Perlindungan hukum terhadap PRT seharusnya menjadi agenda yang paling penting bagi organisasi semacam itu. Masalah ini telah menjadi lingkaran setan.
Tanpa perlindungan hukum, hak-hak PRT untuk dapat berkumpul, bersatu, dan membentuk organisasi sangat terbatas. Sebaliknya, ketidakmampuan mereka
untuk membentuk organisasi menjadikan mereka sulit untuk memperoleh bantuan untuk melindungi hak, keinginan, dan kebutuhan mereka. Pada masyarakat yang
menganggap bahwa pekerjaan PRT itu rendah, PRT mengalami tekanan dari majikan dan juga dari PRT lain ketika mereka ingin membicarakan masalah,
kebutuhan, dan minat mereka, serta tidak digubris ketika membicarakan pembentukan organisasi yang dapat mewadahi minat mereka.
34
B. Penyelesaian Secara Kekeluargaan Melalui Mediasi Lembaga Kepolisian atau Swadaya Masyarakat LSM
Kasus kekerasan yang dialami oleh PRT di Kota Medan hingga saat ini belum mendapat perhatian yang serius dari aparat Pemerintah setempat. Hal ini
disebabkan belum ada pedoman yang secara jelas dalam peraturan perundang- undangan yang khusus mengatur tentang Perlindungan PRT, sehingga respon
Pemda dalam hal ini SKPD yang menangani bidang ketenagakerjaan terhadap pengaduan kasus PRT masih sangat rendah. Termasuk di sini adalah Peraturan
Daerah yang belum mengatur tentang Perlindungan terhadap PRT. Selama ini Pemerintah daerah hanya menerima pengaduan PRT korban trafficking.
34
Pikiran Rakyat, Gaji PRT Harus Setara dengan UMR, Kamis, 16 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan untuk kasus kekerasan terhadap PRT, sepenuhnya diserahkan kepada pihak kepolisian.
Masyarakat selama ini telah berperan serta secara langsung dalam penanganan terhadap PRT yang menjadi korban kekerasan oleh Pemberi Kerja.
Hal ini terlihat dari kasus yang dialami oleh PRT bernama Yani PRT tuna runggu-wicara yang sudah bekerja sejak 4 November 2007, yang sering
mendapat perlakuan kasar dari Pemberi Kerja. Ketika masyarakat sekitar mengetahui adanya penyiksaan yang dilakukan oleh Pemberia Kerja, mereka
berusaha melindunginya dengan melaporkan kepada kepala lingkungan setempat. Namun tidak ada koordinasi antar-aparat Pemerintah terhadap penyelesaian kasus
PRT tersebut, mulai dari tahap pelaporan sampai ke tahap penyelesaian perselisihan.
35
Proses pelaporan kasus PRT dirasakan masih terlalu berbelit-belit. Hal ini disebabkan karena belum adanya undang-undang yang mengatur Perlindungan
bagi PRT, sehingga masyarakat dan aparat Pemerintah tidak mengetahui jelas mekanisme prosedur pelaporan atau pengaduan terkait kasus penyiksaan atau
pelanggaran terhadap PRT. Penyelesaian kasus PRT di Kota Medan baru beberapa kasus saja yang masuk ke tingkat pengadilan. Sampai saat ini, baru kasus PRT
Mariani Sambas yang telah diputus oleh pengadilan dimana pelaku Pemberi Kerja dihukum percobaan selama 1 satu bulan.
Sebagian besar kasus diselesaikan dengan cara damai. Hal ini disebabkan ketidakjelasan mekanisme penyelesaian kasus PRT, sehingga ditempuh upaya
35
Wawancara dengan Divisi Studi LSM SAHDAR, Alan Darmawan
Universitas Sumatera Utara
secara damai oleh kepolisian yang diketahui oleh masyarakat dan pengurus RTRW. Dengan demikian kasus tersebut berhenti di tengah jalan, mengingat cara
damai tersebut tidak menyentuh hak-hak yang seharusnya diterima oleh PRT. Hampir seluruh kasus PRT yang ditangani oleh LSM Sahdar gagal dibawa ke
proses sengketa mediasi dan peradilan PPHI, karena pihak kepolisian yang menangani kasus PRT tanpa melihat konteks sengketa keperdataan,
menyelesaikannya melalui jalan damai. Terkait dengan data tentang PRT dan yayasan Penyedia Jasa PRT di Kota
Medan, hingga saat ini LSM Sahdar tidak memiliki data tersebut. Bahkan aparat setempat pun tidak pernah menerima laporan adanya PRT dan yayasan di
wilayahnya. Selain itu, tidak ada prosedur yang jelas di kelurahan mengenai pendataan keberadaan PRT yang tinggal di rumah Pemberi Kerja. Hal ini
menimbulkan kesulitan bagi LSM untuk mendata PRT yang bekerja pada Pemberi Kerja, jika tidak ada surat pengantar dari kantor kelurahan setempat seperti yang
diinginkan oleh majikan. Selama ini PRT dianggap sebagai pekerja informal, sehingga tidak ada
mekanisme pendataan yang jelas dari aparat setempat. Tidak ada inisiatif dari aparat untuk mendata keberadaan PRT yang bekerja di wilayahnya. Terkait
PRTA, masih ada PRTA yang dipekerjakan tanpa sepengetahuan aparat setempat. Keberadaan PRTA baru diketahui setelah terjadi permasalahan dengan Pemberi
Kerja. Adapun terkait dengan Upah PRT, Penyedia Jasa PRT banyak melakukan
Universitas Sumatera Utara
pemotongan Upah yang disalurkan kepada Pemberi Jasa. Beberapa masukan atau rekomendasi bagi pembuatan NA dan draft RUU PRT, yaitu:
36
1. Organisasi PRT perlu mendapat porsi yang layak dalam Undang-undang, karena selain dapat memfasilitasi PRT untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada Pemberi Kerja, juga sangat membantu Pemerintah dalam hal pengawasan pelaksanaan kesepakatan antara Pemberi Kerja dengan PRT;
2. Ada kewajiban untuk melapor bagi penduduk setempat terhadap setiap kedatangan tamu di rumahnya kepada RTRW setempat;
3. Setiap kedatangan atau keberadaan PRT yang bekerja di wilayahnya perlu dilaporkan oleh yayasan melalui surat pemberitahuan kepada aparat setempat
sampai pada tingkat yang lebih rendah, untuk didata oleh kepala RTRW, dan diketahui oleh Lurah atau Camat. Pendataan tersebut harus bekerjasama
dengan kepala lingkungan; 4. Kelurahan membentuk kelompok yang diketuai oleh kepala lingkungan dalam
hal pendataan PRT di wilayahnya. 5. Terhadap penyiksaan dan tindakan semena-mena yang dialami oleh PRT,
perlu adanya upaya perlindungan bagi PRT dari semua pihak yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
