Tindak Pidana Narkotika anak dibawah umur dalam perspektif Hukum Islam Positif : (studi analisis putusan Pengadilan..)
HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
(Studi Analisis Putusan Pengadilan No. 1409/PID.B/2009/PN. Tangerang) Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh : Asep Mahdi NIM : 206043103771
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
(2)
TINDAK PIDANA NARKOTIKA ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
(Studi Analisis Putusan Pengadilan No. 1409/PID.B/2009/PN. Tangerang) Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh :
Asep Mahdi NIM : 206043103771 Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Abdul Halim, M.Ag Nahrowi, SH., MH
NIP: 196706081994031005 NIP: 197302151999031002
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
(3)
i
telah memberikan taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini, yang disusun dan ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya serta orang-orang yang menyeru dengan seruannya dengan berpedoman kepada petunjuknya.
Suka cita selalu menyelimuti penulis seiring dengan selesainya penyusunan skripsi ini. Hal tersebut tidak lain karena dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis megucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Adji, MA., selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab dan Hukum dan Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum.
(4)
ii
3. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., selaku Pembimbing I dan Bapak Nahrowi,
SH., MH., selaku Pembimbing II, yang telah rela memberikan bimbingan dengan penuh ketekunan, kesabaran dan perhatian hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah berjasa
dan ikhlas mewariskan ilmunya kepada penulis.
5. Pimpinan, staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah serta Perpustakaan Umum Iman Jama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam pengumpulan bahan skripsi ini.
6. Pimpinan Pesantren Raudhatul Muhtadin KH. Musa Sarqowi (Marhum,
al-Magpurlah) yang telah mengajarkan kitab kuning kepada penulis, semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT.
7. Ayahanda tercinta H. Jauhari (al marhum) dan Ibunda tercinta yang telah
mendidik, membesarkan dan memberikan do’a dan motivasinya sehingga terselesaikannya sekripsi ini.
8. Mertua Bpk H. Sapnan dan Ibu Ruhanah yang telah memberikan bantuan baik
moril maupun materil sehingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Isteri tercinta Mamah Nurhikmah yang telah memberikan segalanya, baik do’a
maupun motivasinya sehingga terselesaikannya skripsi ini.
10. Anak tersayang Siti Hanifah Mahdiya yang telah membuat penulis semangat
(5)
iii
Hidayatullah periode 2006 dan teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu yang telah turut mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Atas semuanya itu, penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT semoga amal baiknya diterima dan mendapatkan balasan yang lebih baik. Amien…
Akhirnya penulis memanjatkan do’a dan memohon kepada Allah SWT semoga skripsi ini memberikan kemanfaatan, baik bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya, serta melimpahkan taufik dan hidayah kepada kita semua. Amin…
Jakarta, 2 Desember 2010
(6)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 Desember 2010
(7)
iv
DAFTAR ... ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Review Studi Terdahulu ... 8
E. Metode Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II TINDAK PIDANA ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Tindak Pidana dalam Perspektif Hukum Islam ... 14
B. Tindak Pidana dalam Hukum Positif ... 18
C. Anak Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif ... 19
BAB III PENGEDAR NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Golongan, Efek Samping dan Gejala Mengkonsumsi Narkotika ... 31
B. Status Hukum dan Sanksi Tindak Pidana Narkotika Dalam Hukum Islam ... 38
C. Status Hukum dan Sanksi Tindak Pidana Narkotika Dalam Hukum Positif ... 53
(8)
v
BAB IV ANALISIS PERKARA TENTANG PENGEDAR NARKOTIKA ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Duduk Perkara ... 58
B. Analisis Pengedar Narkotik dalam Persepektif Hukum Islam ... 64
C. Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Pengedaran Narkotika Anak Di bawah Umur ... 67
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70
B. Saran-Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
(9)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peredaran, produksi dan penyalahgunaan narkoba dikalangan masyarakat Indonesia kini semakin memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dengan bertambahnya korban narkoba dari tahun ketahun. Hasil survey nasional pada tahun 2004 menunjukan bahwa angka pengguna narkoba sebesar 1,75 % dari total populasi penduduk, yang kemudian meningkat menjadi 1,99 % pada tahun 2008 atau 3,3 juta orang. Keadaan tersebut menjadi semakin serius bila diperhatikan bahwa sebagian besar pengguna narkoba adalah generasi muda dan berada dalam
usia produktif yang merupakan aset bangsa.1
Pengguna narkotika sangat beragam dan menjangkau semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, orang awam hingga artis bahkan hingga pejabat publik. Efek negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan narkotika secara berlebihan dalam jangka waktu lama serta tidak diawasi oleh ahlinya dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada penggunanya, baik
secara fisik maupun psikis.2Karena itu, peredaran narkotika perlu diawasi secara
ketat, karena saat ini pemanfaatannya banyak untuk hal-hal yang negatif. Di samping itu melalui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
1Tim Penyusun, Standar dan Prosedur (NSP) Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta:
Badan Narkotika Nasional. 2009. h.1
(10)
2
penyebaran narkotika sudah menjangkau hampir ke semua wilayah Indonesia hingga ke pelosok-pelosok, daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh peredaran narkotika, lambat laun berubah menjadi sentral peredaran narkotika. Begitu pula anak-anak yang mulanya tidak mengenal narkotika, sebagian dari mereka justru menjadi korban narkotika.
Salah satu upaya pemerintah dalam melindungi anak supaya tidak menjadi korban narkotika, adanya Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pemidanaan anak di bawah umur. Pemidanaan anak adalah pelaksana kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum (pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Meskipun sebagai pengadilan khusus, pengadilan anak bukan seperti berdiri sendiri. Keberadaan peradilan anak tetap dalam lingkungan peradilan umum. Hal itu sesuai dengan yang tersebut dalam pasal 14 Tahun 1970 yang menegaskan hanya ada empat lingkungan dalam peradilan, yaitu peradilan umum, agama, militer,
dan tata usaha negara.3
Mengenai tugas dan kewenangan pengadilan anak (sidang anak) pasal 3 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyatakan bahwa sidang anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.4
Salah satu tolok ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak adalah umur.
3 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan. (Jakarta : Sinar Grafika 2008). h.101 4 Ibid 101
(11)
Dalam hal itu masalah yang urgen bagi terdakwa untuk dapat diajukan dalam
sidang anak. Umur dapat berupa umur minimum maupun umur maksimum.5
Masalah umur tentunya harus dikaitkan dengan saat melakukan tindak pidana. Sehubungan masalah umur, pasal 4 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menetapkan sebagai berikut:
a. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke pengadilan anak adalah
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
b. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan kesidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke sidang anak.
Jelaslah rumusan di atas, bahwa batas umur anak nakal minimum adalah 8 (delapan) tahun dan maksimum adalah 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah kawin. Sedangkan maksimum untuk dapat diajukan ke sidang anak umur 21 tahun, asalkan saat melakukan tindak pidana belum mencapai umur 18
(delapan belas) tahun, dan belum pernah kawin.6
Sedangkan menurut hukum pidana Islam batasan umur yang termasuk ke dalam anak terdiri dari tiga fase, yaitu fase tidak adanya kemampuan berpikir
(idrak). Sesuai dengan kesepakatan fuqaha, fase ini dimulai sejak manusia
5 Ibid 101 6 Ibid h.102
(12)
4
dilahirkan dan berakhir sampai usia tujuh tahun. Pada fase ini, seorang anak dianggap tidak mempunyai kekuatan berpikir. Karenanya, apabila anak kecil melakukan tindak pidana apapun sebelum berusia tujuh tahun, dia tidak dihukum, baik pidana maupun hukuman ta’dibi (hukuman untuk mendidik). Anak kecil tidak dijatuhi hukuman hudud, qishas, dan ta’zir apabila dia melakukan tindak pidana hudud dan qishas (misalnya membunuh atau melukai). Kedua, fase kemampuan berpikir lemah, dimulai si anak menginjak usia tujuh tahun sampai dia mencapai usia baligh. Dalam fase ini, anak kecil telah mumayiz, tidak bertanggung jawab secara pidana atas tindak pidana yang ia lakukan. Dia tidak dijatuhi hukuman hudud, bila ia mencuri atau berzina. Dia juga tidak dihukum
qishas bila membunuh atau melukai, tetapi dikenai tanggung jawab ta’dibi yaitu
hukuman yang bertsifat mendidik atas pidana yang dilakukannya. Meskipun pada dasarnya hukuman ta’dibi (untuk mendidik) bukan hukuman pidana. Akibat menganggap hukuman itu untuk mendidik (ta’dib) si anak tidak dapat dianggap sebagai residivis (pengulang kejahatan) meski hukuman untuk mendidik telah dijatuhkan kepadanya. Si anak juga tidak boleh dijatuhi hukuman ta’zir kecuali
hukuman yang dianggap mendidik, seperti pencelaan dan pemukulan7. Ketiga
fase Kekuatan Berpikir Penuh (sempurna), dimulai sejak menginjak kecerdasan (dewasa), yaitu kala menginjak usia lima belas tahun menurut pendapat mayoritas
fuqaha, berusia delapan belas tahun menurut Imam Abu Hanifah dan pendapat
yang popular dalam madzhab maliki. Pada fase ini seseorang dikenai tanggung
(13)
jawab pidana yang dilakukannya apapun jenisnya. Dia dijatuhi hukuman hudud, apa bila dia berzina atau mencuri, dikenakan qishas apabila dia membunuh atau melukai, demikian pula dijatuhi hukuman ta’zir apabila melakukan tindak pidana
ta’zir8.
