111
Gaya kalimat Repetisi juga banyak ditemukan dalam RDP. Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk
memberi tekanan dalam konteks yang sesuai Keraf, 1991: 127. Beberapa kutipan berikut menunjukkan hal itu.
4 Nenek Rasus itu memang linglung, sudah lama linglung. hlm. 112 5 Apa yang Saudara dengar, apa yang Saudara lihat di sini, hanya untuk
Saudara. hlm. 270 6 Rasus tahu, Srintil tahu, semua orang tahu makna bahasa suasana. hlm. 339
Pada data 4, 5, dan 6 terlihat Tohari memanfaatkan gaya kalimat Repetisi untuk menekankan dan menegaskan makna tertentu. Pada data 4 repetisi terlihat pada
kata ‘linglung‘, data 5 pada kata ‘Saudara‘, dan data 6 pada kata ‗tahu‘. Dengan kata lain, gaya kalimat Repetisi dimaksudkan untuk penegasan gagasan tertentu.
Dengan gaya bahasa Repetisi, terciptalah makna yang lebih lugas dan intens.
c. Kalimat Klimaks
Pemanfaatan gaya kalimat Klimaks juga banyak ditemukan dalam RDP. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang
semakin meningkat kepentingannya dari gagasan sebelumnya Keraf, 1991: 124. 7 Ruang tunggu yang tidak lebar itu berkata terlalu banyak bahwa
kekeluargaan, persaudaraan, dan kebangsaan sedang mengering dan mengerdil. hlm. 270
8 Dalam wawasan mereka semua priyayi boleh datang atas nama kekuasaan, tak peduli mereka adalah hansip, mantri pasar, opas kecamatan, atau seorang
pejabat dinas perkebunan negara seperti Marsusi. hlm. 284
Pada data 7 dan 8, Tohari menggunakan gaya kalimat Klimaks. Bentuk ‘kekeluargaan, persaudaraan, dan kebangsaan‘ pada data 7 berurutan dari kata yang
kedudukannya lebih rendah ke kata yang lebih tinggi. Pada data 8 urutan kata ‘hansip, mantri pasar, opas kecamatan, atau seorang pejabat dinas perkebunan negara‘ juga
menunjukkan urutan kata yang makin meningkat. Dalam RDP gaya kalimat Klimaks dimanfaatkan secara plastis untuk menegaskan maksud dan gagasan tertentu. Dengan
gaya bahasa Klimaks tersebut maksud dan gagasan yang dikemukakannya menjadi terasa tegas, jelas, dan lebih mengesankan karena adanya peningkatan nilai.
d. Kalimat Antiklimaks
112
Selain Klimaks, dalam RDP ditemukan pula gaya kalimat Antiklimaks untuk menunjukkan adanya keadaan para tokoh. Antiklimaks berstruktur mengendur. Sebagai
gaya bahasa, Antiklimaks adalah suatu acuan yang gagasan-gagasanya diurutkan dari yang terpenting ke gagasan-gagasan yang kurang penting Keraf, 1991: 125. Berikut
beberapa contoh gaya kalimat Antiklimaks. 9 ‖Sampean bibiku, pamanku, uwakku, dan sedulurku semua, apakah kalian
selamat?‖ kata Rasus kepada semua orang yang ada di sekjelilingnya. hlm. 257
10 Bahwa dalam ketelanjangannya, laki-laki umumnya adalah manusia
biasa dengan naluri kambing jantannya, dengan naluri bayi yang merengek, dengan keblingsatannya yang kadang cuma sebagai pelampiasan rasa tak
percaya diri. hlm. 306
Tohari juga memanfaatkan gaya kalimat Antiklimaks seperti terlihat pada data 9 dan 10 yang melukiskan gagasan menurun dari yang terpenting menuju ke gagasan
yang kurang penting. Gaya kalimat Antiklimaks pada data 9 melukiskan urutan yang menurun atau mengendur yakni dari ‘bibiku, pamanku‘ menuju ke ‘uwakku dan
sedulurku ’. Demikian pula pada data 10 terdapat penurunan gagasan dari ‘naluri
kambing jantan‘ ke ‘bayi yang merengek‘ dan ‘rasa tak percaya diri‘. Kalimat dengan gaya bahasa Antiklimaks itu terasa intens dan mengesankan pembaca sehingga dapat
menciptakan efek makna tertentu.
e. Kalimat Antitesis
Ditemukan pula dalam RDP, pemanfaatan gaya kalimat bahasa Antitesis yakni sebuah gaya bahasa yang mengandunggagasan-gagasan yang bertentangan, dengan
menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan Keraf, 1991: 126. Berikut beberapa contoh gaya kalimat Antitesis dalam RDP.
11 ‖Jangan tertawa terlalu terbahak-bahak, sebab nanti akan segera
menyusul tangis sedih,‖ demikian sering dikatakan Sakarya kepada anak- cucunya di Dukuh Paruk. hlm. 184
Gaya kalimat Antitesis pada data 11 di atas sengaja dimanfaatkan Tohari untuk menunjukkan dua hal yang saling bertentangan tetapi nyata dalam kehidupan manusia.
Kata ‘tertawa‘ dan ‘tangis sedih‖ merupakan dua hal yang bertentangan seperti halnya benar-salah, senang-gembira, gelap-terang, dan sebagainya merupakan pasangan yang
selalu ada dalam kehidupan. Manusia dianjurkan dapat bersikap dan bertindak wajar,
113
tidak berlebihan Jawa: sak madya agar tidak menghadapi akibat yang tidak diinginkan. Gaya kalimat Antitesis jarang ditemukan dibanding kalimat Paralelisme dan Repetisi.
f. Kalimat Hiperbola