Perlunya pengaturan khusus mengenai pekerja rumah tangga PRT Kesimpulan

BAB IV PERLUNYA PENGATURAN KHUSUS PEKERJA RUMAH TANGGA PRT DALAM UNDANG-UNDANG

A. Perlunya pengaturan khusus mengenai pekerja rumah tangga PRT

Pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga PRT merupakan sumber penting mata pencaharian bagi perempuan dan laki-laki di negara berkembang seperti Indonesia. Karena pekerjaan tersebut dilakukan di dalam rumah tangga dan dianggap sebagai pekerjaan informal, tidak ada peraturan yang mengaturnya, dan akibatnya sering tidak diperhatikan. Ini adalah sebuah kategori pekerjaan yang sangat membutuhkan perlindungan hukum dan sosial, karena pekerjanya rentan atas pelecehan dan eksploitasi selama rekrutmen dan penempatan kerja, selama bekerja, dan setelah kembali ke daerah asal. Makalah ini merangkum masalah utama yang dihadapi PRT, begitu pula hambatan-hambatan yang dialami untuk mendapatkan hak-hak mereka. Baik laki-laki maupun perempuan bekerja sebagai PRT, namun kaum perempuan merupakan mayoritas dan paling terkena dampak pelecehan dan eksploitasi. Untuk itu, makalah ini lebih diarahkan kepada PRT perempuan

B. Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga Versi DPR

Berbagai elemen masyarakat di Indonesia termasuk dari unsur pemerintah telah bersama-sama menyusun RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga namun perjalanan masih panjang untuk mengesahkannya sebagai undang-undang di Universitas Sumatera Utara dalam komisi IX DPR. Dengan adanya Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga PRT , maka PRT diakui sebagai pekerja yang mendapatkan perlindungan hukum, perlindungan hukum ini tidak sekedar dilihat dan dibuat dari legalitas semata namun yang paling penting adalah perspektif dan sensitivitas perlindungan itu sendiri yang berdasarkan penghormatan, penegakan, dan penghargaan kepada manusia dengan hak asasinya yang melekat dan tidak diskriminatif terhadap jenis kelamin, bangsa, ras, agama, suku, bahasa, warna kulit. Namun pengaturan dalam undang-undang tidak mencakup PRT yang bekerja berlandaskan sifat-sifat hubungan kekeluargaan. Adapun RUU ini berisi 52 Pasal yang meliputi Ruang Lingkup PRT yang terdiri atas : b. Waktu kerja c. Lingkup pekerjaan d. Batas usia kerja e. Perekrutan dan Penempatan PRT f. Hubungan kerja yang terdiri atas perjanjian kerja, perubahan perjanjian kerja, Perpanjangan perjanjian kerja, berakhirnya hubungan kerja, Hak dan kewajiban PRT serta Hak dan kewajiban pemberi kerja, pelatihan, Penyedia jasa PRT g. Pembinaan dan pengawasan h. Penyelesaian perselisihan hubungan kerja i. Peran serta masyarakat j. Sanksi administratif, Universitas Sumatera Utara k. Ketentuan pidana, l. Ketentuan peralihan m. Ketentuan penutup. n. Undang-undang ini berasaskan kepastian hukum, pengayoman, kemanusiaan, kekeluargaan, keadilan dan ksejahteraan yang bertujuan menciptakan rasa aman dan tentram bagi PRT dalam melaksanakan pekerjaan kerumahtanggaan; meningkatkan kesejahteraan PRT dan keluarganya; meningkatkan harkat dan martabat PRT dan keluarganya; meningkatkan pengetahuan, ketarmpilan, dan keahlian PRT; mewujudkan hubungan kerja yang harmonis, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan; menjamin terpenuhinya hak PRT. Hal itu harus sejalan dengan upaya Indonesia yang telah mengadopsi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional ILO Nomor 189 tentang Pekerjaan yang layak untuk Pekerja Rumah Tangga dan Rekomendasi ke 201 pada 16 Juni 2011 dalam Sidang Konferensi ILO ke 100 di Jenewa Swiss. Setelah mengadopsi Konvensi tersebut langkah selanjutnya adalah meratifikasinya agar dapat digunakan sebagai dasar hukum perlindungan bagi PRT. Menurut Jala PRT yang beranggota individu dan berbagai organisasi buruh, di Indonesia terdapat 10 juta PRT dan 6 juta PRT yang bekerja di luar negeri. Sebagian besar dari PRT itu adalah perempuan dan anak perempuan. Diantara PRT yang bekerja di luar negeri sebagian adalah korban perdagangan orang. Pada tahun 2011 saja tercatat 400 kasus kekerasan yang dialami PRT. Universitas Sumatera Utara Kondisi tersebut juga tidak luput dari perhatian Pemerintah mengingat masih tingginya eksploitasi dan perdagangan orang terutama perempuan dan anak maka melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2011 -2014 dengan melaksanakan beberapa Rencana Aksi seperti Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan yang terkait denga Pencegahan Tindak Pidana Perdaganngan Orang TPPO, kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah membuat kebijakan, program kegiatan dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan perdagangan orang, meingkatkan penindakan terhadap pelaku TPPO dan mendorong pembentukan Pusat pelayanan terpadu untuk perlindungan saksi dan atau korban TPPO. Jadi jelaslah bahwa Indonesia sangat membutuhkan Undang-Undang Nasional yang spesifik tentang perlindungan PRT, karena hal ini akan memungkinkan bagi para PRT untuk bisa diakui sebagai pekerja. Selain itu mendorong formalisasi hubungan kerja yang dampaknya PRT akan lebih profesional dan bertanggung jawab atas pekerjaanya. Jaminan hukum nasional bagi PRT tidak hanya akan berdampak bagi PRT di dalam negeri, namun juga memperkuat posisi tawar pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada PRT Indonesia yang menjadi pekerja migran di luar negeri. 38