Berdasarkan dari dua perspektif hukum di atas (hukum Islam dan hukum Positif) terhadap anak yang melakukakan tindak pidana narkotika, jelas ada perbedaan yang signifikan, antara hukum Positif dengan hukum Islam dalam penetapan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Dalam hal ini hukum Islam menjelaskan ketika anak sudah menginjak lima belas tahun, maka ia harus dikenakan sanksi hudud atau pidana termasuk di dalamnya yang melakukan tindak pidana pengedaran narkotika. Berbeda dengan hukum Positif yang berlaku di Indonesia, yaitu pasal 4 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, dalam pasal tersebut batas usia anak dibawah umur sampai batas usia 18 tahun, maka ini suatu kontradiktif yang harus di cari akar masalahnya, kenapa sampai berbeda. Dengan kata lain anak dalam batasan umur tersebut tidak bisa dikenai hukuman. Di lain pihak setelah saya melakukan observasi di pengadilan negeri Tangerang, ada suatu kasus tindak pidana narkotika anak yang bernama X, dia berumur 17 tahun, tidak tanggung-tanggung dia dijerat pasal 82 Undang-undang No.22 Tahan 1997, tentang pengedaran narkotika. Ia sebagai pengedar bukan pemakai yang dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 5 bulan ditambah denda Rp 500.000,00,. Maka dalam hal ini antara norma hukum yang berlaku dengan fakta hukum di lapangan
(14)
6
ada sebuah distingsi atau perbedaan yang menarik dianalisisis.
Dari hasil uraian di atas terdapat beberapa masalah diantaranya
a) Pengadilan memberikan dispensasi kepada anak yang melakukan anak di
bawah umur.
b) Tindakan yang harus dilakukan oleh aparat kepolisian untuk menanggulangi
tindak pidana narkotika.
c) Peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya supaya terhindar dari
narkotika.
d) Hukuman yang adil terhadap orang yang melakukan tindak pidana narkotika.
e) Perbandingan hukum Islam dan hukum Positif dalam kasus pengedar
narkotika anak dibawah umur.
Atas dasar perbedaan-perbedaan dan permasalahan itulah, alasan penulis mengambil tema analisis putusan pengadilan dalam kasus tindak pidana narkotika yang di lakukan oleh anak di bawah umur dalam perspektif dua hukum (hukum Islam dan hukum Positif) dengan melihat dan mengaitkan kepada suatu putusan pengadilan dalam kasus pengedaran narkotika. Maksudnya adalah penulis ingin menulis realitas hukum secara komprehensif, antara norma hukum dan fakta hukum di lapangan.
Studi ini penting dilakukan, karena kasus penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak di bawah umur sudah marak terjadi di negeri kita tercinta ini, bahkan ironisnya kategori anak di bawah umur sudah berani mengedarkan narkotika, sebagaimana saya uraikan diatas. Kasus pengedar narkotika anak
(15)
dibawah umur terjadi di daerah tangerang. Dalam hal ini peneulis melihat keunikan dalam kasus ini, yaitu kasusnya yang tergolong kasus besar dan berbahaya, baik bagi diri sendri maupun orang lain, akan tetapi dilakukan oleh seorang anak di bawah umur, maka disinilah penulis akan menganalisis sebuah putusan pengadilan dalam perkara pengedaran narkotika yang dilihat dalam dua sistem hukum, yaitu hukum Islam dan hukum Positif. Adapun judul skripsi yang penulis angkat yaitu, “TINDAK PIDANA NARKOTIKA ANAK DIBAWAH
UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF”
(Studi Analisis Putusan Pengadilan No. 1409/PID.B/2009/PN. Tangerang).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari pembahasan di atas agar pembahasan lebih terfokus kepada satu titik, maka penulis akan membatasi penulisan skripsi ini hanya dalam masalah tindak pidana narkotika yang dilakukan anak dibawah umur. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana menurut Hukum Positif dan Hukum Islam terhadap pengedar
narkotika anak di bawah umur?
2. Bagaimana penerapan Hukum Positif dan Hukum Islam dalam putusan
Pengadilan Tangerang dalam kasus pengedar narkotika anak di bawah umur?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
(16)
8
penyelesaian hukum, khususnya mengenai:
1. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam dan hukum Positif tentang anak
dibawah umur yang mengedarkan narkotika.
2. Untuk mengetahui penerapan hukum Islam dan hukum Positif dalam
putusan pengadilan terhadap pelaku tindak pidana pengedar narkotika yang dilakukan anak dibawah umur di Pengadilan Negeri Tangerang
Adapun manfaat penulisan ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi yang membutuhkan pengetahuan mengenai hukum pidana Islam dan hukum Positif, khususnya dalam kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan anak di bawah umur.
2. Manfaat Praktis
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
memahami penerapan hukum dalam putusan pengadilan dalam kasus tindak pidana narkotika anak di bawah umur.
b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
D. Studi Review Terdahulu
Setelah saya melakukan penelitian kepustakaan, sedikitnya ada empat yang menjadi bahan review, yaitu:
(17)
Hukum Positif dan Hukum Islam, studi kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang ditulis oleh Nursyamsiah, dalam skripsi ini dibahas mengenai tinjauan umum tindak pidana anak di bawah umur menurut hukum Islam dan hukum positif, tinjauan umum tentang jarimah pencurian, yang membedakan dengan skrpsi yang akan di tulis oleh penulis yaitu, disamping kasusnya yang berebeda juga tempat penelitiannya lebih lengkap, walaupun sama-sama pengadilan negeri akan tetapi penulis mengadakan penelitian di dua instansi yaitu, Tangerang dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
b. Urgensi Pelaksanan Hukum Jinayah Islam di Indonesia, Sebuah karya Musan Akbar, jurusan Perbandingan Madzhab Fiqh yang lulus pada tahun 1424 m / 2004 H.
Dalam skripsi ini, dijelaskan pon-poin penting tentang hukum pidana Islam, dari mulai pengertian Jinayat, jenis-jenis hukuman dan sebagainya dalam Jinayat kemudian dikaitkan dengan realitas yang terjadi di Indonesia, yang akhirnya penulis skripsi tersebut, menyimpulkan betapa urgen dan relevannya Jinayah Islam diberlakukan di Indonesia.
Yang membedakannya adalah skripsi ini bersifat umum dan global tidak terfokus kepada satu tindak pidana, sedangkan skripsi yang akan ditulis akan membahas satu tindak pidana, yaitu pengedaran narkotika anak di bawah umur yang ditinjau dari dua prespektif hukum yaitu hukum Islam dan hukum Positif.
c. Tindak Pidana Pembunuhan Oleh Anak Di Bawah Umur Menurut Pasal 338
(18)
10
jurusan Jinayah Siyasah tahun 2005. Dalam skripsi ini hanya membahas mengenai pembunuhan yang dilakukan anak di bawah umur dalam tinjauan pasal 338 KUHP dan Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang pengadilan anak.
Yang membedakan dengan skripsi penulis adalah skripsi tersebut kasusnya berbeda dan hanya ditinjau dari satu perspektif, sedangkan skripsi penulis menggunakan studi komparatif antara hukum Islam dan hukum positif
d. Kajian Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap Kasus Penyalah Gunaan
Narkotika Oleh Anak Di Bawah Umur, yang ditulis oleh Laila Maulida, dalam skripsi ini dibahas penyebab anak melakukan tindak penyalahgunaan narkotika, pandangan hukum Islam & hukum Positif tentang penyalah gunaan narkotika.
Yang membedakan dengan judul skripsi penulis dari skripsi tersebut adalah pembahasannya, kalau skripsi tersebut membahas tentang penyalah gunaan narkotika anak dibawah umur, sedangkan skripsi penulis membahas tentang kasus pengedarannya (narkotika) yang dilakukan anak dibawah umur dengan melakukan analisa terhadap putusan Pengadilan Negeri Tangerang dan data yang ada di Badan Narkotika Nasional (BNN).
