34
d. Pelunasan produksi dan perdagangan barang-barang dan jasa-jasa.
B. Prinsip-Prinsip Perdagangan Bebas Internasional dalam Kerangka GATT WTO
General Agreement on Tariff and Tradde bukan merupakan suatu konstitusi
atau anggaran dasar, tetapi merupakan suatu “Common Code of Conduct” untuk perdagangan internasional.
77
Sebagai alat untuk stabilitasi secara progresif dari tarif bea masuk dan merupakan forum untuk konsultasi,GATT memiliki prinsip-
prinsip serta pengecualian atas prinsipnya dalam kerangka perdagangan bebasdalam mengadministrasikan, mengawasi dan memberikan kepastian bagi
pelaksana seluruh persetujuan GATT serta hasil perundingan Putaran Uruguay.
78
1. Prinsip-prinsip perdagangan bebas dalam GATT WTO
Pada prinsipnya persetujuan WTO meneruskan sistem GATT 1947. Dibawah WTO, GATT 1947 dijadikan salah satu bagian dari persetujuan WTO
dan disebut sebagai GATT 1994. Baik GATT 1947 maupun persetujuan WTO menerapkan prinsip-prinsip perdagangan bebas yang berakar pada faham ekonomi
liberal yang diintrodusir Adam Smith melalui bukunya the Wealth of Nations pada tahun 1776.
79
77
Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Perdagangan Internasional GATT dan GSP selanjutnya disebut Buku II Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994, hlm. 108.
78
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Hukum Dagang Internasional selanjutnya disebut Buku II Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, hlm. 134.
79
Tentang landasan faham liberal perdagangan dunia, lihat dalam H.S. Kartadjoemena Buku II, Op. Cit., hlm. 22-28.
Persetujuan WTO memperluas, memodifikasi dan menyempurnakan sistem GATT 1947. Dibawah persetujuan WTO, GATT 1947
dengan modifikasi-modifikasi dan persetujuan-persetujuan tentang penafsiran pasal-pasal GATT tertentu yang dihasilkan dalam perundingan GATT sebelum
Universitas Sumatera Utara
35
WTO, diberlakukan sebagai peraturan pokok dibidang perdagangan barang, dengan sebutan GATT 1994.
80
Oleh karena itu pengaturan perdagangan internasional dibawah WTO secara umum masih mendasarkan pada prinsip-
prinsip GATT 1947.
81
GATTWTO mempunyai sejumlah prinsip yaitu :
82
a. Non-diskriminasi Most Favored Nation MFN.
Prinsip ini diatur dalam Pasal I GATT 1947, Pasal 4 TRIPS dan Pasal 2 GATS. Prinsip most favored nation menyatakan bahwa perdagangan internasional
antara anggota GATT harus dilakukan secara non-disrkriminatif. Article 1 Section 1 GATT 1947 mengharuskan perlakuanMFN atas semua konsesi tarif yang telah
diperjanjikan oleh para pesertanya dengan menentukan bahwa: “With respect to customs duties and charges of any kind imposed on or in
connection with importation or exportation or imposed on the international transfer of payments for imports or exports, and with respect
to the method of levying such duties and charges, and with respect to all rules and formalities in connection with importation and exportation, and
with respect to all matters referred to in paragraphs 2 and 4 of Article III, any advantage, favour, privilege or immunity granted by any contracting
party to any product originating in or destined for any other country shall be accorded immediately and unconditionally to the like product
originating in or destined for the territories of all other contracting parties.”
Dengan demikian prinsip utama adalah bahwa konsesi yang diberikan kepada suatu negara mitra dagang harus berlaku pula bagi semua negara lainnya.
Satu negara tidak boleh diberi perlakuan lebih baik atau lebih buruk dari negara lain. Dengan demikian maka semua negara ditempatkan pada kedudukan yang
80
Triyana Yohanes, Op. Cit., hlm. 76.
81
Ibid.
82
Nurdin, Op. Cit., hlm. 45-47. Dapat juga dilihat lebih jelas mengenai prinsip-prinsip GATTWTO yang dikemukakan Oliver Long dalam Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional
: dalam Kerangka Studi Analitis Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 47-49.