1. Alasan Filosofis perlunya Undang-Undang Tentang PRT

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bernegara 38 Okky Asokawati Anggota Komisi IX DPR RI, “Menata Perlindungan PRT”, Republika 5 Maret 2012 Universitas Sumatera Utara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk melindungi setiap warga negara dari segala bentuk perlakuan yang tidak manusiawi, seperti pelecehan, kekerasan, dan diskriminasi yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM. Negara memiliki komitmen untuk mewujudkan cita-cita kemanusiaan dengan memberikan Perlindungan kepada setiap warga negara dalam bentuk terjaminnya keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan. Keamanan yang dimaksud adalah adanya keselamatan serta ketenangan hidup bagi setiap Warga Negara Indonesia WNI baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Indonesia, dan setiap Warga Negara Asing WNA yang berada di wilayah Indonesia. Selain itu, memberikan kenyamanan hidup menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan bernegara. Oleh karena itu, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan dan merasakan kenyamanan dalam berbagai bentuk. Ketersediaan hak-hak dasar sebagai warga negara merupakan prasyarat terciptanya rasa nyaman. Amanat UUD NRI Tahun 1945 tersebut dikuatkan kembali melalui sila ke-2 dan sila ke-5 Pancasila. Sila ke-2, “Kemanusiaan yang adil dan beradab,” merupakan pengakuan atas nilai kemanusiaan yang harus dijunjung dan dijabarkan melalui serangkaian kebijakan yang berpihak kepada seluruh rakyat. Dalam konteks inilah, setiap orangwarga negara diperlakukan setara dan bermartabat, tanpa memandang kedudukan sosial, ekonomi, maupun politik. Adapun sila ke-5, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” memberikan arahan yang jelas dan tegas kepada negara bahwa rakyat harus diperlakukan secara adil dalam pemenuhan hak-hak ekonomi-sosialnya. Sebagai warga negara, PRT memiliki Universitas Sumatera Utara hak-hak mendasar yang harus dipenuhi oleh negara, sebagaimana yang dinyatakan dalam amanat UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, negara dan masyarakat memiliki tanggung jawab dalam memposisikan serta memperlakukan PRT, sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya. Pada prinsipnya kemanusiaan seseorang tidak berkurang karena jenis pekerjaan yang dilakukan. Namun, pada kenyataannya, keberadaan PRT sebagai kelompok sosial yang bekerja dalam rumah tangga atau berada dalam wilayah domestik, memiliki posisi yang rentan untuk diabaikan oleh negara dan masyarakat pada umumnya. Untuk itu, diperlukan peningkatan Perlindungan negara, yang pada akhirnya akan dapat mengubah persepsi dan perlakuan terhadap PRT menjadi lebih baik dan manusiawi. Seiring dengan dinamika yang terjadi dalam masyarakat, PRT tidak lagi dipandang sebagai sosok pelayanhelper, melainkan sebagai pekerjaworker. Sebagai pekerja, PRT mempunyai Hak dan Kewajiban yang sama dengan profesi lainnya. Oleh karena itu, sebagai bagian dari warga negara PRT memiliki hak untuk dilindungi dalam menjalankan profesinya. Dalam upaya memberikan Perlindungan kepada PRT, Pemerintah berkewajiban untuk memberikan Perlindungan yang komprehensif melalui suatu bentuk pengaturan perundang-undangan. Untuk itu diperlukan satu kebijakan yang utuh yang berlandaskan pada ketentuan yang terdapat dalam UUD NRI Tahun 1945, dan dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan untuk dijadikan sebagai dasar dan landasan dalam memberikan Perlindungan terhadap PRT. Universitas Sumatera Utara

