Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanaman tembakau sudah sejak lama menjadi komoditi ekspor di Sumatera Timur. 1 Dua orang Belanda yaitu Falk dari Van Leeuwen dan kedua Elliot dari Maintsz co bersedia ditugaskan oleh firmanya ke Deli. Seorang lain Jacobus Nienhuys yang sedang bekerja dipertembakauan kongsi Van den Arend di Jawa Timur, juga diajak turut ke Deli. Mereka berangkat pada bulan Mei 1863. Tanggal 7 Juli 1863 mereka tiba di Deli. Sultan Mahmud Perkasa Alam menyambut mereka dengan penuh harapan. Rumah kediaman Raja Abidin di Labuhan disediakan sultan untuk mereka tempati. Ini berarti bahwa tembakau sudah menjadi tanaman yang diproduksi disamping tanaman-tanaman lain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kedatangan Belanda ke wilayah pantai Timur Sumatera membawa wajah baru bagi wilayah ini. Belanda membuat tembakau menjadi sangat terkenal di dunia serta membawa keberuntungan bagi pengelolanya. 2 Jacobus Nienhuys merupakan orang yang tetap bertahan di Deli mencoba menggunakan modalnya yang ada untuk membuka kebun percobaan. Percobaan itu dilakukan di tanah konsesi 1 Mohammad Said menyebutkan bahwa tembakau merupakan hasil tanaman yang diekspor ke Penang. Catatan Netscher mengenai tembakau yang diekspor dari Pelabuhan Deli ke luar negeri di tahun 1862 sebanyak 500 pikul. Jumlah ini jika ditambah dengan konsumsi dalam negeri sendiri menggambarkan betapa besar sudah produksi tembakau yang dihasilkan oleh pribumi sendiri lama sebelum Belanda datang. Lihat Mohammad Said, Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya , Medan: Percetakan Waspada, 1977, hal. 21. 2 Ibid ., hal. 25. Universitas Sumatera Utara 2 yang diberikan oleh Sultan. 3 Kualitas Tembakau Deli yang baik dan terus meningkat membuat komoditi ini menjadi pohon yang mendatangkan keuntungan. Kekayaan dari tembakau inilah yang dipresentasekan lewat ungkapan De Millionen uit Deli berjuta-juta dari Deli, dan tanah Deli dijuluki sebagai Het Dollar Land atau bermakna negeri dolar. Pada tahun 1864 J. Nienhuys berhasil mendapat sebanyak 50 bal tembakau. Produksi pertama ini menghasilkan uang bagi usaha Nienhuys dengan nilai 48 sen per ½ kilo tembakau. Tahun 1865 kebun Nienhuys menghasilkan 189 bal tembakau dengan mutu terbaik, di pelelangan Rotterdam bernilai 149 sen per ½ kilogram. Hal ini membuat tembakau yang berasal dari wilayah Sumatera Timur dijuluki sebagai Tembakau Deli. Produksi tembakau yang bermutu baik ini juga dikelola di wilayah Kesultanan Deli, sehingga jelaslah sebutan bagi tembakau di wilayah ini yaitu Tembakau Deli. 4 Keuntungan yang terus menerus diperoleh membuat banyak pemodal membuka usaha perkebunan. Pada 1872 telah terdapat 13 perkebunan di Deli, 1 di Langkat dan 1 di Serdang. Diakhir tahun bertambah lagi 44 perkebunan di Deli, pada tahun 1873 dibuka perkebunan Annidale dan Kesawan, 1874 dibuka perkebunan Petersburg, 1876 dibuka perkebunan Boedra serta perkebunan lainnya. Sampai pada tahun 1884 terdapat 12 perkebunan yaitu Marindal Medan, Peterburgs, Tanjung Jati, Bandar Kalipah, Deli Tua, Kwala Begumit, Bekalia, Belawan, Lubuk Dalam, Buluh Cina, dan Kota Limbaru. 5 Pada tahun 1891 dari 148 buah konsesi perkebunan Tembakau Deli hanya tinggal 51 buah saja yang beroperasi karena menderita kerugian. Ternyata hanya kawasan tanah dari sungai 3 Konsesi ini memakai waktu 20 tahun, lima tahun pertama bebas dari membayar sewa, sesudah itu 200,- per tahun. ibid. 4 Nasrul Hamdani, “Tembakau Deli Pohon Berdaun Emas dari Sumatera”, 2011, dalam Seri Informasi Sejarah no. 262011 , Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, hal. 14. 