commit to user 20
dengan bentuk lain, dan dipakai untuk mengungkapkan perasaan Harimurti Kridaslaksana, 2001:84 dan 100. Misal: Wahh untuk kata pengungkap rasa
kagum, Huuhhh untuk kata pengungkap rasa kesal.
4. Gaya Bahasa a. Pengertian Gaya Bahasa
Gorys Keraf 2004:113 mengatakan bahwa gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin
stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Akan tetapi pengertian gaya bahasa dapat dibatasi, gaya bahasa adalah cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa.
Gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau yang hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan
tertentu dalam hati pembaca Slametmuljana dalam Pradopo, 2005:93. Sementara itu, Panuti Sudjiman 1993:33 menyatakan bahwa yang disebut gaya bahasa
adalah cara menyampaikan pikiran dan perasaan dengan kata-kata dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara yang digunakan penulis dalam menyampaikan pikiran dan gagasan
dengan kata-kata yang khas kepada pembaca dan memberikan kesan tertentu di hati pembaca.
commit to user 21
b. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Menurut Zainuddin Fananie 2002:29 gaya bahasa yang lazim digunakan pengarang di dalam karya sastra adalah 1 gaya bahasa berdasarkan struktur
kalimat; 2 gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. 1 Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
Struktur kalimat ada yang bersifat periodik, kendur dan berimbang. Apabila bagian yang terpenting mendapat penekanan di akhir kalimat, disebut
periodik. Apabila kalimat mendapat penekanan di akhir kalimat dan bagian- bagian yang kurang penting dideretkan sesudah bagian penting, disebut kendur.
Selanjutnya kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya terlalu tinggi atau sederajat, disebut berimbang. Dari ketiga
struktur macam kalimat tersebut diperoleh gaya bahasa klimaks, anti klimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.
a. Klimaks merupakan gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran
yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
Contoh : Murtini: Ahh .. kena apa ... sirahku iki ... kena apa aku kok kerep ngalami ...
kadadeyan sing ngene iki ... ora pisan ... ora pindho ...bola-bali aku
... ngalami mumet sing lara banget kaya ngene iki[...]KK15 ’Ahh .. kena apa ... kepalaku ini ... kenapa saya sering mengalami ...
kejadian seperti ini ... tidak sekali ... tidak dua kali ...sering sekali saya ... mengalami sakit kepala yang begitu sakit seperti ini
[... ]’
b. Antiklimaks merupakan gaya bahasa yang gagasan-gagasannya diurutkan dari
yang terpenting, berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Contoh:
Murtini: ... Ahh... arep tak priksakne wae ... aku dhewe kuwi wedi ... tur mumet iki yo ora suwe ... yen wis sakwetara ... bakal ilang dhewe
commit to user 22
rasa mumet iki [...] KK15 : ’... Ahh... mau saya priksakan saja ... saya sendiri takut ... lagipula
sakit kepala ini tidak lama ... kalau sudah sementara ... hilang sendiri rasa sakit ini [...]
’ c.
Paralilesme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam bentuk gramatikal yang sama.
Contoh: Sundari : Aku tak rewangi ... paribasan kowe wis nglarani atiku ... gawe gela
atiku bola-bali ... aku tetep narima mas ... ora rumangsa serik ...
ora rumangsa anyel ... aku sabar ... lan terus tak sabar-sabarke
... nanging ... nanging .... kowe babar blas ... ora ngerti ...
perasaanku mas ... kowe ... acuh ... kowe masa bodoh ... karo apa sing wis tak ... korbanke marang kowe mas [...] JS45
:
’Sudah tak belain ... walaupun kamu sudah menyakiti hatiku...
membuat kecewa hatiku berkali kali... saya tetap terima mas ... tidak merasa benci ... tidak merasa sebel ... saya sabar ... dan terus
saya sabar-sabarkan ... tetapi ... tetapi .... kamu sama sekali ... tidak tau ... perasaanku mas ... kamu ... acuh ... kamu masa bodoh ...
dengan apa yang sudah ... saya korbankan untuk kamu mas [...
