Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

(1)

88

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

H.J. Heeren, Transmigrasi Di Indonesia : Hubungan Transmigran Dan Penduduk Asli, Dengan Titik Berat Sumatera Selatan Dan Tengah, Gramedia : Jakarta, 1979.

Sondang P. Siahaan, Administrasi Pembangunan Konsep Dimensi dan Strategi, Gunung Agung : Jakarta, 1990

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media : Surabaya, 2007

William, N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi kedua), Gajah Mada University Press : Yogyakarta, 2003.

Bintoro Tjokroamidjojo, {engantar Administrasi Pembangunan, LP3ES : Jakarta, 1995

M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Sinar Grafika : Jakarta,

Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara,Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1994.

Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma : Yogyakarta, 2002.

Bakry.N.M, Pancasila Yuridis Kenegaraan, BPFH UII : Yogyakarta, 1985. CST. Kansil dan Christine S.T. Kasil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia,

PT. Rineka Cipta : Jakarta, 2000

Carl J. Friedrich, Constitutional Government and Democracy Theory and Practise in Europe and America, Blaidell Publishing Company : Weldha. 1967

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia : Jakarta, 1982 Abdul Wahab, Evaluasi Kebijakan Publik, FIA : Malang, 1997

Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 2005

Leo Agustino, “Dasar-Dasar Kebijakan Publik”, Alfa Beta : Yogyakarta,2006 Joshua Ignatius, makalah, “Kebijakan Pemerintah”, Surabaya : 2008


(2)

Hardijan, Rusli, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalin Indonesia : Yogyakarta, 2004

Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak Edisi 5, Salemba Empat : Jakarta, 2005

Sondang P. Siahaan, Administrasi Pembangunan Konsep Dimensi dan Strategi, Gunung Agung : Jakarta, 1990

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika : Jakarta, 2009

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press : Yogyakarta, 2008

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Perss : Jakarta, 2012. E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT. Ichtiar Baru ; Jakarta, 1983 Boerhanoedin Soetan Batoeah, Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara,

Banicipta : Jakarta, 1983

B. Makalah dan Jurnal

Agustinus Lejiu dan Masjaya, Jurnal, “Evaluasi Kebijakan Pembangunan Transmigrasi Di Kabupaten Mahakam Hulu (Studi Pada Kecamatan Long Hubung Kabupaten Mahakam Hulu)”, Samarinda, 2014.

M. Ismail, Makalah, “Transmigrasi Masyarakat Etnik Sangihe Talaud Di Karangetang” Universitas Negeri Gorontalo : Gorontalo, 2013

The Liang Gie, Jurnal, “Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1967

Muhammad Lukman Arifianto, Jurnal, “Pranata Sosial Masyarakat Heterogen Dalam Komunitas Perkotaan Di Kelurahan Wirotho Agung Kecamatan Rimbo Bujang”. Yogyakarta, 2014

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, makalah, “Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan" Makalah disampaikan pada temuan nasional Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 2010 : Jakarta 10 Februari 2010

C. Internet


(3)

90

D. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah,

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi.


(4)

D.Kebijakan Pemerintah Terkait Perpindahan Penduduk

Pemerintah, sebagai organisasi dalam bidang eksekutif, memiliki wewenang untuk membuat berbagai bentuk kebijakan, sebagai dasar dalam menjalankan aktivitas pemerintahan sebagai masyarakat. pada awalnya, pemerintah mendapatkan limpahan wewenang dari masyarakat, dengan adanya kesepakatan. Indonesia yang merupakan negara hukum, dan memiliki konstitusi sebagai acuan dasar bernegara, mengharuskan pemerintah berpatokan dan tidak boleh berlawanan dengan konstitusi dalam melaksanakan tugas kenegaraannya.

Carl J. Friedrich mengemukakan konstitusionalisme adalah gagasan dimana pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivtas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi tunduk kepada beberapa pembatasan untuk memberikan jaminan kepada kekuasaan. Disamping itu, kekuasaan yang diperlukan untuk memerintah tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.31

Kebijakan merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan maka dalam hal ini erat kaitannya dengan bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut.32

31

Carl J. Friedrich, Constitutional Government and Democracy Theory and Practise in Europe and America, Blaidell Publishing Company : Weldha. 1967. Dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia : Jakarta, 1982. Hal. 56-57.

32 Agustinus Lejiu dan Masjaya, Op.cit

Dalam Kamus Webster, secara implementatif kebijakan dapat dirumuskan : “to implement (mengimplementasikan) berarti “to


(5)

51

provide the means for carrying out (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”.33

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah eksekutif atau dekrit presiden).34

Grindle mengemukakan tentang proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula telah diperinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana / biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran negara.35

Cleaves menyatakan, bahwa implementasi mencakup ”a process of moving toward a policy objective by mean of administrative and political steps”. Perincian tujuan dari suatu kebijakan yang telah disebutkan di atas sangat dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.

36

Pemerintah sebenarnya telah membuat berbagai bentuk kebijakan yang tujuannya adalah mengatur ketertiban masyarakat. Akan tetapi, kebijakan-Keberhasilan atau kegagalan implementasi dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan/mengoperasionalkan program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan cara mengukur atau membandingkan antara hasil akhir dari program tersebut dengan tujuan kebijakan.

33

Abdul Wahab,Evaluasi Kebijakan Publik, FIA : Malang, 1997. Hal. 64

34 Agustinus Lejiu dan Masjaya, Op.cit. Hal. 2223 35Abdul Wahab, Op.cit Hal. 129


(6)

kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah masih banyak yang belum efektif, dikarenakan berbagai hal. Salah satunya adalah kondisi masyarakat yang belum mau menerima kebijakan dari pemerintah tersebut dengan segala alasan. Selain itu, kondisi objektif masyarakat yang kian berkembang pesat, juga menjadi suatu permasalahan yang patut dipertimbangkan. Hal ini sebenarnya mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi-evaluasi terhadap kebijakan yang dibentuk, dan menemukan permasalahan serta solusi dari masalah mengenai kebijakan tersebut.

Menurut Subarsono, evaluasi kebijakan adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan.37 Leo Agustino berpendapat bahwa bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan.38

Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan, dimana bagian akhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan.39

Dalam melaksanakan kebijakan, sebenarnya pemerintah pusatlah yang mendapatkan kewenangan secara langsung dari undang-undang. Kewenangan tersebut berdasarkan pelimpahan wewenang melalui atribusi. Hanya saja, Indonesia yang menganut asas otonomi daerah, menyerahkan beberapa urusan

37 Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar :

Yogyakarta, 2005. Hal. 119

38 Leo Agustino, “Dasar-Dasar Kebijakan Publik”, Alfa Beta : Yogyakarta,2006. Hal.

186


(7)

53

pemerintahan kepada pemerintah daerah, melalui asas dekonsentrasi dan desentralisasi. Karena pemerintah daerah memiliki potensi yang cukup untuk mengatur daerah otonomnya.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, juga telah menyebutkan beberapa urusan pemerintahan, yang diberikan kepada pemerintah daerah. Salah satunya adala urusan pemerintahan mengenai kependudukan, yang dilegitimasi oleh Pasal 12 ayat (2) huruf h Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah.

Kebijakan-kebijakan mengenai kependudukan ini, diserahkan kepada pemerintah daerah, dengan memperhatikan efektifitas serta efisiensi kebijakan tersebut. William N. Dunn menyatakan bahwa efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya.40

Penyerahan urusan pemerintahan mengenai kebijakan terkait kependudukan kepada pemerintah daerah, dianggap lebih efektif jika dibandingkan dengan urusan pemerintahan daerah tersebut dipegang dan dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan kebijakan terkait kependudukan, menyangkut masyarakat disuatu daerah, dan menyangkut daerah-daerah tujuan untuk melaksanakan kebijakan transmigrasi. Pemerintah


(8)

daerah dianggap lebih mengetahui kondisi objektif masyarakatnya, dan lebih mengetahui potensi-potensi daerah yang ada.