E. Metodelogi Penelitan 1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, yakni menggunakan kebenaran sebuah data, maka dalam penulisan ini, penulis menggunakan penelitian
(19)
pustaka (Library Research) dan derskriptif analisis yakni menggambarkan tindak pidana narkotika anak di bawah umur yang dilengkapi dengan penelitian ke instansi, yaitu Pengadilan Negeri Tangerang dan Badan Narotika Nasional (BNN). Sekalipun demekian penulis tetap melakukan wawancara kepada pihak pengadilan, demi kelengkapan data yang didapat.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis yuridis yang bersifat komparatif antara hukum Islam dan hukum Positif terhadap putusan di pengadilan tentang kasus pengedar narkotika anak di bawah umur yang terjadi di Pengadilan Negeri Tangerang.
3. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan daalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer, yaitu salinan Putusan Pengadilan Tangerang
No.1409/PID.B/2009/PN. Tangerang, Undang-undang No. 22 tahun 1997
tentang narkotika dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pemidanaan anak di bawah umur.
b. Sumber data sekunder, demi kesempurnaan penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan data-data, baik data-data yang diperoleh dari buku-buku maupun data dari instansi seperti Pengadilan Negeri Tangerang dan Badan Narkotika Nasional. Dengan tujuan untuk memberikan penjelasan dalam menganalisa data primer.
(20)
12
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data menggunakan metode dekomentasi berupa
perundang-undangan dan putusan Pengadilan Negeri Tangerang
No.1409/PID/B/2009/PN. Tangerang, yang diteliti secara komparatif, baik dari
sudut pandang hukum Islam maupun hukum Positif.
5. Teknik pengolahan dan analisa data serta pemeriksaan kesimpulan
Dalam hal ini penulis menggunakan metode analisis putusan, yakni
menelaah tentang putusan Pengadilan Negeri Tangerang
No.1409/PID.B/2009/PN.Tangerang tentang tindak pidana pengedaran narkotika yang dilakukan anak dibawah umur yang di tinjau dari sudut hukum pidana Islam dan hukum positif yang dilengkapi dengan data yang ada di Pengadilan Negeri Tangerang dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
6. Teknik Penulisan
Dalam Penulisan Skripsi ini penulis berpedoman kepada buku pedoman skripsi tahun 2007 yang diterbitkan oleh fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
F. Sistematika Penulisan
Sistematisasi yang dilakukan penulis dalam skripsi ini dengan standar penulisan. Tulisan ini akan dimulai dengan Bab I, yaitu penulis menguraikan latar belakang persoalan yang ingin dikemukakan dalam tulisan ini. Bab ini juga akan mengemukakan Rumusan dan Batasan masalah, Tujuan Penelitian, Metode
(21)
Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab ini penting untuk mengurai secara umum keseluruhan isi tulisan.
Bab kedua, dalam bab ini akan membahas tentang tindak pidana anak di
bawah umur dalam perspektif hukum Islam dan hukum Positif, sebagai dasar pijakan pertama untuk melangkah, meneruskan penulisan skripsi ini.
Bab ketiga, dalam bab ini akan menjelaskan hukum Islam dan hukum
Positif tentang pengedar narkotika.
Kemudian pada bab empat, dalam bab ini berupa uraian terhadap kasus pengedar narkotika anak di bawah umur di Pengadilan Negeri Tangerang dari mulai bentuk kasus, dakwaan, tuntutan, dan putusan, yang di analisa dari dua perspektif, yaitu hukum Islam dan hukum Positif yang dilengkapi data dari Badan Narkotika Nasional (BNN).
Skripsi ini akan ditutup dengan Bab lima. Pada bab ini, penulis memaparkan kesimpulan dan saran-saran.
(22)
14
BAB II
TINDAK PIDANA ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A.Tindak Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam 1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana dalam hukum Islam disebut jarimah ( ) atau
al-jinayah (
ا ), menurut etimilogi, jarimah adalah melukai, berbuat dosa
dan kesalahan.9 Sedangkan secara terminologi ialah, larangan-larangan Syara’
yang diancamkan oleh Allah dengan jenis hukuman had atau ta’zir.10
2. Pembagian Jarimah
Jarimah-jarimah dapat berbeda penggolongannya, menurut perbedaan
cara meninjaunya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi berat ringannya hukuman, jarimah dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu: jarimah hudud , Jarimah qisas diyat, dan jarimah ta’zir11
1) Jarimah Hudud
Jarimah hudud ialah jarimah yang diancamkankan hukuman had,
yaitu hukuman yang ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi hak Tuhan. Dengan demikian, maka hukuman tersebut tidak mempunyai
9A.W Munawir kamus al-Munawir Arab-Idonesia terlengkap (Surabaya: Pustaka
Progressif 2002), cet. ke-25, h.186.
10Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang. 2005). h. 7 11 Ibid h. 21
(23)
batasan terendah dan batasan tertingi. Pengertian hak Tuhan adalah bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan baik oleh perseorangan (yang menjadi korban jarimah), atau pun oleh masyarakat yang diwakili oleh
negara.12
Hukuman yang termasuk hak Tuhan adalah setiap hukuman yang dikehendaki oleh kepentingann umum (masyarakat), seperti memelihara ketentaraman dan keamanan masyarakat, dan manfaat penjatuhan hukuman
tersebut akan dirasakan oleh keseluruhan masyarakat.13
Jarimah hudud ada tujuh, yaitu : zina, qazaf (menuduh orang lain
berbuat zina), minum-minuman keras, mencuri, hirabah
(pembegalan/perampokan, gangguan keamanan), murtad, dan
pemberontakan 2) Jarimah Qisas Diyat
Jarimah qishas diyat adalah perbuatan-perbuatan yang diancamkan
hukuman qishas atau hukuman diyat. Qishas maupun diyat adalah hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasannya. Dan tidak mempunyai batas terendah atau tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan, dengan pengertian bahwa si korban bisa memaafkan, maka hukuman
tersebut bisa menjadi hapus.14
Jarimah qishas diyat ada lima, yaitu: pembunuhan sengaja,
12 Ibid h. 14 13 Ibid 14 Ibid
(24)
16
pembunuhan semi sengaja, Pembunuhan karena kesalahan, Penganiayaan
sengaja, penganiyaan tidak sengaja.15
3) Jarimah Ta’zir
Maksudnya adalah perbuatan-perbuatan yang diancam satu atau beberapa hukuman ta’zir. Pengertian ta’zir adalah memberi pengajaran.
Syara’ tidak menentukan macam-macam hukumannya untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang
seringan-ringannya sampai kepada yang seberat-beratnya. Dalam hal ini hakim diberikan kaleluasan untuk menentukan hukuman sesuai dengan
perbuatan pidana yang dilakukan.16
b. Dilihat dari segi niat si pembuat, jarimah dibagi dua, yaitu: jarimah sengaja dan jarimah tidak disengaja.
Pembagian tersebut didasarkan atas niatan si pembuat. Pada “jarimah sengaja”, si pembuat dengan sengaja melakukan perbuatannya, sedang ia tahu bahwa perbuatannya itu dilarang (salah). Kalau si pembuat dengan sengaja berbuat tetapi tidak menghendaki akibat-akibat perbuatannya itu, maka disebut “pembunuhan semi sengaja.
Pada jarimah tidak di sengaja, si pembuat tidak sengaja mengerjakan perbuatan yang dilarang, akan tetapi perbuatan tersebut terjadi sebagai akibat kekeliruannya.
15 Ibid h. 14 16 Ibid
(25)
c. Dilihat dari cara mengerjakannya, jarimah dibagi jarimah positif dan
jarimah negatif.
Pembagian tersebut didasarkan atas tinjauan apakah jarimah yang diperbuat terjadi dengan beberapa perbuatan nyata ataukah dengan tidak berbuat, apakah perbutan yang diperbuat itu diperintahkan atau dilarang
Jarimah positif terjadi karena mengerjakan sesuatu perbuatan yang
dilarang seperti mencuri, zina, memukul dan sebagainnya.
Jarimah negatif, terjadi karena tidak mengerjakan sesuatu
perbuatan yang diperintahkan, seperti tidak mengeluarkan zakat, dan sedikit
sekali yang berupa jarimah negatif.17
d. Dilihat dari segi orang yang menjadi korban (yang terkena) akibat
perbuatan, jarimah dibagi menjadi jarimah perseorangan dan jarimah
masyarakat.18
Pembagian tersebut didasarkan atas tinjauan terhadap orang yang menjadi korban. Jarimah masyarakat ialah suatu jarimah dimana hukuman terhadapnya dijatuhkan untuk menjaga kepentingan masyarakat, baik
jarimah tersebut perseorangan atau mengenai ketentraman masyarakat dan
keamanannya. Menurut para puqaha, penjatuhan hukuman atas perbuatan tersebut menjadi hak Tuhan dan hal ini berarti bahwa terhadap hukuman tersebut tidak ada pengampunan atau peringanan atau menunda-nunda
17 Ibid h. 12-13 18 Ibid h. 14
(26)
18
pelaksanaan.19
Jarimah perseorangan ialah suatu jarimah, dimana hukuman
terhadapnya dijatuhkan untuk melindungi kepentingan perseorangan juga berarti menyinggung masyarakat.
e. Dilihat dari segi tabiatnya yang khusus, jarimah menjadi biasa dan jarimah politik.
