Akurasi Derajat Fibrosis Hati Berdasarkan Simpler Score (S Index) Terhadap Fibroscan Pada Pasien Penyakit Hati B Kronik

(1)

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN

SIMPLER SCORE (S INDEX) TERHADAP FIBROSCAN

PADA PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK

TESIS

Oleh

KATHARINE

NIM: 097101009

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN

SIMPLER

SCORE

(S INDEX) TERHADAP

FIBROSCAN

PADA

PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister

Kedokteran Klinik dan Spesialis Penyakit Dalam Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

KATHARINE

097101009

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Katharine NIM : 097101009 Tanda Tangan :


(4)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Katharine NIM : 097101009

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right ) atas tesis saya yang berjudul:

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN

SIMPLER

SCORE

(S INDEX) TERHADAP

FIBROSCAN

PADA

PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,

mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : 27 Juni 2012 Yang menyatakan


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 27 Juni 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Yusuf Nasution, SpPD-KGH Anggota : Dr. Rustam Effendi, SpPD-KGEH

Dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer Dr. Mabel Sihombing SpPD-KGEH


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak,

tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis

mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setingi-tingginya kepada semua pihak

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih

sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk

mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan, dan

nasehat selama penulis menjalani pendidikan.

2. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah

dengan sungguh-sungguh membantu dan membentuk penulis menjadi dokter

Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH sebagai pembimbing yang senantiasa memberikan dorongan dan bimbingan, serta telah meluangkan waktu


(7)

melalui diskusi dna materi dengan kesabaran sehingga memberikan kemudahan

dan kelancaran dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. Selain itu,

selaku mantan Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU terima kasih

sebesar-besarnya penulis ucapkan atas dukungan penuh bagi penulis dalam

mengenyam pendidikan.

4. Para Guru Besar, Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis, KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum, SpPD-KPsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP, Prof. Dr. OK. Moehadsyah, SpPD-KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof. Dr. Abdul Majid, SpPD-KKV, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP, Prof. Dr. Harun Al Rasyid Damanik, SpPD-KGK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para guru

penulis: Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH, Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, Dr. Mardianto, SpPD-KEMD, Dr. Santi Syafril, SpPD-KEMD, Dr. Sri Maryuni Sutadi, SpPD-KGEH, Dr. Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, DR. Dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr. Leonardo Basa Dairi, SpPD-KGEH, Dr. Rustam Effendi YS, SpPD-KGEH, Dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr. Tambar Kembaren, SpPD-KPTI, Dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI, Dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP, Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP, Dr. Alwinsyah Abidin,


(8)

SpPD-KP, Dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer, Dr. EN. Keliat, SpPD-KP, Dr. Zuhrial Zubir, SpPD, Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM, Dr. Sugiarto Gani, SpPD, Dr. Savita Handayani, SpPD-KHOM, Dr. Ilhamd, SpPD, DR. Dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR, Dr. Imelda Rey, SpPD, Dr. Syafrizal Nasution, SpPD, serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa membimbing penulis

selama mengikuti pendidikan, penulis hanturkan rasa hormat dan terima kasih

yang tak terhingga.

6. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, sebagai mantan Sekretaris Program Studi atas kesempatan, perhatian, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama

penulis menjalani pendidikan.

7. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.

8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit

Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

9. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis

dalam penyusunan tesis ini.

10. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH, yang telah


(9)

memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk PPDS

Ilmu Penyakit Dalam.

11.Seluruh senior peserta PPDS-II Gastroenterohepatologi, senior peserta Pendidikan Endoskopi, teman sejawat stase Gastroenterohepatologi, stase ruangan, stase poliklinik pria/wanita, stase konsultan, tanpa adanya bantuan mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

12.Teman-teman seangkatan penulis yang memberikan dorongan semangat: Dr. Bayu Rusfandi Nasution, Dr. Naomi Dalimunthe, Dr. Sari Harahap, Dr. Elizabeth Sipayung, Dr. Junita M.Kes, Dr. Ratna Karmila, Dr. Ester Silalahi, Dr. Nelila Fitriani Siregar, Dr. Herlina Yani, Dr. Riki Muljadi, Dr. Budiman, Dr. Doharjo Manulang, Dr. Agustina, Dr. Wirandi Dalimunthe, Dr. M. Azhari, serta seluruh rekan seperjuangan peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah mengisi hari-hari penulis dengan persahabatan, kerja sama,

keceriaan, dan kekompakan dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

13.Seluruh perawat/paramedik di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama ini.

14.Bapak Syarifuddin Abdullah, Kak Lely Husna, Sdr. Deni, Sdri. Yanti, Sdri. Wanti, Sdri. Fitri, Sdr. Erjan, dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu penyakit Dalam FK USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi dalam

menyelesaikan tugas pendidikan.

15.Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.


(10)

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada

kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda Kamarrudin dan ibunda Suliana,

atas segala jerih payah, pengorbanan dan kasih sayang tulus telah melahirkan,

membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril

dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang mencapai cita-cita. Tidak

akan pernah bias penulis membalas jasa-jasa ayahanda dan ibunda. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkah kesehatan yang baik,

rahmat dan karunia kepada ayahanda dan ibunda.

Terima kasih dan rasa hormat sebesar-besarnya kepada abang kandung Albert Kam dan adik tercinta merriani beserta keluarga yang telah banyak memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan,

dengan semua ini penulis dapat sampai pada titik ini, yang tak lain adalah

pencapaian keluarga besar yang dicita-citakan bersama.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima

kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu, yang

telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan

maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan limpahan rahmat

dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bemanfaat

bagi kita dan masyarakat.

Medan, April 2012


(11)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar…...i

Daftar Isi………vi

Daftar Tabel………..ix

Daftar Gambar...x

Daftar Singkatan………...xi

Abstract...xiii

Abstrak...xiv

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan masalah...3

1.3 Tujuan Penelitian...3

1.4 Manfaat Penelitian...3

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Hati B Kronik dan Fibrosis Hati...4

2.2 Patogenesis Fibrosis Hati...6

2.3 Penentuan Stadium Fibrosis Hati...8

2.3.1 Metode Invasif...8

2.3.2 Metode Noninvasif...11

2.3.2.1 Fibroscan.......11


(12)

2.3.2.3 Simple score (S index)...15

BAB III: KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsepsional...17

3.2. Definisi Operasional...18

3.2.1. Penyakit hati kronik...18

3.2.2. Hepatitis B kronik...18

3.2.3. Fibrosis Hati...18

3.2.4. Trombosit...18

3.2.5. AST...19

3.2.6. Albumin...19

3.2.7. GGT (Gamma-Glutamyl Transferase)...19

3.2.8. Fibroscan...20

3.2.9. Simpler score (S index)...20

3.3. Hipotesis……….20

BAB IV: METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian...21

4.2. Waktu dan tempat penelitian...21

4.3. Populasi dan Sample terjangkau...21

4.4. Besar Sampel...21

4.5. Kriteria yang dimasukkan (Inklusi)...22

4.6. Kriteria yang dikeluarkan (Eksklusi)...22


(13)

4.8. Analisa Statistik...25

4.9. Kerangka Operasional...26

4.10. Etika Penelitian...26

BAB V: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian...27

5.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian...27

5.1.2 Menilai Akurasi Nilai-nilai Prediktif Model Non-invasif S Index pada Subjek Penelitian...29

5.2. Pembahasan (Diskusi)...34

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN...39

6.2 SARAN...39

BAB VII: DAFTAR PUSTAKA...40

LAMPIRAN 1. Master Tabel...44

2. Hasil Statistik...46

3. Lembaran Penjelasan Kepada Subjek...52

4. Formulir Persetujuan Penjelasan...54

5. Form Data Peserta Penelitian...55

6. Persetujuan Komite Etik...56


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Indeks Aktivitas Histologik (HAI)...8

Tabel 2.2. Hubungan antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis Kronik dengan menyingkirkan fibrosis...9

Tabel 2.3. Aktivitas peradangan portal dan lobular...9

Tabel 2.4. Fibrosis (Sistem skoring METAVIR)...10

Tabel 2.5. Nilai cut off S index berdasarkan penelitian...15

Tabel 5.1. Parameter Klinis, biokimia dan Fibrosis Hati dari Subjek Studi...28

Tabel 5.2. Nilai Prediktif dari Model Prediktif dalam Diagnosis Significant Fibrosis, Advanced Fibrosis dan Sirosis pada Subjek Penyakit Hati B Kronik...32


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Transien elastografi (Fibroscan)...13 Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian...17 Gambar 4.1. Kerangka Operasional...26 Gambar 5.1. Kurva ROC S Index dalam prediksi significant fibrosis pada subjek penyakit hati B kronik...33 Gambar 5.2. Kurva ROC S Index dalam prediksi advanced fibrosis pada subjek penyakit hati B kronik...33 Gambar 5.3. Kurva ROC S Index dalam prediksi sirosis hati pada subjek penyakit hati B kronik...34


(16)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Nama Penulisan Pertama Kali

Pada Halaman

NASH Non Alcoholic Steatohepatitis 1

kPa kiloPascals 2

SLFG Shanghai Liver Fibrosis Group 2

HCC Hepatocellular carcinoma 4

MES Matriks Ekstraselular 4

GGT Gamma-Glutamil Transferase 5

HSC Hepatic Stellate Cells 7

TGF-b1 Transforming Growth Factor-b1 7

HAI Histological Activity Index 8

AUROCs Area Under Receiver Operating Characteristics 11

PPV Positive Predictive Values 12

NPV Negative Predictive Values 12

Se Sensitivity 12


(17)

AST Aspartate Amino Transferase 14

ALT Alanine Amino Transferase 14

S index Simple Score 15

PLT Platelet 15

ALB Albumin 15

HA Hyaluronic Acid 16

A2M Alfa 2 Makroglobulin 16

DA Diagnostic accuracy 25

LR+ Positive Likelihood Ratios 25

LR- Negative Likelihood Ratios 25


(18)

ACCURACY OF SIMPLER SCORE PREDICTS LIVER FIBROSIS BASED ON FIBROSCAN IN PATIENTS WITH CHRONIC B LIVER DISEASE

Katharine, Lukman Hakim Zain

Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal Medicine, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: A great interest has been dedicated to the development of noninvasive predictive models in recent years to substitute liver biopsy for fibrosis assessment and follow-up. Kun Zhou, et al proposed S index, a simpler model consisting of routine laboratory markers for predicting liver fibrosis in patients with chronic B liver disease in order to optimize their clinical management.