Selain melihat efektifitas dari kebijakan kependudukan itu, pemerintah juga harus memperhatikan efisiensi kebijakan tersebut, agar sasaran dan tujuan dari kebijakan kependudukan tersebut tercapai. Efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai.

William N. Dunn berpendapat bahwa :41

41Ibid. Hal. 430

“Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan.Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien”

Bertolak dari pendapat William N. Dunn di atas, dapat disimpulkan bahwa efisiensi tersebut harus berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan efektivitas tertentu. Dalam kebijakan kependudukan, khususnya transmigrasi swakarya berbantuan dan transmigrasi swakarya mandiri, pemerintah bekerja sama dengan badan usaha untuk memberikan pekerjaan kepada transmigran. Badan usaha yang didirikan di suatu daerah, tentunya diberikan izin oleh pemerintah daerah, dan badan usaha tersebut memiliki urusan administrative dengan pemerintah daerah. Sehingga, pemerintah daerah mengetahui, kondisi objektif dari badan usaha tersebut. Memperhatikan efisiensi kebijakan terkait kependudukan ini, maka akan lebih baik, diserahkan kepada pemerintah daerah.


(9)

55

E.Manfaat dan Tujuan Transmigrasi

Kebijakan pemerintah pada prinsipmua dibuat atas dasar kebijakan yang bersifat luas. Menurut Werf, yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaa mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu.42 Sedangkan kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.43

Sesuai dengan system administrasi negara Republik Indonesia, kebijakan dapat dibagi menjadi 2 yaitu :44

1. Kebijakan internal (Manajerial)

Kebijakan internal merupakan kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintahan. Kebijakan internal ini dibuat oleh aparatur negara, yang tujuannya untuk mengatur organisasi pemerintahan yang ada. Kebijakan internal ini tidak berlaku bagi masyarakat luas. Akan tetapi hanya berlaku kepada organisasi yang membentuk kebijakan tersebut. Contohnya adalah, kebijakan mengenai standar operasional prosedur kepolisian dalam melaksanakan tugas. Contoh lainnya adalah, kebijakan yang dibentuk oleh kepala daerah, mengenai disiplin kerja aparatur sipil negara dilingkungan pemerintahan daerah. Dalam kebijakan internal ini, dapat dibuat dalam bentuk tertulis, maupun tidak tertulis.

42Ibid

43 Joshua Ignatius, makalah, “Kebijakan Pemerintah”, Surabaya : 2008. Hal. 1 44 Werf, Op.cit. Hal. 45


(10)

2. Kebijakan Eksternal (publik)

Kebijakan eksternal merupakan suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum. Kebijakan eksternal ini dibuat oleh organisasi pemerintahan, yang tujuannya adalah untuk kepentingan masyarakat umum. Kebijakan eksternal ini juga merupakan kebijakan yang bersifat umum. Artinya, kebijakan eksternal ini tidak hanya mengikat aparatur sipil negara yang berada dilingkungan suatu organisasi pemerintahan, melainkan juga mengikat masyarakat-masyarakat luas.

Karena kebijakan eksternal ini mengikat masyarakat umum dan memiliki cakupan yang luas, maka bentuk kebijakan eksternal ini harus dalam bentuk tertulis. Akan tetapi, kebijakan eksternal ini juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga harus didasarkan dengan landasan normatif yang jelas. Salah satu contoh dari kebijakan eksternal ini adalah kebijakan mengenai transmigrasi.

Berdasarkan pengertian dari klasifikasi kebijakan di atas, maka, dapat disimpulkan bahwa semua bentuk kebijakan, baik kebijakan internal maupun kebijakan eksternal, harus memiliki manfaat dan tujuan yang jelas.

Kebijakan atau kebijaksanaan pemerintah mempunya beberapa tingkatan, yaitu :45

1. Kebijakan Nasional

Kebijakan nasional merupakan kebijakan negara yang bersifat ffundamental dan strategis untuk mencapai tujuan nasional atau tujuan negara,


(11)

57

sesuai dengan amanat UUD 1945. Kewenangan dalam pembuat kebijakan nasional ini adalah MPR, DPR bersama Presiden.

Bentuk kebijakan nasional ini juga dapat disebut sebagai peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-undangan, Hirarki Peraturan Perundang-undangan yang menjadi kebijakan nasional adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia b. Ketetapan MPR (TAP MPR)

c. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)

2. Kebijakan Umum

Kebijakan umum atau disebut juga sebagai kebijaksanaan umum adalah kebijaksanaan yang dilakukan oleh presiden yang bersifat nasional dan menyeluruh, berupa penggarusan ketentuan-ketentuan yang bersifat garis besar dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan ppembangunan sebagai pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945, TAP MPR, maupun Undang-undang. Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan nasional. Bentuk kebijaksanaan umum ini adalah :

a. Peraturan Pemerintah (PP) b. Keputusan Presiden (Kepres) c. Instruksi Presiden (Inpres) 3. Kebijakan Pelaksana


(12)

Kebijakan pelaksana atau kebijaksanaan pelaksana adalah kebijakan pemerintah yang merupakan pelaksana dari kebijakan-kebijakan umum, yang berisikan strategi pelaksanaan dalam suatu bidang tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibidang tertentu. Penetapan kebijakan pelaksana terletak pada para pembantu presiden, seperti menteri atau pejabat lain yang setingkat dengan mentri dan pimpinan, sesuai dengan kebijaksanaan pada tingkat atasnya. Kebijakan pelasksana ini dapat berupa :

a. Peraturan Menteri b. Keputusan Menteri

c. Instruksi pejabat-pejabat yang berwenang.

Dalam kebijakan pelaksana, memmiliki strategi kebijakan yang merupakan salah satu kebijakan elaksanaan yang secara hirarki dibuat oleh pejabat setingkat menteri, gubernur, atau Wali kota/bupati. Strategi kebijakan ini dibuat dalam bentuk surat keptusan yang mengatur tata laksana kerja dan segaa sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya manusia. Pengertian strategi ini merupakan serangkaian sasaran organisasi yang kemudian mempengaruhi penentuan tindakan komprehensif untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan atau alat dengan mana tujuan akan dicapai.

Kebijakan nasional, kebijakan umum dan kebijakan pelaksana sebenarnya satu kesatuan yang terpadu, dan memiliki sasaran serta tujuan yang sama. Salah satunya adalah kebijakan transmigrasi, yang merupakan kebijakan nasional berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian.


(13)

59

Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, pasti memiliki manfaat serta tujuan. Tidak terlepas dari kebijakan transmigrasi, yang juga memiliki manfaat dan tujuan dari kebijakan tersebut. kebijakan tersebut berdasarkan konstitusi, adalah untuk sebesar-besarnya menciptakan kemakmuran rakyat.

Pancasila, sila ke-5 yang menyatakan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, mengandung makna bahwa Pancasila sebagai fundamental norm,menginginkan adanya keadilan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Keadilan yang dimaksud merupakan keadilan, yang bersifat relatif. Artinya, setiap rakyat Indonesia, haruslah memiliki porsi yang diterima sesuai dengan tingkat kebutuhan rakyat tersebut.

Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dan memiliki penduduk begitu besar, pada saat ini belum merasakan adanya wujud dari sila ke-5 Pancasila tersebut. Pulau Jawa, yang memiliki penduduk terpadat dibandingkan dengan Pulau lainnya, dan Pulau Jawa juga tercatat memiliki penduduk dengan intensitas pengangguran yang sangat tinggi dibandingkan dengan pulau lainnya.

