Hardijan, Rusli, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalin Indonesia : Yogyakarta, 2004
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak Edisi 5, Salemba Empat : Jakarta, 2005
Sondang P. Siahaan, Administrasi Pembangunan Konsep Dimensi dan Strategi, Gunung Agung : Jakarta, 1990
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika : Jakarta, 2009
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press : Yogyakarta, 2008
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Perss : Jakarta, 2012. E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT. Ichtiar Baru ; Jakarta, 1983
Boerhanoedin Soetan Batoeah, Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara, Banicipta : Jakarta, 1983
B. Makalah dan Jurnal
Agustinus Lejiu dan Masjaya, Jurnal, “Evaluasi Kebijakan Pembangunan Transmigrasi Di Kabupaten Mahakam Hulu Studi Pada Kecamatan Long
Hubung Kabupaten Mahakam Hulu”, Samarinda, 2014.
M. Ismail, Makalah, “Transmigrasi Masyarakat Etnik Sangihe Talaud Di Karangetang” Universitas Negeri Gorontalo : Gorontalo, 2013
The Liang Gie, Jurnal, “Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1967
Muhammad Lukman Arifianto, Jurnal, “Pranata Sosial Masyarakat Heterogen Dalam Komunitas Perkotaan Di Kelurahan Wirotho Agung Kecamatan
Rimbo Bujang”. Yogyakarta, 2014 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, makalah, “Kebijakan
Pengembangan Kewirausahaan Makalah disampaikan pada temuan nasional Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 2010 : Jakarta
10 Februari 2010
C. Internet
http:www.seocontoh.com201601data-jumlah-sensus-penduduk-update- 2016.html
Universitas Sumatera Utara
http:www.pengertianahli.com201404pengertian-jenis-tujuan-transmigrasi.html http:www.artikelsiana.com201506pengertian-otonomi-daerah-tujuan-
asas,html?m=1 http:sahabudinrasyid.blogspot.co.id201308makalah-pembangunan-
daerah.html?m=1 http:Francescomiswary.blogspot.co.id201512makalah-pembangunan-
daerah.html?m=1 http:infopublik.co.id112015daerah-daerah-tujuan-transmigrasi.html?m=1
D. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah,
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi.
Universitas Sumatera Utara
43
BAB III PENGARUH KEBIJAKAN TRANSMIGRASI TERHADAP
PEMBANGUNAN DAERAH D.
Kebijakan Pemerintah Terkait Perpindahan Penduduk
Pemerintah, sebagai organisasi dalam bidang eksekutif, memiliki wewenang untuk membuat berbagai bentuk kebijakan, sebagai dasar dalam
menjalankan aktivitas pemerintahan sebagai masyarakat. pada awalnya, pemerintah mendapatkan limpahan wewenang dari masyarakat, dengan adanya
kesepakatan. Indonesia yang merupakan negara hukum, dan memiliki konstitusi sebagai acuan dasar bernegara, mengharuskan pemerintah berpatokan dan tidak
boleh berlawanan dengan konstitusi dalam melaksanakan tugas kenegaraannya. Carl J. Friedrich mengemukakan konstitusionalisme adalah gagasan
dimana pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivtas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi tunduk kepada beberapa pembatasan untuk memberikan
jaminan kepada kekuasaan. Disamping itu, kekuasaan yang diperlukan untuk memerintah tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk
memerintah.
31
Kebijakan merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan maka dalam hal ini erat kaitannya dengan bagaimana
melaksanakan kebijakan tersebut.
32
31
Carl J. Friedrich, Constitutional Government and Democracy Theory and Practise in Europe and America, Blaidell Publishing Company : Weldha. 1967. Dalam Miriam Budiardjo,
Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia : Jakarta, 1982. Hal. 56-57.
32
Agustinus Lejiu dan Masjaya, Op.cit
Dalam Kamus Webster, secara implementatif kebijakan dapat dirumuskan : “to implement mengimplementasikan berarti “to
Universitas Sumatera Utara
provide the means for carrying out menimbulkan dampakakibat terhadap sesuatu”.
33
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan
keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah eksekutif atau dekrit presiden.
34
Grindle mengemukakan tentang proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula telah
diperinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran negara.
35
Cleaves menyatakan, bahwa implementasi mencakup ”a process of moving toward a policy objective by mean of administrative and political steps”.
