bersifat individu dan kolektif. Karena itu, berkaitan dengan keunikan pengarang dalam memilih bahasa sebagai sarana estetis penulisan karyanya. Sedangkan stilistika sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentang
style.
Stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi linguistik yakni mengkaji cara sastrawan memanipulasi potensi dan kaidah yang terdapat dalam bahasa serta memberikan efek tertentu. Harimurti Kridalaksana (2001:202) stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesastraan; penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Teori stilistika mempunyai pandangan bahwa pentingnya bahasa dalam teks sastra. Bahasa merupakan medium untuk mengekspresikan karya sastra. Sebagai media pengucapan seorang sastrawan, bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cat sebagai medium ekspresi seorang pelukis. Oleh karena itu, teori stilistika merupakan teori sastra yang menitikberatkan pada penggunaan bahasa dalam teks sastra.
Secara definitif stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa, tetapi pada umumya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Jadi, dalam pengertian yang paling luas, stilistika sebagai ilmu tentang gaya, meliputi
(31)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
berbagai cara yang dilakukan dengan kegiatan manusia (Nyoman Kutha Ratna, 2009:167).
Aminudin (1995:13) menyatakan bahwa style dapat diartikan sebagai
bentuk pengungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan sesuatu yang ingin direfleksikan pengarang secara tidak langsung.
Penulisan karya sastra tidak terlepas dari persolan style. Style ditulis
pengarang memang untuk estetis, dan dalam konteks kesastraan dilakukan untuk
menuansakan estetika sebuah karya. Hakikat style menyarankan seorang
pengarang dalam memilih teknik berbahasa memilih ungkapan kebahasaan yang dipandang representatif untuk mengungkapkan gagasan dan pemikiran.
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai stilistika penulis dapat menarik simpulan bahwa stilistika adalah ilmu yang mempelajari gaya pengarang yang dituangkan ke dalam karya sastra dengan medium bahasa. Kajian stilistika ini meliputi pembahasan mengenai kekhasan pemakaian bahasa Jawa naskah sandiwara JS dan KK karya Kusuma Danang Joyo dalam pemanfaatan aspek bunyi, diksi atau pilihan kosakata, gaya bahasa dan pencitraan.
2. Purwakanthi
Istilah purwakanthi berasal dari dua kata purwa ’permulaan’ dan kanthi
’menggandeng kawan, memakai, menggunakan’. Jadi purwakanthi berarti menggandeng atau menggunakan apa yang telah disebutkan di bagian depan atau di bagian permulaan. Adapun yang digandeng adalah suara, huruf, dan
(32)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id14
persamaan bunyi yaitu persamaan vokal, persamaan bunyi konsonan dan pengulangan kata (Dhanu Priyo Prabowo, 2007:246).
Purwakanthi ’persajakan’ ada tiga jenis yaitu asonansi atau purwakanthi swara ’persamaan bunyi vokal’, aliterasi atau purwakanthi sastra ’persamaan bunyi konsonan dalam pembentukan kata, kalimat, atau frasa’ dan purwakanthi lumaksita atau basa ’pengulangan suku kata atau kata yang telah digunakan pada bagian sebelumnya’ (Padmosoekotjo dalam Sutarjo, 2002:60).
a. Purwakanthi swara ’asonansi’ adalah semacam gaya bahasa retoris yang
sama berdasarkan langsung tidaknya makna yang berwujud bunyi vokal yang sama, atau asonansi merupakan perulangan bunyi yang terdapat pada kata-kata tanpa selingan persamaan bunyi konsonan. Asonansi adalah ulangan bunyi vokal pada kata yang berurutan tanpa disertai ulangan bunyi konsonan. Maksudnya mencapai efek kesepadanan bunyi (Panuti Sudjiman, 1990:4). Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal sama. (Gorys Keraf, 2004:130).
b. Purwakanthi sastra ’aliterasi’ adalah pengulangan konsonan atau
kelompok konsonan pada awal suku kata atau awal kata secara berurutan (Harimurti Kridalaksana, 2008:204). Panuti Sudjiman dalam Sutarjo,
2003:23), bahwa purwakanthi sastra ’aliterasi’ adalah ulangan bunyi
konsonan, lazimnya pada awal kata yang berurutan untuk mencapai efek kesepadanan bunyi, dengan istilah purwakanthi atau runtut konsonan. (Gorys keraf, 2004:130) mengatakan bahwa aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud pengulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan
(33)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
c. Purwakanthi basa (lumaksita) adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau frasa letaknya di depan, tengah dan akhir satuan lingual yang kesemuanya itu untuk memberikan suasana estetis/indah (Sutarjo,
2002:125). Purwakanthi basa (lumaksita) adalah pengulangan suku kata,
kata, dan baris (Dhanu Priyo Prabowo, 2007:247).
3. Diksi
Diksi adalah pilihan kata untuk memperoleh efek tertentu dalam pidato drama dan karang mengarang. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan ide atau gagasan-gagasan pengarang. Selain itu, diksi bukan hanya sebagai kata-kata yang diberikan untuk mengungkapkan ide, gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, ungkapan (Gorys Keraf, 2004:23). Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya yang khusus berbentuk ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.
Menurut Gorys Keraf (2004:24) pengertian diksi adalah pertama, pilihan
kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat dan
gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata atau
diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
(34)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id16
pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh
penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Perbendaharaan kata atau kosakata bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.
Harimurti Kridalaksana (2008:50) mengatakan bahwa diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang mengarang. Sementara Panuti Sudjiman (1990:21) mengatakan bahwa diksi adalah pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan kata yang bermakna tepat dan selaras yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan khalayak pembaca/pendengar.