Objective: To investigate the accuracy and predictive value of S index based on fibroscan for predicting liver fibrosis in patients with chronic B liver disease.

Methods: Fifty two patients, confirmed chronic hepatitis B, underwent fibroscan in division of Gastroenterology and hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained from those 52 patients since July 2011 until Jan 2012, analyzed for GGT, PLT, ALB activity, and the S index score was computed. Liver fibrosis pathology was staged according to a defined system on a scale of F0 to F4 in fibroscan. We used predictive values to assess the accuracy of S index scores.

Results: S index was successfully identifying 100% significant fibrosis from 29 patients with sensitivity of 90.63% and specificity 100%, together, 71.2% of the total 52 patients could be identified correctly, only 5.7% were misidentified. S index in advanced fibrosis has 96,4% sensitivity, 100% specificity & PPV, 94,7% NPV. S index could also accurately predict the absence or presence of cirrhosis in 85% patients, with NPV of 95% and PPV of 85%, respectively. AUROC value for each significant, advanced fibrosis and cirrhosis was 0.953, 0.982, and 0.904, respectively.

Conclusion: The S index, a simpler mathematical model consisting of routine laboratory markers predicts significant fibrosis, advanced fibrosis and cirrhosis in patients with chronic B liver disease with a high degree of accuracy, potentially decreasing the need for liver biopsy.

Key words: S index, fibroscan, liver fibrosis, chronic B liver disease

Name : dr. Katharine

Address : Jl. Asia No. 256-H, Medan

Institution : Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara Medan Email : Medical_heartsutra@yahoo.com


(19)

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN SIMPLER SCORE (S INDEX)

TERHADAP FIBROSCAN PADA PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK Katharine, Lukman Hakim Zain

Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRAK

Latar Belakang: Dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian yang besar telah didedikasikan bagi pengembangan model prediksi noninvasif dalam mensubstitusi biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Kun Zhou, dkk telah mengusulkan S index, sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan penyakit hati B kronis dalam rangka mengoptimalkan manajemen klinisnya.

Tujuan: Untuk menilai akurasi dan nilai prediktif dari S index yang berbasiskan fibroscan dalam memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan penyakit hati B kronik.

Metode: Lima puluh dua pasien dengan penyakit hati B kronik, menjalani fibroscan di divisi Gastroenterologi dan hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan. Serum diambil dari 52 pasien sejak Juli 2011 sampai Jan 2012, dianalisa aktivitas serum GGT, PLT, ALB, dan skor S index kemudian dikalkulasi. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem penilaian Fibroscan dari skala F0 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai akurasi skor S index.

Hasil: S index berhasil mengidentifikasi 100% significant fibrosis dari 29 pasien dengan sensitivitas 90.63% dan spesifisitas 100%, secara keseluruhan, 71.2% dari total 52 pasien dapat diidentifikasi secara akurat, hanya 5.7% yang misidentifikasi. S index dalam advanced fibrosis

meimiliki sensitivitas 96,4%, spesifisitas & PPV 100%, NPV 94,7%. S index juga dapat secara akurat memprediksi ada tidaknya sirosis pada 85% pasien, dengan NPV 95% dan PPV 85%. Nilai AUROC untuk masing-masing significant, advanced fibrosis dan sirosis adalah 0.953, 0.982, dan 0.904.

Kesimpulan: S index, sebuah model matematis sederhana yang berisikan petanda laboratorium rutin, dapat memprediksi significant fibrosis, advanced fibrosis dan sirosis pada pasien penyakit hati B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, berpotensial menurunkan keperluan biopsi hati.

Kata Kunci: S index, fibroscan, fibrosis hati, penyakit hati B kronik

Nama : dr. Katharine

Alamat : Jl. Asia No. 256-H, Medan

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Email : Medical_heartsutra@yahoo.com


(20)

ACCURACY OF SIMPLER SCORE PREDICTS LIVER FIBROSIS BASED ON FIBROSCAN IN PATIENTS WITH CHRONIC B LIVER DISEASE

Katharine, Lukman Hakim Zain

Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal Medicine, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: A great interest has been dedicated to the development of noninvasive predictive models in recent years to substitute liver biopsy for fibrosis assessment and follow-up. Kun Zhou, et al proposed S index, a simpler model consisting of routine laboratory markers for predicting liver fibrosis in patients with chronic B liver disease in order to optimize their clinical management.

Objective: To investigate the accuracy and predictive value of S index based on fibroscan for predicting liver fibrosis in patients with chronic B liver disease.

Methods: Fifty two patients, confirmed chronic hepatitis B, underwent fibroscan in division of Gastroenterology and hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained from those 52 patients since July 2011 until Jan 2012, analyzed for GGT, PLT, ALB activity, and the S index score was computed. Liver fibrosis pathology was staged according to a defined system on a scale of F0 to F4 in fibroscan. We used predictive values to assess the accuracy of S index scores.

Results: S index was successfully identifying 100% significant fibrosis from 29 patients with sensitivity of 90.63% and specificity 100%, together, 71.2% of the total 52 patients could be identified correctly, only 5.7% were misidentified. S index in advanced fibrosis has 96,4% sensitivity, 100% specificity & PPV, 94,7% NPV. S index could also accurately predict the absence or presence of cirrhosis in 85% patients, with NPV of 95% and PPV of 85%, respectively. AUROC value for each significant, advanced fibrosis and cirrhosis was 0.953, 0.982, and 0.904, respectively.

Conclusion: The S index, a simpler mathematical model consisting of routine laboratory markers predicts significant fibrosis, advanced fibrosis and cirrhosis in patients with chronic B liver disease with a high degree of accuracy, potentially decreasing the need for liver biopsy.

Key words: S index, fibroscan, liver fibrosis, chronic B liver disease

Name : dr. Katharine

Address : Jl. Asia No. 256-H, Medan

Institution : Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara Medan Email : Medical_heartsutra@yahoo.com


(21)

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN SIMPLER SCORE (S INDEX)

TERHADAP FIBROSCAN PADA PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK Katharine, Lukman Hakim Zain

Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRAK

Latar Belakang: Dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian yang besar telah didedikasikan bagi pengembangan model prediksi noninvasif dalam mensubstitusi biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Kun Zhou, dkk telah mengusulkan S index, sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan penyakit hati B kronis dalam rangka mengoptimalkan manajemen klinisnya.

Tujuan: Untuk menilai akurasi dan nilai prediktif dari S index yang berbasiskan fibroscan dalam memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan penyakit hati B kronik.

Metode: Lima puluh dua pasien dengan penyakit hati B kronik, menjalani fibroscan di divisi Gastroenterologi dan hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan. Serum diambil dari 52 pasien sejak Juli 2011 sampai Jan 2012, dianalisa aktivitas serum GGT, PLT, ALB, dan skor S index kemudian dikalkulasi. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem penilaian Fibroscan dari skala F0 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai akurasi skor S index.

Hasil: S index berhasil mengidentifikasi 100% significant fibrosis dari 29 pasien dengan sensitivitas 90.63% dan spesifisitas 100%, secara keseluruhan, 71.2% dari total 52 pasien dapat diidentifikasi secara akurat, hanya 5.7% yang misidentifikasi. S index dalam advanced fibrosis

meimiliki sensitivitas 96,4%, spesifisitas & PPV 100%, NPV 94,7%. S index juga dapat secara akurat memprediksi ada tidaknya sirosis pada 85% pasien, dengan NPV 95% dan PPV 85%. Nilai AUROC untuk masing-masing significant, advanced fibrosis dan sirosis adalah 0.953, 0.982, dan 0.904.

Kesimpulan: S index, sebuah model matematis sederhana yang berisikan petanda laboratorium rutin, dapat memprediksi significant fibrosis, advanced fibrosis dan sirosis pada pasien penyakit hati B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, berpotensial menurunkan keperluan biopsi hati.

Kata Kunci: S index, fibroscan, fibrosis hati, penyakit hati B kronik

Nama : dr. Katharine

Alamat : Jl. Asia No. 256-H, Medan

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Email : Medical_heartsutra@yahoo.com


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hati kronik merupakan masalah global yang melibatkan proses destruksi

yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati yang sering berlanjut pada sirosis hati

dan hepatoselular karsinoma. Penyebab utama fibrosis hati antara lain adalah infeksi

kronis dari virus B dan C, peminum alkohol, dan non alcoholic steatohepatitis (NASH).

Deteksi dan penentuan stadium fibrosis hati adalah proses yang penting dalam

manajemen pasien dengan penyakit hati kronis. Biopsi hati sebagai metode invasif masih

sebagai baku emas dalam menegakkan diagnosis derajat fibrosis. Namun, kesulitan yang

dihadapi adalah gambaran klinis tidak selalu sesuai dengan gambaran derajat fibrosis dan

tidak semua penderita bersedia untuk dibiopsi. Selain itu, limitasi pada biopsi dapat

dijumpai dengan adanya variasi hasil biopsi intra- dan inter-observer serta adanya kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel (sampling error)

(Craja, 2010), (Grigorescu, 2010).

Karena begitu banyak hambatan-hambatan yang dialami dengan metode invasif

ini, banyak penelitian yang mencoba mendiagnosis derajat fibrosis dengan metode yang

noninvasif.

Pada beberapa tahun belakangan ini, usaha telah dilakukan dalam pengembangan

model-model prediktif noninvasif yang berkorelasi dengan stadium fibrosis. Saat ini telah

ditemukan alat untuk menilai derajat fibrosi hati dengan teknik noninvasif. Teknik ini


(23)

Fibroscan. Teknik imaging terbaru Fibroscan telah menunjukkan keunggulannya dalm menentukan derajat fibrosis hati dengan akurasi yang tinggi. Namun, biaya pemeriksaan

dengan alat tersebut mahal dan sulit dijangkau sebagai tes rutin pada kebanyakan unit

klinik seluruh dunia. Alat ini mampu untuk menentukan stadium fibrosis hati lebih

sensitif dengan mengukur rerata kekakuan hati dihubungkan terhadap derajat fibrosis

dalam kiloPascals (kPa). Fibrosis hati diukur oleh Fibroscan secara signifikan, sesuai dengan derajat biopsi hati. Ketelitian diagnostik Fibroscan lebih tinggi dibandingkan dengan penanda biokimia untuk menilai derajat fibrosis hati. Keuntungan Fibroscan ialah cepat, tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi lebih sedikit dibandingkan dengan

biopsi hati (Kwang, et al., 2010).