Syari’at Islam mengadakan pemisahan antara jarimah biasa dengan jarimah politik. Pemisahan tersebut didasarkan atas dasar kemaslahatan
keamanan dan ketertiban masyarakat, dan atas pemeliharaan sendi-sendinya. Sebenarnya corak kedua macam jarimah tersebut tidak berbeda, baik mengenai macam maupun cara perbuatannya. Perbedaan antara
keduanya terletak pada motif (faktor pembangkitnya).20
B. Tindak Pidana Dalam Hukum Positif
1. Pengertian Tindak pidana
Dalam ilmu hukum pidana, istilah tindak pidana adalah terjemahan dari bahasa Belanda Strafbaarfiet yang merupakan istilah resmi dalam wetboekVan
Starfrecht yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang masih berlaku di Indonesia
19 Ibid h.21
(27)
sampai saat sekarang ini.21.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
a. Perbuatan manusia, baik perbuatan aktif maupun pasif
b. Perbuatan tersebut bertentangan atau melawan hukum.
c. Perbuatan tersebut harus tersedia ancaman hukumannya di dalam
undang-undang.
d. Harus terbukti adanya perbuatan pada orang yang berbuat yaitu orangnya
harus dipertanggung jawabkan
e. Perbuatan itu harus dilakukan oleh orang yang cakap hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan22
C. Anak Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif
1. Anak Dalam Hukum Islam
Kedudukan seorang anak dalam Islam merupakan “amanah” yang harus dijaga oleh kedua orang tuanya. Kewajiban mereka pula untuk mendidiknya hingga berperilaku sebagaimana yang dituntut agama. Jika terjadi penyimpangan dari perilaku anak, Islam dalam kadar tertentu masih memberikan kelonggaran. Seperti yang disyariatkan oleh hadits yang menyatakan “ketidak berdosaan” (raf’ul kalam) seorang anak hingga mencapai
aqil baligh yang ditandai dengan timbulnya “mimpi” pada laki-laki dan haid
21 Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persfektif Hukum Islam dan Hukum
Pidana Nasional , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.), h.59
(28)
20
pada perempuan.23
Meski dalam kitab-kitab fiqh ditegaskan bahwa tidak benarkan menyeret anak ke meja hijau, tetap saja mereka harus dihukum jika bersalah, Cuma hukumannya berbeda dengan orang dewasa. Dalam bahasa fiqh disebutnya ta’dib (pembinaan), bukan ta’zir atau had (hukuman) seperti yang berlaku bagi orang dewasa (baligh). Bentuk pelaksanan ta’dib ini beragam, tergantung kepada kemampuan fisik dan jiwa anak.
Hukum Islam dipandang sebagai hukum pertama yang membedakan secara sempurna antara anak kecil dan orang dewasa dari segi tanggung jawab pidana. Hukum Islam, juga yang pertama yang melakukan tanggung jawab anak-anak yang tidak berubah dan berevolusi sejak dikeluarkannya. Ironisnya, empat belas abad yang lalu, hukuman ini dianggap sebagai hukuman yang baru dalam hal pertanggung jawaban anak kecil (belum dewasa) pada masa sekarang ini.24
Menurut hukum pidana Islam ancaman hukuman pidana anak-anak yang melakukan kejahatan dibedakan menurut perbedaan umurnya. Berdasarkan tahapan umur inilah hukum pidana Islam memberikan hukuman
(sanksi) terhadap tindak kejahatan (jarimah) anak dengan:25
23 Abdurrahman al-Jazari, Kitab Al-Fiqh Ala Mazdahib Al-arb’ah (Beirut: Dar al-Fikr
,Tth). Cet. Ke-1, h. 11
24 Ibid, h.11
(29)
a) Fase Tidak Adanya Kemampuan Berpikir (Idrak)
Sesuai dengan kesepakatan fuqaha, fase ini dimulai sejak manusia dilahirkan dan berakhir sampai usia tujuh tahun. Pada fase ini, seorang anak dianggap tidak mempunyai kekuatan berpikir. Karenanya, apabila anak kecil melakukan tindak pidana apapun sebelum berusia tujuh tahun, dia tidak dihukum, baik pidana maupun hukuman ta’dibi (hukuman untuk mendidik). Anak kecil tidak dijatuhi hukuman hudud, qishas, dan ta’zir, apabila dia melakukan tindak pidana hudud dan qishas (misalnya membunuh atau melukai).
Walaupun demikian, adanya pengampunan tanggung jawab pidana terhadap anak kecil bukan berarti membebaskan dari tanggung jawab perdata atas semua tindak pidana anak yang dilakukanya. Ia bertanggung jawab untuk mengganti semua kerusakan harta dan jiwa orang lain. Tanggung jawab perdata tidak dapat hilang, tidak seperti tanggung jawab pidana yang dapat hilang, sebab menurut kaidah asal hukum Islam, darah dan harta benda itu maksum (tidak dihalalkan/mendapat jaminan keamanan) dan juga uzur-uzur syar’i tidak menafikan kemaksuman. Ini berarti uzur-uzur syar’i tidak dapat menghapuskan
dan menggugurkan ganti rugi meski hukumannya digugurkan.26
b) Fase Kemampuan Berpikir Lemah
Fase ini dimulai si anak menginjak usia tujuh tahun sampai dia mencapai usia baligh. Dalam fase ini, anak kecil telah mumayiz tidak
(30)
22
bertanggung jawab secara pidana atas tindak pidana yang ia lakukan. Dia tidak dijatuhi hukuman hudud bila ia mencuri atau berzina. Dia juga tidak dihukum
qishas bila membunuh atau melukai, tetapi dikenai tanggung jawab ta’dibi
yaitu hukuman yang bertsifat mendidik atas pidana yang dia lakukannya. Meskipun pada dasarnya hukuman ta’dibi (untuk mendidik) bukan hukuman pidana. Akibat menganggap hukuman itu untuk mendidik (ta’dib) si anak tidak dapat dianggap sebagai residivis (pengulang kejahatan) meski hukuman untuk mendidik telah dijatuhkan kepadanya. Si anak juga tidak boleh dijatuh hukuman ta’zir kecuali hukuman yang dianggap mendidik, seperti pencelaan
dan pemukulan27
c) Fase Kekuatan Berpikir Penuh (sempurna)
fase ini dimulai sejak menginjak kecerdasan (dewasa) yaitu kala menginjak usia lima belas tahun, menurut pendapat mayoritas fuqaha, atau berusia delapan tahun menurut Iamam Abu Hanifah dan pendapat yang popular dalam madzhab maliki. Pada fase ini seseorang dikenai tanggung jawab pidana yang dilakukannya apapun jenisnya. Dia dijatuhi hukuman hudud apa bila dia berzina atau mencuri diqishas apabila dia membunuh atau melukai, demikian pula dijatuhi hukuman ta’zir apabila melakukan tindak pidana ta’zir.
Hukuman bagi anak kecil yang belum mumayiz adalah hukuman untuk mendidik murni (ta’dibiyah khalishah), bukan hukuman pidana. Ini karena, anak kecil bukan orang yang pantas menerima hukuman. Hukuman Islam tidak
(31)
menentukan jenis hukuman untuk mendidik yang dapat dijatuhkan kepada anak kecil. Hukum Islam memberikan hak kepada wali al-amr (penguasa) untuk menentukan hukuman yang sesuai menurut pandanganya. Para fuqaha
menerima hukuman pemukulan dan pencelaan sebagai hukuman mendidik.28
Pembagian hak kepada penguasa untuk menentukan hukuman agar ia dapat memelih hukuman yang sesuai dengan anak kecil disetiap waktu dan tempat. Dalam kaitan ini, penguasa berhak menjatuhkan hukuman :
1) Memukul Si anak
2) Menegur dan mencelanya.
3) Menyerahkan kepada wali al-amr atau orang lain.
4) Menaruhnya pada tempat rehabilitasi anak atau sekolah anak-anak nakal.