Pengertian diksi yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2002:264) adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan).
Jadi, jelaslah bahwa pengertian diksi adalah pilihan kata yang tepat yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi.
a. Ketepatan dalam pemilihan kata
Gorys Keraf (2004:87) mengemukakan bahwa ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan
(35)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Ambiguitas makna ganda sebisa mungkin dihindarkan apabila akan berbicara atau menulis. Kita tidak perlu memakai kata terlalu banyak untuk menyampaikan maksud yang dapat disampaikan secara singkat. Gorys Keraf (2004:100) menyebutkan cara lain untuk menjaga ketepatan pilihan kata adalah kelangsungan. Yang dimaksud dengan kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis.
b. Persyaratan ketepatan diksi
Penulis atau pembicara di dalam menggunakan sebuah kata harus hati-hati dan cermat agar maksud yang ingin disampaikan tercapai dan tidak menimbulkan salah paham. Gorys Keraf (2004:88-87) mengatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam ketepatan diksi yaitu; (1) membedakan secara cermat denotasi dari konotasi, (2) membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim, (3) membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya, (4) hindarilah kata-kata ciptaan sendiri, (5) waspada terhadap penggunaan akhiran asing, (6) kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis, (7) mampu membedakan kata umum dan kata khusus, (8) mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus, (9) memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal, (10) memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharan kata bahasa itu. Perbedaharaan kata atau kosakata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah
(36)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id18
bahasa. Kekhasan penggunaan pilihan kata yang ditemukan dalam sandiwara JS dan KK antara lain sebagai berikut.
1) Kosakata Bahasa Indonesia
Kata atau frasa sudah sering kita jumpai dalam penulisan ilmiah. Dalam teks bahasa Jawa bisa saja disisipkan kata atau frasa Indonesia. Pemakaian kata atau frasa Indonesia dalam teks bahasa Jawa dirasakan lebih ilmiah daripada harus menerjemahkannya dalam bahasa Jawa. Namun bisa saja pemakaian kata atau frasa Indonesia tersebut hanya untuk menunjukkan bahwa seseorang mengetahui istilah-istilah tersebut, padahal belum tentu ia mengerti maksudnya dan dapat
mengucapkan atau menulisnya dengan benar. Contoh: kata stan, frasa vas bunga.
2) Sinonim
Sinonim adalah salah satu dari dua kata lebih dalam bahasa yang sama yang maknanya sama atau mirip dalam semua atau beberapa seginya (Panuti Sudjiman, 1990:74). Sementara itu, Harimurti Kridalaksana (2001:198) mengatakan bahwa, sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja.
Misalnya: omba’luas’ dan jembar’luas’, dandan’berhias’ dan macak’berhias’.
3) Idiom atau ungkapan
Idiom atau ungkapan adalah (a) kontruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada karena bersama yang lain; (b) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya; (c) bahasa dan dialek yang khas menandai suatu bangsa,
(37)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4) Tembung Kasar atau Makian
Kata Makian yang diturunkan dari verbal memaki berarti ’mengeluarkan
kata-kata keji, kotor, kasar sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel
(KBBI, 2002:702). Makian mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dengan
umpatan, yaitu ’perkataan yang keji-keji atau kotor yang diucapkan karena marah,
jengkel atau kecewa’ (KBBI, 2002:1244). Kata-kata kasar berarti tidak sopan, keji berarti sangat rendah, tidak sopan, dan kata-kata kotor berarti jorok, menjijikkan,
melanggar kesusilaan (KBBI, 2002:511,527,599). Oleh karena itu, seseorang yang
memaki atau mengumpat berarti mengucapkan kata-kata tersebut tidak biasa digunakan dalam percakapan secara wajar dan hanya digunakan sebagai
pelampiasan perasaan marah, jengkel atau kecewa. Misal: iblis ’makhluk
pengganggu manusia’, brengsek ’kurang ajar’. 5) Tembung Saroja
Tembung saroja adalah penggunaan dua kata atau mirip artinya dimaksudkan untuk memberikan penyangatan arti sehingga menimbulkan efek
emosi yang kuat. Tembung saroja tegese tembung rangkep, maksudte tembung
loro kang padha utawa meh padha tegese dienggo bebarengan. Kata saroja adalah kata rangkap, maksudnya dua kata yang sama atau hampir sama artinya
digunakan bersamaan (Padmosoekotjo, dalam Sutarjo, 2003:62). Misalnya: bagas
waras dan pas trep. Kata bagas berarti sehat, waras juga berarti sehat, dan pas
berarti sesuai trep juga berarti sesuai.
6) Kata Seru
Kata seru adalah kata atau frasa yang dipakai untuk mengawali seruan, bentuk yang tak dapat diberi afiks dan yang tidak mempunyai dukungan sintaksis
(38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id20
dengan bentuk lain, dan dipakai untuk mengungkapkan perasaan (Harimurti
Kridaslaksana, 2001:84 dan 100). Misal: Wahh untuk kata pengungkap rasa
kagum, Huuhhh untuk kata pengungkap rasa kesal.
4. Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Gorys Keraf (2004:113) mengatakan bahwa gaya atau khususnya gaya
bahasa dikenal retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin
stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Akan tetapi pengertian gaya bahasa dapat dibatasi, gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau yang hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca (Slametmuljana dalam Pradopo, 2005:93). Sementara itu, Panuti Sudjiman (1993:33) menyatakan bahwa yang disebut gaya bahasa adalah cara menyampaikan pikiran dan perasaan dengan kata-kata dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara yang digunakan penulis dalam menyampaikan pikiran dan gagasan dengan kata-kata yang khas kepada pembaca dan memberikan kesan tertentu di hati pembaca.
