Penyakit Menular HASIL DAN PEMBAHASAN

68 vektor adalah filariasis, Demam Berdarah Dengue DBD, dan malaria. Penyakit yang ditularkan melalui udara atau percikan air liur adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA, pneumonia dan campak, sedangkan penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air adalah penyakit tifoid, hepatitis, dan diare. Data yang diperoleh hanya merupakan prevalensi penyakit secara klinis dengan teknik wawancara dan menggunakan kuesioner baku RKD07.IND, tanpa konfirmasi pemeriksaan laboratorium. Kepada responden ditanyakan apakah pernah didiagnosis menderita penyakit tertentu oleh tenaga kesehatan D: diagnosis. Responden yang menyatakan tidak pernah didiagnosis, ditanyakan lagi apakah pernahsedang menderita gejala klinis spesifik penyakit tersebut G. Jadi prevalensi penyakit merupakan data yang didapat dari D maupun G DG. Prevalensi penyakit akut dan penyakit yang sering dijumpai ditanyakan dalam kurun waktu satu bulan terakhir, sedangkan prevalensi penyakit kronis dan musiman ditanyakan dalam kurun waktu 12 bulan terakhir lihat kuesioner RKD07.IND: Blok X No rincian B01-22. Khusus malaria, selain prevalensi penyakit juga dinilai proporsi kasus malaria yang mendapat pengobatan dengan obat antimalaria program dalam 24 jam menderita sakit O. Demikian pula diare, dinilai proporsi kasus diare yang mendapat pengobatan oralit O. Jumlah kasus ketiga penyakit filariasis sangat kecil, DBD juga termasuk jumlah kasus kecil.

3.5.1 Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue dan Malaria

Filariasis penyakit kaki gajah adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, dan dapat menyebabkan kecacatan dan stigma. Umumnya penyakit ini diketahui setelah timbul gejala klinis kronis dan kecacatan. Kepada responden yang menyatakan ―tidak pernah didiagnosis filariasis oleh tenaga kesehatan‖ dalam 12 bulan terakhir ditanyakan gejala-gejala sebagai berikut : adanya radang pada kelenjar di pangkal paha, pembengkakan alat kelamin, pembengkakan payudara dan pembengkakan tungkai bawah atau atas. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi tular vektor yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa KLB, dan tidak sedikit menyebabkan kematian. Penyakit ini bersifat musiman yaitu biasanya pada musim hujan yang memungkinkan vektor penular Aedes aegypti dan Aedes albopictus hidup di genangan air bersih. Kepada responden yang menyatakan ―tidak pernah didiagnosis DBD oleh tenaga kesehatan‖ dalam 12 bulan terakhir ditanyakan apakah pernah menderita demampanas, sakit kepalapusing disertai nyeri di ulu hatiperut kiri atas, mual dan muntah, lemas, kadang-kadang disertai bintik-bintik merah di bawah kulit dan atau mimisan, kakitangan dingin. Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis. Kepada responden yang menyatakan ―tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan‖ dalam satu bulan terakhir ditanyakan apakah pernah menderita panas tinggi disertai menggigil perasaan dingin, panas naik turun secara berkala, berkeringat, sakit kepala atau tanpa gejala malaria tetapi sudah minum obat antimalaria. Untuk responden yang menyatakan ―pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan‖ ditanyakan apakah mendapat pengobatan dengan obat program dalam 24 jam pertama menderita panas. 69 Tabel 3.54 Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Pemakaian Obat Program Malaria Menurut KabupatenKota, di Provinsi Riau, Riskesdas 2007 KabupatenKota Filariasis DBD Malaria D ‰ DG ‰ D ‰ DG ‰ D ‰ DG ‰ O Kuantan Singingi 0.00 5.18 1.48 11.83 13.31 38.43 26.9 Indragiri Hulu 0.63 0.63 0.63 0.63 12.51 18.15 46.7 Indragiri Hilir 0.00 0.30 0.90 14.78 4.52 16.28 33.3 Pelalawan 0.73 1.46 0.73 3.66 12.44 18.30 36.0 Siak 0.63 0.63 8.14 8.14 3.76 6.89 30.0 Kampar 0.34 0.34 3.36 18.14 10.75 39.64 21.2 Rokan Hulu 0.00 0.00 0.52 1.04 1.56 3.12 28.6 Bengkalis 0.54 0.54 1.07 1.88 0.54 6.17 21.7 Rokan Hilir 0.78 0.78 4.65 14.74 36.07 53.53 74.6 Kota Pekan Baru 0.51 0.51 2.03 3.30 0.76 10.67 66.7 Kota Dumai 0.86 0.86 0.86 0.86 6.04 17.27 25.0 Riau 0.43