2. Alasan Sosiologis perlunya Undang-Undang Tentang PRT

Persoalan PRT di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sistem budaya yang berlaku dalam masyarakat. Hubungan paternalistik yang ada saat ini lebih mengedepankan pandangan bahwa PRT merupakan bagian dari sebuah keluarga, sehingga Hubungan Kerja yang terjadi adalah hubungan kekerabatan. Salah satu penyebab ketiadaan peraturan perundang-undangan yang secara khusus melindungi PRT adalah karena jasa pekerjaan rumah tangga di Indonesia tidak dianggap sebagai Hubungan Kerja formal, melainkan hanya sebagai Hubungan Kerja informal antara PRT dan Pemberi Kerja. Profesi PRT mempunyai karakteristik tersendiri, baik wilayah kerjanya yang berada dalam ruang privat rumah tangga, jenis pekerjaan, waktu kerja, maupun hubungan kerja dengan pemberi kerja. Di masyarakat tertentu, hubungan PRT dengan pemberi kerja lebih bersifat kekeluargaan. Pada beberapa kasus, PRT yang ditemui umumnya masih memiliki hubungan keluarga dengan pemberi kerja, sehingga upah yang diterima tidak selalu dalam bentuk uang, melainkan bentuk lain seperti biaya sekolah. Selain itu, dalam tradisi Jawa terdapat konsep budaya ngenger, dimana sebuah keluarga dapat mengajak kerabatnya yang tidak mampu secara ekonomi untuk tinggal di rumahnya. Dalam tradisi ini, anak laki-laki dan perempuan yang masih muda meninggalkan desa-desa mereka untuk tinggal dengan paman, bibi atau kerabat lainnya yang kaya dengan harapan bahwa anak-anak tersebut akan disekolahkan dan dirawat dengan baik. Sebagai balasannya, anak-anak ini diharapkan dapat membantu melakukan pekerjaan rumah tangga. Kondisi seperti ini memang membuat mereka merasa nyaman untuk bekerja dan dilakukan Universitas Sumatera Utara dengan rasa suka cita, namun di sisi lain, mereka tidak menyadari bahwa situasi seperti ini membuat mereka mudah untuk dieksploitasi. Budaya ngenger juga terdapat di daerah lain di luar Pulau Jawa, 39 dimana seseorang yang bekerja di rumah kerabat atau kenalan tidak dibayar dengan uang, melainkan dengan biaya sekolah dan pemenuhan kebutuhan hidup lain. Praktek ngenger ini juga dilakukan karena balas jasa pihak lain dengan cara mempekerjakan memberi seseorang secara cuma-cuma kepada pemberi kerja. 40 39 Misalnya di beberapa daerah di Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Utara, dengan istilah yang berbeda-beda. Di sisi lain, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat menunjukkan semakin banyaknya perempuan yang bekerja di luar rumah, baik karena alasan ekonomi maupun sebagai salah satu cara untuk mengaktualisasikan diri. Peran PRT yang pada awalnya hanya bersifat membantu pekerjaan rumah tangga, pada akhirnya bergeser menjadi pelaku utama dalam mengerjakan segala tugas kerumahtanggaan yang sebelumnya dilakukan