5) Menempatkanya disuatu tempat dengan pengawasan khusus, dan lai-lain29
Jika hukuman bagi si anak dipandang sebagai hukuman untuk mendidik (ta’dibiyah) bukan hukuman pidana, ia tidak dianggap sebagai residivis ketika ia kembali melakukan tindak pidana yang pernah dilakukan sebelum baligh pada waktu ia telah baligh. Ketentuan inilah yang membantunya untuk
menjalani jalan yang lurus dan memudahkannya untuk melupakan masa lalu.30
Seorang anak tidak dikenakan hukuman had, karena kejahatan yang dilakukannya. Karena tidak ada tanguang jawab atas seorang anak yang berusia berapapun sampai dia mencapai puber. Qhadi (hakim) hanya akan tetap berhak
28 Ibid h.258 29 Ibid h. 258 30 Ibid, h.259
(32)
24
untuk menegur kesalahannya/menetapkan beberapa pembatasan baginya yang akan membantu memperbaikinya dan menghentikannya dari berbuat kesalahan lagi di masa yang akan datang. Menurut Abu Zaid Al-qarawani, seorang ulama mazhab maliki, tetap tidak akan ada hukuman had bagi anak-anak kecil, bahkan juga dalam hal tuduhan zina ( qadzaf ) atau justru si anak sendiri yang
melakukannya.31
Bahwa anak yang belum baligh bila melakukan tindakan yang melanggar hukum, maka tidak wajib dikenakan sanksi had, atau pun ta’zir. Sebab ia belum termasuk mukallaf ( dewasa ) dan belum belum mengetahui hak dan kewajiban. Dalam Islam para puqaha telah sepakat bahwa seorang anak yang belum mencapai usia baligh tidak wajib dikenakan hukuman, bila anak tersebut melakukan perbuatan dosa.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:
ا ر :
ا ن ا و ! ا و " #
$ % ) 'ا 'ا و ( )ر* او ح , 'او # او ي., او دواد 'او ير 0' 1اور
2 3 (
Artinnya : “Diangkat pembebanan hukum dari tiga jenis manusia, orang yag tidur sampai ia bangun, anak yang kecil sampai ia baligh dan orang gila sampai ia sembuh‘’ (H. R. Bukhari. Abu Daud, Al- Tirmidzi, An-nasai,ibnu majah dan Al daruquthni dari Aisyah dan Ali Bin Abi Thalib).32
31 Abdur Rahman, Tindak Pidana Dalam Syri’at Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1997) Cet ke-1 h. 16
(33)
2. Anak Dalam Perspektif Hukum Positif
a. Ketentuan umur anak di bawah umur
Salah satu tolok ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak adalah umur. Dalam hal itu masalah yang urgen bagi terdakwa untuk dapat diajukan dalam sidang anak. Umur dapat berupa umur minimum maupun umur maksimum. Masalah umur tentunya harus dikaitkan dengan saat melakukan tindak pidana. Sehubungan masalah umur, pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menetapkan sebagai berikut.
1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke pengadilan anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetapi diajukan ke sidang anak.
2) Jelaslah rumusan diatas, bahwa batas umur anak nakal minumum adalah 8 (delapan) tahun dan maksimum adalah 18 (delapan belas tahun atau belum pernah kawin. Sedangkan maksimum untuk dapat diajukan ke sidang anak umur 21 tahun, asalkan saat melakukan tindak pidana belum mencapai
(34)
26
umur 18 (delapan belas) tahun, dan belum pernah kawin.33
Bagaimana apabila tersangka tersebut belum berumur 8 (delapan) tahun?, dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah dan demi kepentingan/perlindungan anak, maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Pasal 5 menentukan sebagai berikut.
1) Jika anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik.
2) Apabila penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya.
3) Jika penyidik berpendapat bahwa anak tersdebut tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, penyidik menyarankan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar
pertimbangan dan pembimbing kemasyarakatan. 34
b. Penjatuhan Pidana Kepada Anak Dibawah Umur 1) Pengadilan anak dan perlindungan anak
Penjatuhan pidana sebagai upaya pembinaan anak merupakan faktor penting. Salah satu upaya pemerintah bersama DPR adalah terbitnya
33 Ibid. h. 49 34 Ibid. h. 49
(35)
Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan Anak. Undang-Undang itu diundangkan tanggal 3 Januari 1997 (lembaran Negara 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3668), dan mulai diberlakukan satu tahun kemudian yaitu tanggal 3 januari 1998.
Adanya kekhususan dan hal-hal yang relatif baru sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebut, melahirkan perbedan dalam proses pidana dan pemidanaan. Perbedaan itu melingkupi hal yang berkaitan dengan jenis-jenis pidana dan tindakan maupun prosedur
peradilannya yang bagi anak nakal menjadi wewenang Pengadilan Anak.35
Sejak adanya sangkaan atau diadakan penyidikan sampai diputuskan pidananya dan menjalani putusan tersebut, anak harus didampingi oleh petugas sosial yang membuat Case Study tentang anak dalam sidang.
Pembuat laporan sosial yang dilakukan oleh sosial worker ini merupakan yang terpenting dalam sidang anak. Yang sudah berjalan ialah pembuatan Case Study oleh petugas BISPA (Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengatahuan Anak).
Adapun yang tercantum dalam Case Study ialah gambaran keadaan anak yang berupa:
a) Masalah sosialnya; b) Kepribadiannya;
35 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008). h.
(36)
28
c) Latar belakang kehidupannya, misalnya: riwayat sejak kecil, pergaulan
di dalam dan diluar rumah, hubungan antara bapak, ibu dan si anak, hubungan si anak dengan keluarganya, dan lain-lain, dan latar belakang
saat dilakukannya tindak pidana tersebut.36
Undang-Undang nomor 3 Tahun 1997 berlaku tanggal 3 januari 1998 atau satu tahun terhitung sejak tanggal diundangkan undang-undang tersebut. Pengadilan anak dibentuk memang sebagai upaya pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembanagan fisik, mental, dan sosial anak secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Oleh karenanya, ketentuan mengenai penyelengaraan pengadilan bagi anak dilakukan secara khusus. Meskipun demikian, hukum acara yang berlaku (KUHAP) diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 (Vide Pasal 40).37
Ketentuan pidana yang dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana antara lain sebagai berikut.
a) Pidana yang dapat dijatuhkan palaing lama ½ (satu perdua) dari
maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa (vide pasal 26 ayat (1)).
b) Apabila melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati
atau seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling
36 Wagiarti Soetojo, Hukum Pidana Anak. (Bandung: Refika Aditama. 2006). Cet
ke-1. h.45
(37)
lama 10 (sepuluh) tahun (vide pasal 26 ayat (2)).
c) Apabila belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak
pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan berupa menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja (vide Pasal 26 ayat (3) jo. Pasal 24 ayat (1) huruf b).
d) Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan paling lama ½ (satu perdua) dari
maksimum ancaman piadana bagi orang dewasa (vide Pasal 27).
e) Pidana denda yang dapat dfijatuhkan paling banyak ½ (satu perdu) dari
maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa (vide Pasal 28 ayat
(1)).38
2 ) Kedudukan dan
Kewenangan pengadilan
anak
Pengadilan anak adalah pelaksana kehakiman yang berda di lingkungan peradilan umum (pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997). Meskipun sebagai pengadilan khusus, pengadilan anak bukan seperti berdiri sendiri. Keberadaan peradilan anak tetap dalam lingkungan peradilan umum. Hal itu sesuai dengan yang tersebut dalam pasal 14 Tahun 1970, yang menegaskan hanya ada empat lingkungan dalam peradilan, yaitu
38Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997 dan Undang-Undang
(38)
30
peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha negara. Mengenai tugas dan kewenangan pengadilan anak (sidang anak) pasal 3 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyatakan bahwa sidang anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang.39
Pada prinsipnya kewenangan pengadilan anak sama dengan pengadilan perkara pidana lainnya. Meski prinsipnya sama, namun yang tetap harus diperhatikan adalah perlindungan anak merupakan tujuan
utama.40
39 Bambang Waluyo h.102 40 Ibid h.49
(39)
31
BAB III
PENGEDAR NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Golongan, Efek Samping dan Gejala Mengkonsumsi Narkotika 1. Jenis Narkotika
Narkotika adalah obat untuk menenangkan syaraf, menghilangkan rasa
sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau merangsang41. Adapun jenis-jenis
narkotika diantaranya:42
a. Opioid (opiad)
Opioid atau opiad berasal dari kata opium, jus dari bunga opium,
Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk
morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau
derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi
tidak didapatkan dari opium. opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin (diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (dilaudid). Turunan OPIOID (OPIAD) yang sering disalahgunakan adalah :
1). Candu
Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap
41 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus besar bahasa Indonesia,.( Jakarta: Balai Pustaka
2002), edisi ke-3, h.774.
(40)
32
(menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman, diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak, burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb.
Pemakaiannya dengan cara dihisap.43
2) Morfin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.
3) Heroin ( putaw )
Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir-akhir ini. Heroin yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker
(41)
terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik44.
b. Codein
Codein termasuk garam turunan dari opium/candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungan rendah, biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.
c. Demerol
Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.
d. Methadone
Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (olphine),
pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak
digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine,
levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran
(42)
34
agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine,
butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid. Nama popoler jenis opioid : putauw, etep, PT putih. e. Kokain
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan. Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali. Nama lain untuk Kokain: Snow, coke, girl, lady dan crack ( kokain dalam bentuk yang paling
murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat ).45
2. Efek Samping Yang Ditimbulkan
a) Opoid
Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya
(43)
melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex, kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis.
b) Kokain
Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan elasi,
euforia, peningkatan harga diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan
fisik. Kokain dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif.
