BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain Alwi, 2003:558.
2.2. Tindak Tutur Direktif, Komisif, dan Ekspresif
Tindak tutur merupakan gejala individual, yang bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa sipenutur dalam menghadapi situasi
tertentu, dalam tindak tutur yang diperhatikan adalah makna atau arti tindakan dalam tuturannya Abdul Chaer, 1985:65.
Searlee dalam Leech, 1993:164 memberikan batasan pengertian tentang direktif, yaitu tuturan yang berjalan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh
penutur. Direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap mitra tutur. Direktif dapat dibagi menjadi enam macam yaitu meminta, bertanya,
menginstruksikan, melarang, menyetujui, dan menasehati. Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengaitkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa
yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, dan penolakan. Ekspresif adalah jenis tindak
tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur dengan cara mengekspresikan. Tindak tutur itu yang mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa
pernyataan kegembiraan, kesulitan, kebencian, kesenangan atau kesengsaraan.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Landasan Teori
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan yang ada, baik di lapangan maupun kepustakaan. Selain itu, landasan teori juga
bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
2.3.1. Pragmatik
Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech 1983:5-6 menyatakan bahwa pragmatik
mempelajari maksud ujaran yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan; menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa
berbicara kepada siapa, dimana, bilamana, bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di
bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan.
Leech dalam edisi terjemahan M.D.D.Oka, 1993:8 menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar speech situations. I
Dewa Putu Wijana 1996:1 mengatakan bahwa “pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu
digunakan dalam komunikasi”. Levinson dalam Nadar,2009:4menyatakan bahwa “pragmatics is the study of those
relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of language
”. Pragmatik itu merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa.
Universitas Sumatera Utara
Pragmatik adalah ilmu yang sangat berkaitan dengan adanya situasi yang ditafsirkan. Inilah yang membedakan antara pragmatik dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti halnya semantik, yang
dapat memperoleh makna tanpa harus menggunakan konteks atau situasi. Adapun pragmatik adalah ilmu yang memerlukan konteks atau situasi, karena tanpa adanya situasi maka kita
tidak dapat menafsirkan maksud dari tuturan yang diujarkan.
2.3.2. Konteks dan Situasi Tutur
Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana penjelas suatu maksud. Sarana tersebut merupakan bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud. Situasi tutur adalah
situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang
mendukungnya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam hal ini Leech dalam edisi terjemahan M.D.D. Oka, 1993: 19-20 membedakan fenomena ilmu pragmatik dengan ilmu
lainnya, yaitu menggunakan salah salah satu dari beberapa aspek situasi ujar berikut ini. a.
Adanya penyapa penutur dan pesapa mitra tutur Percakapan dilakukan oleh penutur dan mitra tutur yang berkomunikasi satu sama
lain. Penutur mengujarkan tuturannya kepada mitra tutur, kemudian tuturan atau isi pesan yang terdapat dalam tuturan itu ditangkap oleh mitra tutur. Mitra tutur harus
mampu menafsirkan maksud dari tuturan yang diujarkan oleh penutur. b. Konteks tuturan
Konteks merupakan aspek yang bergayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Konteks juga merupakan suatu pengetahuan latar belakang yang sama, yang
Universitas Sumatera Utara
dimiliki oleh penutur dan mitra tutur, dan membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan.
c. Tujuan sebuah tuturan
Sebuah tuturan memiliki tujuan tertentu untuk mendapatkan kesepakatan antara penutur dan mitra tutur. Hal tersebut tentu saja memerlukan latar belakang atau
pengetahuan yang sama, yang dimiliki antara si penutur dan mitra tutur dengan menggunakan kerja sama antara penutur dan mitra tutur untuk mencapai kesepakatan
bersama. Tujuannya sendiri dapat berarti sebuah maksud, karena dalam ilmu pragmatik satu tuturan berarti mempunyai berbagai maksud, dan satu maksud dapat
diujarkan melalui berbagai tuturan. d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak ujar
Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan yang berkaitan dengan maksud ilokusi, yaitu saying something doing something.Dalam hal ini sebuah tuturan yang diujarkan
oleh penutur menimbulkan suatu tindakan dari lawan tutur atau pendengar. Seperti dikatakan oleh Leech dalam edisi terjemahan M.D.D.Oka, 1993:20 bahwa
pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performasi-performasi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Produk tindak verbal sama halnya seperti tindakan atau kegiatan tindak ujar. Maka tuturan pun dapat digunakan dalam pengertian lain, yaitu sebagai produk suatu
tindakan verbal.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa aspek pemakaian aktual. Telaah mengenai bagaimana cara kita melakuan sesuatu
dengan memanfaatkan kalimat-kalimat Tarigan, 1990:33. Secara khusus Searle dalam Hendri Guntur Tarigan, 1990:46 mengembangkan tindak
tutur ilokusi menjadi lima kategori, yaitu tindak tutur asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif.