oleh ibu rumah tangga. Peningkatan jumlah PRT yang terjadi dalam masyarakat, turut memberikan kontribusi terhadap meningkatnya jumlah kekerasan dan kasus lain yang dihadapi oleh PRT. Oleh karena itu, diperlukan sebuah undang-undang yang khusus mengatur mengenai perlindungan PRT. Dalam menjawab permasalahan tersebut, diperlukan pemahaman yang komprehensif mengenai cara pandang dan hubungan warga negara lain terhadap PRT secara sosiologis berdasarkan nilai kemanusiaan yang terangkum dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Dalam menjalankan pekerjaan 40 Hal ini misalnya terlihat dalam kasus PRT bernama Kamrah yang saat ini sedang ditangani oleh Polres Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Kamrah melarikan diri dari rumah majikanpemberi kerja karena disekap dan tidak dibayar upahnya selama 10 bulan. Diindikasikan hal itu disebabkan majikan beranggapan bahwa Kamrah merupakan hasil balas jasa dari kerabat jauh Kamrah yang berhasil dikirim sebagai TKI. Universitas Sumatera Utara sebagai PRT, seorang pekerja akan berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai pihak, antara lain: a. Hubungan PRT dengan Pemberi Kerja Hubungan kerja yang terjadi dalam rumah tangga memiliki pola yang berbeda dengan hubungan kerja yang berlangsung di ruang publik. Hubungan kerja dalam rumah tangga memungkinkan terjadinya hubungan yang bersifat personal, dimana aturan kerja diimplementasikan berdasarkan hubungan kekerabatan. Untuk itu, dibutuhkan kejelasan kesepakatan antara PRT dengan pemberi kerja guna meminimalisasi kesalahpahaman di antara kedua pihak. b. Hubungan PRT dengan Penyedia Jasa PRT Hubungan antara PRT dengan Penyedia Jasa PRT merupakan hubungan jangka pendek. Hubungan ini berlangsung ketika calon PRT membutuhkan jasa penyalur yang mencarikan dan menyalurkan calon PRT kepada pemberi kerja. c. Hubungan PRT dengan Keluarga Keluarga merupakan pihak terdekat yang mengetahui keberadaan PRT sebelum, selama, dan sesudah bekerja. Keluarga berperan dalam menentukan pekerjaan yang akan dilakukan oleh seseorangcalon PRT. Pada dasarnya, peran keluarga dapat dioptimalkan dalam mengawasi keberadaan dan keselamatan PRT. d. Hubungan dengan Aparat Lingkungan Rukun TetanggaRukun Warga Keberadaan PRT di rumah pemberi kerja seringkali di luar pengetahuan dan pengawasan pihak RTRT. Padahal, pihak-pihak ini memiliki wewenang dalam hal pendataan warga yang berdomisili di wilayahnya. Universitas Sumatera Utara e. Hubungan PRT dengan Pemerintah Daerah Sebagai kelompok masyarakat yang bekerja di sektor informal, seharusnya Pemda memberikan perhatian yang lebih khusus kepada PRT, dengan melakukan pendataan dan pendidikan. Hubungan ini dapat meminimalisasi kasus-kasus yang selama ini dihadapi oleh PRT, termasuk tindak kekerasan.