]’ d.
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang
berlawanan. Contoh:
Baroto : Iyo bener ... wong urip kuwi mung sedhela ... kenapa digawe susah ... rak ya becike ... digawe seneng [...] JS13
:
’Iya benar ... orang hidup itu cuma sebentar ... kenapa dibuat susah ... lebih baik ... dibuat senang [...]
’ e.
Repetisi merupakan perungan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang
disesuaikan. Gorys Keraf 2001:127 membagi gaya bahasa repetisi yaitu epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis,
dan anadiplosis. Contoh:
Pak Projo : Pokoke... sedhela maneh... sedhela meneh ... aku bakal rembukan bab iki ... marang kowe sakloron [...] JS24
commit to user 23
: ’Pokoknya... sebentar lagi... sebentar lagi ... saya mau
bicara bab ini ... kepada kalian berdua [...]
’ 2 Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna diukur dari acuan yang masih dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada
penyimpangan. Gaya bahasa ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
a. Gaya bahasa retoris Gaya bahasa retoris merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk
mencapai efek tertentu Gorys Keraf, 2004:129. Bermacam-macam gaya bahasa retoris terdiri atas:
1 Aliterasi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk penghiasan atau penekanan.
Contoh : Kudune kok kuras kolah kuwi.
’Harusnya kamu kuras bak mandi itu.’ 2
Asonansi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.
Contoh : Ora apa-apa ta lara sirahmu , apa digawa nyang dhokter wae.
’Tidak apa-apa kan sakit kepalamu, apa dibawa ke dokter saja.’ 3
Anastrof, yaitu gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.
Contoh : Lunga saka kene, mumet sirahku yen eneng kowe neng kene. ’Pergi dari sini, pusing kepalaku kalau ada kamu di sini.’
4 Apofasis, yaitu sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan
sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.
commit to user 24
Contoh : Aku percaya kowe nanging awakmu bacut nglarani aku. ’Aku percaya kamu tetapi dirimu terlanjur menyakiti aku.’
5 Apostrof, yaitu semacam gaya bahasa berbentuk pengalihan amanat dari para
hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Contoh : Patrioting nagari sampun sare kanthi tenang wonten ing
sandhinging Gusti Pangeran. ’Pahlawan negara sudah tidur tenang di samping Tuhan.’
6 Asidenton, yaitu gaya bahasa berupa acuan, bersifat padat dan mampat
dimana beberapa kata, frasa, atau klausa, yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, hanya dipisahkan dengan koma.
Contoh : Wong kuwi mau jebule gemi, setiti, ngati-ati. ’Orang tadi ternyata, hemat, cermat, hati-hati.’
7 Polisindenton, yaitu sebuah gaya yang merupakan kebalikan dari asindenton.
Beberapa kata, frasa, klausa yang berurutan dihubungkan dengan kata-kata sambung.
Contoh: Nalika sore wayah bocah padha arep sinau les dheweke lan adhine mara nggawa buku wacan basa Jawa amarga pengen minterke
bocah-bocah. ’Ketika sore hari anak-anak mau belajar les dia dan adiknya datang
membawa buku bahasa Jawa karena ingin membuat pandai anak.’ 8
Kiasmus, yaitu suatu gaya yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan
frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainya.
Contoh : Kabeh kesabaranku ilang, bubar kabeh usahaku pirang-pirang taun. ’Habis kesabaranku, hilang semua usahaku selama bertahun-tahun.’
9 Elipsis, yaitu suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat
yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.
commit to user 25
Contoh : Jane dheweke arep ngomong mau sore, menawa dheweke..... ’Sebetulnya dia mau bilang tadi sore, kalau dirinya.....’
10 Eufemismus, yaitu semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak
menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung,
perasaan, atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Contoh : Bapake wis ora eneng tengah-tengahing keluargane.