1. Asertif
Tindak tutur asertif ini adalah untuk melibatkan si penutur ke dalam suatu pokok pembicaraan. Semua yang terlibat dalam tindak tutur asertif dapat dinilai pada penilaian
yang menggunakan asas “benar” dan “salah”. Oleh sebab itu, cara yang sederhana untuk mengenali tindak tutur asertif ini adalah dengan pertanyaan apakah anda dapat secara harfiah
menggolongkannya sebagai sesuatu yang “benar” atau “salah”. Inti atau maksud dari defenisi Searle tersebut adalah tuturan asertif merupakan tuturan yang diyakini benar oleh penutur,
dapat dipertanggungjawabkan sesuai fakta dan kenyataannya. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini seperti menyatakan, memberi tahu atau melaporkan, menuntut,
mengakui, menunjukkan, dan berspekulasi. 2. Direktif
Tindak tutur ini merupakan usaha si penutur untuk meminta si pendengar melakukan sesuatu. Hal tersebut dapat berupa “usaha” seperti ajakan atau saran untuk melakukan sesuatu
hal, bahkan usaha yang lebih keras misalnya bersikeras agar orang lain melakukan apa yang anda mau. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini seperti mengajak,
Universitas Sumatera Utara
menyuruh, menasehati, menyarankan, melarang, mendesak, meminta, memohon, dan menentang.
3. Komisif Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengaitkan
dirinya terhadap tindakan-tindakan dimasa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini seperti berjanji, bersumpah,
mengancam, dan mengatakan kesanggupan. 4. Ekspresif
Tujuan tindak tutur ini adalah mngekspresikan kondisi psikologis tertentu ke dalam kebenaran mengenai keadaan suatu hal yang disebutkan dalam ide yang di kemukakan.
Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tuturan ekspresif ini seperti memuji, mengucapkan terima kasih, mengeluh, menyalahkan, mengungkapkan rasa takut, mengucapkan selamat,
dan marah. 5. Deklaratif
Tuturan deklarasi mengungkapkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas. Isi pernyataan dari tuturan deklarasi ini dapat mengubah status seseorang, atau
dengan kata lain tuturan deklarasi dapat mengubah dunia. Deklarasi berhubungan dengan institusi atau lembaga tertentu, yang berarti bahwa yang berhak menyatakan tuturan secara
deklarasi adalah orang yang berwenang dalam intitusi atau lembaga tertentu. Selain itu deklarasi juga dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang kuat, misalnya
tuan kepada pelayan, atasan pada pegawai, presiden kepada menteri, dan sebagainya. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis ini misalnya berupa tuturan dengan maksud mengesahkan,
memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Konteks
Dell Hymes dalam Abdul Chaer,1995:62, seorang pakar sosiolinguistik terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf
pertamanya dirangkai menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah:
S =Setting and Scene P =Participants
E =Ends: purpose and goal A =Act sequence
K =Key: tone or spirit of acts I =Instrumentalies
N =Norms of interactions and interpretation G =Genres
Setting and scene. Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur
berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, dan situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan
penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di
ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi . Di lapangan sepak bola kita bisa berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus
seperlahan mungkin.
Universitas Sumatera Utara
Participant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan bisa pembicara dan
pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan. Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi sebagai
pengkotbah di Masjid, khatib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan saat menentukan ragam bahasa yang digunakan.
Misalnya seorang anak akan menggunakan ragam bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtuanya atau gurunya bila dibandingkan kalau dia berbicara dengan teman-teman
sebayanya. Ends
merujuk pada maksud dan tujuan penuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan kasus pekara. Namun, para partisipant dalam
peristiwa tutur itu mempuyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim
berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peristiwa tutur diruang kuliah, dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya. Namun,
barang kali ada diantara mahasiswanya yang hanya memandangi wajah dosen yang cantik itu. Acts sequence,
mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannnya, dan hubungan antara apa
yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam perkuliahan umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.