Sebenarnya, dari sejarah transmigrasi di Indonesia, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kependudukan, sangat penting diterapkan, untuk menekan intensitas penduduk miskin disuatu daearah. Selain itu, pembangunan disuatu daerahpun diharapkan juga akan diatasi dengan kebijakan-kebijakan terkait kependudukan. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah kebijakan mengenai transmigrasi.


(14)

Keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan. Salah satu masalah dalam kependudukan adalah terus meningkatnya jumlah penduduk, sedangkan lahan yang tersedia semakin berkurang, hal ini menyebabkan tingginya angka kepadatan penduduk disuatu wilayah.46

Menurut Rusli transmigrasi merupakan salah satu bentuk migrasi internal yang terjadi di Indonesia. Transmigrasi pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai gerak penduduk antara desa yaitu kebanyakan para transmigran berasal dari desa-desa di jawa dengan arah tujuan daerah.

Kepadatan yang tinggi dalam suatu wilayah tentu saja menimbulkan masalah baru dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial budaya, keagamaan, politik dan psikologi. Dalam rangka mengurangi kepadatan penduduk, pemerintah melakukan suatu kebijakan transmigrasi. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke area wilayah pulau lain yang penduduknya masih sedikit atau belum ada penduduknya sama sekali.

47

46Muhammad Lukman Arifianto, Jurnal, “Pranata Sosial Masyarakat Heterogen Dalam

Komunitas Perkotaan Di Kelurahan Wirotho Agung Kecamatan Rimbo Bujang”. Yogyakarta, 2014. Hal. 1-4

47 Hardijan, Rusli, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalin Indonesia : Yogyakarta,


(15)

61

Tujuan program transmigrasi adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Jawa, memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau-pulau lain seperti Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.48

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian menyebutkan : “Transmigrasi adalah perpindahan penduduk

Di pulau Sumatra, Kabupaten Tebo Propinsi Jambi merupakan salah satu tujuan transmigrasi pada waktu itu. Kabupaten ini menjadi tujuan transmigrasi karena masih banyak lahan kosong yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan produktif masyarakat.

Konsideran bagian menimbang huruf a Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian menyatakan :

“Bahwa dengan diberlakukannya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menganut asas otonomi dan tugas pembantuan serta upaya memperbaiki iklim investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Transmigrasi, maka dilakukan penyempurnaan ketentuan penyelenggaraan transmigrasi”

Berdasarkan konsideran bagian menimbang tersebut, dapat disimpulkan bahwa, penyelenggaraan transmigrasi memiliki tujuan untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan investasi ekonomi, terkhusus di bidang transmigrasi. Transmigrasi menjadi salah satu bentuk kebijakan yang sangat efektif untuk mengatasi permasalahan kependudukan.


(16)

secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah”

Dari bunyi Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, secara tersirat dapat dilihat bahwa manfaat dan tujuan dari tranmsigrasi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum.

Pesan tersirat yang disampaikan oleh Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, memiliki alasan yang cukup kuat. Kebijakan transmigrasi dibentuk karena tingginya angka pengangguran di Indonesia. Menurut data dari Kementrian Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi, angka pengangguran di Indonesia mencapai 8,96 juta orang atau setara dengan 7,87 % dari 113,83 orang total angkatan tenaga kerja.49

Kondisi ini dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai hal, diantaranya :50

1. Jumlah penduduk yang cukup besar dengan tingkat pendidikan dan produktivitas relatif renda serta sebagian besar masih terkonsentrasi diperdesaan

2. Terbatasnya peluang kesempatan kerja disektor normal dan tidak sesuai kompetensi yang dimiliki tenaga kerja dengan pasar kerja 3. Potensi sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara

optimal

4. Sikap psikologis dan kultural berwira usaha yang belum terbentuk

49

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, makalah, “Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan" Makalah disampaikan pada temuan nasional Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 2010 : Jakarta 10 Februari 2010. Hal. 2


(17)

63

Angka pengangguran yang tinggi tersebut menjadi alasan pemerintah membuat berbagai kebijakan, baik kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan pelaksana terkait transmigrasi. Tujuannya diadakan aturan tersebut adalah agar terciptanya tertib hukum, serta perlindungan hukum bagi para transmigran.

Sedangkan berdasarkan Pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, disebutkan bahwa tujuan dari penyelenggaraan transmigrasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan transmigrasi dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan transmigrasi ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan produktivitas dari masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian dan mewujudkan integrasi dipemukiman transmigrasi, sehungga ekonomi sosial dan budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Penyelenggaraan transmigrasi diarahkan pada pranata persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan pengangkatan kualitas sumber daya manusia dan perwujudan integrasi masyarakat.

Pancasila ke-3 yaitu “persatuan Indonesia” menjadi salah satu landasan filosofis dalam pelaksanaan kebijakan transmigrasi ini. Kebijakan tersebut sangat diharapkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat umum. Manfaat yang ingin dicapai adalah terciptanya masyarakat yang makmur, berintegritas, dan lancarnya program pemerataan pembangunan disuatu daerah.


(18)

F. Pengaruh Kebijakan Tranmigrasi Terhadap Pembangunan Daerah

Sudah menjadi cita-cita bangsa Indonesia untuk melakukan pebangunan nasional. pembangunan nasional dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.51Pembangunan adalah rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan nasional ini mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa, seperti asppek politik, ekonomi, sosial, pertahanan, keamanan dan budaya, serta terkhusus di bidang administrasi negara.52

51

Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak Edisi 5, Salemba Empat : Jakarta, 2005 Hal. 11.

52 Sondang P. Siahaan, Administrasi Pembangunan Konsep Dimensi dan Strategi,

Gunung Agung : Jakarta, 1990. Hal. 39

Upaya pembangunan nasional sebenarnya merupakan salah satu bentuk tugas dari pemerintah, dan juga merupakan tanggungjawab dari pemerintah. Pembangunan nasional pada dasarnya menjadi sebuh aktivitas untuk memberikan kemakmuran terhadap seluruh bangsa Indonesia. Upaya pembangunan ini juga tidak terlepas dari peranan pemerintah sebagai perpanjangan tangan rakyat, sehingga pemerintah melakukan upaya pembangunan dengan tujuan untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan memiliki berbagai daerah dengan beraneka ragam budaya, dalam melaksanakan pembangunan nasional, tentu tidak akan terlepas dari pembangunan daerah. Karena, apabila pembangunan daerah berjalan dengan lancar, maka pembangunan nasional akan terwujud.


(19)

65

Negara Indonesia merupaka negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi. Desentralisasi itu sendiri sebenarnya mengandung dua pengertian utama, yaitu :53

1. Desentralisasi merupakan pembentukan daerah otonom dan penyerahan wewenang tertentu kepadanya oleh pemerintah pusat

2. Desentralisasi dapat berarti penyerahan kewenangan tertentu kepada daerah otonom yang telah dibentuk oleh pemerintah pusat.

Sistem sentralisasi juga pernah diterapkan di Indonesia, dimana semua urusan pemerintahan ataupun urusan negara menjadi urusan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kendali atas semua wilayaj atau daerah di Indonesia, dan daerah harus melaksanakan apa yang menjadi ketetapan dari pemerintah pusat.

Akan tetapi, sistem sentralisasi yang diterapkan tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki beberapa provinsi, yang terbagi dengan beberapa daerah-daerah kecil. Tentu saja hal ini tidak akan menjamin adanya kemakmuran bagi daerah-daerah kecil yang sulit dijangkau oleh pemerintah pusat. Maka dari pada itu, untuk urusan pembangunan nasional di daerah, diserahkan kepada pemerintah daerah dengan asas desentralisasi.54

Eksistensi suatu negara menurut A.G.Pringgodigdo, harus memenuhi empat unsur, yaitu :55

1. Pemerintahan yang berdaulat

diakses pada tanggal 27 Oktober 2016 Pukul 11:38 WIB

54Ibid.

55Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika : Jakarta,


(20)

2. Mempunyai wilayah tertentu

3. Rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa 4. Dan pengakuan dari negara lain.

Berdasarkan pendapat di atas, tentunya eksistensi suatu negara akan ditandai dengan adanya rakyat yang hidup teratur. Wilayah Indonesia yang memiliki luas yang sangat besar dan memiliki penduduk yang sangat besar, tentu akan sulit untuk melakukan penertiban terhadap rakyat. Tentunya, pemerintah yang berdaulat dan memilliki kewenagan untuk membentuk suatu kebijakan, harus memperhatikan hal tersebut, dan menjadi fokus utama dalam usaha pembangunan nasional.

Pada dasarnya, kewenangan merupakan pemberian kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada suatu pejabat tertentu. Tujuan dari pemberian kekuasaan ini adalah agar terciptanya masyarakat yang teratur, dan menghindari terjadinya perpecahan antara masyarakat. Thomas Hobes menyatakan bahawa manusia memiliki sifat rimba. Thomas hobbes merupakan ahli yang mengemukakan teori kontrak sosial. Bahwa manusia tersebut merupakan serigala bagi manusia lainnya, Thomas Hobbes menyatakan bahea secara kodrati manusia itu sama satu dengan lainnya masing-masing memiliki hasrat atau nasu yang menggerakan tindakan mereka. Nafsu manusia tersebut adalah keengganan untuk hidup sengsara , nafsu akan kekuasaan dan kekayaan, serta nafsu lainnya.

Thomas Hobbes memberikan istilah homo omini lupus, yang artinya manusia merupakan serigala bagi manusia lainnya. Sehingga, untuk melindungi


(21)

67

kepentingan manusia tersebut, kekuasaan untuk mengatur kehidupan manusia diberikan kepada suatu lembaga yang disebut negara.

Pemerintah atau sering disebut dengan organisasi pemerintahan merupakan suatu organisasi yang menjalankan urusan administrasi negara atau urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan dapat difahami melalui dua pengertian, yaitu :56

1. Pemerintahan dilihat dalam arti fungsi pemerintahan diartikan sebagai kegiatan memerintah

2. Pemerintahan dalam arti organisasi pemerintahan diartikan sebagai kumpulan dari kesatuan-kesatuan pemerintahan.

Pemerintah atau organisasi pemerintahan dalam arti fungsi yaitu sebagai kegiatan memerintah, dapat membentuk suatu kebijakan atau suatu keputusan yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban. Keputusan tersebut dapat diartikan sebagai rencana-rencana peraturan, penetapan kebijaksanaan, serta kewenangan.57

Ridwan HR yang mengutip pendapat dari F.P.C.L Tonner memberikan definisi mengenai kewenangan sebagai berikut :58

56

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press : Yogyakarta, 2008. Hal. 6

57Ibid. Hal. 7

58 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Perss : Jakarta, 2012. Hal. 100

“Overheidsbevoegheid wordt in dit verband opgevad als het vermogen om positief recht vast te srellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tusen overhead en te scheppen”.

Artinya

“kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dengan warga negara”


(22)

Kewenangan dan kebijakan tentunya memiliki korelasi yang sangat kuat. Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan, tentunya telah diberikan kewenangan oleh undang-undang secara atribusi, untuk menjalankan kebijakan tersebut.

Sama halnya dengan transmigrasi yang merupakan urusan pemerintahan pemerintah pusat, yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan tersebut adalah pemerintah pusat. Hanya saja, kebijakan tersebut akan melibatkan daerah-daerah yang menajadi sasaran transmigrasi, tentunya akan melibatkan pemerintah daerah. Karena pemerintah daerahlah yang mengetahui kondisi objektif dari kondisi masyarakat tersebut.

Selain itu, asas desentralisasi yang dikenal dalam hukum pemerintahan Indonesia, menjadi salah satu dasar pemberian kewenangan dalam melaksanakan kebijakan, termasuk kebijakan tranmsigrasi. Karena itu, pembangunan suatu daerah, tidak hanya melibatkan pemerintah pusat, akan tetapi juga akan melibatkan pemerintah daerah.

Pembangunan daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek lingkungan lainnya. Sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan.59 Pembangunan daerah tersebut dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut :60


(23)

69

1. Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah

2. Merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah 3. Menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah

4. Melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia Berdasarkan point ke 4 di atas, yaitu melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia, bermaksud bahwa dalam program pembangunan daerah, sumber daya baik sumber daya alam maupun manusia sangat dibutuhkan.

Transmigrasi, yang merupakan kebijakan pemerintah di bidang kependudukan, akan mengatasi permasalahan-permasalahan mengenai sumber daya manusia. Misalkan di suatu daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar dan berpotensi untuk melakukan pembangunan daerah, ternyata tidak memiliki sumber daya manusia yang cukup. Karena itu, pemerintah daerah melalui program kebijakan tranmsigrasi ini, mencari transmigran yang ada di suatu daerah padat penduduk, untuk ditempatkan di daerah yang memiliki sumber daya alam yang banyak tersebut. Transmigran yang awalnya tidak memiliki pekerjaan karena tidak adanya lapangan pekerjaan, namun memiliki kemampuan atau skill akan dimanfaatkan untuk pembangunan daerah tertinggal ini.

Dari ilustrasi tersebut mendeskripsikan bahwa, transmigrasi tidak hanya bermanfaat transmigran, melainkan kepada daerah-daerah tujuan transmigrasi. Daerah tujuan transmigrasi akan dapat melakukan pembangunan daerah dengan adanya skill dari transmigran tersebut.


(24)

Tujuan pembangunan daerah adalah sebagai berikut :61

1. Mengurangi disparasi atau ketimpangan pembangunan antara daerah dan sub daerah serta antara warga masyarakat (pemerataan dan keadilan)

2. Memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan 3. Menciptakan lapangan kerja

4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat daerah

5. Mempertahankan atau menjaga kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan generasi berkelanjutan.

Dari tujuan pembangunan daerah di atas, dapat disimpulkan ternyata tujuan pembangunan tidak hanya memperhatikan bagaimana kemajuan suatu daerah dari sudut pandang tata kota, akan tetapi, pembangunan daerah juga memiliki tujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan juga untuk melakukan pemerataan antara daerah dan sub daerah.

Bagian menimbang huruf a Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian menyatakan, “transmigrasi merupakan bagian integral dari pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dalam upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945”. Hal ini membuktikan bahwa transmigrasi, memiliki peranan penting dalam pembangunan daerah, yang merupakan salah satu langkah untuk melakukan pembangunan nasional.


(25)

71

Bagian menimbang huruf b Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian menyatakan :

“Penyelenggaraan transmigrasi dilaksanakan sebagai upaya untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan peran serta masyarakat, pemerataan pembangunan daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa melalui persebaran penduduk yang seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan serta nilai budaya dan adat istiadat masyarakat”

Jika dilihat bagian menimbang huruf b Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian ini, ternyata Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian merupakan salah satu instrumen hukum untuk melaksanakan pembangunan daerah. Pertimbangan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian memiliki korelasi dengan tujuan dari pembangunan daerah sebagaimana disebutkan di atas. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan transmigrasi memiliki peranan penting terhadap pembangunan daerah.

Program kebijakan transmigrasi, yang juga merupakan kebijakan dalam bidang kependudukan, bertujuan untuk memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat-masyarakat disuatu daerah padat penduduk. Hal ini tentu saja akan memiliki manfaat yang begitu besar bagi masyarakat, dan juga akan efektif untuk mengentaskan kemiskinan. Dan juga hal tersebut dikarenakan, masyarakat-masyarakat di daerah akan dimanfaatkan secara optimal.