Hepatitis B kronik merupakan penyebab infeksius tersering pada penyakit hati

kronik di dunia. Model prediktif didesain secara khusus untuk pasien hepatitis B kronik

telah dimintakan oleh Shanghai Liver Fibrosis Group (SLFG), Hui et al. dan Mohamadnejad et al. Namun sedikit dari model-model yang telah disebutkan diatas yang diimplementasikan dan divalidasikan secara luas pada praktikal klinis (Leroy, et al.,

2007), (Lai, et al., 2003), (Zeng, et al., 2005).

Pada penelitian ini peneliti bermaksud untuk menilai korelasi fibrosis hati dengan

model yang simpel dan noninvasif dalam memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan

infeksi virus hepatitis B yang kronis berdasar pada marker (petanda) rutin laboratorium

dan membandingkannya dengan fibroscan untuk penyediaan referensi dalam hal pengenalan model prediktif noninvasif dalam manajemen klinikal pada pasien dengan


(24)

1.2 Perumusan masalah

Apakah Simpler score (S index) dapat memprediksi derajat fibrosis hati secara akurat pada pasien penyakit hati B kronik.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui keakuratan Simpler score (S index) dalam memprediksi derajat fibrosis hati pada pasien penyakit hati B kronik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Untuk menilai keakuratan model sederhana dan noninvasif yang berisikan

petanda laboratorium rutin dalam memprediksi derajat fibrosis hati pada

pasien penyakit hati B kronik dengan tujuan untuk mengoptimalisasi

manajemen klinis.

1.4.2. Mengevaluasi adanya persamaan hasil dari kombinasi dua metode

noninvasif (S index dan Fibroscan) dalam memprediksi derajat fibrosis

hati pada pasien penyakit hati B kronik.

1.4.3. Mengurangi keperluan tes-tes yang kompleks dan pengeluaran (biaya)

ekstra.

1.4.4. Mereduksi keperluan biopsi hati dalam identifikasi signifikan fibrosis &


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Hati B Kronik dan Fibrosis Hati

Hepatitis B kronis merupakan masalah kesehatan besar secara global dan merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas dengan timbulnya sirosis hati dan HCC (Hepatocellular carcinoma) (Craja, 2010). Di Asia, sebagian besar pasien hepatitis B kronis mendapat infeksi pada masa perinatal (Grigorescu, 2010).

Penyakit hati kronik merupakan suatu proses penyakit hati yang melibatkan

proses destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati yang pada akhirnya

akan menuju terjadinya fibrosis dan sirosis (Craja , 2010). Fibrosis hati adalah akumulasi

interstisial atau jaringan parut matriks ekstraselular (MES) setelah jejas hati akut atau

kronik (Grigorescu, 2010), (Kwang, et al., 2010). Deteksi dan penentuan stadium fibrosis

hati adalah proses yang penting dalam manajemen pasien dengan penyakit hati kronis.

Sampai sekarang ini biopsi hati masih merupakan metode standar dalam menentukan

stadium fibrosis, namun biopsi sendiri memiliki kelemahan dimana biopsi merupakan

tindakan invasif dan berhubungan dengan kemungkinan timbulnya beberapa komplikasi

dan ketidaknyamanan (Kwang, et al., 2010), (Kun, et al., 2010).

Teknik imaging terbaru Fibroscan telah menunjukkan keunggulannya dalm menentukan derajat fibrosis hati dengan akurasi yang tinggi (Kun, et al., 2010), (Ziol, et

al., 2005). Namun, biaya pemeriksaan dengan alat tersebut mahal dan sulit dijangkau


(26)

Pada beberapa tahun belakangan ini, usaha telah dilakukan dalam pengembangan

model-model prediktif noninvasif yang berkorelasi dengan stadium fibrosis. Salah satu

dari model prediktif noninvasif yang pertama kali dikembangkan bagi pasien dengan

hepatitis C kronik adalah Fibrotest yang mencakup a2-makroglobulin, haptoglobin, g-glutamiltransferase (GGT), apolipoprotein A1 dan total bilirubin (Kun, et al., 2010),

(Imbert-Bismut, et al., 2001). Fibrotest dapat mengidentifikasi significant fibrosis pada hepatitis C kronik dengan nilai prediktif positif maupun negatif yang tinggi. Namun,

dengan adanya pertimbangan biaya pengeluaran dan penggunaan parameter yang tidak

umum telah mengurangi kepraktisan dalam hal penggunaan Fibrotest (Kun, et al., 2010).

Beberapa tahun kemudian, Forns’ score (usia, GGT, kolesterol, platelet, dan protrombin)

(Kun, et al., 2010), (Forns, et al., 2002) dan APRI index (AST dan platelet) (Kun, et al.,

2010), (Wai, et al., 2003) menutupi kekurangan ini melalui penggunaan tes laboratorium

yang standar pada model prediktif mereka. Model-model prediktif lainnya yang

kemudian muncul mencakup ELF-score (Kun, et al., 2010), (Rosenberg, et al., 2004),

Hepascore (Kun, et al., 2010), (Adams, et al., 2005) dan Fibrometer (Kun, et al., 2010), (Cales, et al., 2005). Validasi dari penelitian kohort model-model ini pada pasien hepatitis

C kronik menunjukkan informasi yang dapat dipercayai untuk fibrosis hati pada sekitar

sepertiga dari pasien. Namun, APRI dan Forns’ score, walaupun sedikit kurang akurat, namun memberi keuntungan dengan kemudahannya dalam penggunaannya (Kun, et al.,

2010), (Bourliere, et al., 2006), (Leroy, et al., 2007).

Hepatitis B kronik merupakan penyebab infeksius tersering pada penyakit hati

kronik di dunia. Lebih dari 400 juta orang menderita penyakit hepatitis kronik yang


(27)

terhadap lebih dari 300.000 kasus kanker hati tiap tahunnya dan dengan jumlah yang

sama untuk timbulnya perdarahan gastrointestinal dan asites (Lai, et al., 2003). Model

prediktif didesain secara khusus untuk pasien hepatitis B kronik telah dimintakan oleh

Shanghai Liver Fibrosis Group (SLFG) (Zeng, et al., 2005), Hui et al (Hui, et al., 2005). dan Mohamadnejad et al(Mohamadnejad, et al., 2006). Namun sedikit dari model-model yang telah disebutkan diatas yang diimplementasikan dan divalidasikan secara luas pada

praktikal klinis (Kun, et al., 2010).

2.2 Patogenesis Fibrosis Hati

Fibrosis hati adalah akumulasi interstisial atau jaringan parut matriks ekstraselular

(MES) setelah jejas hati akut atau kronik (Grigorescu, 2010), (Kwang, et al., 2010).

Fibrosis hati akan berlanjut menyebabkan kerusakan arsitektur hati, gangguan fungsi hati

dan pembentukan nodul dengan proses akhir sebagai sirosis hati. Di Amerika Serikat

prevalensinya mencapai 360.000 kasus per tahun. Di Indonesia, pada penelitian oleh

Tarigan dkk, diperoleh angka kejadian sirosis hati sebesar 72,7% dari seluruh kasus

penyakit hati yang dirawat inap. Perbandingan jumlah kasus antara pria dan wanita

sebesar 2,2 : 1 dan kasus terbanyak terjadi pada usia dekade kelima (Amirudin, 2007).

Patogenesis fibrosis hati merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang

diakibatkan oleh respon penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut dan

merupakan proses lanjut penyakit hati kronis. Patogenesis fibrosis hati melibatkan

Hepatic Stellate Cells (HSC) sebagai sel utama, sel Kupffer, bermacam-macam mediator, sitokin, growth factors dan inhibitornya serta berbagai jenis kolagen. Proses fibrosis hati dikaitkan dengan respon inflamasi terhadap Hepatic Stellate Cells dan adanya akumulasi


(28)

matriks ekstraselular (Amirudin, 2007). Fibrosis hati dimulai dengan aktivasi Hepatic Stellate Cells yang meliputi 3 fase yaitu initiation phase, perpetuation phase dan

resolution phase, sampai terjadinya akumulasi jaringan ikat patologis. Prosesnya meliputi interaksi antara Hepatic Stellate Cells dengan sel-sel pertahanan tubuh seperti leukosit dan sel Kupffer, pelepasan berbagai mediator inflamasi, sitokin dan growth factors

terutama TGF-b1, berbagai oksidan dan peroksida lipid, perubahan komposisi matriks

ekstraselular dan degradasinya, dan diakhiri inaktivasi Hepatic Stellate Cells serta apoptosis (Kun, et al., 2010) ,(Amirudin, 2007).

Diagnosis fibrosis hati didasarkan pada diagnosis penyakit dasar, aktivasi Hepatic Stellate Cells dengan berbagai penandanya, pemeriksaan degradasi matriks ekstraselular dan enzim yang berperan, serta adanya fibrosis yang dapat dinilai secara pasti dengan

biopsi hati (Amirudin, 2007). Adapun gambaran histopatologik hepatitis B kronik dimana

pada segitiga portal terdapat infiltrasi sel radang terutama limfosit dan sel plasma , dapat

terjadi fibrosis yang makin meningkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel

radang dapat masuk ke dalam lobulus sehingga terjadi erosi limitting plate, sel-sel hati dapat mengalami degenerasi baluning dan dapat terjadi badan asidofil (acidophilic bodies) (Soemohardjo dan Gunawan, 2009).

Untuk menilai derajat keparahan hepatitis serta untuk menentukan prognosis,

dahulu gambaran histopatologik hepatitis B kronik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik aktif dan hepatitis kronik lobular. Klasifikasi

di atas telah dipakai berpuluh-puluh tahun oleh para ahli di seluruh dunia tetapi ternyata

kemudian tidak bisa dipertahankan lagi karena terlalu kasar dan hasilnya sering


(29)

2.3 Penentuan Stadium Fibrosis Hati 2.3.1 Metode Invasif

Berbagai jenis sistem scoring telah dipakai untuk menilai stadium fibrosis hati dari hasil biopsi. Salah satu klasifikasi histologik untuk menilai aktivitas peradangan

yang terkenal adalah Histological Activity Index (HAI), yang ditemukan oleh Knodell pada tahun 1981, yang dapat dilihat pada Tabel1. Dengan demikian skor HAI yang

mungkin adalah 0-18. Pada tabel 2 dapat dilihat hubungan antara skor indeks aktivitas

histologik dengan derajat hepatitis kronik (Soemohardjo dan Gunawan, 2009),

(Franciscus, 2010).