3. Gejala Mengkonsumsi Narkotika
a) Intoksitasi (Keracuan) 1 Opioid
Konstraksi pupil atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat dan satu atau lebih tanda berikut, yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid, yaitu mengantuk atau koma bicara cadel, gangguan atensi atau daya ingat. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya: euforia awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berkembang selama, atau segera setelah
pemakaian opioid.46
2. Kokain
Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti agitasi iritabilitas, gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang
(44)
36
impulsif dan kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor
Takikardia Hipertensi Midriasis .
b). Gejala Putus Obat dan Ketrgantungan 1.Opiod
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik. Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama.
Kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea
lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi, takikardia, disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia. Seseorang
dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung, gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah
kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah. 47
(45)
2.Kokain
Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi depresi pasca intoksikasi (rash) yang ditandai dengan disforia,
anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain
menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu minggu dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat
antiensietas seperti diazepam (Valium). Jumlah yang kecil, alkohol
menimbulkan perasaan relax, dan pengguna akan lebih mudah
mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan kemarahan. Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, akan muncul efek sebagai berikut: merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan terhambat menjadi lebih emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan) muncul akibat ke fungsi fisik-motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur, sempoyongan, inkoordinasi motorik dan bisa sampai tidak sadarkan diri. Kemampuan mental mengalami hambatan, yaitu gangguan untuk memusatkan perhatian dan daya ingat terganggu, mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar).
(46)
38
Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan "asyik". Dalam keadaan seperti ini, merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu akan merasa sangat lelah dan tertekan. Pengguna biasanya merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkahlakunya. Pada kenyataannya mereka tidak mampu mengendalikan diri seperti yang mereka sangka mereka bisa. Oleh sebab itu banyak ditemukan kecelakaan mobil yang disebabkan karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Pemabuk atau pengguna alkohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver, dan kerusakan otak. Kadang-kadang alkohol digunakan dengan kombinasi obat-obatan berbahaya lainnya, sehingga efeknya jadi berlipat ganda. Bila ini terjadi, efek keracunan dari penggunaan kombinasi akan lebih buruk lagi dan
kemungkinan mengalami over dosis akan lebih besar.48
B. Status Hukum dan Sanksi Tindak Pidana Narkotika Dalam Hukum Islam 1. Status Hukum Tindak Pidana Narkotika
Status hukum narkotika dalam konteks fikih, memang tidak disebutkan secara langsung baik dalam al-Quran maupun Sunnah, karena masalah
(47)
narkotika tidak dikenal pada masa Rasululah Saw. Hal ini sesuai dengan
statement Abdul Rahman al-Jaziri:
د و
و
ا
ل
ا
ت !" ا #$ه نا
'" ()
49
Artinya : “Sesungguhnya narkotika belum pernah ada pada masa Rasulullah
Saw, dan belum ada nash yang mengharamkannya.”
Al-quran hanya berbicara pengharaman khmar. Pengharaman khmar
dalam al-quran bersifat gradual
(
( ا 5 ر* ا
)
,yaitu:Tahap pertama, turun QS. 2 (al-Baqarah): 219
yyyy
7
7
7
7
tttt
ΡΡΡΡθθθθ
èèèè
====
tttt
↔↔↔↔
óóóó
¡
¡¡
¡
oooo
„„„„
ÇÇÇÇ
∅
∅
∅
∅
tttt
ãããã
ÌÌÌÌ
ôôôô
ϑϑϑϑ
‚
‚
yyyy
‚
‚
øøøø
9999
$$$$
####
ÎÎÎÎ
££
£
ÅÅÅÅ
£
÷÷÷÷
yyyy
ϑϑϑϑ
øøøø
9999
$$$$
####
uuuu
ρρρρ
((((
öööö
≅
≅
≅
≅
èèèè
%%%%
!!!!
$$$$
yyyy
ϑϑϑϑ
ÎÎÎÎ
γγγγŠŠŠŠ
ÏÏÏÏ
ùùùù
ÖÖÖÖ
ΝΝΝΝ
øøøø
OOOO
ÎÎÎÎ
))))
××××
ÎÎÎÎ
7777
ŸŸŸŸ
2
2
2
2
ßßßß
ìììì
ÏÏÏÏ
≈≈≈≈
oooo
ΨΨΨΨ
tttt
ΒΒΒΒ
uuuu
ρρρρ
ÄÄÄÄ
¨
¨
¨
¨$$$$
¨¨¨¨
ΖΖΖΖ====
ÏÏÏÏ
9999
!!!!
$$$$
yyyy
ϑϑϑϑ
ßßßß
γγγγ
ßßßß
ϑϑϑϑ
øøøø
OOOO
ÎÎÎÎ
))))
uuuu
ρρρρ
çççç
tttt
9999
òòòò
2
2
2
2
rrrr
&&&&
ÏÏÏÏ
ΒΒΒΒ
$$$$
yyyy
ϑϑϑϑ
ÎÎÎÎ
γγγγ
ÏÏÏÏ
èèèè
øøøø ‾‾‾‾
ΡΡΡΡ
3333
šššš
tttt
ΡΡΡΡθθθθ
èèèè
====
tttt
↔↔↔↔
¡¡
¡
óóóó
¡
oooo
„„„„
uuuu
ρρρρ
####
ssss
ŒŒŒŒ$$$$
tttt
ΒΒΒΒ
tttt
ββββθθθθ
àààà
))))
ÏÏÏÏ
ΖΖΖΖ
ãããã
ƒƒƒƒ
ÈÈÈÈ
≅
≅
≅
≅
èèèè
%%%%
uuuu
θθθθ
øøøø
yyyy
èèèè
øøøø
9999
$$$$
####
3333
šššš
ÏÏÏÏ
9999≡≡≡≡
xxxx
‹‹‹‹
xxxx
....
ßßßß
ÎÎÎÎiiii
tttt
7777
ãããã
ƒƒƒƒ
ªªªª
!
!
!
!
$$$$
####
ãããã
ΝΝΝΝ
ääää
3333
ssss
9999
ÏÏÏÏ
M
M
M
M
≈≈≈≈
tttt
ƒƒƒƒ
FFFF
ψ
ψ
ψ
ψ
$$$$
####
öööö
ΝΝΝΝ
6
6
àààà
6
6
‾‾‾‾
====
yyyy
èèèè
ssss
9999
tttt
ββββρρρρ
ãããã
©©©©
3333
xxxx tttt
FFFF
ssss
????
) 1 ا / 2 : 219 (
Artinya: ”Mereka bertanya kepadamu tentang khmar dan judi. Katakanlah:
“pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. (QS.1
(al-Baqarah). 219)
Tahap kedua turun QS.3 (al-Nisa): 43
$$$$
pppp
κκκκ
šššš
‰‰‰‰
rrrr
''''
‾‾‾‾
≈≈≈≈
tttt
ƒƒƒƒ
tttt
%
%
ÏÏÏÏ
%
%
©©©©
!!!!
$$$$
####
((((
####
θθθθ
ãããã
ΨΨΨΨ
tttt
ΒΒΒΒ
####
uuuu
ŸŸŸŸ
ω
ω
ω
ω
((((
####
θθθθ
çççç
////
tttt
øøøø
))))
ssss
????
nnnn
οοοο
4444
θθθθ
nnnn
====
¢¢¢¢
Á
Á
Á
Á
9999
$$$$
####
óóóó
ΟΟΟΟ
çççç
FFFF
ΡΡΡΡ
rrrr
&&&&
uuuu
ρρρρ
3333
“
“
“
“
tttt
≈≈≈≈
ssss
3333
™™
™
ßßßß
™
4444
®®®®
LLLL
m
m
yyyy
m
m
((((
####
θθθθ
ßßßß
ϑϑϑϑ
nnnn
====
÷÷÷÷
èèèè
ssss
????
$$$$
tttt
ΒΒΒΒ
tttt
ββββθθθθ
ääää
9999θθθθ
àààà
))))
ssss
????
ŸŸŸŸ
ω
ω
ω
ω
uuuu
ρρρρ
$$$$
7777
ãããã
ΨΨΨΨ
ãããã
_
_
_
_
āāāā
ω
ω
ω
ω
ÎÎÎÎ
))))
“
“
“
“
ÌÌÌÌ
ÎÎÎÎ
////$$$$
tttt
ãããã
@@@@
≅
≅
≅
≅‹‹‹‹
ÎÎÎÎ
6666
yyyy
™
™™
™
4444
®®®®
LLLL
m
m
yyyy
m
m
((((
####
θθθθ
èèèè
====
ÅÅÅÅ
¡
¡¡
¡
tttt
FFFF
øøøø
óóóó
ssss
????