Universitas Sumatera Utara
36
sama, dan semua negara harus turut menikmati peluang yang tercapai dalam liberalisasi perdagangan internasional dan memikul kewajiban yang sama.
b. Perlakuan nasional national treatment
Prinsip ini diatur dalam Pasal III GATT 1947, berjudul “National Treatment on International Taxation and Regulation”
, yang menyatakan bahwa, “this standard provides for island parity that is say equality for treatment between
nation and foreigners” dan dalam Pasal 3 TRIPS. Prinsip national treatment
adalah merupakan sisi lain dari konsep non-diskriminasi. Prinsip ini melarang perbedaan perlakuan antara barang asing dan barang domestik yang berarti bahwa
pada saat suatu barang impor telah masuk kepasaran dalam negeri suatu anggota, dan setelah melalui daerah pabean serta membayar biaya masuk, maka barang
impor tersebut harus diperlakukan secara tidak lebih buruk daripada hasil dalam negeri.
c. Tarif sebagai instrumen tunggal untuk proteksi protection to domestic
industry through tariff Menurut prinsip ini, GATT mengizinkan proteksi terhadap hasil dalam
negeri. Namun demikian proteksi yang diperlukan terhadap hasil dalam negeri hanya dapat dilakukan melalui tarif atau bea masuk yang dikenankan terhadap
barang impor, dan tidak boleh dengan cara pembatasan lainnya. Antara lain, maksud prinsip ini adalah agar proteksi yang diberikan terhadap hasil dalam
negeri dan pembatasan yang diterapkan terhadap barang impor, dapat diterapkan dengan cara yang lebih jelas dan transparan, dan dampak distorsi akibat proteksi
tersebut dapat dilihat secara lebih jelas. d.
Pengikatan tarif tariff binding.
Universitas Sumatera Utara
37
Prinsip ini diatur dalam Pasal II GATT-WTO 1995 yang mengatur mengenai jadwal penurunan tarif. Jadwal penurunan tarif yang telah disetujui
dimasukkan dalam Annex Schedule yang merupakan bagian integral dari GATT. Untuk lebih menjamin perdagangan internasional yang lebih predictable maka
diterapkan ketentuan untuk melakukan tariff binding atau suatu komitmen yang mengikat negara-negara anggota supaya tidak meningkatkan bea masuk terhadap
barang impor setelah masuk dalam daftar komitmen binding.
Universitas Sumatera Utara
38
e. Persaingan yang adil fairnessprinciple
Prinsip ini diatur diantaranya dalam Pasal VI tentang larangan dumping dan Pasal XVI tentang subsidi, dimaksudkan agar jangan sampai terjadi suatu
negara menerima keuntungan tertentu dengan melakukan kebijakan tertentu sedang dipihak lain kebijaksanaan tersebut justru menimbulkan kerugian bagi
negara lainnya.
83
f. Larangan terhadap restriksi kuantitatif general prohibition on quantitative
restriction. Prinsip ini mengandung prinsip persaingan yang adil atau fair
competition . Dengan semakin terjadinya subsidi terhadap ekspor serta terjadinya
dumping, GATT semakin menghadapi masalah. Aturan main yang berlaku bagi negara peserta GATT untuk menghadapi subsidi ekspor maupun untuk dumping
tersebut pada teks dalam perjanjian GATT maupun pada Anti-Dumping Code dan Subisidies Code
hasil Tokyo Round.
Prinsip ini diatur dalam Pasal XI GATT 1994. Prinsip lain dalam GATT adalah larangan umum teradap restriksi yang bersifat kuantitatif, yakni kuota dan
jenis pembatasan yang serupa. GATT memperbolehkan pembatasan kuantitatif yang diterapkan oleh negara anggota dalam hal suatu negara menghadapi masalah
dalam hal neraca pembayarannya. Dan langkah pembatasan kuantitatif yang diambil suatu negara tidak boleh melampaui batas waktu yang diperlukan untuk
mengatasi masalah neraca pembayaran.
84
83
Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 47.
84
H.S. Kartadjoemena Buku II, Op. Cit., hlm. 43.
Universitas Sumatera Utara
39
g. Prinsip resiprositas reciprocity principle
Prinsip ini diatur dalam Pasal II GATT 1947, mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama anggota WTO dalam kebijaksanaan
perdagangan internasional. Artinya apabila suatu negara, dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan tarif masuk atau produk impor dari
suatu negara, maka negara pengeskpor produk tersebut wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara yang pertama tadi.
85
Berdasarkan prinsip ini diharapkan setiap negara secara timbal balik saling memberikan kemudahan bagi
lalu lintas barang dan jasa. Dengan demikian, pada akhirnya diharapkan setiap negara akan saling menikmati hasil perdagangan internasional yang lancar dan
bebas.
86
Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang antara dua negara secara timbal balik. Dan menghendaki adanya kebijaksanaan
atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan internasional.
87
Prinsip-prinsip diatas merupakan dasar dalam menentukan aturan permainan dibidang yang selama ini
belum ditangani oleh GATT, dan untuk hal-hal yang telah ditangani oleh GATT diadakan perbaikan-perbaikan yang lebih mencerminkan prinsip-prinsip tersebut
diatas.