Tabel 2.1. Indeks Aktivitas Histologik (HAI) (Soemohardjo dan Gunawan, 2009)

Komponen Skor

Nekrosis periportal dengan atau tanpa bridging necrosis 0-10

Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal 0-4

Inflamasi portal 0-4

Tabel 2.2. Hubungan antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis Kronik dengan menyingkirkan fibrosis (Soemohardjo dan Gunawan, 2009)

HAI Diagnosis

1-3 Minimal


(30)

9-12 Sedang

13-18 Berat

Belakangan dibuat suatu pembagian baru berdasarkan skor yang menunjukkan

intensitas nekrosis (grade) dan progresi struktural penyakit hati (stage) yang dinyatakan

dalam bentuk kuantitatif yang lebih sederhana dan lebih sering dipakai. Berikut ini

rincian dari sistem skor tersebut: (Amirudin, 2007), (Soemohardjo dan Gunawan, 2009),

(Franciscus, 2010)

Tabel 2.3. Aktivitas peradangan portal dan lobular (Amirudin, 2007), (Soemohardjo dan Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010)

Grade Patologi

0 Tidak ada peradangan portal atau peradangan portal minimal

1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa nekrosis

2 Limitting plate necrosis ringan (Interface Hepatitis ringan) dengan atau nekrosis lobular yang bersifat fokal

3 Limitting plate necrosis sedang (Interface Hepatitis sedang) dan atau nekrosis fokal berat (Confluent necrosis)

4 Limitting plate necrosis berat (Interface Hepatitis berat) dan atau


(31)

Tabel 2.4. Fibrosis (Sistem skoring METAVIR) (Amirudin, 2007), (Soemohardjo dan Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010)

Stage Patologi

0 Tidak ada fibrosis

1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar

2 Pembentukan septa periportal atau septa portal-portal dengan arsitektur

yang masih utuh

3 Distorsi arsitektur (Fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas

4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis

Baku emas untuk mendiagnosis fibrosis hati adalah biopsi hati, oleh karena

berbagai kendala sehingga dikembangkan berbagai jenis pemeriksaan untuk membantu

menutupi kelemahan pemeriksaan tersebut. Bukti-bukti penelitian biomolekuler dalam

dua dekade terakhir menunjukkan bahwa sirosis hati dapat reversibel, hal ini memberikan

harapan untuk memperbaiki penatalaksanaan fibrosis hati (Grigorescu, 2010), (Kwang, et


(32)

2.3.2 Metode Noninvasif 2.3.2.1 Fibroscan

Fibroscan merupakan suatu teknologi elastrografi yang mampu menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata kekakuan hati dimana

kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis. Keuntungan fibroscan ialah noninvasif, cepat , tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi lebih sedikit

dibandingkan dengan biopsi hati (Grigorescu, 2010), (Al-Ghamdi, 2010).

Beberapa penelitian yang luas baru-baru ini, telah menunjukkan bahwa

pengukuran pengerasan hati dengan fibroscan merupakan alternatif yang baik pada biopsi hati. Derajat fibrosis hati dapat diukur dengan mudah dan andal pada lebih dari 95%

pasien. Pada pasien sirosis, pengukuran kekakuan hati berkisar antara

12,5-75,5 kPa. Namun, relevansi klinis dari nilai-nilai ini tidak diketahui. Bedossa, dkk tahun

1996 menyatakan nilai fibroscan berkisar 2,4-75,4 kilopascal dengan nilai Cut-off adalah 7,1 kPa untuk F ≥ 2; 9,5 kPa untuk F ≥3; dan 12,5 kPa untuk F = 4 (didefinisikan menurut sistem klasifikasi METAVIR) (Al-Ghamdi, 2010). Ketelitian

fibroscan 91,2% lebih tinggi dibandingkan dengan biopsi hati. Gomez Dominguez dkk tahun 2006 meneliti bahwa fibroscan memiliki nilai sensitifitas 85% untuk menilai fibrosis hati dengan nilai cut offs 4,0 kPa. AUROCs (interval kepercayaan 95%) adalah 0,80 (0,75-0,84) untuk pasien dengan significant fibrosis (F> 2); 0,90 (0,86-0,93) untuk pasien dengan advanced fibrosis (F3) dan 0,96 (0,94-0,98) untuk pasien dengan sirosis (F4). Dengan menggunakan nilai cut-off 17,6 kPa, pasien dengan sirosis, terdeteksi dengan nilai prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV)


(33)

Erhardt dkk. menemukan bahwa hasil fibroscan berkorelasi positif dengan skor histologi fibrosis hati pada 147 pasien (r = 0,8, 95% derajat kepercayaan

(Confidence Interval): 0,72-0,85; P value < 0,001). AUROCs

adalah 0,91 untuk ≥ F3 fibrosis (95% CI: 0,85-0,96) dan 0,94 untuk sirosis (95% CI: 0,90-0,98). Dengan menggunakan nilai cut-off 13 kPa untuk mendeteksi sirosis hati, akan didapati sensitivitas 90%, spesifisitas 82%, PPV 71%

dan NPV sebesar 95% (Al-Ghamdi, 2010).

Ganne-Carri dan kelompoknya menilai keakuratan pengukuran pengerasan

hati dengan fibroscan untuk diagnosis sirosis pada 1.257 pasien penyakit hati kronis dengan berbagai sebab. Setelah mengeksklusi pasien yang tidak cocok

sebagai spesimen biopsi (132 pasien) dan mereka yang pengukuran pengerasan

hatinya tidak representatif (118 pasien), didapati hasil AUROC adalah

0,95 (95% CI, 0,93-0,96) untuk diagnosis sirosis. Diperoleh nilai cut-offfibroscan dengan akurasi diagnosis yang optimal adalah 14,6 kPa (PPV dan NPV: 74% dan 96%,

masing-masing). Mereka kemudian menyimpulkan bahwa fibroscan adalah metode yang dapat diandalkan untuk diagnosis sirosis pada pasien dengan penyakit hati kronis, terutama

dengan cut-off 14,6 kPa (Al-Ghamdi, 2010).

Ziol dan kelompoknya membandingkan elastografi dengan hasil

pemeriksaan histologi pada 327 pasien. Mereka menemukan bahwa

pengukuran pengerasan hati dan gradasi fibrosis berkorelasi dengan baik, dengan nilai

cut-off optimal yang ditentukan pada 8,7 dan 14,5 kPa untuk F ≥ 2 dan F = 4 (Al-Ghamdi, 2010).


(34)

RSHAM Medan dengan merek Echosens, dan telah dioperasikan oleh Prof. dr. Lukman

Hakim Zein SpPD-KGEH. Pada penelitian ini, cut-off yang dipergunakan sesuai dengan

cut-off dari Ledinghen dan Vergniol, tahun 2008 dengan nilai cut-off yang memang sesuai dengan penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya, dengan F0-1 =0- 7,1

kPa; F2 = >7,1-9,3 kPa; F3 = >9,3-14,5 kPa; F4 = >14,5 kPa.


(35)

2.3.2.2 Petanda (marker) biokimia

Serum marker dapat digunakan untuk menentukan fibrosis hati. Serum marker

untuk fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok yaitu petanda langsung dan tidak langsung:

(Grigorescu, 2009), (Amirudin, 2007)

A. Petanda tidak langsung

Studi studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda noninvasif untuk

memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita hepatitis kronis,

seperti :

1. Rasio AST/ALT ( indeks AAR: Rasio AST/ALT lebih besar dari 1 dengan

kuat menyarankan sirosis dengan sensitivitas 78% dan spesifisitas 97%

2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protombin, GGT dan

apolipoprotein A1 (PGA).

3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2 globulin,

gamma globulin, apolipoprotein A1, gamma GT, dan bilirubin total.

4. Acti Test, pemeriksaan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan ALT

5. Skor Forns ( indeks Forns), berdasarkan 4 variabel umum dijumpai di kloinik

meliputi jumlah trombosit, umur, level kolesterol, dan GGT.

6. Rasio AST/trombosit (indeks APRI), model ini konsisten dan objektif pada

laboratorium rutin pasien pasien dengan hati kronis.

7. Fibroindex menggunakan variable trombosit, AST dan YGlobulin.

8. Kombinasi AST,INR, trombosit( indeks GUCI).

9. Simple score (S index) dengan variabel GGT, platelet dan albumin. B.Petanda langsung (direct marker)


(36)

Petanda langsung seperti : Collagen type IV, Hyaluronic acid, Procollagen III

peptide, Platelet.

2.3.2.3 Simple score (S index)

Simple score (S index) merupakan petanda fibrosis hati noninvasif, pertama kali dikemukakan oleh Kun Zhou, dkk, sebagai tes laboratorium rutin dalm memprediksi

fibrosis hati pada pasien dengan hepatitis B kronik. Simple score (S index) menggunakan variabel GGT (Gamma-Glutamyl Transferase), albumin, dan jumlah trombosit (platelet)

(Kun, et al., 2010).Rumus untuk menghitung skor adalah: (Kun, et al., 2010)

S-index = 1000 x GGT/(PLT x ALB2)

Unit dalam formula: GGT, IU/L; PLT, 109/L; ALB, g/L.

Pada penelitian Kun Zhou, dkk dinyatakan cut-off value dari S index adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5. Nilai cut off S index berdasarkan penelitian (Kun, et al., 2010)

Significant Fibrosis (F2-4)

Absence Presence

S index < 0,1 ≥ 0,5

Advanced Fibrosis (F3-4)

Absence Presence


(37)

Cirrhosis (F4)

Absence Presence

S index < 0,3 ≥ 1,5

Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (Kun, et al., 2010) dalam memprediksi

significant fibrosis, AUROCs adalah 0.812 (S index), 0.808 (SLFG model), 0.778 (Fibrometer), 0.765 (Hepascore), 0.735 (Hui model), 0.719 (Forns score) dan 0.717

(APRI), dalam memprediksi advanced fibrosis, AUROCs adalah 0.890 (S index), 0.887 (SLFG model), 0.876 (Fibrometer), 0.873 (Forns score), 0.872 (Hui model), 0.818

(Hepascore) dan 0.817 (APRI), dalam memprediksi sirosis, AUROCs adalah 0.936 (Hui

model), 0.890 (S index), 0.888 (Forns score), 0.872 (SLFG model), 0.836 (Fibrometer),

0.790 (APRI) dan 0.780 (Hepascore).