Key mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan: dengan
senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Instrumentalies mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis,
melaui telegraf atau telepon. Instrumentalies ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek, atau register.
Norm of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam
berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan
sebagainya.
2.4. Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari KBBI, 2003:1198. Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon KBBI,
2003:9120. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk ditinjau dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut.
Tarigan 2012 dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif dalam Dialog Film Alangkah Lucunya Negeri Ini
”, Universitas Sumatera Utara, menyatakan bahwa dari hasil analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa bentuk
tindak tutur direktif yang terdapat dalam “Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif Dalam Dialog Film Alangkah Lucunya Negeri Ini
” terdapat tujuh jenis tindak tutur antara lain mengajak, menyuruh, menyarankan, melarang. Dari data yang telah dianalisis tindak tutur “menyuruh”
paling banyak ditemukan dalam dialog film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”. Bentuk tindak tutur eksresif terdapat tujuh jenis tindak tutur antara lain mengucapkan terima kasih,
mengungkapkan rasa takut, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa senang, dan
Universitas Sumatera Utara
memuji. Dan berdasarkan hasil analisis tindak tutur mengungkapkan “marah” paling banyak ditemukan dalam dialog film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”. Dari skripsi ini kontribusinya
bagi penulis adalah penulis mendapat gambaran mengenai cara kerja dalam penelitian yang dilakukan.
Ginting 2013 dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Tindak Tutur dalam Dialog Film Perempuan Punya Cerita
”, Universitas Sumatera Utara, menyatakan bahwa dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa setiap tuturan merupakan lokusi karena
mengacu pada makna denotasinya. Tindak tutur ilokusi dan perlokusi, tidak semua tuturan yang memiliki kedua tindak tersebut. Dari skripsi ini kontribusinya bagi penulis adalah
penulis mendapat gambaran mengenai metode dan cara kerja dalam penganalisisan data. Margareth 2013 dalam skipsinya yang berjudul “Tindak Tutur dalam Komik Detektif
Conan ”, Universitas Sumatera Utara, menyatakan bahwa dari hasil analisis yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa dari kategori tindak ilokusi, yang sering muncul hanyalah asertif, direktif, dan ekspresif . Kategori tindak tutur yang paling dominan dalam komik detektif
conan adalah asertif ‘memberitahukan sesuatu’. Dari skripsi ini kontribusinya bagi penulis adalah penulis mendapat gambaran teori bagaimana mengembangkan penulisan dengan tetap
berpijak pada teori yang ada. Merlin 2013 dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Asertif dan Direktif
Dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari ”, Universitas Sumatera Utara, menyatakan
bahwa dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tindak tutur asertif yang terdapat dari novel tersebut berjumlah lima tuturan, sedangkan tindak tutur direktif berjumlah
sembilan tuturan. Tindak tutur asertif memberitahukan atau melaporkan mendominasi didalam novel ini, sedangkan tindak tutur direktif yang paling dominan adalah tindak tutur
direktif menasihati. Kontribusinya bagi penulis adalah dari skripsi ini penulis mendapat
Universitas Sumatera Utara
gambaran teori bagaimana mengembangkan penulisan dengan tetap berpijak pada teori yang ada.
Dari beberapa studi terdahulu, dapat diketahui bahwa penelitian tindak tutur dalam kumpulan naskah drama “Raja Tebalek” belum pernah diteliti. Selain itu dari beberapa
penelitian yang sudah pernah dilakukan dalam tinjauan sebelumnya, penulis membuat analisis lebih fokus hanya mengambil tiga bentuk tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur
direktif, komisif, dan ekspresif. Objek dalam penelitian ini adalah kumpulan naskah drama “Raja Tebalek”
karya Yusrianto Nasution, Yulhasni, Mukhlis Win Aryoga, dan M. Ramadhan Batubara.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Data dan Sumber Data 3.1.1. Data
Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan alam yang harus dicari dan disediakan dengan sengaja oleh peneliti yang sesuai dengan permasalahan yang
diteliti Sudaryanto, 1993:3. Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk
Universitas Sumatera Utara