Hambatan Tarif dalam Kerangka GATT WTO

45 5 bantuan teknis; dan 6 ketentuan yang berkaitan dengan anggota negara terbelakang least- developed-country Members.

C. Hambatan Tarif dalam Kerangka GATT WTO

1. Pengertian dan jenis-jenis tarif Tarif tidak secara tegas didefinisikan dalam ketentuan GATT, melainan hanya menyebutkan istilah ‘custom, duties, and charges’ dalam kaitannya dengan kegiatan ekspor-impor. 92 a. Menurut Jhon J. Harter, dalam Taryana Sunandar, bahwa yang dimaksud dengan tarif adalah “pajak yang dikenakan atas barang yang diangkut dari sebuah kekuasaan politik ke suatu wilayah lain. Pajak ini khususnya atas barang yang diimpor dari wilayah kekuasaan politik yang satu ke wilayah yang lain, atau tingkat pajak yang dikenakan atas barang tersebut”. Namun, menurut beberapa pengertian, maka tarif didefinisikan sebagai: 93 b. Menurut Tulus T.H. Tambunan, tarif adalah salah satu instrumen dari kebijakan perdagangan luar negeri yang membatasi arus perdagangan internasional. Dengan demikian, tarif hanya dikenakan terhadap barang yang melintasi batas suatu negara. 94 92 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 49. 93 Taryana Sunandar, Perdagangan Hukum Perdagangan Internasional dari GATT 1947 Sampai Terbentuknya WTO , dalam Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 49. 94 Tulus TH Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004, hlm. 328. Hal ini sesuai dengan pengertian yang dikemukakan oleh John H. Jakson dalam Taryana Sunandar yang menyatakan bahwa, Universitas Sumatera Utara 46 “… the tariff, which is, of course a tax import at the border“ . 95 c. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, istilah tarif didefinisikan sebagai klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau bea keluar. Terdapat dua muatan utama dalam pengertian tarif, yang pertama adalah klasifikasi barang. Muatan kedua adalah besarnya pembebanan bea masuk atau bea keluar yang dinyatakan dalam persentase tertentu atau dalam rupiah tertentu. 96 Cara pengenaan tarif bea masuk ditentukan menggunakan 3 pendekatan, yaitu: 97 Pertama , tarif advalorum persentase. Pada model tarif advalorum, bea masuk dikenakan dengan menentukan persentase tertentu dari nilai pabean atas barang yang diimpor. Misalnya buah apel dikenakan bea masuk sebesar 5. Maka untuk mengetahui berapa bea masuk yang harus dibayar, harus diketahui berapa nilai pabean atas barang tersebut, selanjutnya tarif dikalikan dengan nilai pabean. Kedua , tarif spesifik. Pada model spesifik, bea masuk dikenakan dengan menentukan besaran bea masuk setiap satuan barang yang diimpor. Misalnya beras dikenakan bea masuk sebesar Rp. 550,- per kilogram. Maka untuk mengetahui berapa bea masuk yang harus dibayar, cukup mengalikan besarnya tarif per satuan barang dengan jumlah satuan barang. Secara konsepsional, alasan utama suatu barang dikenakan tarif spesifik adalah untuk memudahkan 95 Ibid. 96 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 97 “Kajian atas Pengenaan Bea Masuk Menggunakan Tarif Spesifik”, Mohamad Jafar, http:www.bppk.kemenkeu.go.idpublikasiartikel148-artikel-bea-dan-cukai20142-kajian-atas- pengenaan-bea-masuk-menggunakan-tarif-spesifik, diakses pada 29 Februari 2016 Pukul 19.20 WIB. Universitas Sumatera Utara 47 penghitungan pungutan pabean-nya, dengan pertimbangan harga barang yang dikenakan tarif spesifik ini tidak akan berubah signifikan dalam waktu yang relatif lama. Ketiga , gabungan advalorum dan spesifik. Pada model gabungan ini, bea masuk dikenakan dengan mengkombinasikan tarif persentase