(39)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Menurut Zainuddin Fananie (2002:29) gaya bahasa yang lazim digunakan pengarang di dalam karya sastra adalah (1) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat; (2) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
1) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
Struktur kalimat ada yang bersifat periodik, kendur dan berimbang. Apabila bagian yang terpenting mendapat penekanan di akhir kalimat, disebut periodik. Apabila kalimat mendapat penekanan di akhir kalimat dan bagian-bagian yang kurang penting dideretkan sesudah bagian-bagian penting, disebut kendur. Selanjutnya kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya terlalu tinggi atau sederajat, disebut berimbang. Dari ketiga struktur macam kalimat tersebut diperoleh gaya bahasa klimaks, anti klimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.
a. Klimaks merupakan gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran
yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
Contoh :
Murtini: Ahh .. kena apa ... sirahku iki ... kena apa aku kok kerep ngalami ...
kadadeyan sing ngene iki ... ora pisan ... ora pindho ...bola-bali aku ... ngalami mumet sing lara banget kaya ngene iki[...](KK/1/5) ’Ahh .. kena apa ... kepalaku ini ... kenapa saya sering mengalami ... kejadian seperti ini ... tidak sekali ... tidak dua kali ...sering
sekali saya ... mengalami sakit kepala yang begitu sakit seperti ini [...]’
b. Antiklimaks merupakan gaya bahasa yang gagasan-gagasannya diurutkan dari
yang terpenting, berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Contoh:
Murtini: ... Ahh... arep tak priksakne wae ... aku dhewe kuwi wedi ... tur
(40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id22
rasa mumet iki [...](KK/1/5)
: ’... Ahh... mau saya priksakan saja ... saya sendiri takut ... lagipula sakit kepala ini tidak lama ... kalau sudah sementara ... hilang sendiri
rasa sakit ini [...]’
c. Paralilesme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam
bentuk gramatikal yang sama. Contoh:
Sundari : Aku tak rewangi ... paribasan kowe wis nglarani atiku ... gawe gela
atiku bola-bali ... aku tetep narima mas ... ora rumangsa serik ... ora rumangsa anyel ... aku sabar ... lan terus tak sabar-sabarke ... nanging ... nanging .... kowe babar blas ... ora ngerti ... perasaanku mas ... kowe ... acuh ... kowe masa bodoh ... karo apa sing wis tak ... korbanke marang kowe mas [...] (JS/4/5)
: ’Sudah tak belain ... walaupun kamu sudah menyakiti hatiku... membuat kecewa hatiku berkali kali... saya tetap terima mas ... tidak merasa benci ... tidak merasa sebel ... saya sabar ... dan terus saya sabar-sabarkan ... tetapi ... tetapi .... kamu sama sekali ... tidak tau ... perasaanku mas ... kamu ... acuh ... kamu masa bodoh ...
dengan apa yang sudah ... saya korbankan untuk kamu mas [...]’
d. Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang
bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
Contoh:
Baroto : Iyo bener ... wong urip kuwi mung sedhela ... kenapa digawe susah ...
rak ya becike ... digawe seneng[...](JS/1/3)
: ’Iya benar ... orang hidup itu cuma sebentar ... kenapa dibuat susah ...
lebih baik ... dibuat senang [...]’
e. Repetisi merupakan perungan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang
dianggap penting memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang disesuaikan. Gorys Keraf (2001:127) membagi gaya bahasa repetisi yaitu epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
(41)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
: ’Pokoknya... sebentar lagi... sebentar lagi ... saya mau
bicara bab ini ... kepada kalian berdua [...]’
2) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna diukur dari acuan yang masih dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
a. Gaya bahasa retoris
Gaya bahasa retoris merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu (Gorys Keraf, 2004:129). Bermacam-macam gaya bahasa retoris terdiri atas:
1) Aliterasi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk penghiasan atau penekanan.
Contoh : Kudune kok kuras kolah kuwi.
’Harusnya kamu kuras bak mandi itu.’
2) Asonansi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang
sama.
Contoh : Ora apa-apa ta lara sirahmu , apa digawa nyang dhokter wae.
’Tidak apa-apa kan sakit kepalamu, apa dibawa ke dokter saja.’
3) Anastrof, yaitu gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan
susunan kata yang biasa dalam kalimat.
Contoh : Lunga saka kene, mumet sirahku yen eneng kowe neng kene.
’Pergi dari sini, pusing kepalaku kalau ada kamu di sini.’
4) Apofasis, yaitu sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan
(42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id24
Contoh : Aku percaya kowe nanging awakmu bacut nglarani aku.
’Aku percaya kamu tetapi dirimu terlanjur menyakiti aku.’
5) Apostrof, yaitu semacam gaya bahasa berbentuk pengalihan amanat dari para
hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.
Contoh : Patrioting nagari sampun sare kanthi tenang wonten ing
sandhinging Gusti Pangeran.
’Pahlawan negara sudah tidur tenang di samping Tuhan.’
6) Asidenton, yaitu gaya bahasa berupa acuan, bersifat padat dan mampat
dimana beberapa kata, frasa, atau klausa, yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, hanya dipisahkan dengan koma.
Contoh : Wong kuwi mau jebule gemi, setiti, ngati-ati.
’Orang tadi ternyata, hemat, cermat, hati-hati.’