Pada penelitian (Kun, et al., 2010) dinyatakan bahwa pada umumnya model

noninvasif dapat dibagi atas 2 jenis, yakni model yang hanya mencakup tes rutin

sederhana (S index, Hui model, Forns score dan APRI) dan model yang mencakup tes

spesial seperti HA/ asam hialuronat dan A2M/ alfa 2 makroglobulin (SLFG model,

Fibrometer dan Hepascore). Secara kasar dapat dinyatakan bahwa model dengan tes

spesial akan memiliki AUROC yang lebih tinggi dibandingkan tes sederhana, terutama

dalam mengidentifikasi significant fibrosis. Namun pada model yang dikonstruksikan pada pasien hepatitis B kronik didapatkan hasil yang lebih superior bila dibandingkan


(38)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsepsional

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

S INDEX

Non significant fibrosis (F0-1)

Significant Fibrosis (F2-4)

Advanced Fibrosis (F3-4)

Sirosis (F4)

FIBROSCAN

F0-1

F2

F3


(39)

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penyakit hati kronik

Penyakit hati kronik merupakan suatu proses penyakit hati yang

melibatkan proses destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim

hati yang pada akhirnya akan menuju terjadinya fibrosis dan sirosis,

ditandai secara klinis lekas capek, hepatomegali dan kelainan laboratorium

yaitu meningkatnya transaminase dan bilirubin baik terus menerus ataupun

berfluktuasi selama 6 bulan.

3.2.2. Hepatitis B kronik

Penyakit infeksi pada hati oleh virus hepatitis B pada pasien dengan viral

marker HbsAg menetap selama minimal 6 bulan.

3.2.3. Fibrosis Hati

Fibrosis hati.merupakan suatu keadaan patologis yang terjadi akibat

kerusakan hati yang kronis dan adanya ketidakseimbangan antara sintesis,

dan perusakan serabut kolagen. Bila sintesis lebih meningkat, fibrosis

akan progresif. Struktur lobulus hati masih utuh karena belum dijumpai

bentuk pseudolobule. Fibrosis hati juga ditandai dengan adanya akumulasi

interstisial atau jaringan parut matriks ekstraselular (MES) setelah jejas

hati akut atau kronik.

3.2.4. Trombosit


(40)

sumsum tulang, suatu sel besar dengan 8 sampai 32 nukleu. Secara

fisiologis berperan dalam hemostatis, berfungsi menghentikan perdarahan

pada permulaan dan pada luka kecil dapat menyebabkan hemostatis yang

menetap. Trombosit tidak melekat pada sel endotel vaskular normal, tapi

pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.

3.2.5. AST

AST ( Aspartate Aminotransferase ) adalah enzim yang terdapat dalam sel

hati tetapi terdapat juga dalam sel jantung, otot skletal, ginjal otak,

pankreas, limpa dan paru. Enzim ini akan dikeluarkan ke sirkulasi apabila

terjadi kerusakan atau kematian sel. Tingginya kadar enzim ini

berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel. Kerusakan sel akan

diikuti dengan peningkatan kadar AST dalam 12 jam dan tetap meningkat

selama 5 hari.

3.2.6. Albumin

Albumin merupakan substansi terbesar dari protein yang diproduksi oleh

hati dari asam amino yang diambil dari makanan. Albumin berfungsi

dalam mengatur tekanan onkotik, pengangkut nutrisi, hormon, asam lemak,

dan zat sisa. Pada penyakit hati dapat terjadi penurunan kadar albumin.

3.2.7. GGT (Gamma-Glutamyl Transferase)

Enzim GGT terutama terdapat di hati, ginjal dan pankreas. Enzim ini

diperiksa untuk menentukan disfungsi sel hati dan mendeteksi penyakit

hati yang diinduksi alkohol. Aktivitas GGT meningkat pada semua bentuk


(41)

prostat dan metastase kanker payudara dan kolon ke hati.

3.2.8. Fibroscan

Fibroscan merupakan suatu teknologi elastografi yang mampu menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata

kekakuan hati dimana kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis.

Fibroscan yang dipergunakan telah tersedia di RSHAM medan dengan

merek Echosens, dan akan dioperasikan oleh Prof. dr. Lukman Hakim

Zein SpPD-KGEH.

3.2.9. Simpler score (S index)

S index (S-index: 1000 x GGT/(PLT x ALB2)) adalah suatu pemeriksaan

nonivasif sebagai petanda awal fibrosis hati dengan menggunakan variabel

GGT, albumin dan trombosit/platelet.

3.3. Hipotesis

Simpler score (S index) dapat memprediksi derajat fibrosis hati secara akurat pada pasien penyakit hati B kronik.


(42)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara potong lintang (Cross sectional study) dan

merupakan suatu uji diagnostik. Penelitian akan dilaksanakan setelah mendapat

clearance dari Komite Etik.

4.3. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai Juli 2011 s/d Januari 2012, di Ruang Rawat Inap dan Poli

Penyakit Dalam RS H.Adam Malik Medan serta di beberapa klinik gastroenterolog di

Medan.

4.3. Populasi dan Sample terjangkau

Populasi adalah semua penderita Hepatitis B kronik.

Sampel adalah semua populasi penderita Hepatitis B kronik yang dirawat di Rumah

Sakit H Adam Malik Medan dan beberapa klinik gastroenterolog di Medan.

4.4. Besar Sampel

Rumus perhitungan besar sample untuk penelitian uji hipotesis:


(43)

n = besar sample minimum

Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu Z1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu P0 = proporsi di populasi

Pa = Perkiraan proporsi di populasi

Pa-P0 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di

populasi

P0= 0,36

Pa-P0= 0,25 Perkiraan besar sampel minimal 39 orang

Zα= 1,96 α=0,05 Zβ= 1,282 β=0,10

4.5. Kriteria yang dimasukkan (Inklusi)

Penderita penyakit hati kronik yang disebabkan oleh virus hepatitis B dengan viral

marker (+), baik wanita maupun pria berusia 18 tahun ke atas dan bersedia ikut

dalam penelitian.

4.6. Kriteria yang dikeluarkan (Eksklusi)

Koinfeksi dengan HIV atau HCV, konsumsi alkohol > 30 g/hari, penyebab lain

penyakit hati kronik, sirosis hepatis stadium decompensata dan pasien dengan gagal

ginjal.

4.7. Bahan dan Prosedur Penelitian

Pemeriksaan sampel darah pada seluruh pasien akan dilaksanakan di laboratorium


(44)

4.7.1. Pemeriksaan trombosit

a. Sampel yang diperlukan darah EDTA atau darah kapiler

b. Isi pipet dengan darah sampai garis 0,5 bila diketahui trombositopenia diisi

sampai garis I

c. Sambil menahan dengan ujung jari, isi pipet dengan Rees Ecker sampai garis

101, kemudian letakkan horizontal

d. Sambil menekan kedua ujung pipet, pipet digoyang selama 3 - menit

e. Isi kamar yang twelah ditutup dengan larutan tersebut setelah terlebih dahulu

membuang 3 tetes pertama larutan tersebut.

f. Biarkan kamar hitung selama 2 menit, kemudian trombosit dihitung dibawah

mikroskop dengan pembesaran 40x. Bidang yang dihitung adalah semua

bidang kecil sebanyak 25 buah (E). Perhitungan trombosit n x 10 x

200/mm3

4.7.2. Albumin

Sampel darah diambil untuk tes ini, yang dimana akan dimasukkan ke dalam

sentrifuge sehingga akan memisahkan bagian cairan darah dari sel-sel darah.

4.7.3. GGT (Gamma-Glutamyl Transferase)

Bahan : Serum darah

Alat yang digunakan : Kinetic assay

Substrat: (gamma-L-glutamyl)-p-nitroanilide dan glycylglycine

1. (gamma-L-glutamyl)-p-nitroanilide dan glycylglycine sebagai substrat untuk formasi GGT enzimatik dari p-nitroaniline.


(45)

3. p-nitroaniline yang terproduksi dari reaksi ini kemudian diukur dengan

spectrophotometrical dalam jarak panjang gelombang 405-410 nm.

4. Persentase formasi p-nitroaniline adalah proposional dengan aktivitas GGT.

Oleh sebab itu, konversi p-nitroaniline yang tinggi merupakan indikatif

tingginya konsentrasi GGT dalam serum.

4.7.4. AST

Bahan : Serum plasma heparin / EDTA

Alat yang digunakan : Spektrofometer

Dengan start reagent

5. Serum plasma 100 uL

6. Larutan Reagent 1000 uL

7. Campur, sesudah 1 menit tambahkan : Start reagent 250 uL

8. Campurkan dan sesudah 1 menit ukur penurunan absorbsi setiap menit

selama 3 menit.

9. Perhitungan : Aktivitas enzym = (Δ A/min ) x F IU/! ( F: 2143 ) 4.7.5. Pemeriksaan Fibroscan

a. Lobus kanan dari liver dinilai melalui bidang intercostal sementara pasien

berbaring dalam posisi terlentang dengan lengan kanan pada abduksi

maksimum.

b. Operator menempatkan tranluser ke kulit, yang telah diberi dengan


(46)

c. Operator menempatkan satu posisi liver pada ketebalan setidaknya 60 mm

dan menekan tombol akuisisi setelah area pengukuran ditentukan dengan

tepat. Kedalaman pengukuran adalah antara 25 dan 65 mm.

4.7.6. Simpler score (S index)

S index =

PLT x ALB2 1000 x GGT

Unit dalam formula: GGT, IU/L; PLT, 109/L; ALB, g/L.