dan tarif spesifik sekaligus pada suatu barang impor. Pada praktiknya saat ini Indonesia tidak menerapkan tarif gabungan. Tarif spesifik pun hanya diterapkan untuk beberapa jenis barang impor, sehingga mayoritas barang impor saat ini menggunakan tarif advalorum. Adapun tarif dapat digolongkan menjadi : 98 a. Bea ekspor export duties, yaitu bea yang dikenakan terhadap barang yang dikirim keluar wilayah pabean suatu negara. b. Bea import import duties, yaitu bea yang dibebankan terhadap barang yang masuk kedalam wilayah pabean suatu negara. c. Bea transito transit duties, yaitu bea yang dibebankan terhadap barang yang masuk kewilayah pabean suatu negara untuk dikirim kembali keluar wilayah itu. 2. Tarif sebagai hambatan perdagangan internasional Dengan terlaksananya perundingan Uruguay Round, maka sasaran yang ingin dicapai oleh negara-negara anggota, adalah suatu upaya untuk membendung gejala proteksionisme produk oleh suatu negara terhadap produk negara lain, sehingga hal ini tidak akan menghambat peredaran barang, jasa, maupun modal 98 Rusli Pandika, Sanksi Dagang Unilateral di bawah Sistem Hukum WTO, Bandung: PT Alumni, 2010, hlm. 140. Universitas Sumatera Utara 48 antarnegara, baik dalam global maupun regional. 99 Kemudian, hambatan perdagangan trade barriers adalah semua kebijakan atau praktik yang dilakukan pemerintah atau peraturan satu negara yang menghambat perdagangan bebas free trade , yang menghambat arus barang dan jasa dalam perdagangan internasional atau menghambat arus barang, jasa, orang dan modal antar negara. 100 Hambatan perdagangan dipandang sebagai suatu intervensi pemerintah terhadap pasar bebas free market untuk jual beli barang dan jasa secara internasional yang mana jika merujuk pada konsepsi perdagangan bebas yang berarti adalah suatu kondisi perdagangan lintas negara tidak dihambat oleh bea cukai, kuota, peraturan atau hambatan lainnya untuk pergerakan barang dan jasa. 101 Terdapat berbagai bentuk hambatan perdagangan internasional. Pengenaan pajak atau bea, kewajiban mendapat lisensi, pengenaan kuota, subsidi, persyaratan teknis, pembatasan ekspor sukarelaadalah bentuk-bentuk hambatan perdagangan. 102 99 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 67. 100 Rusli Pandika, Op. Cit., hlm 139-140. 101 Graham Dunkley, Petualangan Perdagangan Bebas the Free Trade Adventure: The WTO, The Uruguay Round and Globalism, A Critique . Terjemahan Gayatri dalam Rusli Pandika, Sanksi Dagang Unilateral di bawah Sistem Hukum WTO Bandung: PT. Alumni, 2010, hlm 139-140. 102 Rusli Pandika, Loc. Cit., hlm 140. Hambatan- hambatan itu biasanya digolongkan dalam dua kelompok yaitu hambatan tarif tariff barriers dan hambatan non-tarif non-tarif barriers yang mana tarif disini merupakan pajak custom duties yang dibebankan terhadap barang yang keluar dan masuk kedalam wilayah pabean custom area suatu negara. GATTWTO berupaya menurunkan tarif menjadi serendah mungkin dengan tetap mempertahankan tarif sebagai satu-satunya instrumen yang diperkenankan untuk melaksanakan kebijakan perdagangan internasional negara-negara Universitas Sumatera Utara 49 anggota. 103 Bahwa hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat daya saing komoditi ekspor maupun impor ditentukan oleh beberapa faktor yang mana kendala tarif dan non-tarif adalah salah satu diantara faktor-faktor tersebut. 104 Diberlakukannya tarif yang penerapannya dilatarbelakangi oleh dua motif eknomi terhadap komoditas impor tertentu yaitu: Pertama, tarif bisa memberikan penerimaan bagi pemerintah dan Kedua, tarif juga dapat membantu perusahaan dan suplier industri domestik dalam menghadapi persaingan dari serbuan barang- barang impor. 