Perincian tujuan dari suatu kebijakan yang telah disebutkan di atas sangat dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.
36
Pemerintah sebenarnya telah membuat berbagai bentuk kebijakan yang tujuannya adalah mengatur ketertiban masyarakat. Akan tetapi, kebijakan-
Keberhasilan atau kegagalan implementasi dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskanmengoperasionalkan program-
program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan cara mengukur atau
membandingkan antara hasil akhir dari program tersebut dengan tujuan kebijakan.
33
Abdul Wahab,Evaluasi Kebijakan Publik, FIA : Malang, 1997. Hal. 64
34
Agustinus Lejiu dan Masjaya, Op.cit. Hal. 2223
35
Abdul Wahab, Op.cit Hal. 129
36
Ibid. Hal. 125
Universitas Sumatera Utara
kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah masih banyak yang belum efektif, dikarenakan berbagai hal. Salah satunya adalah kondisi masyarakat yang belum
mau menerima kebijakan dari pemerintah tersebut dengan segala alasan. Selain itu, kondisi objektif masyarakat yang kian berkembang pesat, juga menjadi suatu
permasalahan yang patut dipertimbangkan. Hal ini sebenarnya mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi-evaluasi terhadap kebijakan yang dibentuk,
dan menemukan permasalahan serta solusi dari masalah mengenai kebijakan tersebut.
Menurut Subarsono, evaluasi kebijakan adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan.
37
Leo Agustino berpendapat bahwa bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan
dan untuk mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan.
38
Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau
sasaran kebijakan, dimana bagian akhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan.
39
Dalam melaksanakan kebijakan, sebenarnya pemerintah pusatlah yang mendapatkan kewenangan secara langsung dari undang-undang. Kewenangan
tersebut berdasarkan pelimpahan wewenang melalui atribusi. Hanya saja, Indonesia yang menganut asas otonomi daerah, menyerahkan beberapa urusan
37
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 2005. Hal. 119
38
Leo Agustino, “Dasar-Dasar Kebijakan Publik”, Alfa Beta : Yogyakarta,2006. Hal. 186
39
Agustinus Lejiu dan Masjaya, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan kepada pemerintah daerah, melalui asas dekonsentrasi dan desentralisasi. Karena pemerintah daerah memiliki potensi yang cukup untuk
mengatur daerah otonomnya. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor
9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, juga telah menyebutkan beberapa urusan pemerintahan, yang diberikan kepada pemerintah daerah. Salah satunya
adala urusan pemerintahan mengenai kependudukan, yang dilegitimasi oleh Pasal 12 ayat 2 huruf h Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan-kebijakan mengenai kependudukan ini, diserahkan kepada
pemerintah daerah, dengan memperhatikan efektifitas serta efisiensi kebijakan tersebut. William N. Dunn menyatakan bahwa efektivitas effectiveness
berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan
dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya.
40
Penyerahan urusan pemerintahan mengenai kebijakan terkait kependudukan kepada pemerintah daerah, dianggap lebih efektif jika
dibandingkan dengan urusan pemerintahan daerah tersebut dipegang dan dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan kebijakan
terkait kependudukan, menyangkut masyarakat disuatu daerah, dan menyangkut daerah-daerah tujuan untuk melaksanakan kebijakan transmigrasi. Pemerintah
40
William N. Dunn, Op.cit. Hal. 429
Universitas Sumatera Utara
daerah dianggap lebih mengetahui kondisi objektif masyarakatnya, dan lebih mengetahui potensi-potensi daerah yang ada.
Selain melihat efektifitas dari kebijakan kependudukan itu, pemerintah juga harus memperhatikan efisiensi kebijakan tersebut, agar sasaran dan tujuan
dari kebijakan kependudukan tersebut tercapai. Efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan
akan tercapai. William N. Dunn berpendapat bahwa :
41
41
Ibid. Hal. 430
“Efisiensi efficiency berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan
sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter.
Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan.Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya
terkecil dinamakan efisien” Bertolak dari pendapat William N. Dunn di atas, dapat disimpulkan bahwa
efisiensi tersebut harus berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan efektivitas tertentu. Dalam kebijakan kependudukan, khususnya
transmigrasi swakarya berbantuan dan transmigrasi swakarya mandiri, pemerintah bekerja sama dengan badan usaha untuk memberikan pekerjaan kepada
transmigran. Badan usaha yang didirikan di suatu daerah, tentunya diberikan izin oleh pemerintah daerah, dan badan usaha tersebut memiliki urusan administrative
dengan pemerintah daerah. Sehingga, pemerintah daerah mengetahui, kondisi objektif dari badan usaha tersebut. Memperhatikan efisiensi kebijakan terkait
kependudukan ini, maka akan lebih baik, diserahkan kepada pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
E. Manfaat dan Tujuan Transmigrasi
Kebijakan pemerintah pada prinsipmua dibuat atas dasar kebijakan yang bersifat luas. Menurut Werf, yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaa
mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu.
42
Sedangkan kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan
tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.
43
Sesuai dengan system administrasi negara Republik Indonesia, kebijakan dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
44
1. Kebijakan internal Manajerial
Kebijakan internal merupakan kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintahan. Kebijakan internal ini dibuat
oleh aparatur negara, yang tujuannya untuk mengatur organisasi pemerintahan yang ada. Kebijakan internal ini tidak berlaku bagi masyarakat luas. Akan tetapi
hanya berlaku kepada organisasi yang membentuk kebijakan tersebut. Contohnya adalah, kebijakan mengenai standar operasional prosedur kepolisian dalam
melaksanakan tugas. Contoh lainnya adalah, kebijakan yang dibentuk oleh kepala daerah, mengenai disiplin kerja aparatur sipil negara dilingkungan pemerintahan
daerah. Dalam kebijakan internal ini, dapat dibuat dalam bentuk tertulis, maupun tidak tertulis.
42
Ibid
43
Joshua Ignatius, makalah, “Kebijakan Pemerintah”, Surabaya : 2008. Hal. 1
44
Werf, Op.cit. Hal. 45
Universitas Sumatera Utara
2. Kebijakan Eksternal publik
Kebijakan eksternal merupakan suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum. Kebijakan eksternal ini dibuat oleh organisasi pemerintahan,
yang tujuannya adalah untuk kepentingan masyarakat umum. Kebijakan eksternal ini juga merupakan kebijakan yang bersifat umum. Artinya, kebijakan eksternal
ini tidak hanya mengikat aparatur sipil negara yang berada dilingkungan suatu organisasi pemerintahan, melainkan juga mengikat masyarakat-masyarakat luas.
Karena kebijakan eksternal ini mengikat masyarakat umum dan memiliki cakupan yang luas, maka bentuk kebijakan eksternal ini harus dalam bentuk
tertulis. Akan tetapi, kebijakan eksternal ini juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga harus didasarkan dengan
landasan normatif yang jelas. Salah satu contoh dari kebijakan eksternal ini adalah kebijakan mengenai transmigrasi.
Berdasarkan pengertian dari klasifikasi kebijakan di atas, maka, dapat disimpulkan bahwa semua bentuk kebijakan, baik kebijakan internal maupun
kebijakan eksternal, harus memiliki manfaat dan tujuan yang jelas. Kebijakan atau kebijaksanaan pemerintah mempunya beberapa tingkatan,
yaitu :
45
1. Kebijakan Nasional
Kebijakan nasional merupakan kebijakan negara yang bersifat ffundamental dan strategis untuk mencapai tujuan nasional atau tujuan negara,
45
Jhosua Ignatius, Op.cit. Hal. 3-4
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan amanat UUD 1945. Kewenangan dalam pembuat kebijakan nasional ini adalah MPR, DPR bersama Presiden.
Bentuk kebijakan nasional ini juga dapat disebut sebagai peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Peraturan Perundang-undangan, Hirarki Peraturan Perundang-undangan yang menjadi kebijakan nasional adalah sebagai berikut :
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
b. Ketetapan MPR TAP MPR
c. Undang-undangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Perppu 2.
Kebijakan Umum Kebijakan umum atau disebut juga sebagai kebijaksanaan umum adalah
kebijaksanaan yang dilakukan oleh presiden yang bersifat nasional dan menyeluruh, berupa penggarusan ketentuan-ketentuan yang bersifat garis besar
dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan ppembangunan sebagai pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945, TAP MPR, maupun Undang-undang.
Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan nasional. Bentuk kebijaksanaan umum ini adalah :
a. Peraturan Pemerintah PP
b. Keputusan Presiden Kepres
c. Instruksi Presiden Inpres
3. Kebijakan Pelaksana
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan pelaksana atau kebijaksanaan pelaksana adalah kebijakan pemerintah yang merupakan pelaksana dari kebijakan-kebijakan umum, yang
berisikan strategi pelaksanaan dalam suatu bidang tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibidang tertentu. Penetapan kebijakan pelaksana terletak pada para
pembantu presiden, seperti menteri atau pejabat lain yang setingkat dengan mentri dan pimpinan, sesuai dengan kebijaksanaan pada tingkat atasnya. Kebijakan
pelasksana ini dapat berupa : a.
Peraturan Menteri b.
Keputusan Menteri c.
Instruksi pejabat-pejabat yang berwenang. Dalam kebijakan pelaksana, memmiliki strategi kebijakan yang merupakan
salah satu kebijakan elaksanaan yang secara hirarki dibuat oleh pejabat setingkat menteri, gubernur, atau Wali kotabupati. Strategi kebijakan ini dibuat dalam
bentuk surat keptusan yang mengatur tata laksana kerja dan segaa sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya manusia. Pengertian strategi ini merupakan
serangkaian sasaran organisasi yang kemudian mempengaruhi penentuan tindakan komprehensif untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan atau alat dengan
mana tujuan akan dicapai. Kebijakan nasional, kebijakan umum dan kebijakan pelaksana sebenarnya
satu kesatuan yang terpadu, dan memiliki sasaran serta tujuan yang sama. Salah satunya adalah kebijakan transmigrasi, yang merupakan kebijakan nasional
berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian.
Universitas Sumatera Utara
Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, pasti memiliki manfaat serta tujuan. Tidak terlepas dari kebijakan transmigrasi, yang juga
memiliki manfaat dan tujuan dari kebijakan tersebut. kebijakan tersebut berdasarkan konstitusi, adalah untuk sebesar-besarnya menciptakan kemakmuran
rakyat. Pancasila, sila ke-5 yang menyatakan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”, mengandung makna bahwa Pancasila sebagai fundamental norm,menginginkan adanya keadilan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Keadilan
yang dimaksud merupakan keadilan, yang bersifat relatif. Artinya, setiap rakyat Indonesia, haruslah memiliki porsi yang diterima sesuai dengan tingkat kebutuhan
rakyat tersebut. Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dan memiliki penduduk
begitu besar, pada saat ini belum merasakan adanya wujud dari sila ke-5 Pancasila tersebut. Pulau Jawa, yang memiliki penduduk terpadat dibandingkan dengan
Pulau lainnya, dan Pulau Jawa juga tercatat memiliki penduduk dengan intensitas pengangguran yang sangat tinggi dibandingkan dengan pulau lainnya.
Sebenarnya, dari sejarah transmigrasi di Indonesia, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kependudukan,
sangat penting diterapkan, untuk menekan intensitas penduduk miskin disuatu daearah. Selain itu, pembangunan disuatu daerahpun diharapkan juga akan diatasi
dengan kebijakan-kebijakan terkait kependudukan. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah kebijakan mengenai transmigrasi.
Universitas Sumatera Utara
Keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang
besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar
jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan. Salah satu masalah dalam kependudukan
adalah terus meningkatnya jumlah penduduk, sedangkan lahan yang tersedia semakin berkurang, hal ini menyebabkan tingginya angka kepadatan penduduk
disuatu wilayah.
46
Menurut Rusli transmigrasi merupakan salah satu bentuk migrasi internal yang terjadi di Indonesia. Transmigrasi pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai
gerak penduduk antara desa yaitu kebanyakan para transmigran berasal dari desa- desa di jawa dengan arah tujuan daerah.
Kepadatan yang tinggi dalam suatu wilayah tentu saja menimbulkan masalah baru dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial budaya,
keagamaan, politik dan psikologi. Dalam rangka mengurangi kepadatan penduduk, pemerintah melakukan suatu kebijakan transmigrasi. Transmigrasi
adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke area wilayah pulau lain yang penduduknya masih sedikit atau belum ada penduduknya
sama sekali.