4.8. Analisa Statistik

Untuk menentukan nilai diagnostik panel petanda S index, dilakukan evaluasi

berdasarkan analisis kurva ROC (Receiver Operating Characteristic) dan menilai

Sensitivity (Se), specificity (Spe), positive predictive values (PPV), negative predictive values (NPV), diagnostic accuracy (DA), positive likelihood ratios

(LR+) dan negative likelihood ratios (LR-) yang dikalkulasi berdasarkan nilai cut-off yang tertera pada publikasi / jurnal originalnya. Analisa Statistik dilakukan dengan software SPSS V15.0


(47)

4.9. Kerangka Operasional

.

Gambar 4.1. Kerangka Operasional

4.10. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Hepatitis B kronik

Anamnesa

Pemeriksaan fisik Darah rutin LFT (AST, ALT, GGT, Albumin) Viral marker

FIBROSCAN

Simpler score

(S index)

AKURASI

S INDEX


(48)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Secara keseluruhan, total dari 52 pasien dengan penyakit hati B kronik

diikutsertakan dalam studi penelitian ini. Karakteristik klinis, biokimia dan derajat

fibrosis hati pasien telah disimpulkan dan dapat dilihat pada tabel 5.1. Seluruh data yang

telah didapat kemudian dilakukan uji tes normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi dari data-data tersebut. Dari hasil uji tes normalitas diperoleh hanya data umur

yang memiliki distribusi normal sehingga dipilih mean sebagai ukuran pemusatan dan

standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran, sedangkan data-data lainnya tidak

berdistribusi normal dan ditampilkan dalam bentuk ukuran median dan nilai

minimum-maksimum. Umur rata-rata pasien adalah 47 tahun, dengan jumlah 33 pasien (63,46%)

adalah laki-laki dan sejumlah 19 pasien dengan jenis kelamin perempuan (36,54%).

Seluruh pasien tidak berada dalam keadaan sirosis hepatis dekompensata. Pada tabel 5.1

juga dapat dilihat nilai platelet pasien dengan nilai terkecil dan terbesar 20.000/mm3 dan

421.000/mm3 , nilai albumin terkecil dan terbesar masing-masing adalah 18 dan 47 g/L,

nilai GGT dengan 12 dan 371 IU/L sebagai nilai terkecil dan terbesar. Sedangkan pada

fibroscan seluruh pasien penyakit hati B kronik diperoleh angka terendah dan tertinggi masing-masing dengan nilai 4,3 kPa dan 75 kPa, dan nilai terendah serta nilai tertinggi


(49)

sebesar 0,02 dan 3,30 diperoleh pada nilai perhitungan S Index. Dari derajat fibrosis hati

yang digradasi berdasarkan fibroscan diperoleh derajat fibrosis 4 (F4) sebesar 44,2% dari keseluruhan pasien, fibrosis yang absen dan ringan (F0-F1) sebesar 28,8%, F3 dengan

persentase 17,3% dan F2 sebesar 9,6% dari seluruh pasien.

Tabel 5.1. Parameter Klinis, biokimia dan Fibrosis Hati dari Subjek Studi.

Variabel Penyakit Hati Kronik B

Pasien (n) 52

Jenis Kelamin (Lk/Pr) n (%) 33/19 (63,46/36,54)

Umur (tahun) 47,12 (SD ± 12,65)

Platelet (109/L) 142 (20-421)

Albumin (g/L) 34,2 (18-47)

GGT (IU/L) 69 (12-371)

Fibroscan (kPa) 12,6 (4,3-75)

S Index (nilai) 0,62 (0,02-3,30)

Fibrosis (fibroscan) n (%) F0-1

F2

F3

F4

15 (28,8)

5 (9,6)

9 (17,3)

23 (44,2)

Berdasarkan tes normalitas Kolmogorov-Smirnov, data umur berdistribusi normal (mean, SD), sedangkan data-data lain tidak berdistribusi normal (ukuran data median, min-max).


(50)

persentase.

5.1.2 Menilai Akurasi Nilai-nilai Prediktif Model Non-invasif S Index pada Subjek Penelitian

Nilai cut-off S index dan formulanya diterapkan sesuai dengan referensi jurnal aslinya (Kun Zhou dkk). Nilai cut-off yang dipilih dalam mengidentifikasi ada tidaknya

significant fibrosis adalah absence (S Index <0,1) dan presence (S Index ≥0,5). Nilai prediktif dari model non invasif S Index dalam identifikasi significant fibrosis, advanced fibrosis dan sirosis pada pasien dengan penyakit hati B kronik dapat dilihat pada tabel 5.2. Diantara 37 pasien yang dinyatakan mengalami significant fibrosis melalui fibroscan, hanya 3 pasien (8,1%) yang menunjukkan nilai S Index lebih rendah dari 0,1. Dengan S

index lebih rendah 0,1, 72,72% pasien dapat dinyatakan tidak mengalami significant fibrosis. Pasien dengan S index lebih dari 0,5, sebanyak 29 dari 29 pasien (100%) mengalami significant fibrosis, dan tidak adanya pasien yang diklasifikasikan secara salah pada 15 orang pasien yang tidak mengalami significant fibrosis berdasarkan

fibroscan. Secara keseluruhan, 37 (71,2%) dari total 52 pasien akan dapat diidentifikasi secara benar, hanya 3 pasien (5,7%) yang salah identifikasi oleh S Index. Sebanyak 12

pasien (23%) tidak dapat dikelompokkan dengan nilai S Index berada diantara 0,1 dan

0,5.

Melalui cut off S Index dengan absence (S Index <0,2) dan presence (S Index ≥0,6), maka dapat diprediksi kejadian advanced fibrosis. Dimana dengan S index lebih rendah 0,2, 94,74% pasien dapat dinyatakan tidak mengalami advanced fibrosis. Sebanyak 32 pasien yang dinyatakan mengalami advanced fibrosis melalui fibroscan, hanya 1 pasien


(51)

(3,1%) yang salah diklasifikasikan. Pasien dengan S index lebih dari 0,6, sebanyak 27

dari 27 pasien (100%) mengalami advanced fibrosis, dan tidak adanya pasien yang diklasifikasikan secara salah pada 20 pasien yang dinyatakan tidak mengalami advanced fibrosis berdasarkan fibroscan. Total, 45 (86,5%) dari total 52 pasien akan dapat diidentifikasi secara benar, hanya 1 pasien (1,9%) yang salah identifikasi oleh S Index.

Dan terdapat sebanyak 6 pasien (11,5%) yang tidak dapat dikelompokkan oleh S Index

yang nilainya berada diantara 0,2 dan 0,6.

Nilai cut-off untuk sirosis adalah absence (S Index <0,3) dan presence (S Index

≥1,5). Hanya 1 pasien (4,3%) yang menunjukkan nilai S Index lebih rendah dari 0,3

diantara 23 pasien yang dinyatakan mengalami sirosis melalui pengukuran fibroscan. Dengan S index lebih rendah 0,3, sebesar 95% pasien dapat dinyatakan tidak mengalami

sirosis. Dengan S index lebih dari 1,5, sebanyak 17 dari 20 pasien (85%) dapat diidentikasi mengalami sirosis, dan terdapat 3 pasien (10,3%) yang diklasifikasikan secara salah pada 29 orang pasien yang tidak mengalami sirosis berdasarkan fibroscan. Secara keseluruhan, 36 (69%) dari total 52 pasien akan dapat diidentifikasi secara benar,

hanya 4 pasien (7,7%) yang salah identifikasi oleh S Index. Dan terdapat sebanyak 12

pasien (23%) yang tidak dapat dikelompokkan oleh S Index yang nilainya berada diantara

0,3 dan 1,5.

Nilai diagnostik dari S Index kemudian dievaluasi lebih lanjut dengan menilai

besarnya AUROC, LR (+), LR (-) dan Akurasi. Dalam memprediksi significant fibrosis, AUROC adalah 0,953 untuk S Index (gambar 5.1). Untuk Prediksi advanced fibrosis, nilai AUROC sebesar 0,982 untuk S Index (gambar 5.2). Sedangkan dalam prediksi


(52)

walaupun S Index merupakan model prediktif yang terdiri atas petanda laboratorium

yang sederhana dan rutin, namun S Index memiliki akurasi dan nilai prediktif yang baik.

Sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, LR (+), LR (-) beserta nilai akurasi model

prediktif dapat dilihat pada tabel 5.2. Pada tabel 5.2 menunjukkan S Index memiliki nilai

prediktif yang tinggi dalam memprediksi fibrosis. Pada tabel 5.2 juga menunjukkan

tingginya sensitivitas, NPV serta LR (-) yang rendah pada S Index sehingga memiliki

risiko kejadian negatif palsu yang rendah, data hasil penelitian pada S Index

menunjukkan sensitivitas sebesar 90,63%, spesifisitas 100%, PPV 100%, NPV 72,72%,

LR (+) tak terhingga, LR (–) 0,09 dan akurasi sebesar 92,5% dalam identifikasi pasien

penyakit hati B kronik dengan significant fibrosis. Diikuti dengan hasil penelitian dengan sensitivitas sebesar 96,43%, spesifisitas 100%, PPV 100%, NPV 94,74%, LR (+) tak

terhingga, LR (–) 0,04 dan akurasi sebesar 97,83% dalam identifikasi pasien penyakit

hati B kronik dengan advanced fibrosis. Dan diperolehnya data hasil penelitian dalam identifikasi pasien sirosis penyakit hati B kronik dengan sensitivitas sebesar 94,44%,

spesifisitas 86,36%, PPV 85%, NPV 95%, LR (+) 7, LR (–) 0,06 dan akurasi sebesar


(53)

Tabel 5.2. Nilai Prediktif dari Model Prediktif S Index dalam Diagnosis Significant Fibrosis, Advanced Fibrosis dan Sirosis pada Subjek Penyakit Hati B Kronik.

Model Cut-off

(significant Fibrosis) Sig Fib Fibroscan Sen (%) Spe (%) PPV (%) NPV (%)

AUROC LR + LR - Akurasi (%) F0-1

n=15

F2-4 n=37 S Index Absence

<0,1 n = 11

8 3 90,63 100 100 72,72 0,953 Inf 0,09 92,5

Presence

≥0,5 n = 29 0 29

Model Cut-off

(advanced Fibrosis) Adv Fib Fibroscan Sen (%) Spe (%) PPV (%) NPV (%)

AUROC LR + LR - Akurasi (%) F0-2

n=20

F3-4 n=32 S Index Absence

<0,2 n = 19

18 1 96,43 100 100 94,74 0,982 Inf 0,04 97,83

Presence

≥0,6 n = 27 0 27

Model Cut-off

(Sirosis) Sirosis Fibroscan Sen (%) Spe (%) PPV (%) NPV (%)

AUROC LR + LR - Akurasi (%) F0-3

n=29 F4 n=23 S Index Absence

<0,3 n = 20

19 1 94,44 86,36 85 95 0,904 7 0,06 90

Presence

≥1,5 n = 20 3 17

Sen (Sensitivity); Spe (Specificity); PPV (Positive Predictive Value); NPV (Negative Predictive Value); LR+ (Positive Likelihood Ratio); LR- (Negative Likelihood Ratio); AUROC (Area Under the ROC curves).