4444
ββββ
ÎÎÎÎ
))))
uuuu
ρρρρ
ΛΛΛΛ
ääää
ΨΨΨΨ
ääää
....
####
yyyy
Ì
Ì
Ì
Ì
óóóó
÷÷÷÷
££££
....
÷÷÷÷
ρρρρ
rrrr
&&&&
4444
’’’’
nnnn
????
tttt
ãããã
@@@@
xxxx yyyy
™
™™
™
÷÷÷÷
ρρρρ
rrrr
&&&&
uuuu
!!!!
$$$$
_
_
yyyy
_
_
ÓÓÓÓ
‰‰‰‰
tttt
n
n
n
n
rrrr
&&&&
ΝΝΝΝ
ääää
3333ΨΨΨΨ
ÏÏÏÏiiii
ΒΒΒΒ
zzzz
ÏÏÏÏiiii
ΒΒΒΒ
ÅÅÅÅ
Ý
Ý
Ý
Ý
ÍÍÍÍ
←←←←
!!!!
$$$$
tttt
óóóó
øøøø
9999
$$$$
####
÷÷÷÷
ρρρρ
rrrr
&&&&
ãããã
ΛΛΛΛ
ääää
¡¡
¡
óóóó
¡
yyyy
ϑϑϑϑ≈≈≈≈
ssss
9999
uuuu
!!!!
$$$$
||||
¡
¡¡
¡
ÏÏÏÏiiii
ΨΨΨΨ9999
$$$$
####
öööö
ΝΝΝΝ
nnnn
====
ssss
ùùùù
((((
####
ρρρρ
ßßßß
‰‰‰‰
ÅÅÅÅ
gggg
rrrr
BBBB
[[[[
!!!!
$$$$
tttt
ΒΒΒΒ
((((
####
θθθθ
ßßßß
ϑϑϑϑ
££££
ϑϑϑϑ
uuuu
‹‹‹‹
tttt
FFFF
ssss
ùùùù
####
YYYY
‰‰‰‰
‹‹‹‹
ÏÏÏÏ
èèèè
||||
¹
¹
¹
¹
$$$$
YYYY
7777
ÍÍÍÍhhhh
ŠŠŠŠ
ssss
ÛÛÛÛ
49 Abdul rahman al-Jaziri, Al-fiqhu ‘ala Madzahabi al Arba’ah, (Bairut: Darul Fikr
(48)
40
((((
####
θθθθ
s
s
ßßßß
s
s
¡
¡
¡¡
||||
øøøø
ΒΒΒΒ
$$$$
$$$$
ssss
ùùùù
öööö
ΝΝΝΝ
ääää
3333
ÏÏÏÏ
δδδδθθθθ
ãããã
_
_
_
_
ââââ
θθθθ
ÎÎÎÎ
////
öööö
ΝΝΝΝ
ääää
3333ƒƒƒƒ
ÏÏÏÏ
‰‰‰‰
÷÷÷÷
ƒƒƒƒ
rrrr
&&&&
uuuu
ρρρρ
3333
¨¨¨¨
ββββ
ÎÎÎÎ
))))
©©©©
!
!
!
!
$$$$
####
tttt
ββββ
%%%%
xxxx
....
####
‚‚‚‚
θθθθ
àààà
tttt
ãããã
####
‘‘‘‘
θθθθ
àààà
xxxx
îîîî
)
ء # ا
/
3
:
43
(
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”. (QS.3( Al-Nisa). 43)
Tahap ketiga (tegas pelarangan khmar) turun QS al-Maidah: 90-91
$$$$
pppp
κκκκ
šššš
‰‰‰‰
rrrr
''''
‾‾‾‾
≈≈≈≈
tttt
ƒƒƒƒ
tttt
%
%
ÏÏÏÏ
%
%
©©©©
!!!!
$$$$
####
((((
####
þþþþ
θθθθ
ãããã
ΨΨΨΨ
tttt
ΒΒΒΒ
####
uuuu
$$$$
yyyy
ϑϑϑϑ
‾‾‾‾
ΡΡΡΡ
ÎÎÎÎ
))))
ãããã
ôôôô
ϑϑϑϑ
ssss
ƒƒƒƒ
øøøø
::::
$$$$
####
çççç
ÅÅÅÅ
£
££
£
øøøø
ŠŠŠŠ
yyyy
ϑϑϑϑ
øøøø
9999
$$$$
####
uuuu
ρρρρ
ÜÜÜÜ
>
>
>
>$$$$
||||
Á
Á
Á
Á
ΡΡΡΡ
{
{
FFFF
{
{
$$$$
####
uuuu
ρρρρ
ãããã
ΝΝΝΝ≈≈≈≈
ssss
9999
øøøø
————
FFFF
{
{
{
{
$$$$
####
uuuu
ρρρρ
ÓÓÓÓ
§
§
§
§
ôôôô
_
_
_
_
ÍÍÍÍ
‘‘‘‘
ôôôô
ÏÏÏÏiiii
ΒΒΒΒ
ÈÈÈÈ
≅
≅
≅
≅
yyyy
ϑϑϑϑ
tttt
ãããã
ÇÇÇÇ
≈≈≈≈
ssss
ÜÜÜÜ
øøøø
‹‹‹‹
¤¤¤¤
±
±±
±
9999
$$$$
####
çççç
ννννθθθθ
çççç
7777
ÏÏÏÏ
⊥⊥⊥⊥
tttt
GGGG
ôôôô
_
_
_
_
$$$$
$$$$
ssss
ùùùù
öööö
ΝΝΝΝ
ääää
3333
ªªªª
====
yyyy
èèèè
ssss
9999
tttt
ββββθθθθ
s
s
ßßßß
s
s
ÎÎÎÎ
====
øøøø èèèè
????
.
$$$$
yyyy
ϑϑϑϑ
‾‾‾‾
ΡΡΡΡ
ÎÎÎÎ
))))
ßßßß
‰‰‰‰
ƒƒƒƒ
ÌÌÌÌ
ãããã
ƒƒƒƒ
ßßßß
≈≈≈≈
ssss
ÜÜÜÜ
øøøø
‹‹‹‹
±±
±
¤¤¤¤
±
9999
$$$$
####
ββββ
rrrr
&&&&
yyyy
ìììì
ÏÏÏÏ
%%%%θθθθ
ãããã
ƒƒƒƒ
ãããã
ΝΝΝΝ
ääää
3333
uuuu
ΖΖΖΖ
÷÷÷÷
tttt
////
nnnn
οοοο
uuuu
ρρρρ≡≡≡≡
yyyy
‰‰‰‰
yyyy
èèèè
øøøø
9999
$$$$
####
uuuu
!!!!
$$$$
ŸŸŸŸ
Ò
Ò
Ò
Ò
óóóó
øøøø
tttt
7777
øøøø
9999
$$$$
####
uuuu
ρρρρ
’’’’
ÎÎÎÎ
ûûûû
ÌÌÌÌ
÷÷÷÷
ΚΚΚΚ
ssss
ƒƒƒƒ
øøøø
::::
$$$$
####
ÎÎÎÎ
ÅÅÅÅ
£
££
£
÷÷÷÷
yyyy
ϑϑϑϑ
øøøø
9999
$$$$
####
uuuu
ρρρρ
öööö
ΝΝΝΝ
ääää
....
££££
‰‰‰‰
ÝÝÝÝ
Á
Á
Á
Á
tttt
ƒƒƒƒ
uuuu
ρρρρ
tttt
ãããã
ÌÌÌÌ
øøøø
....
ÏÏÏÏ
ŒŒŒŒ
««««
!
!
!
!
$$$$
####
ÇÇÇÇ
tttt
ãããã
uuuu
ρρρρ
ÍÍÍÍ
οοοο
4444
θθθθ
nnnn
====
Á
Á
¢¢¢¢
Á
Á
9999
$$$$
####
((((
öööö
≅
≅
≅
≅
yyyy
γγγγ
ssss
ùùùù
ΛΛΛΛ
ääää
ΡΡΡΡ
rrrr
&&&&
tttt
ββββθθθθ
åååå
κκκκ
tttt
JJJJ
ΖΖΖΖ
••••
ΒΒΒΒ
)
ﺎﻤﻝﺍ
ﺌ
ﻩﺩ
/
5
:
90
-91
(
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)khmar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminim) khmar dan berjudi itu, dan menghalangikamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari dari mengerkan pekerjaan itu)”. (QS.5 (.Al-Maidah). 90-91).