7) Polisindenton, yaitu sebuah gaya yang merupakan kebalikan dari asindenton.
Beberapa kata, frasa, klausa yang berurutan dihubungkan dengan kata-kata sambung.
Contoh: Nalika sore wayah bocah padha arep sinau les dheweke lan adhine
mara nggawa buku wacan basa Jawa amarga pengen minterke bocah-bocah.
’Ketika sore hari anak-anak mau belajar les dia dan adiknya datang
membawa buku bahasa Jawa karena ingin membuat pandai anak.’
8) Kiasmus, yaitu suatu gaya yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa,
yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainya.
Contoh : Kabeh kesabaranku ilang, bubar kabeh usahaku pirang-pirang taun.
’Habis kesabaranku, hilang semua usahaku selama bertahun-tahun.’
9) Elipsis, yaitu suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat
(43)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Contoh : Jane dheweke arep ngomong mau sore, menawa dheweke...
’Sebetulnya diamau bilang tadi sore, kalau dirinya...’
10)Eufemismus, yaitu semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak
menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung, perasaan, atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Contoh : Bapake wis ora eneng tengah-tengahing keluargane.
’Bapaknya sudah tidak ada di tengah-tengah keluarganya.’
11)Litotes, yaitu gaya bahasa yang mengecilkan sesuatu hal. Jadi mengandung
pertentangan antara kenyataan dan perkataan. Dipakai untuk merendahkan diri.
Contoh : Mangga mampir riyen ten gubuk kula.
’Silahkan singgah dulu di rumah saya.’
12)Histeron, yaitu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis
dan kebalikan dari urutan yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terakhir pada awal peristiwa.
Contoh : Dokar mlayune banter digeret jaran neng ngarape.
’Kereta larinya cepat ditarik kuda di depannya.’
13)Pleonasme dan tautologi, yaitu suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang
berlebihan itu dihilangkan, artinya tetapi utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.
Contoh : Getih abang kuwi mili terus saka sikile.
’Darah merah itu mengalir terus dari kakinya.’
14)Parifrasis, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang dipergunakan.
Gaya ini mirip dengan pleonasme. Perbedaannya terletak dalam hal kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja.
(44)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id26
Contoh : Doni nulis surat nganggo tangane dhewe.
‘Doni menulis surat menggunakan tangannya sendiri.’
15)Prolepsis, yaitu gaya bahasa yang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau
sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.
Contoh : Mau esuk dheweke kuliah numpak bis.
’Tadi pagi dia kuliah naik bis.’
16)Erotesis, yaitu pertanyaan retoris yang merupakan semacam pertanyaan yang
dipergunakan dalam tulisan atau pembicaraan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan wajar dan sama sekali tidak menghendaki adanya jawaban. Dalam erotesis terdapat asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin.
Contoh : Apa bener Jakarta kuwi ibu kota negara?
’Apa benar Jakarta itu ibu kota negara.’
17)Silipsis dan zeugma
Silipsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Konstruksi secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar.
Zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua berikutnya, sebenarnya hanya cocok salah satu.
Contoh : Mbokdhe Ijah nggendhong nyangking ngempit kendhi-kendhi
dagangane.
’Bude Ijah menggendong membawa dan menjepit, kendi
dagangannya.’
18)Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud mula-mula
(45)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
19)Hiperbola, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan
berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal.
Contoh : Wahh omahe gendhe banget kaya kraton.
’Wahh rumahnya besar sekali seperti kraton.’
20)Paradoks, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang
nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya.
Contoh : Bocah iku kaliren neng tengahing bandhan-bandhane.
’Anak itu kelaparan di tengah hartanya.’
21)Oksimoron, yaitu acuan yang berusaha untuk menghubungkan kata-kata untuk
mencapai efek yang bertentangan.
Contoh : Wong usaha kuwi susah ditampa seneng disyukuri.
’Orang usaha itu sulit diterima suka disyukuri.’
b. Gaya Bahasa Kiasan
Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan (Gorys Keraf, 2004:136). Berikut ini adalah penjelasan mengenai gaya bahasa kiasan.
1) Persamaan atau simile, ialah perbandingan yang bersifat eksplisit yaitu
langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Kata-kata yang sering digunakan antara lain: seperti, sama, bagaikan, dan laksana.
Contoh : Mlakune kaya macan luwe.
‘Jalannya seperti macan kelaparan.’
2) Metafora, ialah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora tidak menggunakan kata: seperti, bak, bagaikan, bagai, dan sebagainya.
(46)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id28
Contoh : Hani dadi kembang desa ing ndesane.
’Hani jadi bunga desa di desanya.’
3) Alegori, Parabel dan Fabel
(a) Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Dalam
alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.
Contoh : Legenda Lutung Kasarung memuat ajaran untuk sabar dan rajin.
(b) Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia
yang selalu mengandung tema moral.
Contoh : Cerita Sukrasana yang tekun belajar
(c) Fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana
binatang-binatang dan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia.
Contoh : Sapi lunga nalika ditagih dening pitik jago.
’Sapi pergi ketika ayam jago datang menagih.’
4) Personifikasi merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Contoh : Bolpen kuwi nari ing dhuwuring kertas putih.
’Bolpoint itu menari di atas kertas putih.’
5) Alusi, ialah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang,
tempat, atau peristiwa.
Contoh: Bali minangka kutha dewata bisa dadi nambah devisa negara.
(47)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
6) Eponim, ialah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat.
Contoh: Keprigelane Arjuna nggunake panah ora ana tandingane.
’Keahlian Arjuna menggunakan panah tidak ada tandingannya.’