88
2. Pengcualian-pengecualian terhadap prinsip perdagangan bebas
Pemerintah dalam banyak kesempatan mengadopsi peraturan atau melakukan suatu tindakan yang menghambat perdagangan barang danatau jasa
guna melindungi, sebagai contoh, kesehatan masyarakat, moralnilai-nilai yang
85
Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 45.
86
Ibid.
87
Ibid.
88
H.S. Kartadjoemena Buku I, Loc. Cit., hlm. 18.
Universitas Sumatera Utara
40
dianut oleh masyarakat, lapangan pekerjaan atau keamanan nasional.
89
Hukum WTO menyediakan peraturan-peraturan untuk menjembatani liberalisasi
perdagangan dengan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Peraturan-peraturan ini ada dalam wujud pengecualian yang sangat luas terhadap
disiplin dasar dari kewajiban-kewajiban non-diskriminasi dan pengaturan terhadap akses pasar.
90
a. pengecualian umum, yang terdapat dalam Pasal XX GATT 1994 dan Pasal
XIV GATS; Terdapat lima kategori utama dalam pengecualian ini:
b. pengecualian untuk keamanan nasional dan internasional, terdapat dalam
Pasal XXI GATT 1994 dan Pasal XIV bis GATS; c.
pengecualian dalam keadaan ekonomi yang darurat, terdapat dalam Pasal XIX GATT 1994 dan the Agreement on Safeguards;
d. pengecualian atas integrasi regional, terdapat dalam Pasal XIV GATT
1994 dan Pasal V GATS; e.
pengecualian atas dasar neraca perdagangan, terdapat dalam Pasal XII dan XVIII huruf B GATT 1994 dan Pasal XII GATS; dan
f. pengecualian untuk pembangunan ekonomi, terdapat dalam Pasal XVIII
huruf A GATT 1994 dan Enabling Clause. Pengecualian-pengecualian ini memperbolehkan anggota WTO, dalam
situasi tertentu, untuk mengadopsi dan mempertahankan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan guna melindungi nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan sosial
lainnya yang sangat penting, meskipun peraturan atau tindakan-tindakan tersebut bertentangan dengan disiplin substantif yang terkandung dalam GATT 1994 atau
89
Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi, Op. Cit., hlm. 53.
90
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
41
GATS. Pengecualian-pengecualian ini secara jelas memperbolehkan anggota WTO, dalam situasi tertentu, untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi
terhadap nilai-nilai dan kepentingan sosial tertentu daripada liberalisasi perdagangan. Adapun penjelasan lebih rinci daripada lima golongan pengecualian
berdasarkan Persetujuan WTO adalah sebagai berikut:
91
a. Pengecualian umum dalam Pasal XX GATT 1994
Pengecualian yang paling penting dalam menjembatani liberalisasi perdagangan dengan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan sosial lainnya adalah
‘pengecualian umum’ yang tercantum dalam Pasal XX GATT 1994 dan Pasal XIV GATS. Dalam menentukan apakah suatu tindakan yang seharusnya tidak
konsisten dengan peraturan yang ada di GATT dapat dibenarkan berdasarkan Pasal XX GATT harus selalu dievaluasi :
1 Apakah tindakan ini bisa ‘sementara’ dibenarkan menurut salah satu
pengecualian yang secara spesifik disebutkan dalam ayat a sampai j dalam Pasal XX dan kalau dibenarkan,
2 Apakah dalam pengaplikasian dari tindakan ini telah sesuai dengan
persyaratan-persyaratan yang terdapat dalam kalimat pembukaan dalam pasal tersebut yang biasanya disebut sebagai Chapeau dari
Pasal XX. Pasal XX GATT 1994 dalam ayat a sampai j memberikan dasar
pembenaran yang jumlahnya terbatas, dimana setiap dasar pembenar memiliki aplikasi persyaratan yang berbeda. Pasal XX dapat dijadikan dasar pembenaran
terhadap tindakan-tindakan, diantaranya:
91
Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah, dan Joseph Wira Koesnaidi, Op. Cit., hlm. 53-81.