6. Perlu melibatkan peran Pemerintah daerah dalam mengawasi proses pemulihan korban kekerasan PRT.
7. Dalam hal tidak dibayarnya Upah PRT oleh Pemberi Kerja, perlu ada perjanjian secara tertulis antara majikan dan PRT mengenai hak dan
36
www.lbh-apik.or.idprt20-20ruu20versi20jala.htm l, diakses tanggal 16
Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
kewajiban masing-masing pihak dalam suatu perjanjian kerja yang diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga dapat mengikat dan
memberikan sanksi bagi pihak yang tidak melaksanakan; 8. Bagi Pemberi Kerja yang mempekerjakan PRT cacat atau disable, harus
menyediakan alat bantu untuk berkomunikasi atau wajib memberikan sekolah khusus sehingga PRT tersebut dapat berkomunikasi, atau menyediakan alat
bantu lain yang dibutuhkan karena ketidakfungsian anggota tubuhnya; 9. Perlu ada keterampilan bagi PRT yang akan disalurkan oleh yayasan. Jika
belum memungkinkan untuk bekerja, yayasan dilarang mempekerjakan PRT tersebut. Hal ini untuk menghindari terjadinya penganiayaan terhadap PRT
yang tidak mengetahui tugas dan kewajibannya; 10. Perlu diberikan penyuluhan kepada yayasan sebagai Penyedia Jasa PRT
sehingga dapat menempatkan PRT sesuai dengan hobi dan kemampuan yang dimiliki PRT;
11. Yayasan yang menyalurkan PRT dan organisasi PRT wajib terdaftar di dinas ketenagakerjaan setempat;
12. Ijin pembentukan yayasan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain pembinaan kepada yayasan yang akan dibentuk, tata cara penerimaan PRT
yang benar, dan ijin yayasan yang harus benar-benar dicek; 13. Cara terbaik guna pencegahan terjadinya penyiksaan terhadap PRT antara lain
adanya penegakan hukum bagi Pemberi Kerja yang melakukan kekerasan dan penyiksaan dihukum dengan ancaman hukuman di atas 5 lima tahun,
sehingga menimbulkan efek jera bagi Pemberi Kerja;
Universitas Sumatera Utara
14. Perlu adanya peran pendamping yang dilibatkan dalam penyelesaian sengketa PRT dengan Pemberi Kerja dan kemungkinan diikutsertakan dalam gelar
perkara pada kasus-kasus kekerasan yang ditangani pihak kepolisian; 15. Selain melindungi PRT, RUU PRT ini juga perlu memberikan Perlindungan
bagi Pemberi Kerja, karena tidak semua Pemberi Kerja bersalah, sehingga RUU PPRT ini dapat memberikan keseimbangan antara PRT dan Pemberi
Kerja; 16. Pemberi Kerja wajib memeriksa dokumen kependudukan seseorang yang akan
dipekerjakan sebagai PRT, sehingga Pemberi Kerja dianggap mengetahui usia dan tidak ada alasan pembenar bagi Pemberi Kerja untuk tidak mengetahui
usia PRT; 17. Perlu adanya standar kontrak perjanjian kerja antara PRT dengan Pemberi
Kerja yang disaksikan oleh yayasan atau masyarakat dan diketahui oleh aparat setempat;
18. Pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap pendidikan PRT dengan melakukan kunjungan ke sekolah dan tempat tinggal majikan secara berkala;
19. Pengawas ketenagakerjaan wajib mengawasi aktifitas dari yayasanPenyedia Jasa PRT dengan memeriksa tempat penampungan dan tempat kerja PRT,
melakukan kunjungan terhadap rumah-rumah majikan dan membuat laporan atas kunjungan. Bila pengawas lalai atau membuat laporan yang tidak
benarpalsu, maka harus diberi sanksi yang tegas. Kasus-kasus terkait KDRT di Provinsi Sumatera Utara memang
dilimpahkan pada Unit-unit PPA yang tersebar pada beberapa kabupaten kota.