7) Epitet, ialah suatu gaya yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari
seseorang atau sesuatu hal.
Contoh: Raja alas ngamuk merga kelangan anake.
’Raja hutan marah karena kehilangan anaknya.’
8) Sinekdoke, ialah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian
dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.
Contoh: Tiket mlebu stadion bal iki per gundul Rp 25.000,00.
’Tiket masuk stadion bola ini per kepala Rp 25.000,00.’
9) Metonomia, ialah gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Contoh: Mas Rudi tumbas kijang abang.
‘Mas Rudi membeli kijang merah.’
10)Antonomasia, ialah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan
sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar atau jabatan.
Contoh: Presiden mengumumke wajib sinau sembilan taun.
’Presiden mengumumkan wajib belajar sembilan tahun.’
11)Hipalase, ialah semacam gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata
tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain.
Contoh: Raine butheg bar didukani ibune.
(48)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id30
12)Ironi, sinisme, sarkasme
(a) Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna
atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.
Contoh: Becik tenan keputusanmu, dadi kantor kentekan kas.
’Bagus sekali keputusanmu, sehingga kantor kehabisan kas.’
(b) Sinisme adalah suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Contoh: Pancen sampeyan niku wanita ingkang paling ayu kiyambak sing
bisa ngrusak keluargane wong liya.
’Memang benar anda itu wanita yang tercantik yang bisa merusak rumah tangga orang lain.’
(c) Sarkasme adalah acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Gaya ini
selalu menyakitkan dan kurang enak didengar.
Contoh: Ngebuta sing banter yen numpak pit yen jiglok mben moncrot
polomu.
’Ngebutlah dalam mengendarai sepeda kalau jatuh biar berdarah otakmu.’
13)Satire, yaitu ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satire
mengandung kritik terhadap kelemahan manusia agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis.
Contoh:
A: Mangga didhahar nasinipun, sampun cemepak wonten ing meja
makan?
’Ayo dimakan nasinya, sudah tersedia di mejamakan?’
B: Iya, aku durung ngelih.
’Iya saya belum lapar.’
14)Inuendo, yaitu semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang
(49)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Contoh: Pendhak sore mesti dheweke mabuk sitik merga kakeyan
ngombe.
.’Setiap sore mesti dia mabuk sedikit karena kebanyakan minum.’
15)Antifrasis, yaitu semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata
dengan makna kebalikannya, yang biasa saja dianggap sebagai ironi sendiri. Antifrasis dapat diketahui dengan jelas apabila pembaca atau pendengar dihadapkan pada kenyataan sebenarnya.
Contoh: Iki jik esuk lho, ngapa tangi esuk-esuk.
’Ini masih pagi lho, mengapa bangun pagi-pagi.’
16)Pun atau Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan
bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.
Contoh: Dheweke lunga nggawa sak botol anggur lan sak kranjang anggur.
’Dia pergi membawa satu botol anggur dan satu kranjang anggur.’ 1. Pencitraan
Pencitraan adalah penggunaan kata-kata dan ungkapan yang mampu membangkitkan tanggapan indera dalam karya sastra (Burhan Nurgiantoro, 2007:304). Citra merupakan sebuah gambaran pengalaman indera yang diungkapkan lewat kata-kata. Citra, kemudian diformulasikan lebih jauh sebagai reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat inderawi dan berdasarkan
persepsi dan tidak selalu bersifat visual (Ibid dalam Sutejo, 2010:19). Sementara
Rachmad Djoko Pradopo memaknakan citra sebagai gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya (1993:79).
Burhan Nurgiyantoro yang mengelompokkan citra didasarkan pada pengalaman kelima indera. Kelima citra itu meliputi (i) citra penglihatan (visual),
(50)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id32
(ii) citra pendengaran (auditoris), (iii) citra gerak (kinestetik), (iv) citra rabaan (taktil termal) dan (v) citra penciuman (olfaktori).
a. Citra Penglihatan
Mengikuti pemahaman citra sebagaimana diformulasikan Wellek dan Warren dalam Sutejo (2010:20) sebagai reproduksi mental, suatu ingatan masa latu yang bersifat inderawi dan berdasarkan persepsi dan tidak selalu bersifat visual, maka ekspresi pengalaman masa lalu, akan terekspresikan sedemikian rupa oleh pengarang dengan instrumen bahasa.
Citra penglihatan biasanya dapat memberikan rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang semula terlihat akan tampak atau hadir di depan penikmat. Citra penglihatan ialah jenis citraan yang sering yang menekankan
pengalaman visual (penglihatan) yang dialami pengarang kemudian
diformulasikan ke dalam rangkaian kata yang seringkali metaforis dan simbolis (Sutejo, 2010:21).
b. Citra Pendengaran
Citra pendengaran merupakan bagaimana pelukisan bahasa yang merupakan perwujudan dari pengalaman pendengaran (Sutejo, 2010:22). Citra pendengaran juga dapat memberikan rangsangan kepada indera pendengaran sehingga mengusik imajinasi pembaca untuk memahami teks sastra secara tebih utuh. Citra pendengaran biasanya dapat memberikan rangsangan kepada indera pendengaran sehingga hal-hal yang semula tak terlihat akan tampak atau hadir di depan penikmat dengan rangsangan pendengaran.