Khamr di haramkan di tahun 2 hijriyah. Mulai waktu itu seseorang
yang mukallaf atas kemauan sendiri, tahu haramnya khamr atas sesuatu yang memabukkan, maka dikenai hukun had bagi yang merdeka 40 jilid, bagi hamba
sahaya 20 jilid, sedikit maupun banyak tetap dikenai had50
Berdasarkan Nash tersebut, maka setiap sesuatu yang memeliki
50 Muhammd Sarbini Al Khatib, kitab al-Iqna pi hal al-pazhi Abi Suja’i (Semarang
(1)
70 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
1. Menurut hukum Islam, pengedar narkotika anak di bawah umur sanksinya tidak dijelaskan dalam al-Quran dan Sunnah, maka sanksinya adalah berupa ta`zir. Ta`zir adalah suatu bentuk sanksi yang ditetapkan oleh ulil amri, dari
seringan-ringannya sampai ke yang seberat-beratnya, akan tetapi dalam Islam menjatuhkan hukuman atau sanksi ini mengacu kepada tingkatan umur, yaitu yang di bagi kepada tiga fase, fase anak dibawah umur 7 tahun. Dalam fase ini anak tersebut tidak mendapatkan hukuman, baik berupa had, ta’zir atau ta’dib, kemudian tingkatan kedua fase anak berumur dari 7 tahun samapai berumur 15 (lima belas tahun). Dalam fase ini anak tersebut dikenai hukuman berupa ta’dib dan yang terakhir fase 15 tahun atau dari baligh sampai dengan dewasa, dalam fase ini anak tersebut dikenai hukuman, baik hukuman ta’zir, qishas, maupun hudud. Sanksi bagi pengedar narkotika, dalam hukum Positif Indonesia lebih
berat dari pada penyalah gunaan narkotika, yaitu bergantung kepada golongannya.
a. Pengedar Narkotika Golongan I, hukumannya pidana mati atau penjara seumur hidup ditambah denda paling banyak Rp. 1000.000.000,00
b. Pengedar Narkotika Golongan II, hukumannya, pidana penjara paling lama 15 tahun (lima belas tahun) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00
(2)
71
(lima ratus juta rupiah).
c. Pengedar narkotika golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun (sepuluh tahun) dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Adapun sanksi bagi pengedar narkotika anak di bawah umur sama mengacu kepada pasal 82 Undang-Undang N0.22 Tahun 1997, namun dikaitkan kepada Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, yaitu sanksinya berupa penjara, dititipkan kepada panti sosial, dan dipulangkan kepada orang tua/wali.
2. Setelah melihat salinan putusan hakim Pengadilan Negeri Tangerang terhadap si pelaku (17 tauhun), pengedar narkotika dengan dijatuhi hukuman 1 (satu) tahun lima bulan ditambah denda, maka kesimpulan penulis, bentuk hukuman tersebut jika dilihat dari hukum Islam sesuai karena bentuk hukumannya berupa ta’zir, akan tetapi jika mengacu kepada kesepakatan ulama bahwa batas umur anak di bawah umur itu adalah sampai dengan 15 tahun, maka ini tidak sesuai. Sedangkan jika dilihat dari hukum Positif yaitu pasal 82 Undang-Undang No. 22 tahun 1997 dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 3 1997 tentang Pengadilan Anak, maka putusan tersebut sesuai, karena walaupun kasusnya besar akan tetapi pelakunya adalah anak di bawah umur, maka yang diperhatikan adalah bahwa seorang anak masih punya harapan. Perbedaan dan persamaan antara Hukum Islam dan hukum Positif terhadap pengedar narkotika anak di bawah umur, yaitu:
(3)
a. Perbedaan
Batas usia anak di bawah umur. Batas usia anak dibawah umur menurut kesepakatan ulama ( Hukum Islam), yaitu sampai 15 tahun atau baligh, sedangkan dalam hukumPositif sampai berumur 18 tahun.
b. Persamaan
Adapun Persamaan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap pengedar anak di bawah umur, yaitu:
a). Hukum Islam dan hukum Positif sama-sama membedakan sanksi antara orang dewasa dan anak di bawah umur dan memperhatikan seorang anak.
b). Jenis hukuman pengedar narkotika. Dalam Hukum Islam pengedar narkotika tidak dibahas, maka hukumannya adalah ta’zir yang ditentukan kepada ulil amri (pemerintah). Dalam Hukum Positif, pengedar narkotika hukumannya berat sekali yaitu, hukuman mati atau penjara seumur hidup di tambah denda Rp 1000.000.000,00, ini teermasuk sesuai, karena bentuk ta’zir dari seringan-ringannya sampai seberat-beratmya.
B. Saran
Mengenai batasan umur dalam hukum Positif, hemat penulis perlu diuji ulang, karena penulis setuju kepada pendapat Imam Syafi’i atau sepakat ulama bahwa anak dibawah umur batasanya sampai 15 tahun atau sampai baligh, jadi kalau sudah liwat dari umur tersebut, maka bukan anak dibawah umur lagi dan
(4)
73
sudah berlaku hukum yang diterapkan untuk orang dewasa. Karena anak dalam fase di atas (baligh), anak tersebut sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Paling tidak hemat penulis, batas anak dibawah umur harus ada tahapan dalam perbedaan sanksinya, ketika anak di bawah masa baligh atau umur 15 (lima belas) tahun jangan disamakan dengan pelaku yang di atas 15 (lima belas) tahun, apalagi dalam kasus besar seperti pengedaran narkotika, karena pengedar dalam Islam di namakan Mupsid (pembuat perusakan), disamping dia membahayakan dirinya juga membahayakan orang lain. Maka oleh karena itu saya pikir Indonesia yang mayoritas beragama Islam ini sudah waktunya diundang-undangkannya hukum pidana Islam.
(5)
73 Al-Qur’an al-karim
Ali. Daud. Hukum Islam, Pengantar Ilmu hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, 2009. Jakarta
Al-Jazari, Abd. Ar-urrahman, Kitab Al-Fiqh Ala Mazdahib Al-arb’ah. Tanpa tahun, Beirut: Dar al-Fikr
Al Khatib Sarbini, Muhamad. kitab al-Iqna pi hal al-pazhi Abi Suja’I, Tanpa tahun Semarang: Toha Putra
Al-Syakir, Usman Bin Hasan Bin Ahmad Duratun Nasihin pi al Wa’zi wa al-irsad, Bairut: Dar al-Fikr
Ali, Zainudin. Hukum Pidana Islam Sinar 2009. Jakarta: Grafika
Badan Narkotika Nasional, Jurnal Data Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan Gelap Narkoba (P4GN). Tanpa tahun.Jakarta: BNN
Badri, Malik B., Islam & Alkoholisme Pengobatan Bagi Muslim pecandu, 1994 Jakarta: Pustaka Firdaus,
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, 2008. Jakarta: Sinar Grafika
Dahlan Abd Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, 1997 . Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve Djajuli, Ahmad. Fiqh jinayah (Upaya Menanggulani Kejahatan Dalam Islam), 1997.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hanafi, Ahmad. Asas-Asas Hukum Pidana Islam,2005. Jakarta: Bulan Bintang
Lutfi Syaukanie, Politik HAM dan Isu-isu Tekhnologi Dalam Fikih kontmporer, 1998. Bandung: Pustaka Hidaya,
Mansur Dikdik M. Arief Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita 2008 Jakarta: Raja Grafindo
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persfektif Hukum Islam dan Hukum Pidana nasional, 2008. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
(6)
74
Muhammad, Imam bin Ismail Asson’ani. Syarah Bulughul Maram ( subulussalam ), Darul Hadist
Mujib, Abd. Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (qowa’idul Fi al-fiqhiyah), Kalam Mulia: Jakarta
Munawir, A.W. kamus al-Munawir Arab-Idonesia terlengkap, 2002.Surabaya: Pustaka Progressif
Philosofy of Islamic law amd the orientalis a comparative study of Islamic legal Sistem(Penj) Yudian Wahyudi Asmin, 1991.Yogya: PT Tiara
Qadir Audah Abdul. At-Tasyri Al-Jinay Al-Islamy Muqharanah Wadhi (Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III). 2008, (Penj) Ali Yafie. Et all. Bogor: Kharisma Ilmu.
Qalyubi ‘umairah, hasyiatani, Bairut: Darul fikr
Rahman Abdur, Tindak Pidana Dalam Syri’at Islam 1997 Jakarta: PT. Rineka Cipta Said al-Asmawi, Muhammad. Problematika & Penerapan Syari’at Islam Dalam
Undang-Undang, 2005 Jakarta: Gunung Persada Press,
Soetojo Wagiarti, Hukum Pidana Anak. bandung: Refika Aditama. 2006 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 2007. Jakarta: P.T. Alumni
Sudirman Abbas, Ahmad, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyah, 2003. Jakarta: CV.Banyu Kencono
Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997 dan Undang-Undang Psikrotofika No. 5 Tahun 1997 Jakarta: Asa Mandiri 2008
Wahab khalaf, Abdul. Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Ilmu Ushul Fiqh). (penj) Nuriskandar al-Barsany. 1989, Jakarta: Rajawali
Wardi Muslich,Ahmad. Hukum Pidana Islam. T.th. www.bnn.id