Universitas Sumatera Utara
Mekanismenya disesuaikan dengan tempat kejadian tindak kekerasan. Pada umumnya setiap Polresta menangani kasus-kasus tersebut, bila tidak dapat diatasi
maka kasusnya dilimpahkan ke Polda Sumut. Kasus-kasus yang ditangani oleh unit PPA Dit. Reskrim. Umum Polda Sumut setiap tahunnya semakin bertambah
dan jumlah penyelesaian di Jaksa Penuntut Umum JPU juga semakin meningkat data terlampir. Dari berbagai kasus yang ditangani, hanya ada 1 kasus yang
berkaitan dengan PRT. Selama ini jarang sekali ada pengaduan mengenai PRT yang mengalami tindak kekerasan. Hal ini dikarenakan hampir sebagian penduduk
Sumut menggunakan PRT yang diambil dari salah satu anggota keluarganya sendiri. Selain tidak ada perjanjian kerja, pola perlakuan yang diberikan pada PRT
juga bersifat kekeluargaan. Salah satu contoh adalah menyekolahkan PRT tersebut, sebagai imbalan karena telah membantu pekerjaan rumah.
Meskipun ILO telah mengesahkan PRT sebagai pekerja formal seperti disampaikan pada Konferensi ILO pada tanggal 16 Juni 2011 yang lalu, namun
hingga saat ini, PRT belum dapat dikatakan sebagai pekerja karena selama ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan terhadap
PRT. Bahkan dari sudut pandang masyarakat dan pemerintah, juga tidak memperlihatkan dimasukkannya PRT sebagai pekerja secara formal. Karena
lingkup pekerjaan PRT yang berada dalam hubungan privat, dengan relasi kerja yang didasarkan pada kekuasaan yang tidak seimbang asimetris yang
memposisikan PRT sebagai subordinat dihadapan pemberi kerja, sehingga perselisihan yang timbul sering kali tidak diketahui orang banyak dan bersifat
tertutup. Sifat khusus atau khas seperti inilah yang menyebabkan pengaturan
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian perselisihan PRT tidak dapat disamakan dengan pekerja formal yang bekerja dalam perusahaan, sehingga penyelesaian perselisihan yang terjadi antara
PRT dengan pemberi kerja danatau penyedia jasa PRT, tidak diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial karena
UU tersebut hanya diatur penyelesaian perselisihan yang terkait dengan pekerja formal. Perselisihan antara PRT, pemberi kerja, danatau penyedia jasa PRT
terjadi ketika salah satu atau lebih pihak yang telah melakukan kesepakatan tidak memenuhi hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian. Kesepakatan yang
dibuat dalam perjanjian meliputi besaran upah, hak dan kewajiban para pihak, jenis pekerjaan, dan lain-lain. Untuk perselisihan tersebut di atas, diselesaikan
dengan cara kekeluargaan untuk mufakat. Namun untuk perselisihan yang terkait dengan tindakan pidana, akan dilaporkan kepada kepolisian dan diselesaikan
sesuai dengan hukum yang berlaku. Komisi IX DPR-RI dalam kunjungan ke tiga daerah provinsi yaitu
Provinsi Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta hanya beberapa kasus PRT yang sampai pada tingkat pengadilan
negeri.
37
37
Dalam upaya penyelesaian perselisihan, peran masyarakat, pemerintah, dan LSM sangat dibutuhkan. Seperti di DI Yogyakarta, LSM berperan aktif
memberikan advokasi kepada PRT, sementara di Sumatera Utara, masyarakat sekitar sangat berperan aktif terhadap kasus yang dialami oleh PRT lain halnya di
NTB, mediasi dilakukan hanya kepada PRT yang berasal dari penyedia jasa PRT sehingga ada posisi seimbang antara penyedia jasa PRT dengan pemberi kerja
http:xa.yimg.comkqgroups19868774140319013nameNaskah , tanggal 16 Oktober
2013
Universitas Sumatera Utara
sehingga menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan para pihak. Hal ini terjadi karena belum ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas
mengatur penyelesaian perselisihan PRT. Setelah mendapat masukan, mekanisme penyelesaian perselisihan kasus PRT yaitu dilakukan dengan cara kekeluargaan
untuk mencapai mufakat dan melalui proses mediasi. Proses musyawarah mufakat dilakukan antara PRT dengan pemberi kerja danatau penyedia jasa PRT sebagai
langkah yang paling sederhana untuk menyelesaikan perselisihan. Musyawarah diambil pertama kali tanpa perlu melibatkan aparat Pemerintah setempat. Namun
jika diperlukan, maka aparat Pemerintah setempat dapat dijadikan sebagai saksi dalam musyawarah tersebut. Dalam pengambilan keputusan melalui musyawarah
untuk dicapainya kata mufakat ini dibatasi oleh waktu agar tidak berlarut-larut dan terpenuhi rasa keadilan dalam upaya memberikan kepastian hukum bagi para
pihak. Lama waktu musyawarah untuk mufakat paling lama 7 hari harus sudah ada keputusan berupa kesepakatan yang menguntungkan bagi para pihak. Bila
tercapai kata sepakat, maka dibuat perjanjian bersama berisi hal-hal apa saja yang telah disepakati, dengan dibubuhi tanda tangan para pihak. Jika selama batas
waktu yang telah ditetapkan musyawarah gagal dilakukan atau belum dihasilkan kesepakatan bersama, maka perselisihan akan diselesaikan melalui proses mediasi
dengan melibatkan seorang atau lebih pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan pada setiap kantor atau instansi
kabupaten atau kota yang telah ditunjuk dan memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yang selanjutnya disebut mediator. Pada tahap
mediasi ini, mediator wajib memfasilitasi dan menyelesaikan penyelesaian
Universitas Sumatera Utara
perselisihan. Jangka waktu proses mediasi ini dihitung sejak pengaduan di terima oleh instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan pada
setiap kantor atau instansi kabupaten atau kota, paling lama 30 hari, mediator sudah harus mengeluarkan anjuran secara tertulis yang bersifat final dan mengikat
bagi para pihak. Anjuran tertulis tersebut harus benar-benar berdasarkan atas hukum, keadilan dan kepatutan, yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
mengikat dan harus dilaksanakan oleh para pihak.