3. Alasan Yuridis perlunya Undang-Undang Tentang PRT

Pertimbangan yuridis menyangkut masalah-masalah hukum serta peran hukum dalam pengaturan Perlindungan PRT. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku social control, maupun instrumen untuk penyelesaian masalah dispute resolution. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian certainty dan keadilan fairness dalam pengaturan Perlindungan PRT. Seiring perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, keberadaan PRT semakin dibutuhkan dan secara kuantitas jumlahnya semakin meningkat. Namun demikian Perlindungan terhadap profesi ini masih belum memadai. Sampai saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh PRT, mulai dari Upah yang tidak dibayar atau dibayarkan tetapi tidak sebagaimana mestinya; jam kerja di luar batas kewajaran; sampai dengan pelecehan ataupun kekerasan, baik secara fisik, psikis, seksual, ataupun penelantaran rumah tangga. Secara yuridis formal, belum ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai PRT. Kondisi kerja PRT sepenuhnya tergantung kepada pemberi kerja. Apabila pemberi kerja memperlakukannya dengan baik, maka PRT memiliki dan menerima kondisi kerja yang wajar. Demikian pula sebaliknya. Di Universitas Sumatera Utara samping itu, apabila PRT menemui masalah atau kasus yang membutuhkan proses pengadilan, PRT juga akan mengalami kesulitan karena tidak adanya acuan dalam memutus perkara. Tidak mengherankan apabila banyak kasus PRT yang terhenti di tengah jalan dan tidak ada penyelesaian secara hukum Dalam kaitan dengan peran dan fungsi hukum tersebut, maka persoalan hukum yang terkait dengan pengaturan perlindungan PRT di Indonesia adalah bahwa sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara utuh mengatur perlindungan terhadap kelompok ini sebagaimana halnya PRT yang bekerja di luar negeri. Walaupun ada, tetapi masih terpisah-pisah tidak secara utuh, akibatnya perlindungan terhadap PRT masih sangat lemah. Hukum ketenagakerjaan di Indonesia selama ini belum ada yang secara khusus dan eksplisit mengatur mengenai PRT. Definisi pekerjaburuh secara umum terdapat dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU Ketenagakerjaan. Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pekerjaburuh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Berdasarkan definisi tersebut, sesungguhnya PRT dapat dikategorikan sebagai pekerjaburuh, karena PRT merupakan orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Walaupun demikian, pasal-pasal selanjutnya dalam UU Ketenagakerjaan mengatur mengenai masalah ketenagakerjaan yang berkaitan dengan pekerja di sektor formal yang bekerja dalam suatu hubungan kerja berdasarkan adanya perjanjian kerja. Tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit menyinggung atau berkaitan dengan PRT, sehingga sulit untuk menyimpulkan apakah PRT tercakup dalam ruang lingkup UU Ketenagakerjaan Universitas Sumatera Utara atau tidak. Sebagian besar PRT bekerja tanpa adanya perjanjian kerja, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai pekerja sektor formal. Demikian pula dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Kedua undang-undang tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan istilah PRT sebagai pekerja, sehingga dalam implementasinya, PRT dianggap bukan sebagai pekerja yang masuk dalam wilayah perlindungan hukum perburuhan. Akibatnya sering terjadi pelanggaran hukum perburuhan, seperti: penyalahgunaan perjanjian kerja misalnya: secara lisan dipekerjakan sebagai PRT namun ternyata dijadikan pekerja seks, tidak ada mekanisme dan sistem kerja yang jelas seperti upah dan jam kerja, upah yang tidak dibayar, upah yang rendah, jam kerja yang panjang dapat dikatakan sebagai kerja paksa dan merupakan bentuk eksploitasi serta adanya kondisi kerja yang membahayakan tanpa Perlindungan, tidak adanya jaminan kesehatan, kematian, kecelakaan di tempat kerja, dan jaminan hari tua. Ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai PRT juga membawa implikasi lain, yaitu tempat kerja PRT yang berpotensi menimbulkan kekerasan. Lingkup kerja PRT yakni di rumah tangga yang selama ini dianggap sebagai ranah privat, membuat PRT tidak terlindungi jika mereka mendapatkan penganiayaan dari pemberi kerja. Sampai saat ini masyarakat luas dan aparat hukum masih memandang kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa orang-orang yang berada di dalamnya, tak terkecuali PRT sebagai permasalahan nonpublik atau permasalahan domestik rumah tangga yang tidak perlu diintervensi oleh orang luar. Universitas Sumatera Utara Relasi kerja yang dibangun atas hubungan kekuasaan yang timpang, penghargaan yang rendah terhadap status PRT dan lingkup kerja yang spesifik membuat PRT rentan dengan beragam bentuk kekerasan. Dengan demikian, pertimbangan yuridis pembentukan UU ini adalah bahwa Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang memadai secara komprehensif dan integratif yang mengatur mengenai perlindungan PRT.

C. Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga Versi Lembaga Swadaya Masyarakat LSM

1. Alasan Filosofis perluny Undang-Undang Tentang PRT

Bahwa bekerja adalah merupakan perwujudan dari keberadaan dan nilai pribadi dalam kehidupan bermasyarakat sebagai pemenuhan hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam melakukan pekerjaan, Pekerja Rumah Tangga berhak mendapatkan pengakuan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga diperlukan sistem yang menjamin dan melindungi Pekerja Rumah Tangga. Perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga ditujukan untuk menjamin pemenuhan hak-hak dasar Pekerja Rumah Tangga dan kesejahteraan Pekerja Rumah Tangga beserta keluarganya. dalam rangka menjamin perlindungan dan meningkatkan kualitas hidup, Pekerja Rumah Tangga berhak atas pendidikan dan pelatihan. karakteristik Universitas Sumatera Utara pekerjaan Pekerja Rumah Tangga berbeda dengan pekerja lainnya oleh karena itu memerlukan perlindungan hukum tersendiri.