105 Tarif akan membawa dampak terhadap perdagangan internasional yakni: 106 a. Harga barang yang dikenakan tarif meningkat. b. Jika kenaikan harga cukup tinggi, konsumen akan mengalihkan pembelian kepada barang pengganti substitusi yang harganya relatif lebih murah. c. Industri dalam negeri menjadi lebih mudah berkembang sebab harga barang pesaing dari luar negeri lebih tinggi. d. Pemerintah menerima pendapatan. e. Adanya ekstra pendapatan yang dibayarkan oleh konsumen di dalam negeri kepada produsen di dalam negeri. Berdasarkan pengertian, jenis, motif serta dampak yang ditimbulkan maka jelaslah bahwa tarif merupakan hambatan dalam perdagangan bebas.Namun, pembatasan perdagangan bebas dengan menggunakan tarif oleh WTO dipandang 103 Ibid. 104 Amir. M.S, Pengetahuan Bisnis Ekspor Impor Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1992, hlm. 17. 105 Umar Fakhrudin, ‘Kebijakan Hambatan Perdagangan atas Produk Ekspor Indonesia di Negara Mitra Dagang’, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol II, No. 02 tahun 2008, hlm. 218. 106 “Pengertian Tarif Pajak, Bea Cukai, Kuota dan Hambatan dalam Perdagangan Internasional”, Ahmas Shodiqin, http:www.ilmuekonomi.net201511pengertian-tarif-pajak-bea- cukai-kuota-dan-hambatan-dalam-perdagangan-internasional.html, diakses pada, 29 Februari 2016 Pukul 08.20 WIB. Universitas Sumatera Utara 50 sebagai suatu model yang masih dapat ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui kenaikan tarif bea masuk. Perlindungan ini masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Namun demikian, dalam kesepakatan perdagangan internasional tetap diupayakan mengarah kepada sistem perdagangan bebas yang menghendaki pengurangan tarif secara bertahap. 107 3. Harmonisasi tarif dalam kerangka GATT WTO Lahirnya WTO membawa dampak pada usaha-usaha harmonisasi pengaturan tarif yang dibahas dalam perundingan-perundingan. Perundingan perdagangan internasional sebelum Putaran Uruguay dan terbentuknya WTO 1994, para peserta lebih banyak membahas mengenai upaya penurunan tarif impor, sedangkan masalah non-tarif baru dibahas setelah perundingan Tokyo Round 1973. Adapun perundingan tersebut yaitu: 108 a. Perundingan Jenewa tahun 1947 Tahun 1947 GATT berhasil dibentuk melalui perundingan yang diselenggarakan di Jenewa Swiss yang disebut dengan putaran Perundingan Jenewa 1947 GATT Conference 1947. Perundingan tersebut merupakan perundingan putaran pertama GATT yang diikuti oleh 23 negara peserta yang dalam perundingan tersebut, negara-negara peserta menyetujui konsesi penurunan tarif sebanyak 45.000 produk dengan nilai sebesar 10 miliar, mewakili separuh perdagangan dunia. b. Perundingan Annecy 1949 107 “Penerapan Tarif Impor Berdasarkan Ketentuan GATT-WTO, AFTA dan Perundang- Undangan Indonesia”, Muhammad Sood,http:muhammadsood.blogspot.co.id201302tarif- impor.html, diakses pada 29 Februari 2016 Pukul 08.30 WIB. 108 Muhamad Sood, Op. Cit., hlm. 54-67. Universitas Sumatera Utara 51 Perundingan GATT putaran kedua diselenggarakan di Annecy Prancis tahun 1949, sehingga dikenal dengan Perundingan Annecy Round 1949. Perundingan tersebut diikuti oleh 33 negara peserta, dan berhasil menyepakati penambahan penurunan bea masuk sekitar 5.000 tarif. c. Perundingan Torquay 1950-1951 Tahun 1955 perundingan GATT diselenggarakan di Torquay Inggris yang dikenal dengan perundingan Torquay Round 1951. Perundingan putaran ketiga ini diikuti oleh 