Universitas Sumatera Utara
42
1 yang diperlukan guna melindungi moralnilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat Pasal XX huruf a; 2
yang diperlukan guna melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, binatang atau tumbuhan Pasal XX huruf b;
3 yang diperlukan guna menjaga kesesuaian dengan peraturan nasional,
seperti peraturan kepabenan atau hak kekayaan intelektual, dimana peraturan tersebut pada hakekatnya tidak bertentangan dengan GATT
Pasal XX huruf d; 4
yang berhubungan dengan ‘konservasi sumber daya alam yang habis terpakai’ Pasal XX huruf g.
b. Pengecualian untuk keamanan nasional dan internasional
Menurut Pasal XXI GATT 1994 dan Pasal XIV bis GATS, anggota WTO bisa menerapkan suatu tindakan yang seharusnya dilarang oleh GATT atau GATS
guna melindungi kedamaian dan keamanan nasional atau internasional. Pasal XXI huruf b GATT 1994 dan Pasal XIV bis huruf b GATS memperbolehkan anggota
WTO untuk mengadopsi atau mempertahankan suatu tindakan yang dianggap diperlukan guna melindungi kepentingan keamanan yang dianggap sangat
fundamental seperti: 1
yang berkaitan dengan materi atom yang bisa memecah belahfissionable materials contoh: nuklir; atau
2 yang berkaitan dengan perdagangan persenjataan atau dalam bentuk
materi lainnya, atau penyediaan jasa yang secara langsung atau tidak langsung digunakan untuk keperluan militer.
Universitas Sumatera Utara
43
Anggota WTO juga diperbolehkan untuk menerapkan tindakan yang bertentangan dengan GATT atau GATS bila:
1 dalam keadaan perang atau keadaan darurat lainnya yang berkaitan
dengan hubungan internasional; atau 2
untuk menjalankan kewajibannya sesuai dengan piagam PBB guna menjaga perdamaian dan keamanan internasional seperti: sanksi
ekonomi yang diterapkan oleh Dewan Keamaan PBB. c.
Pengecualian dalam keadaan ekonomi yang darurat Tercantum dalam Pasal XIX GATT dan the Agreement on Safeguard.
Aturan WTO juga mengatur mengenai “pengecualian dalam keadaan ekonomi darurat”. Pengecualian yang diatur dalam Pasal XIX GATT 1994 dan Agreement
on Safeguards , memerbolehkan anggota untuk mengadopsi tindakan yang
seharusnya dilarang oleh WTO, dalam situasi terjadi adanya lonjakan impor yang menyebabkan, atau adanya ancaman yang akan menyebabkan, kerugian yang
serius terhadap industri domestik. Terdapat tiga kategori pengaturan yang diterapkan untuk tindakan-tindakan pengamanan perdagangan, yaitu peraturan
yang berkaitan dengan: 1
karakteristik dari tindakan pengamanan perdagangan; 2
persyaratan substantif yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan tindakan pengamanan perdagangan; dan
3 persyaratan prosedural di tingkat nasional dan internasional yang
dipenuhi oleh anggota WTO bila ingin menerapkan tindakan pengamanan perdagangan.
d. Pengecualian atas integrasi regional
Universitas Sumatera Utara
44
Ketentuan WTO juga mengatur mengenai pengecualian atas integrasi regional. Pasal XXIV GATT 1994 sebagaimana dijabarkan lebih lanjut dalam
Understanding on Article XXIV dan Pasal V GATS memperbolehkan anggota
WTO untuk perdagangan bebas dengan lebih cepat di antara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok. Ketika anggota WTO membentuk
sebagai contoh, integrasi kepabeanan customs union, mereka memberikan perlakuan berbeda yang lebih baik diantara mereka dalam hal perdagangan
seperti penghapusan seluruh bea masuk yang mana tidak diberikan kepada anggota WTO lainnya yang bukan merupakan bagian dari customs union tersebut.
e. Pengecualian untuk pembangunan ekonomi
Pengecualian terakhir yang diberikan oleh ketentuan WTO adalah pengecualian untuk pembangunan ekonomi untuk membantu negara berkembang.
Hampir semua perjanjian di WTO mengatur mengenai perlakuan yang khusus dan berbeda special and differential treatment untuk anggota negara berkembang
guna memfasilitasi mereka untuk masuk ke dalam sistem perdagangan dunia dan untuk mendorong pembangunan ekonomi mereka. Ketentuan ini, yang biasa
disebut sebagai “SD treatment”, bisa dibagi ke dalam enam kategori: 1
ketentuan yang ditujukan untuk meningkatkan peluang perdagangan anggota negara berkembang;
2 ketentuan untuk anggota WTO yang seyogyanya harus melindungi
kepentingan anggota negara berkembang; 3
flexibilitas dari komitmen, dalam bentuk tindakan, dan penggunaan instrumen kebijakan;
4 jangka waktu transisi;
Universitas Sumatera Utara
45
5 bantuan teknis; dan
6 ketentuan yang berkaitan dengan anggota negara terbelakang least-
developed-country Members.
C. Hambatan Tarif dalam Kerangka GATT WTO