2. Alasan Sosiologis perlunya Undang-Undang Tentang PRT

Sebagai pekerja, apapun jenis kelaminnya dan latar belakang kelas sosial, ekonomi, pendidikan, asal, ras, etnisbangsa, agama dan kepercayaan, wilayah kerjanya, pilihan profesi dan bidangnya, sudah seharusnya mendapat penghormatan, perlindungan akan hak-hak asasinya, hak-haknya sebagai pekerja, hak-haknya sebagai warga negara, sebagaimana prinsip-prinsip universal hak asasi manusia, Undang-Undang Dasar Republik Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Namun penghormatan, penegakan - perlindungan yang demikian seharusnya melekat pada Pekerja Rumah Tangga PRT, tidak terjadi pada kelompok pekerja ini. Keberadaan PRT dan Kontribusi Sosial Ekonomi PRT terhadap Berbagai Aspek Kehidupan Keberadaan PRT telah dirasakan manfaatnya bagi banyak rumah tangga, namun pekerjaan mereka belum dianggap sebagai profesi yang layak dihargai. Hal tersebut berkait dengan konstruksi sosial yang patriarkis tidak menghargai pekerjaan kerumahtanggaan sektor domestik. Dalam budaya patriarkis, pekerjaan domestik dianggap sebagai pekerjaan kodrati perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga. Karena dianggap sebagai hal yang melekat pada kodrat perempuan sebagai ibu, anak perempuan, maka pekerjaan tersebut tidak diberi nilai ekonomis. Akibatnya, ketika pekerjaan tersebut Universitas Sumatera Utara dikerjakan oleh orang lain maka cukup diberi upah yang rendah. Terlebih dalam sistem yang feodal, bias kelas, jika dilihat bahwa PRT berasal dari keluarga miskin, maka upah yang rendah juga dianggap cukup untuk menghargai mereka. Pandangan yang bias gender dan dikotomis antara pekerjaan publik versus domestik, publik versus privat; produksi versus reproduksi, dan mendiskriminasi kerja domestik, privat, reproduksi tersebut sudah saatnya dirombak. Sesungguhnya, realitasnya jenis atau fungsi diantaranya tidak bisa berjalan kalau fungsi lainnya tidak berjalan. Kerja publik tidak bisa berjalan tanpa kerja domestik, kerja produksi tidak bisa berjalan tanpa kerja reproduksi. Demikian sesungguhnya, aktivitas publik tidak bisa berjalan apabila tidak ada yang melakukan kerja di sektor domestik, yang ini dikerjakan oleh jutaan PRT. Terlebih jika dilihat dari perkembangannya bahwa pekerjaan PRT sangat signifikan bagi keluarga. Bahkan dengan posisinya itu, secara tak langsung indirect PRT telah memberikan andilnya bagi perputaran roda ekonomi. Sebuah “keluarga karier” kedua pasangan, salah satu pasangan bahkan pemberi kerja tunggal yang bekerja di sektor publik mampu menyelesaikan pekerjaannya secara profesional karena pekerjaan rumah tangganya telah dikerjakan oleh PRT. Tanpa PRT di rumahnya belum tentu keluarga tersebut bisa mencapai sukses sebagai bagian kelompok profesional ataupun sebagai orang yang bisa mendapatkan, menikmati berbagai akses kehidupan untuk pengembangan dirinya sebagai manusia, warga negara dalam berbagai aspek. Jika profesi di sektor publik tersebut merupakan bagian dari perputaran roda perekonomian, maka secara tak langsung profesi PRT telah berperan secara vital, mendasar “menjalankannya”. Universitas Sumatera Utara Dari kelompok terkecil keluarga, rumah tangga, warga negara dapat berperan dalam roda pembangunan negara, sekali lagi peran PRT adalah vital. Negara adalah pihak yang bertanggung jawab sesungguhnya dan juga sebagi pihak yang selama ini ditopang oleh keberadaan PRT. Oleh karenanya Negara harus bertanggungjawab secara benar dan sungguh-sungguh untuk melakukan intervensi dan memberikan perlindungan terhadap PRT sebagai bagian pekerja, sebagai warga negara, ataupun dalam konteksnya yang terkait dengan keberadaan dirinya, dan menjamin untuk pemenuhan kesejahteraannya. Selain itu pula bahwa sebetulnya pekerjaan kerumahtanggaan tidak hanya berkaitan “rumah tangga secara sempit” seperti yang selama