98
Dari analisis di atas terlihat bahwa kata vulgar khas Jawa memiliki fungsi tertentu yang variatif. Makna kata vulgar tersebut bergantung pada konteks penuturan
dan hubungan antara penutur dan mitra tutur. Lebih dari itu tentu saja pemanfaatan kata- kata vulgar khas Jawa itu pun untuk mencapai efek estetis.
7. Kata dengan Objek Realitas Alam
Dalam rangka mencapai efek estetis sekaligus guna menyampaikan gagasannya, Tohari banyak menggunakan kata dengan objek realitas alam. Kata dengan objek
realitas alam ialah kata atau frasa bahkan tidak sedikit yang berbentuk klausa yang menggunakan objek atau suasana alam. Maknanya tentu saja dapat dipahami dengan
melihat konteks kalimat atau hubungan kata itu dengan kata lainnya dalam satuan kebahasaan dengan memperhatikan realitas alam yang digunakan.
Data berikut menunjukkan keunggulan Tohari dalam membangun suasana cerita
menjadi indah dan asosiatif melalui diksi dengan objek benda alam guna melukiskan keadaan. Gambaran ini terlihat antara lain pada frasa
‘seperti pancuran di musim hujan
‘ pada data 76 yang berkaitan erat dengan ‘alunan tembangnya mengalir‘; ‘hiruk- pikuk suara ribuan monyet
‘ dengan ‘mendengarnya‘ pada data 77. Demikian pula ungkapan
‘kunyalakan api pada setumpuk kayu bakar‘ dengan ‘citra emak yang dibenci‘ pada data 78; dan ‘seekor kerbau besar sedang lelap‘ dengan ‘suasana alam
yang remang-remang ‘ pada data 79. Data berikut merupakan ilustrasinya.
76 Alunan tembangnya terus mengalir seperti pancuran di musim hujan
hlm. 13. 77
Sesungguhnya gendang telinganya menangkap suara celoteh Srintil yang lucu menawan. Tetapi Santayib mendengarnya sebagai hiruk-pikuk suara
ribuan monyet di pekuburan Dukuh Paruk. hlm. 28. 78
Meski berat sekalipun, bayangan tentang diri Emak harus kuhancurkan dan kugantikan dengan citra yang lain. Maka dalam pikiranku sudah
kunyalakan api pada setumpuk kayu bakar. hlm. 87. 79
Di hadapan mereka Dukuh Paruk kelihatan remang seperti seekor kerbau besar sedang lelap. hlm. 197.
Adapun diksi yang melukiskan realitas suasana alam dan dimanfaatkan untuk
menunjukkan suasana hati atau keadaan batin tokoh tampak pada data 80 hingga
82 berikut. Kata ‘mendung‘ yang terkait dengan ‘suasana gundah, keki, dan jengkel
tetapi tidak berdaya menghadapi sesuatu ‘ pada data 80; ‘...seperti awan putih bergerak
di akhir musim kemarau ‘ yang berkaitan dengan ‘tenang‘ pada data 81. Demikian pula
99
ungkapan ‘kembang ilalang tertiup angin kemarau‘ dengan ‘suasana hati yang sedang
sedih dan lemas tak berdaya ‘ pada data 82. Data berikut ilustrasinya.
80 Mendung menyaput deretan kursi kaum perempuan. Wajah Ibu Camat
merah padam. hlm. 187. 81
Tetapi Srintil tenang seperti awan putih bergerak di akhir musim kemarau. hlm. 190.
82 Seperti kembang ilalang tertiup angin kemarau, Bajus keluar dari kamar
Blengur dan berjalan cepat kembali ke vila di seberang jalan. hlm. 376.
Diksi dengan realitas alam juga dimanfaatkan untuk menunjukkan sifat tokoh
dalam RDP. Hal ini tampak pada data berikut. 83
Dia tangkas seperti anak kijang, harga dirinya hampir mencapai taraf congkak dan tidak merengek, apalagi mengemis. hlm. 142
Ungkapan dengan realitas alam seperti ‘anak kijang‘ pada data 83 berkaitan
erat dengan ‘tangkas‘. Kata ‘kijang‘ mengandung makna asosiatif ‘lincah‘, ‘cekatan‘ dan ‘gagah‘. Pelukisan karakter tokoh Rasus menjadi terasa lebih mengesankan, mudah
diterima, indah, dan memiliki daya pikat. Tentu berbeda jika karakter tokoh Rasus dilukiskan dengan menggunakan kata-kata denotatif.
Dari analisis di atas terlihat bahwa kata dengan objek realitas alam dalam RDP sangat variatif dan sarat makna. Diksi dengan objek realitas alam dimanfaatkan Tohari
untuk melukiskan gagasan yang berkaitan dengan pelukisan peristiwa, karakter tokoh, suasan hati, dan keadaan.
8. Kosakata Bahasa Jawa