5 Tuanku Lukman Sinar Basarshah II. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatra Timur. Medan: Yayasan Serdang, hal. 311. Universitas Sumatera Utara 3 Ular Serdang sampai sungai Wampu Langkat saja yang cocok untuk ditanami Tembakau Deli. Perkebunan Bulu Cina merupakan salah satu perkebunan di wilayah Deli yang memproduksi tembakau Deli. Daerah yang secara geografis pada waktu itu merupakan daerah yang cocok untuk ditanami komoditi tembakau karena berada di antara sungai Wampu dan sungai Ular. Oleh sebab itu, perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina dapat bertahan dalam memproduksi tembakau Deli. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, Perkebunan Bulu Cina menjadi salah satu perkebunan yang juga diambilalih oleh Pemerintah Republik Indonesia yang dikenal sebagai proses nasionalisasi. Pada tahun 1957 perkebunan V.D.M Verinegde Deli Matschappij dengan 17 perkebunan tembakau dan Sanembah dengan 5 perkebunan tembakau yaitu: Kwala Bingei, Kwala Begumit, Tandem Hilir, Bulu Cina, Tandem, Timbang Langkat, Tanjung Jati, Padang Brahrang, Medan Estate, Sampali dan lainnya bergabung menjadi satu. Sesuai dengan ketentuan PP No. 14 tahun 1968, Undang-undang No. 9 tahun 1969, PP No. 27 tahun 1971, PP No. 44 tahun 1973 dan Akte Notaris SHS Lomban Tobing, SH. No. 6 tanggal 1 April 1974, maka berdiri Perseroan Terbatas Perkebunan PTP IX. 6 Setelah menjalani proses nasionalisasi, PTP IX khususnya Perkebunan Bulu Cina tetap memiliki konsistensi untuk memproduksi tembakau Deli. Mengingat pada Tri Darma Perkebunan yaitu untuk menghasilkan devisa dan rupiah bagi negara secara seefisien-efisiennya, memenuhi fungsi sosial diantaranya berupa memeliharamenambah lapangan kerja bagi warganegara Indonesia, serta memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan Dari pernyataan tersebutlah maka perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina berada di bawah pengelolaan PTP IX. 6 H. Silitonga, Industri Perkebunan Besar di Indonesia Profil dan Petunjuk, 1989, Jakarta: Departemen Pertanian, hal. 245. Universitas Sumatera Utara 4 kesuburan tanah dan tanamannya, 7 maka perkebunan ini tetap berusaha menjaga serta meningkatkan kuantitas baik kualitas produksi tembakaunya. Akan tetapi setelah bertahan, justru pada tahun 1996 perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina mengalami kemerosotan. Skop temporal penelitian diawali tahun 1974 hingga 1996. Penetapan tahun 1974 sebagai skop awal penelitian ini adalah untuk mengkaji keadaan perkebunan tembakau Bulu Cina dalam menapaki proses nasionalisasi. Proses nasionalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, berdampak pada perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina masuk ke dalam naungan PT. Perkebunan IX. Batas akhir skop temporal pada tahun 1996 merupakan tahun perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina tidak lagi berada di dalam naungan PT. Perkebunan IX. Hal tersebut disebabkan PT. Perkebunan IX dan PT. Perkebunan II bergabung menjadi PT. Perkebunan Negara II. Walaupun mengalami pergantian struktural, perkebunan Bulu Cina tetap mencoba bertahan. Skop temporal yang diteliti merupakan waktu yang cukup panjang. Namun untuk melihat suatu perubahan maka layaklah tahun ini untuk diteliti, karena dari tahun tersebut memperlihatkan fluktuasi tembakau Deli sebagai komoditi handal bagi wilayah ini sampai memperlihatkan kemundurannya. Maka dari pembahasan di atas diangkatlah penelitian berjudul PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI KEBUN BULU CINA PTP IX KECAMATAN HAMPARAN PERAK 1974-1996.

1.2 Rumusan Masalah