(54)

Gambar 5.1. Kurva ROC S Index dalam prediksi significant fibrosis pada subjek penyakit hati B kronik.

Gambar 5.2. AUROC = 0,953

Nilai P = 0,0001

AUROC = 0,982 Nilai P = 0,0001


(55)

Gambar 5.3. Kurva ROC S Index dalam prediksi sirosis hati pada subjek penyakit hati B kronik.

5.2. Pembahasan (Diskusi)

Banyak studi dalam model diagnostik fibrosis hati noninvasif pada

penyakit hati kronis yang telah dipublikasikan dalam beberapa tahun terakhir.

Kebanyakan dari model diagnostik tersebut diterapkan pada penyakit hati kronik C dan

hanya sedikit data yang tersedia pada penerapan pasien penyakit hati B kronik. Meskipun

dua laporan terakhir terapan FibroTest pada penyakit hati B kronik menunjukkan hasil 0,77 dan 0,78 nilai AUROC dalam mendeteksi significant fibrosis, namun model

prediktif tersebut terdiri atas petanda yang tidak rutin

tersedia seperti haptoglobulin, A2M dan apolipoprotein A1. Kebutuhan tes

AUROC = 0,904 Nilai P = 0,0001


(56)

yang kompleks dan biaya tambahan dalam perhitungan hasil jelas akan

mengurangi utilitas praktisnya (Kun, et al., 2010).

Beberapa model prediktif yang dirancang khusus untuk pasien penyakit hati B

kronik telah diusulkan, namun penelitian ini memiliki beberapa fitur yang unik. Pertama,

model SLFG dirancang dan divalidasi pada HBeAg

positif pasien penyakit hati B kronik dengan ALT antara 2 dan 10 kali

batas normal atas (ULN), sedangkan Mohamadnejad dkk. menawarkan formula yang

hanya cocok untuk pasien HBeAg negatif. Hui dkk. merekrut

hanya pasien dengan HBV DNA> 105 kopi / mL dan ALT antara 1,5 dan 10 kali batas

normal atas (ULN). Dalam studi saat ini, pasien

yang terdaftar adalah pasien penyakit hati B kronik terlepas dari mendapat terapi ataupun

tanpa terapi, tingkat HBeAg, ALT dan jumlah HBV DNA. Dengan demikian, hasil

penelitian ini akan lebih membantu dalam menilai pasien dengan infeksi virus hepatitis

B kronis dengan jangkauan yang lebih luas (Kun, et al., 2010).

Kedua, model prediktif S Index didasarkan hanya pada

petanda-petanda laboratorium yang rutin. GGT, PLT dan ALB merupakan semua tes rutin

yang tersedia pada kebanyakan klinisi dalam penatalaksanaan pasien dengan infeksi

penyakit hati B kronik, sehingga tidak diperlukan adanya tes tambahan lagi. Pada

penelitian sebelumnya oleh Kun Zhou dkk., akurasi diagnostik model yang terdiri

dari tes rutin sederhana kemudian dibandingkan dengan model

yang memperkenalkan tes-tes khusus seperti HA dan A2M dengan hasil bahwa

model SLFG dan Hepascore lebih baik dalam mengidentifikasi significant fibrosis


(57)

mengidentifikasi advanced fibrosis ataupun sirosis. Hal ini menunjukkan bahwa tes khusus mungkin dapat meningkatkan sensitivitas diagnostik model dalam

memprediksi awal fibrosis. Namun dengan tes khusus yang tidak tersedia dalam

praktek sehari-hari akan menyebabkan

pemanfaatan standarisasi, validasi dan pemeriksaan rutin menjadi sulit.

Ketiga, S indeks mudah dikalkulasi (dihitung). Sebagian besar

model sebelumnya, kecuali APRI, berisikan formula kompleks yang

memerlukan kalkulator untuk perhitungan logaritma. Kesederhanaan S

Indeks dan APRI memungkinkan mereka dapat diterapkan secara klinis dengan lebih

mudah. Namun, APRI yang sebelumnya memang diteliti pada pasien penyakit hati C

kronik, memiliki salah satu dari dua parameternya yang berupa AST yang tidak

menunjukkan adanya korelasi signifikan dengan kejadian fibrosis pada penyakit hati B

kronik dalam penelitian Kun Zhou dkk. Hal inilah yang mungkin menjelaskan AUROC

APRI yang lebih rendah dibandingkan dengan

model S Index pada penelitian Kun Zhou dkk.

Selain itu, juga terdapat beberapa limitasi ataupun kelemahan dalam penelitian ini.

Pada penelitian ini tidak semua pasien dilakukan biopsi hati, dan basis gradasi fibrosis

hati adalah berdasarkan fibroscan (Transient Elastography), meskipun demikian, walau tidak ditampilan pada hasil penelitian ini, terdapat 10 pasien yang mendapat biopsi hati

dan semuanya memiliki tingkat gradasi fibrosis hati yang sama dengan hasil gradasi

fibrosis hati oleh fibroscan. Pada penelitian Kun Zhou dkk juga memasukkan biopsi hati sebagai salah satu kelemahan penelitian mereka dengan mengemukakan bahwa biopsi


(58)

adanya kesalahan dalam pengambilan bahan (sampling error) dan variasi hasil antar

pembaca (observer variability). Sebuah hasil analisis prospektif juga mengklaim bahwa

kegagalan biopsi adalah > 7 kali lebih umum

dari kegagalan diagnostik penanda. Untuk mengurangi variabilitas dan subjektivitas,

penggunaan laparoskopi biopsi, fibroscan, memvalidasi tes noninvasif , dapat membantu untuk meningkatkan keandalan standar emas. Keterbatasan lainnya adalah

hasil penelitian ini divalidasi dengan subjek penelitian dari populasi yang sama, beserta

jumlah populasi yang belum luas.

Tingkat aminotransferase yang abnormal sangat erat kaitannya dengan cedera

hati. Tingkat ALT > 2ULN adalah prinsip yang paling penting dalam memilih

pengobatan antivirus. Namun pasien dengan ALT berada dalam nilai batas atau sedikit

meningkat mungkin memiliki histologi abnormal yang juga terdapat peningkatan

risiko kematian dari penyakit hati. Meskipun suksesnya pengobatan dengan interferon

ataupun analog nukleotida dalam memodifikasi fibrosis dan mencegah pengembangan

menjadi sirosis dan kanker pada pasien penyakit hati B kronik, namun

adanya resistensi antiviral, kemungkinan daya tahan respon yang rendah,

toksisitas dan biaya yang tinggi membuat pemilihan pasien dalam

terapi antivirus menjadi hal yang penting (Kun, et al., 2010). Dalam

pedoman terbaru praktek AASLD, biopsi hati dianjurkan pada pasien yang tidak

memenuhi kejelasan dalam pedoman. Pengobatan harus dipertimbangkan

jika biopsi menunjukkan significant fibrosis. Sayangnya, prosedur invasif memiliki keterbatasan yang cukup besar seperti sampling error, variasinya hasil pengamatan, dan kegagalan untuk memenuhi kebutuhan klinis. Diperlukan sebuah alat (tool) yang dapat


(59)

dengan cepat, aman dan dapat digunakan secara berulang untuk menilai derajat

fibrosis pasien dengan penyakit hati B kronik yang diperlukan untuk memutuskan kapan

memulai pengobatan dan menilai respon terapi.

Meskipun sebagian besar model prediktif noninvasif tidak dapat

memberikan derajat fibrosis dengan tepat oleh karena tumpang tindih

antara pasien dengan berbagai tahap fibrosis, namun model prediktif tersebut

memiliki kecukupan akurasi dalam memprediksi significant fibrosis. Peran utama mereka adalah untuk mengurangi kebutuhan biopsi hati dengan mengidentifikasi

significant fibrosis atau sirosis, namun bukanlah untuk menggantikan biopsi hati secara total. Dengan menggunakan nilai-nilai cut-off yang dioptimalkan dari S index, diharapkan akan dapat mengurangi kebutuhan untuk biopsi hati. Selanjutnya, kombinasi model

prediktif dan teknik diagnostik invasif lainnya dapat meningkatkan kinerja ke tingkat

yang lebih tinggi. Kombinasi Fibroscan dan S indeks akan menjadi cara yang menarik dalam pengelolaan pasien penyakit hati B kronik. Tapi kita harus mengakui bahwa

sebelum menerapkan model prediktif dalam praktek klinis, prioritas harus diberikan

dalam studi validasi skala besar karena diagnostik akurasi mudah terpengaruh

oleh etiologi penyakit hati kronik yang berbeda, populasi pasien dan uji metode (Kun, et

al., 2010).


(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

S Index, sebuah model matematis sederhana yang terdiri atas petanda-petanda

laboratorium rutin, memiliki kemampuan memprediksi derajat fibrosis pada pasien

penyakit hati B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi.

6.2 SARAN

S indeks sebagai model prediktif noninvasif derajat fibrosis hati pada penyakit

hati B kronik memilki akurasi yang tinggi. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan

studi validasi skala yang lebih besar dan dengan kelompok populasi yang berbeda

sehingga membantu untuk mengetahui model akurasi yang stabil, terlepas darimana

pasien berasal. Demikian juga dengan basis gradasi fibrosis hati yang lebih divalidasi

dengan biopsi hati dikombinasi dengan fibroscan untuk meningkatkan keandalan standar emas.


(61)

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Adams, L.A., Bulsara, M., Rossi, E., DeBoer, B., Speers, D., George, J. et al.,

2005. Hepascore: an accurate validated predictor of liver fibrosis in chronic

hepatitis C infection. J.Clin. Chem., 51, pp.1867–73.

