114
Ditemukan pula dalam RDP gaya kalimat Paradoks yakni semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada Keraf, 1991:
136. Gaya kalimat Paradoks terlihat pada data berikut. 16
Dalam kebimbangan hati Srintil sadar bahwa tanpa sengaja telah tercipta jarak tertentu antara dirinya dengan Rasus justru ketika keduanya sangat
berdekatan. hlm. 338 17
Sebuah rapat akbar yang penuh makna tetapi berlangsung bisu. hlm. 339
18 Di sana hanya ada lingkaran hitam tanpa ekspresi rasa dan cita, sebentuk
kematian dalam hidup. hlm. 377 Tohari memanfaatkan gaya kalimat Paradoks pada data 16, 17, dan 18
agaknya untuk menimbulkan kesan mendalam kepada pembaca. Pada data 16 ungkapan ‖tercipta jarak tertentu antara dirinya dengan Rasus justru ketika keduanya
sangat berdekatan‘ merupakan sesuatu yang Paradoksal. Ungkapan ‘rapat akbar ... tetapi berlangsung bisu‘ pada data 17, sungguh Paradoksal. Demikian pula ungkapan
Paradoks terlihat dalam ‘sebentuk kematian dalam hidup‘ pada data 18. Dengan gaya
kalimat Paradoks, sarana bahasa yang dimanfaatkan untuk mengekspresikan gagasan lebih menarik perhatian pembaca. Timbullah perhatian dalam diri pembaca dan kesan
yang mendalam.
i. Kalimat Aliterasi
Pada RDP Tohari memanfaatkan pula gaya kalimat Aliterasi, yakni gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama untuk perhiasan atau untuk penekanan
Keraf, 1991: 130. Data berikut menunjukkan hal itu. 19
Ketika pikiran terhenti dan tak mampu menembus ketidakberdayaan, maka angan-angan tentang masa lalu, seribu kenangan, muncul silih
berganti. hlm. 319 20
Namun penghayatan dan aktualisasi berahi gaya ronggeng yang longgar, kasar, dan mentah tidak mengarah pada keselarasan hidup. hlm. 292
21 Srintil mengalah dan pelupuh bambu berderit ketika dia bangkit. hlm.
324 Dengan gaya kalimat Aliterasi seperti terlihat pada data 19, 20, dan 21,
maka kalimat menjadi terdengar indah dan mengesankan pembaca. Melalui gaya kalimat Aliterasi tersebut terciptalah orkestrasi bunyi yang indah sehingga mampu
mencapai efek estetik. Pada data 19, Aliterasi fonem n terlihat pada pemanfaatan
115
bentuk ‘ketidakberdayaan, maka angan-angan tentang masa lalu, seribu kenangan‘. Pemanfaatan bentuk ‘longgar, kasar‘ pada data 20 juga merupakan Aliterasi fonem
e. Demikian pula pada data 21 gaya Aliterasi fonem t terlihat pada bentuk
‘berderit ketika dia bangkit‘.
Dari analisis gaya kalimat di atas terlihat bahwa gaya kalimat dalam RDP menunjukkan variasi yang beragam. Berbagai kalimat yang sangat variatif tersebut
disusun dan diperhitungkan sedemikian rupa untuk mencapai efektivitas maksud. Gaya kalimat yang kaya variasi itu membuat stilistika RDP menjadi efektif, indah, dan kaya
nuansa. Dengan beragam gaya kalimat demikian maka gagasan yang ingin dikemukakannya lebih jelas dan mengesankan pembaca. Adanya variasi gaya kalimat
tersebut menunjukkan bahwa Tohari adalah sastrawan yang kreatif dalam pemanfaatan
segenap potensi bahasa.