Selain itu, kebijakan tranmsigrasi juga mengupayakan, agar suatu daerah yang memiliki penduduk dengan intensitas tinggi, akan dikirim ke suatu daerah yang memiliki penduduk dengan intensitas rendah. Hal ini juga membuktikan, bahwa tranmsigrasi ini juga akan mengupayakan pemerataan penduduk, antara


(26)

suatu daerah dengan suatu sub daerah atau daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sehingga, pembangunan di suatu daerah akan cepat berkembang. Dengan adanya pemerataan pada daerah-daerah di Indonesia, akan menimbulkan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan.

Transmigrasi, baik kebijakan transmigrasi umum, transmigrasi berbantuan serta transmigrasi mandiri sekali pun, memiliki program kerjasama dengan badan usaha yang ada. Hal ini juga menunjukan, bahwa akan ada lapangan pekerjaan bagi masyarakat-masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan.

Sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang ada negeri nusantara ini, akan dapat dioptimalkan semaksimal mungkin dengan adanya transmigrasi. Karena, badan usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha yang menggunakan sumberdaya alam, akan dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang ada di Indonesia. Kebijakan transmigrasi ini juga akan menjaga kelestarian sumber daya alam di Indonesia, dan juga sumber daya alam akan termanfaatkan oleh sumber daya manusia di Indonesia sendiri.

Hal ini menjadi salah satu langkah pemerintah, untuk mengimplementasikan Undang-undang dasar 1945 Pasal 33 ayat (3), yang menyatakan bumi, air dan ruang angkasa yang merupakan sumber daya alam dan kekayaan Indonesia, dikuasai oleh negara demi kemakmuran rayat luas.

Melalui kebijakan transmigrasi ini, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif di Indonesia, akan memanfaatkan sumber daya alam di Indonesia, untuk kemakmuran masyarakat luas.


(27)

BAB IV

PROSEDUR TRANSMIGRASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2009

A.Perlindungan Hukum Terhadap Transmigran Di Indonesia

Hukum merupakan instrumen yang diciptakan oleh pihak yang berwenang, yang berisikan peraturan-peraturan, serta sanksi yang bersifat memaksa. Pada dasarnya, hukum diciptakan untuk mengatur kegiatan manusia, dan menjamin keadilan serta kepastian hukum bagi masyarakat. Secara umum, tujuan hukum terbagi menjadi 3, yaitu :

1. Menjamin kepastian hukum

2. Menjamin keadilan bagi berbagai pihak 3. Memberikan manfaat kepada semua pihak

Van Kan mengatakan, bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia, supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu. Pendapat Van Kan tersebut, bermaksud bahwa hukum mengandung suatu pertimbangan kepentingan mana yang lebih besar daripada yang lain, antara kepentingan masyarakat yang satu sama lain, dan kepentingan anggota masyarakat terhadap kepentingan masyarkat.62

Kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, pandangan seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.

62 E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT. Ichtiar Baru ; Jakarta, 1983. Hal.


(28)

Peraturan perundang-undangan, merupakan salah satu bentuk produk hukum, yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, kemanfaatan serta keadilan bagi masyarakat, dan mengatur kehidupan masyarakat. Pemerintah membentuk peraturan perundang-undangan, sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Selain peraturan perundang-undangan, pemerintah yang merupakan perpanjangan tangan dari rakyat, diberikan kewenangan untuk menerbitkan kebijakan dan ketetapan. Kebijakan dan ketetapan tersebut tentu saja diberikan, dengan maksud dan tujuan untuk memberikan pelayanan masyarakat, sehingga masyarakat dapat merasakan nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum yang ada.

Disamping mengeluarkan peraturan perundang-undangan, badan atau pejabat tata usaha negara dalam rangka pelaksanaan tugasnya adakalanya mengeluarkan peraturan kebijaksanaan.63

Berbagai kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah, memiliki manfaat serta tujuan tertentu, yang gunanya adalah untuk mensejahterakan rakyat. Kebijakan terkait transmigrasi, yang merupakan salah satu cabang dari kebijakan

Pada dasarnya, tujuan hukum untuk menjamin kepastian hukum, keadilan, serta kemanfaatan, adalah sebuah usaha produk hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Dalam membentuk kebijakan, pemerintah juga harus memberikan perlindungan-perlindungan terhadap masyarakat. Jangan sampai kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah bertentangan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, dan dapat merugikan masyarakat umum.

63 Boerhanoedin Soetan Batoeah, Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara, Banicipta :


(29)

76

kependudukan, juga harus memperhatikan apakah kebijakan tersebut dibuat telah memenuhi nilai-nilai keadilan bagi masyarakat.

Kebijakan transmigrasi merupakan kebijakan yang langsung berdampak dan melibatkan masyarakat, yang disebut sebagai transmigran. Seharusnyapun, kebijakan transmigrasi ini, memuat bentuk-bentuk kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan kebijakan ini terhadap transmigran. Karena menjamin kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan dari kebijakan transmigrasi ini, merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap transmigran.

Transmigran yang juga merupakan rakyat Indonesia, memiliki hak secara konstitusional untuk dilindungi dari sikap-sikap yang dapat menginjak hak-hak asasi manusia. Maka daripada itu, perlindungan hukum terhadap kebijakan ini harus termuat secara tersirat maupun tersurat dalam undang-undang,

undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian, merupakan produk hukum yang juga merupkan bentuk kebijakan tranmsigrasi di Indonesia. Undang-undang Ketransmigrasian Nomor 29 Tahun 2009 jo Undang-Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 ini, juga seharusnya memberikan perlindungan hukum terhadap transmigran. Dengan adanya Undang-undang Ketransmigrasian Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 ini, menjadi salah satu bentuk kepastian hukum bagi transmigran.

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian ini memuat aturan-aturan terkait transmigrasi, hak-hak transmigran, dan sebagainya. Bentuk-bentuk hak yang dimiliki oleh transmigran yang melaksanakan program


(30)

kebijakan transmigrasi umum, maupun transmiigrasi swakarya berbantuan atau transmigrasi swakarya mandiri, harus di lindungi. Dengan dimuatnya hak-hak tersebut dalam batang tubuh undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian ini, merupakan salah satu bentuk adanya kepastian hukum bagi transmigran, yang juga merupakan bentuk perlindungan hukum bagi transmigran.

Pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian menyebutkan :

“Penyelenggaraan transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa”.

Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian menyebutkan :

“Sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian, dan mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan”. Dapat dilihat dari Pasal 3 dan Pasal 4 Pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, tujuan dari penyelenggaraan transmigrasi untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, serta sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah untuk meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, adalah salah satu bentuk kemanfaatan dari kebijakan transmigrasi ini, yang juga merupakan bentuk perlindungan hukum bagi transmigran khususnya.


(31)

78

Selain kemanfaatan dari kebijakan tersebut, Pasal 3 dan 4 Undang-undang Ketransmigrasian juga memberikan keadilan bagi setiap transmigran. Salah satunya peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah.

B.Prosedur Transmigrasi Di Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009

Kesejahteraan rakyat merupakan suatu hal yang menjadi prioritas dalam tujuan pemerintah membentuk kebijakan transmigrasi. Transmigrasi ini notabenenya merupakan sebuah kebijakan yang sangat efektif untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, kepadatan penduduk, dan juga melalui kebijakan transmigrasi ini tentunya akan dapat memajukan perekonomian daerah.

Kebijakan transmigrasi yang merupakan urusan pemerintah pusat, yang diserahkan kepada pemerintah daerah, berdasarkan otonomi daerah. Pelaksanaannya tidak hanya melibatkan pemerintah daerah, akan tetapi juga akan melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tujuan transmigran.