(51)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c. Citra Penciuman
Citraan penciuman ialah penggambaran yang diperoleh melalui pengalaman indera penciuman (Sutejo, 2010:23). Selanjutnya, citraan jenis ini dapat membangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh atas pengalaman indera yang lain.
d. Citra Perabaan
Citraan perabaan ialah penggambaran atau pembayangan dalam cerita yang diperoleh melalui pengalaman indera perabaan (Sutejo, 2010:24). Citraan
perabaan seringkali menggambarkan bagaimana sesuatu secara ”erotik” dan
”sensual” dapat memancing imajinasi pembaca. e. Citra Gerak
Citraan ini, menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak, tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya (Sutejo, 2010:24).
6. Pengertian Sandiwara
Pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia istilah drama itu diganti
dengan istilah tonil (bahasa Belanda: toneel = pertunjukan). Kemudian sebagai
pengganti istilah tonil digunakan istilah sandiwara (diciptakan oleh KKG Mangkunegara VII).
Sandiwara berasal dari kata sandi ’rahasia’ dan wara ’warah atau
pengajaran’. Jadi sandiwara berarti suatu pengajaran yang disampaikan secara
samar-samar (rahasia). Menurut Ki Hajar Dewantara sandiwara adalah pengajaran yang dilakukan dengan perlambang.
(52)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id34
Di samping istilah drama, di Indonesia terkenal pula istilah ”sandiwara”.
Istilah tersebut berasal dari bahasa Jawa. Sandi artinya rahasia dan warah artinya
ajaran. Jadi sandiwara adalah suatu pelajaran (ajaran) yang diberikan secara rahasia atau perlambang karena disampaikan secara tidak langsung lewat suatu bentuk tontonan (Adhi Asmara, 1983:32).
Drama merupakan karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog; lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung (Panuti Sudjiman,1990:22). Drama
merupakan salah satu jenis sastra (genre) memiliki elemen-elemen yang sama
dengan prosa pada umumnya, yaitu tema, amanat, penokohan, alur, latar, konflik,
dan cakapan. Kata drama berasal dari bahasa Yunani dramoi yang berarti
menirukan (Tjokroatmojo, 1985:11).
Sandiwara tidak lepas akan adanya naskah. Sandiwara sebagai sastra tertulis ialah sandiwara yang diolah dari suatu naskah yang bermutu sastra dan yang dituangkan adalah sastranya (Tjokroatmojo, 1985:30). Jadi, naskah sandiwara adalah suatu karya sastra yang berbentuk teks sastra yang berisi cerita dengan bentuk dialog.
7. Pengarang Naskah Sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali Kusuma Danang Joyo lahir pada tanggal 20 Maret 1972 di Surakarta. Nama lengkap Kusuma Danang Joyo adalah Kusuma Danang Joyo dan biasa dipanggil Danang. Danang adalah anak pertama dari ketiga bersaudara, saudaranya bernama Retno Setyoningrum dan Retno Setyowati. Bapak dari Kusuma Danang Joyo bernama Mulyadi dan ibunya bernama Nuryati. Dalam diri
(53)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Kusuma Danang Joyo masih mengalir darah seni karena bapaknya adalah
penabuh gamelan (niaga) dan ibunya adalah pemain wayang orang.
Kusuma Danang Joyo suka menulis sejak duduk di SMEA, Danang menulis hanya berawal dari hobi. Menurut Kusuma Danang Joyo menulis sandiwara di RRI Surakarta adalah suatu hal yang menarik karena bisa menyenangkan orang lain. Berangkat dari RRI Surakarta, sebagai penulis naskah
sandiwara Kusuma Danang Joyo karirnya dalam bidang menulis mulai
berkembang.
Bidang yang ditekuni sekarang ini berbeda dari dunia pendidikan mulai dari SD Manahan 2 Surakarta, SMP Negeri 18 Surakarta, SMEA 3 Surakarta dan melanjutkan di Univertitas Muhamadiyah Surakarta mengambil jurusan Ekonomi Akuntansi. Walaupun begitu, Kusuma Danang Joyo sangat menyukai bidang mengarang karya sastra, karena selain tuntutan pekerjaan, Kusuma Danang Joyo juga dapat menyenangkan hati orang lain lewat ceritanya.
Selain menulis naskah sandiwara Jawa, Kusuma Danang Joyo juga
menulis naskah sandiwara Indonesia di RRI Surakara. Kusuma Danang Joyo
bekerja di RRI di bagian kebudayan. Kusuma Danang Joyo diberi tanggung Jawab membuat naskah sandiwara oleh pihak RRI Surakarta. Selain membuat naskah sandiwara, Kusuma Danang Joyo juga membantu rekan yang lain. Kusuma Danang Joyo juga membantu dalam Siaran Cepat-Cepat, Siaran Ruang Pelajar, Siaran Macapat.
Karya-karya yang telah dihasilkan Kusuma Danang Joyo dan pernah disiarkan di RRI Surakarta adalah sandiwara berbahasa Jawa dan sandiwara berbahasa Indonesia. Sandiwara Jawa yang pernah disiarkan di RRI Surakarta
(54)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id36
antara lain berjudul Rajapati, Misteri Kalong Wewe, Rewanda Seta, Julung
Sungsang, Ketula-tula Ketali, Kasedan Jati, Nyai Rara Kembar Seri, Kliwon dan
Legawa. Sandiwara Indonesia yang pernah disiarkan di RRI Surakarta antara lain
berjudul Misteri Jati Seribu, Sosok Bertopeng, Manusia Berkepala Buaya.
Kusuma Danang Joyo merupakan pengarang yang berprestasi pernah meraih juara tiga dalam perlombaan (Radio Indonesia Word) pada bulan Juni
2011 dengan karyanya yaitu sandiwara berbahasa Jawa yang berjudul Legawa.