C. Beberapa Kasus yang Menyangkut Pekerja Rumah Tangga. 1. Kasus Pekerja Rumah Tangga PRT Nuryani alias Yani
I. Tentang Korban Nama Korban adalah Yani, berusia kira-kira 15 tahun, bersatus sebagai anak
yatim piatu. Korban adalah Pekerja Rumah Tangga PRT di rumah majikannya di Jalan Merpati 1 Perumnas Mandala Kelurahan Bantam Kecamatan Medan
Tembung, Medan. Yani telah telah bekerja selama lebih kurang 3 tahun. Yani adalah seorang different able yang tidak dapat berkomunikasi secara normal.
Menurut informasi yang didapatkan dari tetangga, Yani berasal dari Jakarta. II. Tentang Majikan
Majikan perempuan Yani bernama Br. Tambunan, bekerja di salah satu Bank swasta dikota Medan. Majikan lelaki bernama dikenal dengan nama Bapak
Sagala, seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swata di kota Medan. Ibu Tambunan dan Bapak Sagala berkediaman di Jalan Merpati 1 Perumnas Mandala
Medan. Kedua majikan ini setiap harinya berangkat kerja dari pagi hari dan biasanya pulang sore hari.
III. Kondisi Kerja Yani bekerja tinggal di rumah majikan, dan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah
tangga. Pekerjaan Yani selama bekerja dirumah majikannya adalah memasak, menggosok pakaian, menyuci pakaian, menyapu, mengepel dan menjaga rumah.
Yani tidak diijinkan untuk keluar rumah oleh majikan perempuan, tapi oleh Sagala, Yani tidak dilarang untuk keluar rumah.
Selama bekerja sekitar 3 tahun, Yani mendapat perlakuan kasar dari majikan perempuan. Dari pengakuannya, Yani sering dicubit pada kedua bagian pipinya,
dijambak rambutnya, dibenturkan ke tembok kepalanya, mendapat pukulan pada kepala, dan dihardik. Selain itu para tetangga juga sering mendengar suara
Universitas Sumatera Utara
majikan membentak, suara benturan kepala Yani ke tembok, serta menerima pengaduan Yani karena perlakuan kasar majikan dan rintihan Yani yang kelaparan
karena belum makan setelah bekerja. Selama bekerja hingga hari ini, Yani belum mendapat gaji.
IV. Kronologi Peristiwa Pagi dan siang hari
Pada hari Rabu 27 April 2011 pagi sekitar jam 10.00 WIB tanggal, Yani keluar dari rumah majikan menuju rumah ibu Ani. Rumah ibu Ani berjarak 2 dua
rumah dari rumah majikan ke arah utara sejurus dengan Jalan Merpati 1. Yani mengaku tidak tahan dengan perlakuan majikannya. Ibu Ani dan tetangga sekitar
yang telah mengetahui keadaan Yani dan segala perlakuan yang didapatkannya dari majikan, lantas melindunginya di rumah ibu Ani.
Sekitar pukul 11.50 tiga orang perwakilan dari KPRT Teratai dan dua orang dari SAHDAR mengunjungi kediaman Ibu Ani. Di dalam rumah, duduk berderet di
lantai, ibu Ani, Yani, dua orang tetangga lainnya, dan perwakilan PRT Teratai dan SAHDAR. Selama berbincang ibu Ani menjelaskan bahwa Yani keluar dari
rumah tanpa sepengetahuan majikannya. Sekarang Yani tidak mau kembali ke rumah majikan karena takut.
Sekitar lima menit berbincang, datang 4 orang tetangga lain memberikan kesaksian bahwa mereka sering mendengar pengaduan Yani diperlakukan kasar
oleh majikannya, belum makan, dan tidak mendapatkan gaji. Perlakuan kasar yang diterima Yani dapat dilihat dari bekas bekas cubitan yang memerah pada
pipi Yani di sebelah kanan dan kiri. Menurut keterangan yang disampaikan dengan bahasa isyarat, Yani
memperagakan sering dicubit, dijambak, ditampar dan dibenturkan kepalnya ketembok rumah. Yani sudah sering mengadu kepada tetangganya perihal
perlakuan kasar sang majikan terhadap dirinya. Bahkan terkadang Ia bercerita sambil berurai air mata karena belum makan.
Hingga proses mencari keterangan ini, Yani menyatakan bahwa dia tidak bersedia kembali ke rumah majikan. Para tentangga juga tidak mengijinkan Yani kembali,
dan bersikukuh untuk tetap mempertahankan Yani di Rumah ibu Ani. Mereka tetangga tidak membiarkan bahkan ingin melindungi Yani dari perlakuan kasar
majikannya. Ibu Ani juga bersedia jika Yani tinggal bersamanya di rumah dan memperkerjakannya. Para tetangga yang lain juga menyatakan bahwa mereka
akan melindungi Yani dan mempertahankan Yani untuk tidak kembali ke rumah majikan, serta mereka bersedia bersaksi atas perlakuan yang menimpa Yani.
Malam hari, sekitar pukul 21.15 Ibu Ani memberi kabar bahwa majikan Yani mendatangi kediamannya dan meminta Yani kembali. Atas permintaan itu,
masyarakat berkumpul di rumah Ibu Ani dan tetap ingin melindungi Yani di rumah Ibu Ani. Majikan yang meminta kembali, kemudian bersikeras untuk
Universitas Sumatera Utara
membawa Yani pulang. Perdebatan pun terjadi antara masyarakat dan majikan Yani.