ini dipahami oleh masyarakat namun juga pekerjaan “rumah tangga secara luas” dalam arti pekerjaan yang masih dalam lingkup untuk kepentingan mobilitas pun untuk suatu rumah tangga merupakan pekerjaan rumah tangga. Sementara itu sebutan “pembantu” yang selama ini diberikan oleh pemberi kerja maupun masyarakat pada umumnya cenderung mengaburkan keberadaan PRT sebagai pekerja, yang lebih lanjut dijadikan legitimasi untuk mengabaikan hak-hak yang dimiliki PRT sebagai pekerja. Sebutan “pembantu” tersebut juga mengakibatkan PRT tidak tersentuh perangkat hukum ketenagakerjaan. Oleh karena itu perubahan sebutan “pembantu” menjadi “pekerja” diperlukan untuk menekankan PRT sebagai pekerja. PRT mermpunyai karakteristik yang berbeda dengan buruhpekerja pabrikmanufaktur, buruhpekerja bangunan, atau buruhpekerja lepas lainnya. Namun demikian, kekhasan karakteristik pekerjaan ini tidak ada relevansi, tidak Universitas Sumatera Utara bisa dan tidak boleh menjadi alasan untuk mengecualikannya bahwa kebutuhan dan hak-hak pekerja di sektor ini adalah kebutuhan dan hak-hak pekerja dan manusia yang berbeda dengan manusia pekerja lainnya. Sektor pekerjaan PRT yang memiliki ciri khas sendiri yang membedakan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, justru memerlukan perhatian dan dukungan untuk pengakuan, penghormatan dan penghargaan atas pekerjaan dan pekerjanya. Perjanjian Kerja yang mereka lakukan lebih menunjuk pada bentuk hubungan perikatan langsung antara calon PRT dengan calon pemberi kerja. Dengan demikian maka bentuk hubungan kerja yang terjadi lebih menunjukkan bentuk hubungan kerja antar personal. Hubungan ini membedakan dengan hubungan perburuhan yang lain, adalah bahwa dalam hubungan perburuhan yang lain seperti di sektor manufaktir kontrak kerja dilakukan antara pengusaha dengan para pekerjaburuhnya secara kolektif. Demikian pun, karakteristik kerja PRT berbeda dengan buruh lainnya, baik dari pola kerja, jam kerja, volume kerja, situasi kerja yang berada dan mayoritas PRT tinggal di dalam rumah pemberi kerja. Lingkup pekerjaan PRT adalah pekerjaan kerumahtanggaan. Kategori pekerjaan kerumahtanggaan ini sebetulnya tidak sama dengan pengertian yang selama dipahami atau diakui oleh masyarakat. Pekerjaan PRT adalah pekerjaan di sektor kerumah tanggaan, yang sama dengan pekerjaan lainnya, tidak berjenis kelamin dari siapa pelaku profesi ini dan pekerjaannya dalam lingkup keperluan rumah tangga keluarga atau kelompok orang yang membentuk rumah tangga. Universitas Sumatera Utara Kategori pekerjaan kerumahtanggaan yang dimaksud dalam peraturan perundangan ini adalah sebagai berikut. a. Kelompok pekerjaan memasak untuk rumah tangga yaitu berbelanja, memasak, mengatur, menyiapkan, menyajikan makanan untuk seluruh rumah tangga pemberi kerja, membersihkan peralatan dapur dan peralatan makan; b. kelompok pekerjaan mencuci pakaian yaitu mencuci, menyeterika pakaian seluruh anggota keluarga danatau rumah tangga pemberi kerja, menata dan menyimpan pakaian di tempat yang telah ditentukan pemberi kerja; c. kelompok pekerjaan membersihkan rumah bagian dalam yaitu membersihkan lantai, merawat, merapikan perabotan rumah tangga, merapikan kamar tidur, merawat tanaman dalam rumah; d. kelompok pekerjaan membersihkan rumah bagian luar yaitu membersihkan halaman, merawat kebun danatau taman dan tanaman; e. kelompok pekerjaan merawat dan menjaga anak yaitu merawat, menjaga bayi atau balita dan mengasuh anak pemberi kerja; f. kelompok pekerjaan merawat orang sakit, danatau orang yang mempunyai kemampuan berbeda yaitu merawat, menjaga orang sakit danatau orang yang mempunyai kemampuan berbeda, di dalam rumah tangga pemberi kerja; dan g. kelompok pekerjaan mengemudi yaitu menyupir kendaraan keluarga rumah tangga untuk keperluan rumah tangga pemberi kerja. Universitas Sumatera Utara