Daerah-daerah yang dapat menjadi tujuan transmigrasi adalah daerah yang merupakan kawasan subur dan kaya sumber daya manusia yang memadai. Dalam kondisi inilah, program kebijakan transmigrasi ini menjadi solusi yang sangat strategis.64

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Mwnyatakan, sebelum menentukan sebuah daerah menjadi kawasan transmigrasi, pihaknya terlebih dahulu melaksanakan seleksi ketat dan analisa


(32)

mendalam terkait aspek potensi daerah, aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi.65

Transmigrasi ini juga dapat dijadikan fasilitas untuk transfer ilmu dan keahlian dari satu daerah ke daerah lainnya. Dengan demikian, potensi daerah sebelumnya tidak dikelola akan dapat dikembangkan, tanpa mengurangi khasanah kelayakan lokal yang sudah ada.66

Melalui kebijakan ini, pada tahun 2015, menurut Mendes PDTT, terdapat beberapa daerah yang dijadikan contoh dari keberhasilan transmigrasi ini. Misalnya Provinsi Kalimantan Utara yang kini menjadi provinsi maju berkat adanya kebijakan transmigrasi ini. Selain itu, Provinsi Lampung dan Merauke juga mendapatkan buah manis dari kebijakan transmigrasi ini. Provinsi ni akan dicanangkan menjadi daerah lumbung padi (Integrated Rice Estate).67

Provinsi yang dijadikan tujuan transmigrasi di Indonesia antara lain :68 1. Bangka Belitung

2. Sumatera Selatan 3. Bengkulu

4. Kalimantan Barat 5. Kalimantan Utara 6. Sulawesi Selatan 7. Sulawesi Tengah 8. Sulawesi Tenggara

65

Ibid

66Ibid 67Ibid 68Ibid


(33)

80

9. Sulawesi Utara 10. Maluku

Terkait daerah tujuan transmigrasi ini, lokasi tujuan transmigrasi diusulkan oleh pemerintah daerah tujuan transmigrasi kepada pemerintah pusat. Mengenai daerah tujuan transmigrasi ini, Pemerintah Daerah yang memegang kekuasaan otonom daerah tujuan transmigrasi ini berkewajiban untuk menyediakan lahan pemukiman serta menyediakan lahan untuk para transmigran. Setelah mendapatkan usulan dari pemerintah daerah, pemerintah pusat akan memeriksa sejauh mana kelayakan dari aspek ekonomi, sosial dan budaya. Dan juga akan memeriksa sejauh mana potensi suatu daerah tersebut untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan daerah yang menjadi tujuan transmigrasi ini harus memiliki kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Penyediaan lahan pemukiman dan penyediaan lahan untuk transmigran yang merupakan kewajiban dari pemerintah daerah pada wilayah tujuan transmigrasi ini, ternyata merupakan proses yang berdasarkan pada Pasal 23 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, yang menyatakan “Pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi”. Sedangkan tahapan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat ini juga merupakan salah satu implementasi dari Pasal 18 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, yang menyatakan “pemerintah menetapkan Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi”


(34)

Secara teknis, apabila lokasi transmigrasi telah ditetapkan dan tidak ada masalah, maka akan disusun Petunjuk Operasional Kerja (POK) sebagai panduan untuk Pemerintah Daerah dalam melaksanakan lelang kontraktor pembangunan pemukiman, pencarian anggaran, dan operasional kerja lainnya.

Setelah tahap ini tuntas, kontraktor akan melaksanakan pekerjaan pembangunan perumahan pemukiman transmigran dilokasi yang sudah ditunjuk di wilayah tujuan transmigrasi. Sedangkan secara bersamaan, pemerintah melaksanakan penggalangan calon transmigran, melaksanakan pelatihan, pemberian pembekalan dan kegiatan empowering lain untuk mendukung suksesnya transmigrasi.

Sebelum penempatan transmigrasi tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan memberikan fasilitas untuk melaksanakan musyawarah lokal dengan transmigran.69

1. Lampung

Hal ini ditujukan agar tidak terjadinya kesalah pahaman antara transmigran dan masyarakat lokal dan juga menghindari adanya bentrokan yang kemungkinan akan terjadi.

Mendes PDTT juga menyatakan, daerah yang pada tahun 2015-2016 yang banyak mengirim transmigran adalah :

2. Jawa Barat 3. Jawa Tengah

4. Daerah Istimewa Yogyakarta 5. Jawa Timur


(35)

82

6. Bali

7. Nusa Tenggara Barat.

Dalam prinsip equality before the law, setiap manusia memiliki persamaan hak dalam mata hukum. Artinya, setiap manusia memiliki hak yang sama mendapatkan kesempatan, dalam menerima hasil dari kebijakan dan juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan dari pemerintah. Prinsip inilah yang juga digunakan dalam pelaksanaan kebijakan transmigrasi.

Pada dasarnya, transmigrasi merupakan sebuah program yang dilaksanakan dengan asas sukarela, berdasarkan Pasal 2 huruf b Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian. Berdasarkan asas ini, dapat disimpulkan bahwa program atau kebijakan transmigrasi ini, tidak merupakan pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat. Artinya, untuk melaksanakan kebijakan transmigrasi tersebut, masyarakatlah yang memiliki peranan aktif dalam melaksanakan kebijakan transmigrasi ini. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sebenarnya hanya merupakan fasilitator dalam kebijakan ini.

Berdasarkan prinsip equality before the law, setiap masyarakat memiliki hak yang sama menjadi transmigran. Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian menyatakan, setiap warga negara Indonesia dapat ikut serta sebagai transmigran. Keikutsertaan tersebut berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian ini juga menyebutkan keikutsertaan tersebut haruslah berdasarkan asas sukarela.


(36)

Untuk menjadi transmigran, terdapat 9 persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon transmigran, yaitu :

1. Warga Negara Indonesia

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Telah berekeluarga yang dibuktikan dengan surat nikah, KTP dan Kartu Keluarga

4. Berusia Produktif yaitu berusia 18 s/d 50 Tahun 5. Belum Pernah bertransmigrasi

6. Berbadan sehat jasmani dan rohani

7. Memiliki keahlian atau ketrampilan sesuai kebutuhan daerah penempatan

8. Memperoleh rekomendasi atau legalitas dari kepala desa, camat dan kepolisian setempat

9. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan kewajiban sebagai transmigran dan mentaati peraturan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Sedangkan prosedur pendaftaran untuk menjadi transmigrasi adalah : 1. Transmigran harus membawa surat pengantar dari dusun atau desa 2. Mengisi blangko formulir pendaftaran dan data sosial ekonomi untuk

dilegalisir pejabat yang berwenang

3. Menyerahkan 5 lembar foto copy KTP suami dan istri, kartu keluarga, akte nikah, ijazah terakhir


(37)

84

5. Khusus untuk janda atau duda harus ada anak yang sudah dewasa dan menyerahkan fotokopi surat kematian maupun perceraian

6. Menyerahkan berkas tersebut ke seksi transmgrasi di dinas ketenagakerjaan dan sosial kabupaten atau kota.

Berdasarkan prosedur transmigrasi tersebut, dapat dilihat bahwa kebijakan transmigrasi ini tidak ditujukan kepada individu, akan tetapi kepada satu keluarga. Hal ini juga di atur dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 jo Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian. Akan tetapi, Undang-undang Nomor 15 tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian memberikan terkecualian terhadap hal tersebut. Hal ini didasarkan pada Pasal 10 ayat (4) Undang-undang Nomor 15 tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian.