Majikan Yani menyatakan bahwa Yani akan dibawa ke rumah saudara majikan di Lubuk Pakam. Tetapi masyarakat tidak melepas Yani, dan menyatakan bahwa
mereka harus menyaksikan serah terima Yani dengan keluarga majikan yang di Lubuk Pakam. Kemudian majikan juga menyatakan bahwa Yani akan
dipulangkan ke Jakarta. Lalu masyarakat menyatakan keberatan, kecuali perwakilan masyarakat menyaksikan dan ikut mengantarkan Yani untuk
menjamin benar tidaknya kepulangannya. Perdebatan pun tidak mencapai titik temu.
Sekitar pukul 21.30 Ibu Ani memberi kabar lagi bahwa mereka masyarakat bersama Yani telah berada di Polsek Percut Sei Tuan. Dia mengaku bahwa
perdebatan yang terjadi telah memuncak, sehingga mereka memilih jalan pelaporan ke kepolisian agar semua diselesaikan dengan jalan hukum.
Dari pinggir Jalan Letda Soedjono terlihat di ruang depan empat orang peremuan, salah satunya adalah Yani. Sementara di halaman depan tampak 4 orang laki-laki
sedang berbicara berhadapan. Kemudian 3 orang perwakilan dari KPRT Teratai masuk ke ruang depan berbincang dengan Yani dan para tetangga. Ibu-ibu para
tetangga menyatakan bahwa Yani tidak mau ke rumah majikan, dan terlihat Yani duduk sambil menangis.
Seorang polisi yang datang dari ruang sebelah kiri ruang depan mempersilahkan untuk menunggu di halaman tengah kantor polisi itu. Kemudian para ibu tersebut
pindah ke halaman tengah dan duduk. Sekitar 3 menit datang empat orang lelaki yang berbicara di halaman depan menuju halaman tengah. Keempat orang tersebut
adalah 2 orang polisi, dan 2 orang warga yang ikut mengantarkan Yani. Satu diantara dua orang polisi itu kemudian mengatakan bahwa sebaiknya
rombongan masyarakat kembali ke perumnas mandala, semua proses akan diselesaikan dengan musyawarah. Sementara satu orang warga menarik Ibu Ani
dan berbicara berdua menjauh dari rombongan. Sekitar pukul 21.45 rombongan warga meninggalkan Polsek Percut Sei Tuan.
Sebelum bergerak, sebagian diantara mereka saling berbincang pelan, satu orang ada yang menarik temannya, berbisik, sementara yang lain bergerombol
kebingungan akan proses yang mereka jalani, karena pelaporan urung dilaksanakan.
Lima menit kemudian warga sudah ramai, sekitar 25 orang berkumpul di halaman depan rumah Ibu Ani di Jalan Merpati 1. Tepat di depan rumah Ibu Ani,
masyarakat bergerombol dan bercerita tentang keprihatinan mereka terhadap Yani. Mereka juga menyatakan antipati terhadap majikannya. Mengenai
permintaan majikan untuk mengambil Yani kembali, mereka menyatakan sikap untuk tetap mempertahankan untuk melindungi Yani.
Satu orang dari kepolisian kemudian datang dan berkata bahwa kepolisian bukan menolak keinginan masyarakat untuk menempuh proses hukum. Tetapi akan lebih
baik jika perkara ini diselesaikan dengan jalur musyawarah. Kepada Kepala Lingkungan Kepling yang juga hadir di tempat itu, dia menyampaikan bahwa
Universitas Sumatera Utara
besok agar musyawarah bisa digelar di kelurahan. Kepling dan masyarakat pun bersedia.
Masalah kemudian, majikan Yani tetap menginginkannya agar malam ini Yani berada di rumahnya. Masyarakat kemudian melimpahkan tanggung jawab kepada
kepling untuk memberikan keterangan ketidaksediaan Yani kembali. Atas pelimpahan itu, Kepling mengajak beberapa orang masyarakat, suami Ibu Ani,
satu orang polisi untuk mendatangi rumah majikan, dan mereka pun bergerak bersama.
Tidak lama mereka masuk, kemudian keluar lagi bersama dengan Bapak Sagala, berjalan menuju rumah Ibu Ani. Sementara masyarakat yang bergerombol sedang
dalam keadaan emosi bergumam, berteriak, mengutuk majikan Yani. Setelah masuk ke rumah Ibu Ani kemudian kembali keluar membawa Yani. Masyarakat
memperhatikan. Yani berjalan dengan berat langkah, namun pak polisi menarik tangannya, Yani berhenti tepat di tepi jalan.
Satu orang laki-laki dari rombongan kemudian berteriak, “kalo anak gak mau jangan dipaksa”. Lelaki itu kemudian berjalan mendekati Yani, beberapa orang
mengikutinya. Pak polisi melepaskan pegangannya, dan berjalan menuju rumah majikan. Teriakan pun semakin kuat “kalo gak mau jangan dipaksa, gimana sich,
ini anak trauma dia”. Kemudian terdengar teriakan balasan dari polisi, “suara kau”, dengan nada membentak. Lalu dibalas lagi oleh lelaki itu, “apa kau..?”.
Dibalas kemudian oleh polisi, “suara kau anjing” teriak semakin kencang. “Kau babi, maen kita..?” jawab lelaki itu sembari ingin berlari mengejar polisi itu.
Suasana menjadi tegang dan panas. Beberapa orang mencoba menenangkan seorang lelaki yang emosi itu. “Hampir empat taon gak digaji, tega, manusia apa
itu, astaghfirullahalazim, aku preman aku, tapi bias ngucap aku, ini masalah kemanusiaan,” kata lelaki itu sambil meluapkan emosinya.