8. Radio Republik Indonesia Surakarta
RRI Surakarta merupakan cabang RRI yang beralamat di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 51 Surakarta, Jawa Tengah. RRI Surakarta merupakan lembaga penyiaran publik yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
RRI Surakarta berusaha menampilkan program terbaik untuk masyarakat. Programa yang ada di RRI Surakarta ada tiga programa yaitu programa satu, programa dua, dan programa tiga. Programa satu menyuguhkan siaran setiap hari mulai pukul 04.30 pagi sampai 24.00 malam bentuk sirannya yaitu berita, pendidikan, budaya, iklan, dan hiburan dengan frekuensi 105.5 FM. Programa dua juga menyuguhkan siaran setiap hari mulai pukul 04.30 pagi sampai 24.00 malam bentuk siaranya yaitu hiburan, berita, pendidikan, iklan, kebudayaan dengan frekunsi 97 FM. Programa tiga menyuguhkan bentuk siaran berita atau informasi, pendidikan, hiburan, iklan, waktu siar 24 jam.
Sandiwara radio termasuk siaran hiburan yang masuk pada programa satu. Sandiwara berbahasa Jawa di RRI Surakarta disiarkan tiap hari senin pukul 22.00
(1)
commit to user
... mlayu kowe ... marang tanggung jawabmu kuwi ... ora bisa ... ora bisa ... paribasan ... kowe neng pucuking gunung bakal tak parani. (KK/7/4)
Ha ... ha ... ha ... kamu terkejut ya ... ha ... ha ... ha ... kamu lupa ... kalau kamu ... masih hutang padaku ... huhh ... mau ... lari kamu ... dari tanggungjawabmu itu ... tidak bisa ... tidak bisa ... seumpama ... kamu di puncak gunung tetap saya kejar.’
Pada data (238) terdapat citra gerak menggambarkan situasi yang mendebarkan Rika karena terbongkar kebohongannya dan tertangkap oleh Tante Mirna, orang yang pernah ditipu Rika. Citra gerak dikombinasi dengan gaya bahasa simile pada tuturan paribasan ... kowe neng pucuking gunung bakal tak parani ’seumpama ... kamu di puncak gunung tetap saya kejar.’
(239) Rika : Ahhh ... aku kudu golek wektu sing prayoga ... kanggo mlayu ... yen ora ngono ... aku bakal cilaka ... umpamane aku nurut ... mengko entek-enteke aku rekasa ... yoh ... mengko yen wis ana kesempatan ... aku bakal mlayu sak adoh-adohe ... wegah aku kudu nuruti ... kekarepanane tante ... yoh tak tunggune. (KK/7/5)
’Ahhh ... saya harus mencari waktu yang tepat ... untuk lari ...
kalau tidak begitu ... saya bakal celaka ... seumpama saya menurut ... saya akhirnya menderita ... nanti kalau sudah ada kesempatan ... saya mau lari sejauhnya ... tidak mau saya menuruti ... keinginan tante ... ya saya tunggu.’
Pada data (239) terdapat citra gerak menggambarkan karakter Rika yang tidak tanggung jawab karena lari dari Tante Mirna dikarenakan Rika tidak mau membayar hutang Tante Mirna.
(240) Bu Lasmi : Ya bener ndhuk ... pancen Pak Renggo kuwi wis ... tumindak sing gawe ... laraning ati ... ya kalebu aku barang ... nanging ... wong jejere ... padha-padha menungsane ... ya becike ... awake dhewe kuwi... ngikhlasake ... wae ... ora susah duwe rasa dhendham maneh ... diapura wae ... tumindake Pak Renggo kuwi ... supaya ... arwahe ... bisa tenang ... neng alam akherat mengkone. (KK/7/7)
‘Memang benar nak ... Pak Renggo itu sudah ... berbuat jahat ... termasuk menyakiti saya ... tetapi ... sesama manusia ... sebaiknya ... kita itu ... mengikhlaskan ... saja ...
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
tidak usah punya rasa dendam ... dimaafkan ... saja ... perbuatan Pak Renggo itu ... supaya ... arwahnya ... tenang ... di alam akhirat.’
Data (240) menggunakan citraan gerak menggambarkan kesabaran Bu Lasmi. Karakter sabar Bu Lasmi terlihat ketika dirinya disakiti Pak Renggo tetap mau memaafkan Pak Renggo.
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian, penulis menemukan beberapa hal mengenai kekhasan yang terdapat dalam naskah sandiwara JS dan KK karya Kusuma Danang Joyo.
Kekhasan yang digunakan pengarang dalam naskah sandiwara JS dan KK yang berkaitan dengan aspek-apek bunyi yaitu ditemukan adanya (1) purwakanthi swara (asonansi), (2) purwakanthi sastra (aliterasi), (3) purwakanthi basa (lumaksita) atau repetisi anadiplosis.
Purwakanthi swara pada naskah sandiwara JS dan KK purwakanthi swara vokal terbuka dan purwakanthi swara suku tertutup. Purwakanthi swara (asonansi) ditemukan vokal /a/, /i/, /e/, /u/. Purwakanthi swara (asonansi) suku tertutup /ah/, /es/. Purwakanthi swara (asonansi) vokal terbuka maupun suku tertutup digunakan pengarang untuk menggambarkan tempat, karakter, kondisi, suasana, keadaan tokoh dalam naskah sandiwara JS dan KK.
Purwakanthi sastra pada naskah sandiwara JS dan KK yaitu konsonan /k/, /l/, /p/, /m/ dan /s/, /w/. Purwakanthi sastra digunakan pengarang untuk menggambarkan kondisi (keadaan).