47
46
Muhammad Lukman Arifianto, Jurnal, “Pranata Sosial Masyarakat Heterogen Dalam Komunitas Perkotaan Di Kelurahan Wirotho Agung Kecamatan Rimbo Bujang”. Yogyakarta,
2014. Hal. 1-4
47
Hardijan, Rusli, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalin Indonesia : Yogyakarta, 2004. Hal. 138
Universitas Sumatera Utara
Tujuan program transmigrasi adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Jawa, memberikan kesempatan bagi orang yang
mau bekerja, dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau-pulau lain seperti Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.
48
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian menyebutkan : “Transmigrasi adalah perpindahan penduduk
Di pulau Sumatra, Kabupaten Tebo Propinsi Jambi merupakan salah satu tujuan
transmigrasi pada waktu itu. Kabupaten ini menjadi tujuan transmigrasi karena masih banyak lahan kosong yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan produktif
masyarakat. Konsideran bagian menimbang huruf a Undang-undang Nomor 29 Tahun
2009 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian menyatakan :
“Bahwa dengan diberlakukannya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menganut asas otonomi dan tugas pembantuan serta upaya
memperbaiki iklim investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Transmigrasi, maka dilakukan penyempurnaan ketentuan
penyelenggaraan transmigrasi” Berdasarkan konsideran bagian menimbang tersebut, dapat disimpulkan
bahwa, penyelenggaraan transmigrasi memiliki tujuan untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan investasi ekonomi, terkhusus di bidang transmigrasi.
Transmigrasi menjadi salah satu bentuk kebijakan yang sangat efektif untuk mengatasi permasalahan kependudukan.
48
Ibid. Hal. 5
Universitas Sumatera Utara
secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah”
Dari bunyi Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, secara tersirat dapat dilihat bahwa manfaat dan tujuan
dari tranmsigrasi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum. Pesan tersirat yang disampaikan oleh Pasal 1 angka 2 Undang-undang
Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, memiliki alasan yang cukup kuat. Kebijakan transmigrasi dibentuk karena tingginya angka pengangguran di
Indonesia. Menurut data dari Kementrian Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi, angka pengangguran di Indonesia mencapai 8,96 juta orang atau setara dengan
7,87 dari 113,83 orang total angkatan tenaga kerja.
49
Kondisi ini dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai hal, diantaranya :
50
1. Jumlah penduduk yang cukup besar dengan tingkat pendidikan dan
produktivitas relatif renda serta sebagian besar masih terkonsentrasi diperdesaan
2. Terbatasnya peluang kesempatan kerja disektor normal dan tidak
sesuai kompetensi yang dimiliki tenaga kerja dengan pasar kerja 3.
Potensi sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal
4. Sikap psikologis dan kultural berwira usaha yang belum terbentuk
49
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, makalah, “Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan Makalah disampaikan pada temuan nasional Kementrian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Tahun 2010 : Jakarta 10 Februari 2010. Hal. 2
50
Ibid. Hal. 3
Universitas Sumatera Utara
Angka pengangguran yang tinggi tersebut menjadi alasan pemerintah membuat berbagai kebijakan, baik kebijakan nasional, kebijakan umum, dan
kebijakan pelaksana terkait transmigrasi. Tujuannya diadakan aturan tersebut adalah agar terciptanya tertib hukum, serta perlindungan hukum bagi para
transmigran. Sedangkan berdasarkan Pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, disebutkan bahwa tujuan dari penyelenggaraan transmigrasi adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan transmigrasi dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah serta memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan transmigrasi ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan produktivitas dari masyarakat
transmigrasi, membangun kemandirian dan mewujudkan integrasi dipemukiman transmigrasi, sehungga ekonomi sosial dan budaya mampu tumbuh dan
berkembang secara berkelanjutan. Penyelenggaraan transmigrasi diarahkan pada pranata persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam
dan daya tampung lingkungan pengangkatan kualitas sumber daya manusia dan perwujudan integrasi masyarakat.
Pancasila ke-3 yaitu “persatuan Indonesia” menjadi salah satu landasan filosofis dalam pelaksanaan kebijakan transmigrasi ini. Kebijakan tersebut sangat
diharapkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat umum. Manfaat yang ingin dicapai adalah terciptanya masyarakat yang makmur,
berintegritas, dan lancarnya program pemerataan pembangunan disuatu daerah.
Universitas Sumatera Utara
F. Pengaruh Kebijakan Tranmigrasi Terhadap Pembangunan Daerah