’Bapaknya sudah tidak ada di tengah-tengah keluarganya.’ 11
Litotes, yaitu gaya bahasa yang mengecilkan sesuatu hal. Jadi mengandung pertentangan antara kenyataan dan perkataan. Dipakai untuk merendahkan
diri. Contoh : Mangga mampir riyen ten gubuk kula.
’Silahkan singgah dulu di rumah saya.’ 12
Histeron, yaitu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis dan kebalikan dari urutan yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang
terakhir pada awal peristiwa. Contoh : Dokar mlayune banter digeret jaran neng ngarape.
’Kereta larinya cepat ditarik kuda di depannya.’ 13
Pleonasme dan tautologi, yaitu suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetapi utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut
tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.
Contoh : Getih abang kuwi mili terus saka sikile. ’Darah merah itu mengalir terus dari kakinya.’
14 Parifrasis, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang dipergunakan.
Gaya ini mirip dengan pleonasme. Perbedaannya terletak dalam hal kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja.
commit to user 26
Contoh : Doni nulis surat nganggo tangane dhewe. ‘Doni menulis surat menggunakan tangannya sendiri.’
15 Prolepsis, yaitu gaya bahasa yang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau
sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Contoh : Mau esuk dheweke kuliah numpak bis.
’Tadi pagi dia kuliah naik bis.’ 16
Erotesis, yaitu pertanyaan retoris yang merupakan semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pembicaraan dengan tujuan untuk mencapai
efek yang lebih mendalam dan penekanan wajar dan sama sekali tidak menghendaki adanya jawaban. Dalam erotesis terdapat asumsi bahwa hanya
ada satu jawaban yang mungkin. Contoh : Apa bener Jakarta kuwi ibu kota negara?
’Apa benar Jakarta itu ibu kota negara.’ 17
Silipsis dan zeugma Silipsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan
dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Konstruksi
secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar. Zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua berikutnya, sebenarnya
hanya cocok salah satu. Contoh : Mbokdhe Ijah nggendhong nyangking ngempit kendhi-kendhi
dagangane. ’Bude Ijah menggendong membawa dan menjepit, kendi
dagangannya.’ 18
Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.
Contoh : Nunik nikah karo wong Semarang eh dudu deng wong Klaten. ’Nunik menikah dengan orang Semarang eh bukan orang Klaten.’
commit to user 27
19 Hiperbola, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan
berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Contoh : Wahh omahe gendhe banget kaya kraton.
’Wahh rumahnya besar sekali seperti kraton.’ 20
Paradoks, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks juga berarti semua hal yang
menarik perhatian karena kebenarannya. Contoh : Bocah iku kaliren neng tengahing bandhan-bandhane.
’Anak itu kelaparan di tengah hartanya.’ 21
Oksimoron, yaitu acuan yang berusaha untuk menghubungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan.
Contoh : Wong usaha kuwi susah ditampa seneng disyukuri. ’Orang usaha itu sulit diterima suka disyukuri.’
b. Gaya Bahasa Kiasan
Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan Gorys Keraf,
2004:136. Berikut ini adalah penjelasan mengenai gaya bahasa kiasan. 1
Persamaan atau simile, ialah perbandingan yang bersifat eksplisit yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Kata-kata yang
sering digunakan antara lain: seperti, sama, bagaikan, dan laksana. Contoh : Mlakune kaya macan luwe.
‘Jalannya seperti macan kelaparan.’ 2
Metafora, ialah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora tidak menggunakan
kata: seperti, bak, bagaikan, bagai, dan sebagainya.
commit to user 28
Contoh : Hani dadi kembang desa ing ndesane. ’Hani jadi bunga desa di desanya.’
3 Alegori, Parabel dan Fabel
a Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Dalam
alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.
Contoh : Legenda Lutung Kasarung memuat ajaran untuk sabar dan rajin. b
Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia yang selalu mengandung tema moral.