Suasana hampir tidak terkendali. Kemudian kepling, pak sofyan, dan pak ginting mendatangi kembali rumah majikan, mengajaknya keluar beserta polisi. Mereka
berjalan mendatangi Yani yang telah kembali masuk ke rumah. Mereka pun masuk, beberapa orang orang warga ikut dan selebihnya menyaksikan dari depan
pagar rumah. Di dalam rumah pak polisi berdiri, di sebelah kanannya berdiri Pak Sagala, dan disaksikan oleh pak Sofyan, Pak Ginting, Pak Kepling, dan 3 orang
warga, sementara Yani duduk di lantai. Dengan sedikit menunduk Pak Polisi bertanya kepada Yani, dengan melebarkan
mulut dan memperjelas gerakan bibir, serta diiringi gerakan tangan sebagai isyarat, menunjuk ke arah rumah majikan sembari berkata, “mau disana?”,
kemudian menunjuk ke lantai, “apa di sini?” dengan tubuh dan pandangan diarahkan ke Yani. Lalu Yani menjawab dengan bibir sedikit terbuka tak bersuara,
dan tangannya menunjuk lantai, yang berarti memilih tetap di rumah itu. Kemudian pak polisi mengulang pertanyaannya dua kali lagi, lalu memperoleh
jawaban yang sama. Setelah bertanya, kemudian dia melihat Sagala, dan menyatakan bahwa, “kan
bapak lihat sendiri, dia mau disini.” Sagala pun mengangguk bingung, dan bertanya, “tapi untuk malam ini aja kan…?.” Lalu pak polisi menjawab. “ya kita
lihat besok, kalo dia mau tetap disini.” Sagala semakin bingung dan berkata, “tapi
Universitas Sumatera Utara
saya kan harus melapor,” sambil tangannya menunjuk ke arah kanannya, menyatakan bahwa dia harus memberikan laporan kepada orangbadan tempat dia
mendapatkan Yani. Pak polisi pun kemudian menyarankan agar proses musyawarah dilanjutkan besok. Malam ini agar semua membubarkan diri.
Kemudian berjalan keluar rumah. Dari luar rumah terdengar teriakan-teriakan pemuda mengutuk-ngutuk majikan.
Ada seorang pemuda yang mengatakan, “babi aja, binatang iya kan bu,……” katanya kepada seorang perempuan, “babi aja, dipelihara, dikasi makan, dirawat,
bisa dijual, ini manusia kerja, 4 taon, disiksa, gak dikasi gaji pulak itu…” katanya kepada perempuan itu, dan perempuan itu tersenyum mengangguk.
Sekitar pukul 22.10 WIB gerombolan warga mulai bubar sambil bercericau. Perwakilan dari KPRT Teratai pun mohon diri kepada Ibu Ani dan Bapak Soyan
selaku tuan rumah. Kemudian Ibu Ani juga menyampaikan agar besok Kamis pagi mengikuti proses musyawarah di Kelurahan. Tak lama kemudian, para warga
beranjak dari tempat itu. Upaya Penyelesaian di Lingkungan Sekitar
Pada Jumat 29 April 2011 sekitar pukul 11.00 WIB diadakan pertemuan di Kantor Kelurahan. Pertemuan itu direncanakan untuk melangsungkan musyawarah,
mendamaikan Yani dan majikannya. Sekitar 20 orang hadir dalam pertemuan tersebut, tapi Majikan tidak hadir. Sehingga musyawarah urung dilaksanakan, dan
pertemuan tidak membuahkan hasil. Kemudian pada malam harinya sekitar pukul 20.00 WIB Lurah berkunjung ke
rumah Majikan untuk membicarakan persoalan kasus ini. Tetapi dalam kunjungan itu Lurah tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Arah pembicaraan
didominasi oleh Majikan untuk menyampaikan duduk perkara dari sudut pandangnya, dan pembelaan pihaknya sendiri. Akhirnya kunjungan tidak
membuahkan hasil, baik berupa kesepakatan ataupun jalan yang disepakati untuk ditempuh demi penyelesaian kasus.
Setelah beberapa upaya mengalami kegagalan, kasus ini tidak ditindaklanjuti, baik melalui jalur hukum ataupun musyawarah. Sementara Yani tinggal di kediaman
Ibu Ani. Hingga tanggal 03 Mei 2011, berbagai media lokal berdatangan ke rumah Ibu Ani untuk meliput perkara ini. Dan hingga KPRT Teratai berkunjung
pada tanggal 03 Mei, Ibu Ani memberikan keterangan bahwa kasus belum ditindaklanjuti selain ekspos ke media yang kerapkali datang setiap hari.
Upaya Penyelesaian Melalui Jalur Hukum Sejak 27 April 2011 ketika kasus ini mengemuka, Yani tinggal bersama Ibu Ani.
Setelah laporan ke Polsek Percut Sei Tuan gagal, masyarakat melaporkan kasus ini kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah KPAID Sumatera
Utara.
Universitas Sumatera Utara
KPAID kemudian mendampingi masyarakat untuk melaporkan kasus ini ke Bagian PPA Polresta Medan berturut-turut pada tanggal 5-7 Mei 2011. Menurut
keterangan staff KPAID-SU, pelaporan dilakukan dari pukul 10.00 s.d 17.00 WIB selama tiga hari. Dalam memberikan keterangan selama pelaporan tersebut, Yani
juga didampingi oleh Ratmi Munayati, seorang ahli bahasa isyarat untuk orang tuna wicara-tuna rungu.