34 negara peserta. Dalam perundingan ini, upaya penurunan tingkat tarif sebesar 25 dari tingkat tarif 1998, dilakukan dengan merundingkan konsesi penurunan tarif produk demi produk dari 45.000 Perundingan Jenewa menjadi 55.000 produk. d. Perundingan Jenewa 1955-1956 Tahun 1955 kembali diselenggarakan perundingan GATT di Jenewa yang dikenal dengan Jenewa Round 1955-1956. Perundingan ini sifatnya lebih terbatas, karena diikuti oleh 22 negara peserta. Nilai perdagangan yang disepakati dalam perundingan ini adalah AS 2,5 miliar. e. Perundingan Dillon Round 1961-1962 Tahun 1961-1962 diselenggarakan perundingan Dillon Round Dillon 1961-1962. Perundingan ini diselenggarakan di Jenewa atas prakarsa Menteri Keuangan Amerika Serikat, Douglas Dillon, sehingga disebut Perundingan Dillon. Jumlah negara peserta dalam perundingan ini meningkat menjadi 45 negara anggota. Dalam perundingan ini, masalah perdagangan untuk negara- negara berkembang mulai mendapat perhatian. Hasil dari perundingan Dillon Universitas Sumatera Utara 52 Round yang dapat dicatat adalah tercapainya penurunan tarif sebesar 6,5 dengan nilai sebesar AS 4,9 miliar. f. Perundingan Kennedy Round 1964-1967 Perundingan Kennedy Round tahun 1964 diselenggarakan di Amerika Serikat atas usul yang disampaikan oleh Presiden Kennedy, sehingga disebut Perundingan Kennedy. Perundingan ini diikuti oleh 48 negara peserta dengan tujuan untuk menurunkan tarif secara linear terhadap semua mata dagangan. Dalam perundingan Kennedy Round, negara-negara Eropa yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa telah berupaya melakukan penurunan tarif sebesar 50 dari tingkat semula. Mereka menolak untuk menghapus tarif walaupun untuk sektor yang tidak sensitif. Namun akhirnya disepakati adalah penurunan tarif sebesar 35 dari tingkat semula untuk produk industri, sementara untuk hasil pertanian penurunannya kecil sekali. Penurunan tarif ini diterapkan dalam jangka waktu 5 tahun. Adapun hasil konsesi yang disepakati dalam Kennedy Round mencapai nilai AS 40 miliar. g. Perundingan Tokyo Round 1973-1979 Perundingan GATT yang diselenggarakan di Tokyo Jepang yang disebut dengan perundingan Tokyo Round 1973-1979 karena perundingan ini dibuka dalam sidang tingkat menteri di Tokyo. Namun tahap selanjutnya perundingan diselenggarakan di Jenewa 1973 hingga 1979. Dalam perundingan Tokyo Round ini, untuk pertama kali pusat perhatian substansi perundingan beralih pada rintangan dan hambatan non-tarif selain tentunya tetap meneruskan perundingan dibidang tarif. Perundingan ini dihadiri oleh 99 negara peserta. Universitas Sumatera Utara 53 Hasil yang diperoleh dari perundingan ini, dalam bidang tarif ialah menyangkut hasil industri dan pertanian. Penurunan tingkat tarif sebesar 34 untuk produk industri, diterapkan secara bertahap dalam batas waktu 8 tahun dan sekali pada 1 januari 1987. Adapun nilai perdagangan dari produk ekspor yang diperkenankan bea masuknya, diperlakukan secara non-diskriminatif most favored nation principle dan dengan mengikat, mencapai jumlah AS 300 miliar pada tahun 1981. Dalam perundingan ini, formula yang digunakan oleh negara maju untuk menurunkan tingkat bea masuk, adalah formula yang menentukan agar penurunan tersebut lebih besar diterapkan pada bea masuk yang paling tinggi. Oleh karena itu, secara keseluruhan dampak dari kegiatan tersebut adalah tercapainya harmonisasi tingkat tarif yang sebelumnya tidak ada. Dalam perundingan ini negara-negara berkembang telah memberi konsesi dalam bentuk commitment binding atau mengikat untuk impor mereka sebesar AS 3,9 miliar tahun 1977. Penurunan bea masuk maupun restriksi lain dari pihak negara maju terhadap hasil tropis dari negara berkembang, merupakan salah satu hasil yang dicapai dalam Tokyo Round dengan jumlah sebesar yang diterapkan pada tahun 1976 dan 1977. Antara lain penurunan tersebut dikenakan terhadap kopi, kakao, teh, rempah-rempah, dan beberapa produk lainnya dalam bentuk mentah, setengah jadi, maupun yang sudah diproses. 