49
keluarga korban, maka hukuman baginya hanya satu, yaitu hukuman mati qishas.
67
Pada masa pemerintahan sahabat Umar Bin Khatab dipandang perlu menetapkan hukuman bagi para peminum khmar, maka Ali Bin Abi Thalib
berijtihad dengan argument anaologi qiyas kepada hukuman pelaku penuduh zina pada wanita yang baik-baik tanpa adanya empat orang saksi, yaitu
dilakukan cambuk sebanyak 80 kali bagi pemabuk itu, batasan hukuman tersebut tidak dapat dikatakan didasarkan pada al-Quran dan Hadits.
68
Abu Lais berkata, “Jauhilah minuman khmar, karena dalam khmar terdapat 10 keburukan, yaitu:
1. Al-khmar akan mengakibatkan gila, dan menjadi bahan tertawaan anak.
2. Menghilangkan akal dan menghabiskan harta.
3. Menjadikan sebab permusuhan antara saudara dan sahabat.
4. Menjauhkan dari mengingat Allah dan shalat.
5. Akan membawa pelaku kedalam perzinaan.
6. Kuncinya semua keburukan.
7. Berada dalam majlis fasik
8. Wajib di jilid 80 jilid, kalau di dunia tidak dijilid, maka diakhirat dijilid oleh
pecut dari api neraka. 9.
Ditolak do’a 40 hari, ditutup pintu langit. 10.Ditariknya iman ketika maut.
69
3. Sanksi Bagi Pengedar Narkotika Dalam Hukum Islam
Narkotika tidak akan pernah sampai kepada tangan pemakai, jika tidak ada pengedar, maka ini tentunya antara pemakai dengan pengedar lebih
berbahaya pengedar dari pada pemakai, karena dia bertindak sebagai mupsid
67
A. Djajuli. Fiqh jinayah ,Upaya Menanggulani Kejahatan Dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Cet. Ke-2, h. 99-100.
68
Said al-Asmawi , Muhammad, Problematika Penerapan Syari’at Islam Dalam Undang-Undang,. Jakarta :Gunung Persada Press, 2005. Cet I h. 138-139
69
, Usman Bin Hasan Bin Ahmad Al-Syakir, Duratun Nasihin pi al Wa’zi wa al-irsad, Bairut: Dar al-Fikr Tth, h.66
50
perusak, maka dalam hal ini apakah sama hukuman atau sanksi antara pengedar dengan pemakai, inilah yang akan dikaji dalam bab ini, yaitu tentang
sanksi bagi pengedar narkotika. Nabi Muhammd Saw, bersabda:
ا ا ل ر ل ,
ا -ر ر .و ا ا 0
و , و
1 2آاو ه و 45و 06 و
ا او 5 7و ه
05و 95 اور
70
Artinya: “ dari Umar ra, Rasulullah Saw Bersabda: “Allah melaknat khamr, peminumnya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, pengambil manfaat
dari harganya, yang menyuruh memerasnya, pembawanya dan yanmg menerimanya.” HR Muslim
Berdasarkan uraian di atas dijelaskan, bahwa hukuman khamr itu adalah 80 atau 40 jilidan. Dalam hukum Islam ada hukuman had, qisahas, dan ta`zir,
maka ketika sebuah perbuatan yang tidak ada hadnya seperti pengedar narkotika maka ini mengacu kepada jenis yang kedua yaitu ta`zir, karena sanksi
pengedar narkotika tidak dijelaskan dalam al-Quran dan Sunnah. Ta’zir adalah larangan, pencegahan, menegur, menghukum, mencela
dan memukul. Jadi ta’zir hukuman yang tidak ditentukan bentuk dan jumlahnya yang wajib dilaksanakan terhadap segala bentuk ma’siat yang tidak termasuk
hudud dan kifarat. Disamping itu ulama fikih mengartikan ta’zir dengan ta’dib
70
Imam Muslim, Shaih Muslim Singapura: Sulaiman Mar’i, T.Th. juz ke-10
51
pendidikan.
71
Menurut Fathi al-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus Suriah, ta’zir adalah hukuman yang diserahkan kepada penguasa
untuk menentukan bentuk dan kadarnya sesuai dengan kemaslahatan yang dihendaki dalam tujuan syara’ dalam menetapkan hukum yang ditetapkan pada
bentuk ma’siat.