Jika dilihat prosedur yang ada untuk melaksanakan program transmigrasi ini, terdapat kerumitan terhadap prosedur tersebut. Mengingat, ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di desa tidak begitu memadai. Sehingga, program transmigrasi ini tidak banyak masyarakat yang mengerti dan paham dengan kebijakan transmigrasi ini. Hal ini tentu saja harus menjadi perhatian khusus dari pemerintah untuk melaksanakan program transmigrasi ini.

Seharusnya, perangkat-perangkat daerah ataupun perangkat desa yang memahami kondisi objektif masyarakat di daerah tersebut, harus memberikan perhatian yang lebih kepada masyarakat tersebut.


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

1. Transmigrasi merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi kepadatan penduduk di suatu daerah yang memiliki penduduk yang padat. Selain itu, transmigrasi ini juga dapat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam melakukan pembangunan nasional, khususnya pembangunan daerah. Transmigrasi ini merupakan salah satu program pemerintah memindahkan penduduk dari daerah yang padat penduduk ke daerah yang tidak banyak penduduknya. Dengan program ini, tentu saja pemerintah membuat peraturan perundang-undangan yang dijadikan legalitas pelaksanaan program kebijakan transmigrasi ini. undang yang mengatur mengenai kebijakan ini adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi.

2. Pemerintah yang merupakan organisasi perpanjangan tangan dari rakyat yang bertugas untuk melaksanakan pembangunan dan membuat kebijakan demi kesejahteraan rakyat, membentuk berbagai jenis kebijakan, baik


(39)

86

kebijakan umum, maupun kebijakan khusus, yang nota benenya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu kebijakan pemerintah ini adalah kebijakan transmigrasi yang merupakan kebijakan di bidang kependudukan. Kebijakan transmigrasi ini merupakan urusan pemerintah pusat, yang juga akan melibatkan pemerintah daerah, karena menyangkut kondisi objektif masyarakat daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam melaksanakan kebijakan transmigrasi ini berdasarkan penyerahan wewenang secara dekonsentrasi dan desentralisasi sebagaimana yang disebutkan dan dijelaskan dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah. Manfaat dan Tujuan dari kebijakan transmigrasi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan cara memberikan kesempetan kerja bagi masyarakat.

3. Secara teknis, transmigrasi ini melibatkan pemerintahan daerah dan juga pemerintah pusat. Bahkan kebijakan transmigrasi ini akan melibatkan 2 pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya bertugas untuk memeriksa persyaratan transmigran, sedangkan pemerintah daerah ini berkewajiban untuk menyediakan lahan pemukiman, serta lahan pekerjaan yang bekerjasama dengan Badan Usaha yang ada di suatu daerah. Transmigrasi ini bersifat sukarela. Yang artinya, pemerintah daerah dan pemerintah pusat hanya bersifat fasilitator. Kerumitan prosedur transmigrasi ini dan kurangnya pengetahuan masyarakat perdesaan yang merupakan objek dari transmigrasi ini, sangat mempengaruhi keberhasilan dari kebijakan transmigrasi ini.


(40)

B.Saran

1. Pemerintah harus melakukan deregulasi Undang-undang Ketransmigrasian untuk mempermudah prosedur yang ada dalam transmigrasi, agar kebijakan transmigrasi ini dapat diefektifkan

2. Seharusnya pemerintah memberikan kewenangan yang lebih kepada pemerintah daerah untuk menjaring masyarakat daerah agar mau ikut program transmigrasi

3. Pemerintah harus memberikan penyuluhan mengenai kebijakan transmigrasi ini ke masyarakat perdesaan atau masyarakat daerah, agar masyarakat daerah tersebut lebih memahami dan mengetahui manfaat serta tujuan dari kebijakan transmigrasi, serta mempermudah prosedur pelaksanaan transmigrasi ini.


(41)

BAB II

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT KETRANSMIGRASIAN

C.Pengertian dan Sejarah Transmigrasi

Kepadatan penduduk di Indonesia ternyata secara tidak langsung memberikan dampak yang bersifat negatif. Terutama pada sektor kependudukan di Indonesia. Pulau Jawa, adalah salah satu pulau di Indonesia, yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Sehingga, peluang pekerjaan di Pulau Jawapun tidak dapat mengakomodir seluruh masyarakat yang ada di Pulau Jawa. Sehingga, angka pengangguran di Pulau Jawa sendirpun sangat tinggi.

Tingkat pengangguran yang tinggi ini, memiliki ekuivalen dengan tingkat kejahatan pada suatu wilayah. Karena dalam berbagai cabang ilmu mengenai kejahatan juga menyebutkan bahwa kejahatan tersebut dapat terjadi dikarenakan faktor ekonomi.

Hal tersebut mendorong pemerintah untuk membentuk berbagai kebijakan, guna mengatasi permasalahan pembangunan dan kependudukan. Salah satunya adalah kebijakan transmigrasi.

Kebijakan dapat dirumuskan sebagai suatu keputusan yang tegas yang disimpati karena adanya perilaku yang konsisten dan pengulangan pada bagian dari keduanya bagi orang-orang yang melaksanakannya.8

8

William, N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi kedua), Gajah Mada University Press : Yogyakarta, 2003. Hal. 28

Sementara Kebijaksanaan pemerintah dapat diartikan setiap keputusan yang dilaksanakan oleh pejabat pemerintah atau negara atas nama instansi yang dipimpinnya


(42)

(Presiden, Menteri, Gubernur, Sekjen dan seterusnya) dalam rangka melaksanakan fungsi umum pemerintah atau pembangunan, guna mengatasi permasalahan atau mencapai tujuan tertentu atau dalam rangka melaksanakan produk-produk keputusan atau peraturan perundang-undang yang telah ditentukan dan lazimnya dituangkan dalam bentuk aturan perundang-undangan atau dalam bentuk keputusan formal.9

Dye mengatakan bahwa kebijaksanaan negara sebagai “is whatever government choose to do or do not to do” (Apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).10

Kebijaksanaan negara itu harus meliputi semua “tindakan” pemerintah. Jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Disamping itu, suatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijaksanaan negara. Hal ini disebabkan karena “suatu yang dilakukan” oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan “sesuatu yang tidak dilakukan “ oleh pemerintah.

Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya.

11

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap tindakan pemerintah yang merupakan keinginan pemerintah, akan menimbulkan dampak atau pengaruh yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan atau tidak

9Bintoro Tjokroamidjojo, {engantar Administrasi Pembangunan, LP3ES : Jakarta, 1995,

Hal. 92

10M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Sinar Grafika :

Jakarta, Hal. 18

11 Agustinus Lejiu dan Masjaya, Jurnal, “Evaluasi Kebijakan Pembangunan Transmigrasi

Di Kabupaten Mahakam Hulu (Studi Pada Kecamatan Long Hubung Kabupaten Mahakam Hulu)”, Samarinda, 2014. Hal. 2220-2221


(43)

21

dilakukan oleh pemerintah. Begitu juga halnya dengan transmigrasi yang merupakan bentuk kebijakan pemerintah. Semakin besar tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, maka akan semakin besar pula dampak yang ditimbulkan dari perbuatan pemerintah tersebut.

Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dan provinsi atau pulau yang padat penduduknya ke provinsi atau pulau yang jarang penduduknya dalam satu wilayah negara. Transmigrasi merupakan jenis Indonesia. Transmigrasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan kependudukan nasional. Transmigrasi merupakan program pemerintah yang berupaya melakukan pemerataan penduduk dengan cara memindahkan penduduk di daerah-daerah padat ke daerah-daerah yang jarang penduduknya. Penduduk yang sering menjadi sasaran transmigrasi adalah yang bermukim di pulau Jawa dipindahkan ke daerah tujuan transmigrasi seperti Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.12

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah (pulau) yang berpenduduk padat ke daerah (pulau) yang berpenduduk jarang.13

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian, Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerinta

diakses Pada tanggal 6 Oktober 2016.Pukul 19:23


(44)

Berdasarkan defenisi dari transmigrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa transmigrasi tersebut sebenarnya merupakan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian suatu penduduk, yang dilatar belakangi dengan adanya kesetaraan jumlah penduduk.