109 h. Perundingan Uruguay Round 1994 Perundingan bidang tarif merupakan bagian yang paling lama ditangani oleh GATT. Semenjak perundingan multilateral putaran GATT pertama di 109 Kartadjoemena Buku I,Op. Cit., hlm. 35. Universitas Sumatera Utara 54 Genewa tahun 1947 hingga berakhirnya perundingan Putaran Uruguay tahun 1994 upaya penurunan tarif selalu menjadi perdebatan diantara peserta perundingan. Sebelum dilaksanakan perundingan ini, negara-negara anggota telah beberapa kali menyelenggarakan perundingan maupun sidang-sidang tingkat menteri antara lain, di Pertemuan Punta Del Este Uruguay pada September 1986, Pertemuan Montreal Kanada yang disebut dengan Mid-Term Review Montreal pada 1988, dan Pertemuan Brussel pada Desember 1990 dan diakhiri dengan perundingan Putaran Uruguay di Marrakech Maroko tanggal 15 April 1994. Namun upaya menurunkan tarif sejak berdirinya GATT 1947 telah banyak mencapai kemajuan, hingga akhirmya pada perundingan Putaran Uruguay penurunan tarif mencapai 30 dari sebelumnya. Adapun ringkasan hasil Uruguay Round tentang tarif yaitu: 110 1 Kesepakatan Sidang Montreal menentukan agar negara peserta menurunkan tingkat tarif hingga 30 dari tingkat sebelumnya. 2 Karena tidak semua negara peserta dapat melakukannya, maka yang dapat dicapai adalah melakukan penurunan selektif secara total yang mempunyai dampak penurunan sebesar 30 trade weight. 3 Negara peserta berunding untuk mengadakan tukar-menukar konsesi penurunan tarif secara spesifik dengan mitra dagangnya dengan pendekatan item by item melalui proses request and offer. 4 Bagi Indonesia yang dilakukan bukan penurunan tingkat tarif 30 dari tingkat sebelumnya, melainkan penentuan tingkat tarif maksimal 40 untuk 95 dari produk yang diimpor. 110 Ibid., hlm. 76. Universitas Sumatera Utara 55 5 Tekanan dari komitmen Indonesia dipusatkan pada penelusuran jumlah produk yang dikenakan binding walaupun tingkat tarif maksimalnya masih tinggi yakni 40. Untuk merealisasi pengaturan tentang tarif impor, pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Undang-undang ini kemudian disempurnakan lagi dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Adapun ketentuan khusus tentang tarif diatur dalam pasal 12 hingga pasal 17A. i. Perundingan Doha Pembicaraan perdagangan global yang dimulai pada tahun 2001 di Doha, Qatar, dikenal sebagai development round, merupakan kesempatan bagi negara- negara termiskin agar lebih mudah menjual barang mereka di seluruh dunia. Konferensi Tingkat Menteri KTM WTO ke-4, pada tanggal 9-14 Nopember 2001, yang dihadiri oleh 142 negara menghasilkan dokumen utama berupa Deklarasi Menteri Deklarasi Doha. 111 111 “World Trade Organization”, Panjaitan, et.al, Deklarasi ini menandai diluncurkannya putaran perundingan baru mengenai perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, HaKI, penyelesaian sengketa, dan peraturan WTO. Deklarasi tersebut mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi tercapainya konsensus yang mencakup isu-isu: investasi, kebijakan kompetisi competition policy, transparansi dalam pengadaan http:www.deptan.go.idklnberitawtottg-wto.htm, diakses pada 30 Maret 2016 Pukul 13.31 WIB. Universitas Sumatera Utara 56 pemerintah goverment procurement, dan fasilitasi perdagangan. 