Al-Ghamdi, A.S., 2010. Fibroscan: A Noninvasive Test of Liver Fibrosis Assessment. [online] Available at:

<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19858635>

[Accessed 15 November 2010].

Amirudin, R., 2007. Fibrosis Hati. In: A. Sulaiman, N. Akbar, L.A. Lesmana,

S. Noer, eds., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Penerbit Jayabadi, pp.329-33.

Bourliere, M., Penaranda, G., Renou, C., Botta-Fridlund, D., Tran, A., Portal,

I. et al., 2006. Validation and comparison of indexes for fibrosis and cirrhosis

prediction in chronic hepatitis C patients: proposal for a pragmatic approach

classification without liver biopsies. J. Viral. Hepat., 13, pp.659–70.

Cales, P., Oberti, F., Michalak, S

et al., 2005. A novel panel of blood markers to assess the degree of

liver fibrosis. J. Hepatology, 42, pp.1373–81.


(62)

<www.umm.edu/liver/chronic.htm.> [Accessed 1 January 2011]. Forns, X., Ampurdanes, S., Llovet, J.M., Aponte, J., Quinto, L., Martinez-

Bauer, E. et al., 2002. Identification of chronic hepatitis C patients without

hepatic fibrosis by a simple predictive model. J. Hepatology,36, pp.986–92. Franciscus, A., 2010. HCV Diagnostic Tools: Grading and Staging a Liver

Biopsy. [online] Available at:

<http://www.hcvadvocate.org/hepatitis/factsheets_pdf/grade_stage.pdf.>

[accessed 1 January 2011].

Grigorescu, M., 2010. Noninvasive Biochemical Markers of Liver Fibrosis. University of Medicine and Pharmacy. [online] Available at:

<http://168.105.175.200/Csiszar/644_07/09_20_07/Grigorescu%2006%20rev.pdf.

> [accessed 15 December 2010].

Hui, A.Y., Chan, H.L., Wong, V.W., Liew, C.T., Chim, A.M., Chan, F.K. et

al., 2005. Identification of chronic hepatitis B patients without significant liver

fibrosis by a simple noninvasive predictive model. Am. J. Gastroenterol., 100, pp.616–23.

Imbert-Bismut, F., Ratziu, V., Pieroni, L

hepatitis C virus infection: a prospective study. Lancet., 357, pp.1069–75.


(63)

Simpler Score of Routine Laboratory Tests Predicts Liver Fibrosis in Patients

with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and Hepatology, 96(4), pp.1569-77.

Kwang, G.L., Yeon, S.S., Hyonggin, A., Soon, H.U.,Eun, S. J., Bora, K. et al.,

2010. Usefulness of Non-Invasive Markers for Predicting Liver Cirrhosis in

Patients with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and Hepatology,

25(1), pp.94-100.

Lai, C.L., Ratziu, V., Yuen, M.F. and Poynard, T., 2003. Viral hepatitis B.

Lancet,362, pp.2089–94.

Ledinghen, V.D. and J.,Vergniol., 2008. Fibroscan. Gastroenterologie Clin. Bio., 32, pp.58-67.

Leroy, V., Hilleret, M.N., Sturm, N

al., 2007. Prospective comparison of six non-invasive scores for the diagnosis of

liver fibrosis in chronic hepatitis C. J. Hepatol.,46, pp.775–82.

Mohamadnejad, M., Montazeri, G., Fazlollahi, A

in chronic hepatitis B-virus related liver disease. Am. J. Gastroenterol., 101, pp.2537–45.

Rosenberg, W.M., Voelker, M., Thiel, R., Becka, M., Burt, A., Schuppan, D.

et al., 2004. Serum markers detect the presence of liver fibrosis: a cohort study.

Gastroenterology,127, pp.1704–13.


(64)

Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati, eds., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit InternaPublishing, pp.653-57.

Takemoto, R., 2009. Validity of Fibroscan values for predicting hepatic

fibrosis stage in patients with chronic HCV infection. Journal of Digestive Diseases, 10, pp.145-48.

Wai, C.T., Greenson, J.K., Fontana, R.J

significant fibrosis and cirrhosis in patients with chronic hepatitis C. Hepatology, 38, pp.518–26.

Zeng, M.D., Lu, L.G., Mao, Y.M., Qiu, D.K., Li, J.Q., Wan, M.B. et al., 2005.

Prediction of significant fibrosis in HBeAg-positive patients with chronic

hepatitis B by a noninvasive model. Hepatology,42, pp.1437–45.

Ziol, M., Handra-Luca, A., Kettaneh, A

al., 2005. Noninvasive assessment of liver fibrosis by measurement of stiffness in


(65)

LAMPIRAN 1 MASTER TABEL

No Umur JK AST PLT ALB GGT S-Index Fibroscan

1 56 PR 51 73 4.7 61 0.3783 33.3

2 49 PR 17 270 3.8 53 0.1359 5.3

3 40 PR 26 108 3.7 53 1.51 32.5

4 46 LK 23 174 4.1 27 0.0923 6.6

5 54 PR 92 137 2.5 42 0.4905 75

6 34 PR 35 223 4.5 19 0.0421 6.1

7 30 LK 92 185 4.4 42 0.1173 6.6

8 47 LK 18 60 4.4 173 1.8021 12.6

9 25 PR 37 161 3.1 27 0.675 12.5

10 52 PR 26 207 4.7 53 0.1159 4.4

11 61 LK 52 146 4.7 19 0.0589 7.7

12 40 PR 28 360 4.5 19 0.0261 5.4

13 44 PR 30 233 4.4 24 0.0532 6.7

14 46 LK 62 142 4.7 53 0.169 6.9

15 74 LK 40 155 3.8 78 0.3485 10.3

16 61 PR 144 55 2.2 19 1.5778 57.1

17 46 LK 45 207 3.7 53 0.187 7.1

18 66 LK 41 271 4.8 73 1.5208 20.4

19 23 LK 59 132 3.5 84 0.5195 11.6

20 40 LK 274 72 2.9 124 2.0478 49.6

21 59 PR 274 88 2.4 137 2.7028 63.9

22 60 LK 31 345 4.2 12 0.0197 8.9

23 40 LK 418 82 3.1 201 2.5507 69.2

24 52 LK 2010 404 3.8 98 0.168 12.6

25 74 LK 136 150 3.8 371 1.7128 45

26 40 PR 28 149 4.6 37 0.1174 6.9

27 44 LK 100 44 2.8 114 3.3047 21.8

28 55 LK 36 197 3.2 51 1.6529 21.8

29 37 PR 18 114 3.2 98 0.8395 12.5

30 36 PR 225 178 4 77 1.925 12.6

31 50 LK 44 129 3.1 91 1.7636 22.8

32 41 LK 34 216 4.3 12 0.03 4.3

33 31 PR 78 217 4.4 26 0.0619 8.9

34 49 LK 27 208 4.6 21 0.0477 5

35 65 LK 66 150 2.5 75 1.584 26

36 64 LK 44 125 2.7 57 0.6255 16.5

37 55 PR 17 134 3.1 65 0.6219 10.9

38 66 PR 50 20 3.2 32 1.5625 21.1


(66)

41 33 LK 44 421.0 3.35 298.0 0.6307 75.0

42 39 LK 66 228.0 2.5 75.0 0.5263 7.6

43 39 LK 36 142.0 4.0 65.0 0.2861 19.8

44 64 PR 44 127.0 2.7 147.0 1.5878 34.3

45 37 LK 33 168.0 2.3 149.0 1.6766 42.2

46 63 LK 73 95.0 4.0 160.0 1.0526 45.7

47 32 PR 21 188.0 2.2 17.0 0.1868 5.8

48 55 LK 81 251.0 4.0 40.0 0.0996 6.6

49 35 LK 41.7 262.0 3.8 30.0 0.0793 5.9

50 31 LK 66 229.0 2.3 115.0 0.9493 22.3

51 46 LK 116 87.0 2.6 162.0 2.7545 46.4


(1)

LAMPIRAN 5

Data Peserta penelitian

Tanggal : ……… MR : ……… No.Pemeriksaan lab : ………

I. Anamnese Pribadi

II. Nama : ……….. Umur : ……….. Jenis Kelamin : ...………...

Alamat : ..………

No telp : ..………

III. Pemeriksaan a. Laboratorium

- Darah rutin : ……….. - AST/ALT : ………..………... -GGT : ………... -Albumin : ………... -HBsAg : ………... b. Fibroscan : ………..


(2)

(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas

Nama : Dr. Katharine

Tempat/Tgl Lahir : Medan/ 10 November 1983 Suku/Bangsa : Tionghoa/ Indonesia

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Asia no. 256-H, Medan II. Keluarga

III. Pendidikan

SD SUTOMO I Medan, Tamat Tahun 1996 SMP SUTOMO I Medan, Tamat Tahun 1999 SMA SUTOMO I Medan, Tamat Tahun 2002

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Tamat Tahun 2008 Peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK USU, tahun 2009-sekarang

IV. Riwayat Pekerjaan

Dokter jaga di berbagai klinik dan RS Swasta di Medan, tahun 2008-2009. V. Perkumpulan Profesi

1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)


(4)

VI. Karya Ilmiah

Katharine, Elias T, Religus P, Masrul L, Ilhamd, Herryanto LT, Leonardo BD, Juwita S, Mabel HMS, Betthin M, Sri S, Gontar AS, Lukman HZ. Accuracy of Simpler Score Predicts Liver Fibrosis Based on Fibroscan in Patients with Chronic Hepatitis B and C. Laporan Kasus. Pekan Ilmiah Nasional XVIII/ Kongres Nasional XV Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PGI)/ Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI) 2011, Surakarta, 19-22 September 2011.

VII. Partisipasi Dalam Kegiatan Ilmiah

1. Peserta ACLS (Advanced Cardiac Life Support), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Medan, tahun 2008.

2. Peserta PIT IX Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Medan, 17-19 April 2008.

3. Peserta PIT X Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Medan, 20-22 April 2009.

4. Peserta Workshop Confronting Obstacles In Managing type 2 DM Controlling HbA1C Effectively without Compromise, PAPDI Cabag Sumut, 6 Desember 2009.

5. Peserta dan Panitia PIT XII Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Medan, 28-30 April 2011.


(5)

6. Peserta dan Panitia Gastroenterohepatology Update IX , PPHI-PGI-PEGI Cabang Sumut Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 3-5 November 2001.


(6)