0.78 2.19

7.80 8.46

20.29 43.5

Catatan : Kasus filariasis D sangat kecil n=11 Kasus filariasis DG sangat kecil n=20 Kasus DBD DG = 199, tanda kasus 30 Kasus DBD D = 56, semua kasus tiap kabkota 30 Kasus malaria DG = 518, tanda kasus 30 Tabel 3.54 menunjukkan bahwa dalam 12 bulan terakhir filariasis tersebar di Provinsi Riau dengan prevalensi klinis sebesar 0,78 ‰. Dua kabupaten yang mempunyai prevalensi DG filariasis lebih tinggi dari angka prevalensi Provinsi Riau , yaitu Kuantan Singingi 5,18‰, Pelalawan 1,46‰. Dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, kasus DBD klinis tersebar di seluruh Provinsi Riau dengan prevalensi DG 0,78‰ rentang : 0,163‰ – 18,14‰. Pada 4 kabupatenkota didapatkan prevalensi DBD klinis lebih tinggi dari angka provinsi, yaitu Kampar 18,14‰, Indragiri Hilir dan Rokan Hilir masing- masing 14,7‰, serta Kuantan Singingi 11,83‰. Namun kasus DBD klinis yang didapatkan sebagian besar berdasarkan pada gejala yang dirasakan responden, sedangkan yang diagnosis tenaga kesehatan di Provinsi Riau adalah 2,19‰. Penyakit malaria tersebar di seluruh Indonesia dengan angka prevalensi yang beragam, termasuk Provinsi Riau. Di lima kabupaten, kasus malaria yang lebih banyak terdeteksi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah Indragiri Hulu, Pelalawan, Siak, Rokan Hulu dan Rokan Hilir. Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, prevalensi malaria klinis Provinsi Riau adalah 20,29‰ rentang: 3,12‰ – 53,53‰. Sebanyak 3 kabupatenkota mempunyai prevalensi malaria klinis di atas angka provinsi Rokan Hilir, Kampar dan Kuantan Singingi. Kabupaten Rokan Hulu merupakan daerah dengan prevalensi malaria klinis terendah yaitu 3,12‰. Meskipun demikian yang perlu menjadi perhatian adalah daerah yang terdeteksi bukan berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan. Data ini bermanfaat untuk menilai kesiapan daerah dan mengevaluasi pelaksanaan eliminasi malaria. Responden yang terdiagnosis sebagai malaria klinis dan mendapat pengobatan dengan obat malaria program dalam 24 jam menderita sakit hanya 43,5. Ada 2 kabupaten dengan 70 proporsi pengobatan dengan obat malaria program cukup tinggi 50 yaitu Rokan Hilir dan Kota Pekan Baru. Di Kampar, kasus malaria klinis tinggi, yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan baru 1,1, dan merupakan kabupaten paling rendah dari kasus malaria yang mendapat pengobatan dengan obat program dalam 24 jam menderita sakit. Sebaliknya di Kota Pekan Baru dengan prevalensi malaria klinis rendah 0,1 menunjukkan proporsi pengobatan dengan obat malaria program cukup tinggi 50.

3.5.1.1 Karakteristik Responden dengan Filariasis, DBD dan Malaria

Prevalensi filariasis klinis yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan di Provinsi Riau paling tinggi dijumpai pada kelompok umur 65-74 tahun, sedangkan berdasarkan gejala dijumpai pada kelompok umur 5-14 tahun. Terdapat perbedaan prevalensi antara laki-laki dan perempuan dan daerah tempat tingla. Filariasis klinis lebih tinggi didapati pada responden yang tidak sekolah, tidak bekerja, pegawai, wiraswasta dan petaninelayan buruh, serta pengeluaran per kapita pada sejak kuintil 3 sampai kuintil 5.