112 Deklarasi juga memuat mandat untuk meneliti program-program kerja mengenai electronic commerce , negara-negara kecil small economies, serta hubungan antara perdagangan, utang, dan alih teknologi. Deklarasi Doha juga telah memberikan mandat kepada para anggota WTO untuk melakukan negosiasi di berbagai bidang, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan pelaksanaan persetujuan yang ada. 113 Negosiasi sebagai tindak lanjut Putaran Doha terus berlanjut meskipun banyak pertentangan kepentingan di dalamnya. Sengketa utama muncul antara negara-negara industri dan negara-negara berkembang mengenai pasar bebas dan penghapusan subsidi di negara-negara industri. 114 112 “Putaran Doha”, Namun secara umum, semua anggota mendukung tujuan-tujuan Doha Round, yaitu menciptakan perdagangan dunia yang bebas dan lancar. Namun masalahnya, bagaimana membuat peraturan yang bisa diterima semua pihak. Negara-negara industri menuntut agar produk industrinya bisa diperdagangkan lebih bebas di negara-negara ambang industri seperti di Cina dan India. Negara-negara miskin menuntut agar subsidi pertanian di Amerika Serikat dan Uni Eropa dihapus. Karena subsidi pertanian di negara kaya menghapus peluang negara-negara miskin masuk ke pasarnya. Sementara negara industri berusaha melindungi sektor pertanian dari serbuan produk-produk impor. Negosiasi dalam Doha Round ini lebih baik daripada kegagalan yang bisa menghasilkan kembalinya dunia ke dalam proteksionisme dan memacu pakta perdagangan yang lebih regional yang bertujuan untuk mematikan ekspor-impor. http:putrinyaperwira-fisip09.web.unair.ac.idartikel_detail-64846- Prinsip20Ekonomi20Internasional-Putaran20Doha.html, diakses pada 30 Maret 2016 Pukul 14.15 WIB. 113 Ibid. 114 ”Bagaimana Kelanjutan Putaran Doha?”, Hendra Pasuhuk, http:www.dw.dedwarticle0,,15605184,00.html, diakses pada 30 Maret 2016 Pukul 12.30 WIB. Universitas Sumatera Utara 57 Dengan semua keterbatasan, pembicaraan Doha akan mengurangi tarif dan subsidipertanian dan mengurangi hambatan untuk impor industri dan perundingan ini pun masih berlangsung hingga saat ini. 115

D. Hambatan Non-Tarif dalam Kerangka GATTWTO

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Kebijakan Pelindungan Dan Pengamanan Perdagangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 11 134

Analisis Yuridis Kebijakan Pelindungan Dan Pengamanan Perdagangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 9

Analisis Yuridis Kebijakan Pelindungan Dan Pengamanan Perdagangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 1

Analisis Yuridis Kebijakan Pelindungan Dan Pengamanan Perdagangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 17

Analisis Yuridis Kebijakan Pelindungan Dan Pengamanan Perdagangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 28

Analisis Yuridis terhadap Kebijakan Hambatan Kuantitatif dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

0 0 12

Analisis Yuridis terhadap Kebijakan Hambatan Kuantitatif dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

0 0 1

Analisis Yuridis terhadap Kebijakan Hambatan Kuantitatif dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

0 0 21

Analisis Yuridis terhadap Kebijakan Hambatan Kuantitatif dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

0 1 44

Analisis Yuridis terhadap Kebijakan Hambatan Kuantitatif dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

0 0 7