72
Setiap kema’siatan yang tidak ada had dan kifarat harus dita’zir, seperti bercumbu selain parji, mencuri yang tida nishab, saksi palsu, memukul tanpa
hak.
73
Menurut Abdul Aziz Amir, sanksi ta`zir itu banyak macamnya, yaitu:
74
a. Sanksi mengenai badan seperti hukuman mati dan jilid
b. Sanksi yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang seperti penjara dan
pengasingan. c.
Sanksi yang berkaitan dengan harta seperti denda, penyitaan, perampasan dan penghancuran.
Pembagian tersebut diatas, menurut prof. Drs. H.A. Jazuli adalah agar tercapai tujuan sanksi tazir, yaitu:
75
1 . Sanksi bersifat preventif. Maksudnya adalah sanksi ta`zir harus
memberikan dampak positif bagi orang lain yang tidak dikenai sanksi
71
Qalyubi ‘umairah, hasyiatani, juz 4, Bairut: Darul fikr TTh.. H.206
72
Dahlan Abd Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve1997 H.1771-1772
73
Qolyubi ‘umairah, H.206
74
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persfektif Hukum Islam dan Hukum Pidana nasional, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008 h.129
75
Ibid h.130
52
ta`zir sehingga ia tidak melakukan yang perbutan yang sama; 2
Sanksi ta`zir yang bersifat represif. Maksudnya adalah sanksi ta`zir harus berdampak positif kepada si terhukum itu sendiri supaya ia tidak
mengulangi perbuatannya; 3
Sanksi ta`zir bersifat kuratif. Maksudnya adalah maksudnya adalah
sanksi tersebut mampu membawa perbaikan sikap dan perilaku; 4
Sanksi ta`zir bersifat edukatif. Maksudnya adalah sanksi tersebut mampu menyembuhkan hasyrat terhukum untuk mengubah pola hidupnya
ke arah lebih baik. Meskipun sanksi ta`zir itu merupakan otoritas ulil amri hakim untuk
menentukan berat
atau ringannya
hukuman, akan
tetapi harus
mempertimbangkan banyak hal seperti kedaan pelakunya, jarimahnya, korban, kejahatannya, waktu dan tempat kegiatannya sehingga putusannya bersifat
preventif, refresif, kuratif dan edukatif. Oleh karena itu hakim harus mempunyai sumber materil. Demikian juga ulil amri hendaknya membuat
hukum pidana Islam.
76
Adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan dasar hukum untuk jarimah ta`zir antara lain tindakan Sayidina Umar bin Khattab ketika ia melihat
seseorang yang menelentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian ia mengasah pisaunya. Khalifah Umar memukul orang tersebut dengan cemeti
76
Ibid 130 dan 131
53
dan ia berkata: “Asah dulu pisau itu.
77
C. Status Hukum dan Sanksi Pengedar Narkotika dalam Hukum Positif 1. Status Hukum Tindak Pidana Narkotika
Berdasarkan data statistik tahun 2009 tersangka kasus narkoba berdasarkan kelompok umur, dibawah umur 16 tahun berjumlah 113 orang,
16-19 tahun berjumlah 11.731 orang, 20-24 tahun berjumlah 39.368 orang, 25-29 tahun berjumlah 49.022 orang, diatas umur 30 tahun berjumlah
93.805.
78
Status hukum pemakai, produsen dan pengedar narkoba menurut Hukum Pidana Nasional adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang- Undang No 5 Tahun 1997 tentang Psikrotopika.
79
Adapun perubahan undang-undang narkotika di Indonesia, yaitu: 1
Undang-Undang Obat Bius Verdoovende Middelen Ordonantie Stb. 1927 No. 278 jo. 536.
Undang-Undang obat bius ini merupakan kumpulan-kumpulan dari berbagai undang-undang serta ketentuan-ketentuan mengenai candu
77
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Jakarta: Sinar Grafika 2005 H. 252- 253
78
Badan Narkotika
Nasional, Jurnal
Data Pencegahan,
Pemberantasan Penyalahgunaan Gelap Narkoba P4GN. BNN, Jakarta. H.12
79
Lihat UU Narkotika dan Psikotrapika dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, Jakarta: Bina Aksara 1999, Cet ke III h.1dan 81
54
dan obat-obat bius lainnya yang tersebar dalam sejarah perundan- undangan. Aturan hukum di atas berlaku pada zaman kolonial Belanda.