Keragaman gaya kalimat tersebut bukan hanya dari segi penyiasatan struktur yang terlihat pada variasi kalimat yang pendek, sederhana, atau panjang. Keunggulan
gaya kalimat Tohari juga diwarnai dengan penyimpangan kalimat yang sengaja dilakukan Tohari demi efektivitas tuturan dan mencapai efek makna tertentu. Itulah
yang disebut foregrounding pengedepanan dalam bahasa sastra. Gagasan atau pesan mana yang ditekankan, maka digunakan struktur yang sesuai dengan maksud tersebut.
Digunakanlah struktur kalimat terbalik inversi, pendek, hanya dengan satu kata atau sebaliknya panjang. Itu semua adalah hal yang lazim dalam RDP. Bahkan, tidak sedikit
kalimat dalam RDP yang diciptakan dengan memanfaatkan kombinasi sarana retorika tertentu.
Berdasarkan analisis gaya kalimat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya variasi gaya kalimat dalam RDP secara garis besar meliputi dua macam.
Pertama, penyiasatan struktur misalnya pembalikan susunan subjek dan predikat
inversi, kalimat pendek dengan satu kata agar efektif, kalimat sederhana dengan satu klausa, atau sebaliknya kalimat majemuk setara dan majemuk bertingkat baik dengan
dua klausa sampai lima klausa, untuk mencapai efek makna tertentu. Ada pula kalimat yang fungtornya dielipskan. Termasuk dalam hal ini adalah adanya penyimpangan
struktur kalimat yang sengaja dilakukan oleh Tohari guna menciptakan efek makna tertentu. Misalnya, dengan meletakkan konjungsi pada awal kalimat, membagi kalimat
majemuk menjadi dua klausa.
116
Kedua, gaya kalimat dalam RDP juga menunjukkan keindahan ekspresi melalui
kombinasi dengan sarana retorika Repetisi, Elipsis, Klimaks, Antiklimaks, Paradoks, Hiperbola, Koreksio, dan Aliterasi.
Dari temuan data dapat dikemukakan bahwa gaya kalimat dengan kombinasi sarana retorika lebih dominan daripada gaya kalimat dengan penyiasatan struktur.
C. Gaya Wacana
Salah satu unsur stilistika dalam karya sastra adalah gaya wacana. Dalam RDP gaya wacana yang diciptakan oleh Tohari cukup bervariasi. Pemanfaatan gaya wacana
yang beragam itu sengaja diciptakan oleh Tohari untuk mencapai efek makna tertentu dan efek estetis. Oleh karena itu, dalam RDP banyak terdapat gaya wacana yang
kompleks dengan memanfaatkan kombinasi gaya bahasa seperti Paralelisme, Repetisi, Klimaks, Antiklimaks, dan Koreksio. Selain itu juga ditemukan banyak sekali gaya
interferensi dan alih kode. Gaya wacana dalam RDP akan dikaji dalam dua bagian yakni gaya wacana
berkombinasi dengan sarana retorika dan gaya wacana alih kode.
1. Wacana dengan Sarana Retorika a. Wacana Repetisi
Dengan memanfaatkan kombinasi beberapa kalimat, Tohari menciptakan gaya wacana Repetisi. Perhatikan data-data berikut.
1 ―Santayib. Engkau anjing Asu buntung. Lihat, bokor ini biru karena beracun. Asu buntung. Engkau telah membunuh semua orang. Engkau...
engkau aaasssu....‖ hlm. 26 2 Bunga sakura memang cantik, bunga tulis juga cantik. Orang-orang kota
sudah mengerti. Sekarang mereka harus mengakui bahwa bunga lembayung pun mempunyai kecantikan tersendiri. hlm. 264
Data 1 merupakan gaya wacana Repetisi yakni terjadi perulangan kalimat yang menggunakan kata ‘asu‘ hingga tiga kali. Pada data 2 terjadi perulangan pada kata
‘bunga‘ hingga tiga kali juga. Gaya wacana Repetisi sengaja dimanfaatkan Tohari untuk
menekankan atau menegaskan makna tertentu. Dengan gaya wacana Repetisi itu gagasan yang diungkapkan ataupun lukisan suasana menjadi lebih jelas dan
mengesankan.