Akan tetapi setelah itu, laporan tidak ditindaklanjuti karena unsur yang tidak lengkap untuk dikenakan ke pasal manapun. Hal ini disebabkan tidak adanya
bekas atau luka yang dapat divisum untuk membuktikan adanya perlakuan atau tindak kekerasan yang dikenakan kepada Yani.
Setelah kasus tidak ditindaklanjuti di Polresta Medan, masyarakat melaporkan kasus ini ke Polda Sumatera Utara pada tanggal 18 Mei 2011. Setelah itu, belum
ada tindaklanjut mengenai kasus ini. Hingga saat ini, Yani tinggal di rumah Ibu Ani dengan ketidakpastian mengenai
penyelesaian kasusnya. Keterangan dari staff KPAID SU, Yani dititipkan di rumah Ibu Ani karena Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak mempunyai
Selter untuk mengamankan Yani sementara kasusnya dalam proses penyelesaian. 2. Kasus Penganiayaan Pekerja Rumah Tangga PRT Meirani Sambas
I. Kondisi Korban Pada hari Senin tanggal 23 Agustus Meirani Sambas diperbolehkan pulang
kerumah kediaman di Kab. Serdang Badagai Sergai. Perjalanan itu diikuti oleh keluarga, diantaranya ayah, ibu, kakak dan adek. Izin dari pihak rumah sakit
tentang pulangnya Meirani Sambas ada dua alasan, pertama : kondisi kesehatan sudah dinyatakan baik, didapat dari hasil Ronsen perut, Ronsen Mata dan Scaning
Kepala tidak meninggalkan cacat yang berakibat matinya organ tubuh. Kedua : pembayaran administrasi dirumah sakit telah terselesaikan dengan jumlah Rp.
4.800.000,- empat juta delapan ratus rupiah, pembagiannya adalah biaya kamar selama 7 hari, biaya obat, biaya Ronsen dan biaya scaning. Dan untuk
pembayaran tersebut ditanggung oleh pihak tersangka melalui Rokky suami tersangka.
II. Kondisi Tersangka Sampai pada 10 hari penangkapan yang dilakukan pihak Polri, Aling
tersangka masih dirawat dirumah sakit Ametha Sejahtera di Medan Labuhan tepatnya didepan Polsek Medan Labuhan. Menurut keterangan yang tercatat di
buku pasien bahwa tersangka Aling menderita sakit Depresi, masuk pada tanggal 17 Agustus 2010.
III. Posisi Kasus Keterangan Penyidik
Bahwa kasus penganiayaan terhadap Meirani Sambas sebagai PRT, polisi Polsek Medan Labuhan menetapkan Aling sebagai tersangka. Dari hasil laporan
tersebut tersangka dikenakan pasal 44 ayat 1 UU NO. 23 Tahun 2004 Tentang
Universitas Sumatera Utara
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Penyidik menjerat tersangka dengan UU tersebut dikarenakan pasal 2 ayat 1 hurup C menyebutkan lingkup
rumah tangga adalah orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Perkembangan Kasus Bahwa kasus penganiayaan yang dilakukan Aling terhadap Meirani Sambas,
penyidik tetap menjalankan serta mengikuti prosedur Hukum Acara Pidana pasal 20 ayat 1 yaitu untuk kepentingan penyelidikan, penyidik atau penyidik pembantu
atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
Bahwa pada Hari Senin tanggal 23 Agustus 2010 pengaduan dicabut oleh Zaenal ayah korban bersama keluarga tersangka dihadapan penyidik dan terjadi
kesepakatan kekeluargaan yaitu perdamaian. Perdamaian tersebut diantaranya : • Uang pangkal semenjak kejadian sebesar Rp. 2.000.000,- diterima oleh
Zaenal. • Uang perdamaian sebesar Rp. 30.000.000,- diterima Zaenal menurut
keterangan dipergunakan untuk Meirani supaya membuka usaha. • Untuk Biaya administrasi dirumah sakit Matha Friska.
• Bahwa keterangan dari penyidik tentang penjabutan tersebut mengingat tidak mampu orang tua untuk membiayai pengobatan dan rawat inap kepada
pihak rumah sakit yang begitu mahal maka oang tua korban meminta kepada keluarga tersangka untuk membayarnya. Dikarenakan Pihak rumah sakit
mendesak untuk membanyar biaya tersebut, jadi ayah korban terus mendesak kepada keluarga tersangka untuk memberikan uang. Pertimbangan tersebutlah
dilakukan pencabutan pengaduan yang dilakukan ayah dari korban penganiayaan.
• Bahwa penyidik mengalami kesulitan untuk meminta keterangan dalam rangka penyelidikan dikarenakan telah terjadi kesepakatan perdamaian.
Diantaranya permasalahan menyangkut : • Korban; dalam hal ini korban sulit dihubungi tidak kooperatif untuk
kepentingan penyidikan serta kediaman korban cukup jauh yaitu di Kab. Serdang Badagai Sergai, sementara untuk kasus ditangani di Medan
Labuhan. Sehingga anggaran Polsek Medan Labuhan tidak cukup untuk melakukan penyelidikan dan tidak mungkin biaya pulsa dan antar jemput dari
biaya pribadi. Pernyataan penyidik P. Siahaan bertentangan dengan pasal 119 KUHAPidana menyebutkan “dalam hal tersangka dan atau saksi yang harus
didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal diluar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyelidikan, pemeriksaan terhadap tersangka
dan atau saksi dapat dibebankan kepada penyidik ditempat kediaman atau tempat tinggal tersangka dan atau saksi tersebut.