Contoh : Cerita Sukrasana yang tekun belajar c
Fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang dan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak
seolah-olah sebagai manusia. Contoh : Sapi lunga nalika ditagih dening pitik jago.
’Sapi pergi ketika ayam jago datang menagih.’ 4
Personifikasi merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda- benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki
sifat-sifat kemanusiaan. Contoh : Bolpen kuwi nari ing dhuwuring kertas putih.
’Bolpoint itu menari di atas kertas putih.’ 5
Alusi, ialah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa.
Contoh: Bali minangka kutha dewata bisa dadi nambah devisa negara. ’Bali sebagai kota dewata bisa menambah devisa negara.’
commit to user 29
6 Eponim, ialah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat.
Contoh: Keprigelane Arjuna nggunake panah ora ana tandingane. ’Keahlian Arjuna menggunakan panah tidak ada tandingannya.’
7 Epitet, ialah suatu gaya yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari
seseorang atau sesuatu hal. Contoh: Raja alas ngamuk merga kelangan anake.
’Raja hutan marah karena kehilangan anaknya.’ 8
Sinekdoke, ialah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan
keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Contoh: Tiket mlebu stadion bal iki per gundul Rp 25.000,00.
’Tiket masuk stadion bola ini per kepala Rp 25.000,00.’ 9
Metonomia, ialah gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Contoh: Mas Rudi tumbas kijang abang. ‘Mas Rudi membeli kijang merah.’
10 Antonomasia, ialah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan
sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar atau jabatan. Contoh: Presiden mengumumke wajib sinau sembilan taun.
’Presiden mengumumkan wajib belajar sembilan tahun.’ 11
Hipalase, ialah semacam gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada
sebuah kata yang lain. Contoh: Raine butheg bar didukani ibune.
‘Wajahnya cemberut habis dimarahi ibunya.’
commit to user 30
12 Ironi, sinisme, sarkasme
a Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna
atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata- katanya.
Contoh: Becik tenan keputusanmu, dadi kantor kentekan kas. ’Bagus sekali keputusanmu, sehingga kantor kehabisan kas.’
b Sinisme adalah suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Contoh: Pancen sampeyan niku wanita ingkang paling ayu kiyambak sing
bisa ngrusak keluargane wong liya. ’Memang benar anda itu wanita yang tercantik yang bisa merusak
rumah tangga orang lain.’ c
Sarkasme adalah acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Gaya ini selalu menyakitkan dan kurang enak didengar.
Contoh: Ngebuta sing banter yen numpak pit yen jiglok mben moncrot polomu.
’Ngebutlah dalam mengendarai sepeda kalau jatuh biar berdarah otakmu.’
13 Satire, yaitu ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satire
mengandung kritik terhadap kelemahan manusia agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis.
Contoh: A: Mangga didhahar nasinipun, sampun cemepak wonten ing meja
makan? ’Ayo dimakan nasinya, sudah tersedia di meja makan?’
B: Iya, aku durung ngelih. ’Iya saya belum lapar.’
14 Inuendo, yaitu semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang
sebenarnya. Ia menyatakan kritik dan sugesti yang tidak langsung dan tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu.
commit to user 31
Contoh: Pendhak sore mesti dheweke mabuk sitik merga kakeyan ngombe.
. ’Setiap sore mesti dia mabuk sedikit karena kebanyakan
minum.’ 15
Antifrasis, yaitu semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang biasa saja dianggap sebagai ironi sendiri.
Antifrasis dapat diketahui dengan jelas apabila pembaca atau pendengar dihadapkan pada kenyataan sebenarnya.
Contoh: Iki jik esuk lho, ngapa tangi esuk-esuk. ’Ini masih pagi lho, mengapa bangun pagi-pagi.’
16 Pun atau Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan
bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya. Contoh: Dheweke lunga nggawa sak botol anggur lan sak kranjang anggur.
’Dia pergi membawa satu botol anggur dan satu kranjang anggur.’
1. Pencitraan