(3)
commit to user
Purwakanthi basa atau lumaksita yang ditemukan dalam naskah sandiwara JS dan KK berupa pengulangan suku kata, kata, dan frasa. Purwakanthi basa atau lumaksita yang paling dominan adalah pengulangan kata. Pengulangan suku kata dan frasa jarang ditemukan dalam naskah sandiwara JS dan KK. Pengulangan digunakan oleh pengarang untuk mempertegas maksud yang disampaikan tokoh.
Diksi yang digunakan pengarang dalam naskah JS dan KK meliputi kosakata bahasa Indonesia, sinonim, idiom atau ungkapan, kata kasar atau makian, tembung saroja, kata seru. Kata seru banyak ditemukan dalam naskah sandiwara JS dan KK karena di dalam naskah sandiwara yang sering melakukan perintah tokoh pertama yang menduduki status sosial lebih tinggi dari pada mitra wicara.
Pengarang menggunakan diksi atau pilihan kata bertujuan menuangkan gagasan dan ide dengan kata yang tepat agar bahasa di dalam karya sastra tidak monoton dan tidak membuat bosan pembaca. Kosakata bahasa Indonesia digunakan pengarang untuk menggambarkan latar belakang tokoh dan mengikuti pola struktur kalimat. Sinonim digunakan pengarang sebagai variasi kata agar dialog tidak monoton. Idiom digunakan pengarang untuk menegaskan maksud tuturan dari tokoh. Kata kasar digunakan untuk meluapkan atau melampiaskan emosi tokoh. Tembung saroja digunakan pengarang untuk menyangatkan maksud. Kata seru digunakan pengarang untuk meluapkan rasa, terkejut, jengkel, jijik, takut, marah, kagum.
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Gaya bahasa terdiri atas dua jenis yaitu gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat terdiri dari lima gaya bahasa. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terdiri dari 37 gaya bahasa. Dari kelima macam gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat pengarang menggunakan kelima gaya bahasa tersebut. Dari 37 gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna hanya digunakan 13 gaya bahasa yaitu elipsis, eufemismus, litotes, hiperbola, paradoks, simile, metafora, personifikasi, sinekdoke, hipalase, sarkasme, sinisme, satire. Gaya bahasa digunakan oleh pengarang untuk
memperindah sandiwara. Gaya bahasa juga digunakan pengarang sebagai sarana pencitraan.
Pencitraan menurut pendapat Sutejo (2010:20-24) yang mengelompokkan citra ke dalam lima jenis citraan yaitu meliputi (i) citraan penglihatan (visual), (ii) citraan pendengaran (audio), (iii) citraan gerak, (iv) citraan rabaan (taktil) dan (v) citraan penciuman.
Di dalam naskah sandiwara JS dan KK terdapat citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, citraan rabaan, citraan penciuman. Pencitraan di dalam sandiwara JS dan KK yang banyak ditemukan adalah citraan gerak. Citraan gerak yang mendominasi karean di dalam naskah sandiwara peran tokoh seakan-akan melakukan aktivitas dan citraan gerak dapat digunakan oleh benda mati atau sesuatu yang tidak bisa bergerak tetapi seakan-akan dapat bergerak atau diasosiasikan bergerak. Misal: majas personifikasi dapat menjadi sarana pencitraan, karena benda mati seolah hidup. Citraan digunakan pengarang untuk menggambarkan keadaan, kondisi, karakter tokoh, suasana.
(5)
commit to user
118
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis kajian stilistika naskah sandiwara JS dan KK karya Kusuma Danang Joyo yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Pemanfaatan atau pemilihan bunyi-bunyi bahasa yang dipergunakan dalam naskah sandiwara JS dan KK karya Kusuma Danang Joyo ditemukan adanya purwakanthi swara ‘persamaan bunyi vokal’ atau asonansi, purwakanthi swara suku terbuka /a, e, i, u/ dan suku tertutup yang ada adalah bunyi, ah, /es/. Purwakanthi sastra ‘pengulangan bunyi konsonan’ atau aliterasi. Pengulangan bunyi konsonan yang digunakan Kusuma Danang Joyo dalam naskah sandiwara JS dan KK adalah /k/, /l/, /p/, /m/, /w/ dan /s/. Purwakanthi basa atau lumaksita ‘repetisi anadiplosis’ di dalam naskah sandiwara JS dan KK yaitu pengulangan suku kata, kata dan frasa.
2. Diksi atau pilihan kata dalam naskah sandiwara JS dan KK yaitu kosakata bahasa Indonesia, sinonim, idiom atau ungkapan, tembung kasar atau makian, tembung saroja, kata seru.
3. Pemakaian gaya bahasa yang digunakan dalam naskah JS dan KK oleh Kusuma Danang Joyo yaitu klimak, antiklimaks, paralelisme, antitesis, elipsis, eufemismus, litotes, hiperbola, paradoks, simile, metafora, personifikasi, sinekdoke, hipalase, sarkasme, sinisme, satire.
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
4. Pemanfaatan citraan pada naskah JS dan KK ditemukan citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan perabaan (taktil), citraan penciuman, citraan gerak.
B. Saran
Peneliti hanya membahas stilistika mengenai pemanfaatan atau pemilihan bunyi-bunyi bahasa, diksi atau pemakaian kosakata dan pemakaian gaya bahasa dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo. Oleh karena itu masih dimungkinkan peneliti berikutnya dapat meneliti naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo dari sudut pandang yang lain dari segi wacana atau dengan pendekatan sosiolinguistik.