3. Alasan Yuridis perlunya Undang-Undang Tentang PRT

Sebagai pekerja, apapun jenis kelaminnya dan latar belakang kelas sosial, ekonomi, pendidikan, asal, ras, etnisbangsa, agama dan kepercayaan, wilayah kerjanya, pilihan profesi dan bidangnya, sudah seharusnya mendapat penghormatan, perlindungan akan hak-hak asasinya, hak-haknya sebagai pekerja, hak-haknya sebagai warga negara, sebagaimana prinsip-prinsip universal hak asasi manusia, Undang-Undang Dasar Republik Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Namun penghormatan, penegakan perlindungan yang demikian seharusnya melekat pada Pekerja Rumah Tangga PRT, tidak terjadi pada kelompok pekerja ini. Perlindungan PRT dan hubungan kerja di sektor kerumahtanggaan dengan karakteristik yang khas, maka Undang-Undang ini merupakan peraturan perundangan ketenagakerjaan yang secara khusus mengatur hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan yang ada. Oleh karena itu Undang-Undang tentang Perlindungan PRT mengatur hal-hal sebagai berikut: 1. Ketentuan umum mengenai pengertian dan batasan pihak-pihak yang menjadi subyek hukum dan pihak lain yang menjadi aspek ikutannya; 2. Landasan, asas dan tujuan; 3. Penggolongan PRT menurut waktu kerja, jenis kategori kerja; 4. Hubungan kerja yang meliputi perjanjian kerja, hak dan kewajiban para pihak; 5. Batas usia terendah PRT bekerja; 6. Pembatasan peran Penyedia jasa informasi PRT; 7. Serikat PRT sebagai organisasi reprensentative PRT; Universitas Sumatera Utara 8. Lembaga Kerjasama Hubungan Kerja Rumah Tangga sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk menjembatani hubungan antar pihak, menyusun kebijakan; 9. Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan kerja dengan berbagai pilihan dan tahapan cara yang ditempuh para pihak melalui musyawarah untuk mufakat, mediasi, arbitrase atau pengadilan hubungan kerja rumah tangga yang dimandatkan untuk diadakan untuk mewadahi kebutuhan penyelesaian perselisihan yang belum ada mekanismenya; 10. Pemutusan hubungan kerja; 11. Pendidikan dan pelatihan untuk membangun keahlian kerja dan kualitas hidup pekerja rumah tangga; 12. Anggaran untuk memenuhi kebutuhan biaya yang diperlukan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini; 13. Pengawasan bersama melibatkan unsur pemerintah, masyarakat; 14. Ketentuan pidana, sanksi administratif dan pemulihan korban; 15. Ketentuan peralihan untuk penghapusan anak yang bekerja sebagai PRT; 16. Ketentuan Penutup. Demikian, Undang-Undang tentang Perlindungan PRT adalah salah satu perwujudan apa yang diamanatkan ketika Negara Republik Indonesia didirikan yang bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kedudukan Hukum Pekerja Rumah Tangga PRT Dalam Hukum Kerja di Indonesia. PRT secara definitif adalah diakui kedudukan hukumnya sebagai Pekerja yang disebut dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dikatakan, bahwa: “Setiap pekerjaburuh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas a keselamatan dan kesehatan kerja, b moral dan kesusilaan; dan c perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.“ 2. Penyelesaian Kasus-Kasus Yang Dialami Pekerja Rumah Tangga PRT Dengan cara kekeluargaan untuk mencapai mufakat dan melalui proses mediasi. Proses musyawarah mufakat dilakukan antara PRT dengan pemberi kerja danatau penyedia jasa PRT sebagai langkah yang paling sederhana untuk menyelesaikan perselisihan. Musyawarah diambil pertama kali tanpa perlu melibatkan aparat Pemerintah setempat. Namun jika diperlukan, maka aparat Pemerintah setempat dapat dijadikan sebagai saksi dalam musyawarah tersebut. Dalam pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk dicapainya kata mufakat ini dibatasi oleh waktu agar tidak berlarut-larut dan terpenuhi rasa keadilan dalam upaya memberikan kepastian hukum bagi para pihak Universitas Sumatera Utara 3. Perlunya Pengaturan Khusus Pekerja Rumah, karena pekerjaan tersebut dilakukan di dalam rumah tangga dan dianggap sebagai pekerjaan informal, tidak ada peraturan yang mengaturnya, dan akibatnya sering tidak diperhatikan. Ini adalah sebuah kategori pekerjaan yang sangat membutuhkan perlindungan hukum dan sosial, karena pekerjanya rentan atas pelecehan dan eksploitasi selama rekrutmen dan penempatan kerja, selama bekerja, dan setelah kembali ke daerah asal. Makalah ini merangkum masalah utama yang dihadapi PRT, begitu pula hambatan-hambatan yang dialami untuk mendapatkan hak-hak mereka

B. Saran 1. Beberapa materi yang perlu menjadi prioritas dalam RUU tentang