2 Undang-Undang Obat Keras Undang-Undang ini dibuat pada tahun 1949 dengan lembaran
Negaran No. 419 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Obat Bius, karena dianggap memeliki banyak kekurangan di beberapa sisi.
Antara lain tidak memuat opiates sinthesis dan segala obat-obatan yang memeliki efek samping yang sama atau cenderung disalahgunakan yang
dapat mengakibatkan ketergantungan sebagaimana jenis-jenis obat bius yang terdapat dalam Undang-Undang Obat Bius.
3 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Dengan diberlakukannya Undang-Undang Narkotika yang
diundangkan pada tanggal 26 Juli 1976, maka pada saat itu juga Undang- Undang Obat Bius dan Undang-Undang Obat Keras, tidak menjadi berlaku
lagi. 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narktika dan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1997 Psikotropika.
80
Kedua undang-undang ini mempunyai sistematika dan isi lebih up to date daripada Undang-Undang tentang Obat Bius dan Undang-Undang
tentang Obat Keras. Secara umum, Undang-Undang Obat Bius hanya
80
Lihat UU Narkotika dan Psikotrapika dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, Jakarta: Bina Aksara 1999, Cet ke III h. 1dan 81
55
mengatur hal–hal yang berkenaan dengan pengadaan, distribusi, dan penggunaan narkotika. Sedangkan masalah-masalah yang berhubungan
dengan pengobatan dan rehabilitasi pecandu serta usaha-usaha pencegahan lainnya tidak diatur. Demikian pula mengenai ancaman hukuman, relatif
sangat ringan, sehingga tidak mempunyai daya pencegahan terhadap masyarakat dan dala upaya penegakkan hukum.
81
2. Pengedar Narkotika Dalam Hukum Positif Pentingnya peredaran narkotika diawasi secara ketat karena saat ini
pemanfaatannya banyak untuk hal–hal yang negatif. Di samping itu, Melalui perkembangan teknologi informarsi dan komunikasi, penyebaran narkotika
sudah menjangkau hampir ke semua wilayah Indonesia hingga ke pelosok- pelosok. Daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh peredaran
narkotika, lambat laun berubah menjadi sentral peredaran narkotika, Begitu pula anak-anak yang mulanya awam terhadap terhadap barang haram ini,
telah berubah menjadi sosok pecandu yang sukar untuk di lepaskan ketergantungannya.
Peredaran narkotika secara ilegal harus segara ditanggulangi mengingat efek negatif yang akan ditimbulkan tidak saja pada penggunanya,
tetapi juga bagi keluarga, komunitas, hingga bangsa dan negara. Sebelum lahirnya Undang-undang No.22 Tahun 1997, narkotika diatur
dalam undang-undang No.9 Tahun 1976 tentang narkotika lembaran Negara
81
Ibid h. 81
56
Republik Indonesia Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3086, Undang-Undang ini tidak dapat di pertahankan lagi
keberadaannya, karena adanya perkembangan kualitas kejahatan narkotika yang sudah menjadi ancaman serius bagi kehidupan umat manusia.
82
Dalam Undang-Undang NO.22 tahun 1997 pasal 82, mengatur tentang pengedar narkotika, unsur-unsur pidana dalam pasal 82 adalah:
83
a. Barang Siapa pelaku tindak pidanadarder b. Perbuatan tanpa hak melawan hukum
c.Mengimpor, mengekspor, menawarkan, untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau
menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau denda paling banyak Rp. 1000.000.000,00 satu
miliar rupiah. Jika mengimpor, mengekspor, menawarkan, untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika golongan II, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun lima belas tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.Jika mengimpor, mengekspor, menawarkan, untuk dijual, menyalurkan,
menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual
82
Dikdik M. Arief Mansur Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan RealitaJakarta: Raja Grafindo, 2008Cet ke-1 h. 101
83
Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997 dan Undang-Undang Psikrotofika No. 5 Tahun 1997 Jakarta: Asa Mandiri 2008
57
beli, atau menukar narkotika golongan III, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun sepuluh tahun dan denda paling banyak
Rp300.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
84
84
Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997 dan Undang-Undang Psikrotofika No. 5 Tahun 1997 Jakarta: Asa Mandiri 2008
58
BAB IV ANALISIS PERKARA TENTANG PENGEDAR NARKOTIKA