• Tersangka; dari awal penangkapan sampai tanggal 26 Agustus 2010, tersangka tidak ditahan dikarenakan sakit dirumah sakit Ametha Sejahtera. Dan tidak
mungkin dilakukan penyidikan terhadap tersangka, dikarenakan tersangka
Universitas Sumatera Utara
juga mempunyai hak untuk hidup yaitu Hak Asasi Manusia HAM. Dalam hal ini tersangka mendapat hak pembantaran dikarenakan sakit, ketentuan
pasal 29 ayat 1 KUHAPidana. • Untuk mengenai pembuktian di pasal 44 ayat 1 penyidik kesulitan dalam
pembuktian Meirani Sambas sebagai PRT. Terkait dengan Relasi Pekerja- penyalur-pemakai jasa. Keterangan penyidik Orang tua Meirani Sambas
memberikan izin untuk bekerja kepada Aling majikan melaui wak Ama Penyalur dan menyatakan bahwa anaknya telah berumur 18 tahun. Majikan
mencari Pekerja Rumah Tangga dan penyalur menawarkan kepada Meirani Sambas.
IV. Analisis kasus Bahwa perdamaian yang dilakukan oleh Zaenal ayah korban bersama pihak
keluarga tersangka tidak menghalangi proses pidana. dikarenakan tindakan pidana yang disangkakan adalah merupakan Delik Biasa umum dan mekanisme
penyidikan adalah laporan, artinya pemerintah masyarakat serta profesi mempunyai kepentingan untuk perlindungan terhadap korban terhadap kekerasan
yang dilakukan di ruang lingkup rumah tangga. Penjelasan pekerja Rumah Tangga masuk terdapat dalam pasal 2 ayat 1 huruf c UU KDRT.
Bahwa menyangkut penjabutan pengaduan yang dilakukan Zaenal pada hari Senin tanggal 23 Agustus 2010 tidak dapat diterima secara hukum. Pasal 44 ayat 1 UU
NO. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak ada menyebutkan dalam penjelasan tentang Delik Aduan. Delik aduan hanya
dinyatakan dalam UU KDRT adalah pasal 44 ayat 4 pasal 45 ayat 2 serta pasal 46. Pernyataan penyidik tentang ketakutan siapa yang membayar biaya rumah sakit
serta pemulihannya adalah tanggung jawab Negara dengan asas perlindungan korban. Realitas kasus inilah menunjukan bahwa kepolisian tidak komitmen untuk
menjalankan tugas yang diatur dalam UU KDRT tentang permohonan perlindungan terhadap korban. Sehingga perdamaian dan pencabutan pengaduan
terjadi dikarenakan kepolisisan tidak menjelaskan kepada keluarga atau korban tentang hak menurut perlindungan yang tercantum dalam Bab VI UU No. 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekeranan Dalam Rumah Tangga. Bahwa tentang pembuktian tindak pidana penganiayaan, tentang pasal 44 ayat 1
UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekeranan Dalam Rumah Tangga tidak menyebutkan untuk pembuktian siapa penyalur PRT, bagaimana proses
penyalurannya. Tetapi menyatakan setiap orang yang melakukan kekerasan fisik. Jadi pembuktian kasus penganiayaan terhadap Meirani cukup bukti untuk
diajukan kepada kejaksaan dan dilakukan penuntutan dipersidangan. Karena sudah diketahui secara umum tidak perlu dibuktikan menurut pasal 184 ayat 2
KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
V. Penutup Kesimpulan
Kasus penganiayaan yang menimpa Meirani Sambas secara hukum materil dan formil tidak dapat dihambat walau sudah terjadi perdamaian antara ayah
korban dan tersangka dikarenkan pasal 44 ayat 1 UU No. 23 tahun 2004 Tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak menyebutkan delik aduan.
jadi Pihak kepolisisan penyidik polsek Medan Labuhan selayaknya telah melakukan pelimpahan berkas kepada penuntut umum tanpa menunggu
ketakutan-ketakutan tentang pembuktian dan atau telah adanya perdamaian. Lain hal apabila penyidik berencana untuk menghentikan perkara dengan alasan-alasan
pembenaran secara subjektif penyidik agar tersangka lepas dari jeratan hukum. Tetapi apapun dan bagaimanapun alasan penyidik tidak dapat diterima secara
logika hukum untuk menghentikan perkara terhadap terdakwa. Rekomendasi
Perlu adanya intervensi dari pihak lembaga kepolisisan diatas polsek Medan Labuhan untuk menggiring kasus tersebut sampai kepada pelimpahan berkas
kepada penuntut umum. Pengawasan intensif dari media masa maupun civil society tentang perkembangan
kasus dan prilaku kinerja kepolisian ditingkat polsek. Pendampingan dan perlindungan terhadap korban dan keluarga korban
Tindak lanjut dari Investigasi tanggal 26 agustus 2010 adalah a.
Memohon kepada Kapolsek Medan Labuhan untuk memberikan data perkembangan kasus tindak pidana penganiayaan terhadap korban Meirani
Sambas
b. Memohon kepaada komisi E DPRD SU untuk ikut serta dalam pengawasan
Khusus kasus kekerasan pekerja rumah tangga yang terjadi sumatera utara, dan guna mendorong Dinas Tenagakerja dan transmigrasi untuk membentuk
divisi khusus menangani Perselisihan pekerja Rumah Tangga
c. Dibuatnya Media Breefing, yang melibatkan komisi E DPRD SU, Disnaker
dan transmigrasi dan SAHDAR.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERLUNYA PENGATURAN KHUSUS PEKERJA RUMAH TANGGA
PRT DALAM UNDANG-UNDANG
A. Perlunya pengaturan khusus mengenai pekerja rumah tangga PRT