Kebijakan transmigrasi ini merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah pusat, dalam memfasilitasi pemerintah daerah. Dalam kebijakan tersebut, berkaitan dengan dua pemerintah daerah sekaligus.

Sejarah transmigrasi di Indonesia dimulai sejak dilaksanakannya kolonisasi oleh pemerintah kolonial Belanda tahun 1905. Kebijakan kolonisasi penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa dilatarbelakangi oleh:14

1. Melaksanakan salah satu program politik etis, yaitu emigrasi untuk mengurangi jumlah penduduk pulau Jawa dan memperbaiki taraf kehidupan yang masih rendah.

2. Pemilikan tanah yang makin sempit di pulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang cepat telah menyebabkan taraf hidup masyarakat di pulau Jawa semakin menurun.

3. Adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di luar pulau Jawa.Pengaruh depresi ekonomi dalam memperlancar kolonisasi cukup signifikan. Kolonisasi juga dapat terus berlanjut hanya dengan sedikit bantuan finasial dari pemerintah. Mereka yang tertarik pindah hanya diberikan pinjaman uang setiap keluarga untuk biaya


(45)

23

transportasi, pembelian alat-alat pertanian, yang harus dikembalikan dalam jangka waktu 2-3 tahun.

Di tempat yang baru pemerintah hanya memberikan lahan secara gratis untuk diolah. Sejak tahun 1930 terjadi arus perpindahan penduduk dari pulau ke luar Jawa melalui kolonisasi secara besar-besaran. Ketika tentara Jepang masuk ke Indonesia, kegiatan transmigrasi tetap dilaksanakan. Akan tetapi karena sibuk dengan peperangan, rupanya penguasa Jepang tidak sempat melakukan pengadministrasian kegiatan transmigrasi seperti halnya pada jaman pemerintah kolonial Belanda, sehingga sangat sedikit dokumentasi mengenai transmigrasi yang bisa ditemukan.

Diperkirakan selama kekuasaan Jepang, penduduk pulau Jawa yang berhasil dipindahkan ke luar Jawa melalui transmigrasi sekitar 2.000 orang. Tidak hanya di bidang transmigrasi, kondisi kependudukan yang parah dimulai ketika tentara Jepang mengambil alih kekuasaan daripemerintahan Belanda. Pada periode ini kondisi perekonomian di Indonesia sangat buruk. Beberapa komoditi seperti tekstil, alat-alat pertanian, bahan pangan menghilang dari pasaran.

Terjadi pula mobilisasi tenaga kerja (romusha) untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan dan proyek-proyek pertahanan Jepang, baik di dalam maupun di luar negeri.

Pada jaman orde lama, ada pengkategorian transmigrasi, sehingga dikenal istilah transmigrasi umum, transmigrasi keluarga, transmigrasi biaya sendiri, dan transmigrasi spontan. Dalam sistem transmigrasi umum segala keperluan transmigran, sejak pendaftaran sampai di lokasi menjadi tanggungan pemerintah.


(46)

Pemerintah juga menanggung biaya hidup selama delapan bulan pertama, bibit tanaman, serta alat-alat pertanian.15

Pada zaman orde baru, tujuan utama transmigrasi tidak semata-smata memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa, namun ada penekanan pada tujuan memproduksi beras dalam kaitan pencapaian swasembada pangan. Pembukaan daerah transmigrasi diperluas ke wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi, bahkan sampai ke Papua.16

D.Peraturan Perundang-undangan Terkait Ketransmigrasian

Dalam pelaksanaan kebijakan transmigrasi ini, harus dilihat apakah pemerintah telah bertindak secara maksimal, sehingga kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ini berjalan maksimal atau tidak.

Sistem hukum Indonesia, yang menganut asas hukum civil law, yang mana tunduk dengan undang-undang, menjadikan peraturan perundang-undang sebagai pedoman dasar dalam melaksankan kegiatan-kegitan kebijakan tersebut. Pemerintah sendiripun dalam membentuk sebuah kebijakan publik tentu harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Eksistensi peraturan perundang-undangan di Indonesia sangat penting. Peraturan perundang-undangan ini juga akan dapat menjadi landasan normatif dalam melakukan sebuah kebijakan.

Untuk menemukan norma hukum dalam administrasi negara, haruslah dicari dalam semua peraturan perundang-undangan terkait sejak tingkat yang paling tinggi dan bersifat umum-abstrak sampai ke tingkat yang terendah dan

15M. Ismail, Makalah, “Transmigrasi Masyarakat Etnik Sangihe Talaud Di Karangetang”

Universitas Negeri Gorontalo : Gorontalo, 2013. Hal. 5


(47)

25

bersifat individual-konkret. Menurut Indroharto dalam suasana hukum tata usaha negara itu, kita menghadapi beritngkat-tingkat norma-norma hukum yang harus diperhatikan. Artinya peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan tata usaha negara yang satu dengan yang lain saling berkaitan.17

5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah

Kebijakan transmigrasi, yang merupakan salah satu bentuk program pemerintah dalam mengelola kependudukan dan pembangunan suatu daerah, juga harus memiliki landasan normatif dalam pelaksanaan dan pengaturan peraturan perundang-undangan tersebut. Berikut peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kebijakan transmigrasi :

Indonesia, yang merupakan negara dalam bentuk kepulauan, memiliki luas wilayah yang sangat besar dan jumlah penduduk yang sangat tinggi. Hal ini menjadi salah satu alasan penerapan otonomi daerah di Indonesia.

Pasal 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 pasal 1 angka 12 adalah kesatuan

17 Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,


(48)

masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam melaksanakan otonomi daerah, pemerintah daerah melakukan urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi daerah, yang mana asas tersbut berdasarkan Pasal Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah.

Pemerintah daerah berdasarkan asas otonom diberikan kewenangan untuk melakukan urusan rumah tangga daerah itu sendiri. Karena pemerintah daerah dianggap lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan langkah apa yang efektif untuk melaksanakan pembangunan disuatu daerah. Tujuannya adalah agar tidak terjadi pemusatan dalam kekuasaan pemerintah pada tingkat pusat sehingga jalan pemerintahan dan pembangunan menjadi lancar.18

Asas desentralisasi merupakan asas yang mendasari kewenangan daerah dalam otonomi daerah. Desentralisasi sebagai bentuk penyerahan urusan

Perkembangan administrasi negara Indonesia telah membentuk berbagai organisasi pemerintahan dalam menjalankan urusan pemerintahan, demi menciptakan keadilan, kemanfaatan serta ketertiban bagi seluruh rakyat Indonesia. undang Dasar 1945 telah mengamanatkan untuk membentuk Undang-undang mengenai pemerintahan daerah sehingga Undang-undang-Undang-undang nomor tahun.


(49)

27

pemerintahan dari pemerintah kepada pemerintah daerah, senantiasa dianut di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, senantiasa dianut di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelbagai konstitusi dan Undang-undang Dasar 1945 yang pernah berlaku di Indonesia, cita desentralisasi di Indonesia senantiasa menjadi roh dalam pelaksanaan peerintahan daerah.19 Beberapa keuntungan yang ada dalam sistem desentralisasi dan alasan-alasan penggunaan sistem desentralisasi yang merupakan dasar adanya otonomi daerah yang dikemukakan oleh The Liang Gie adalah :20

1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan desentralsasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demorasi

3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat di tangan pusat tetap diurus oleh pemerintah pusat

19Ibid. Hal. 123

20 The Liang Gie, Jurnal, “Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik


(50)

4. Dari sudut kultural desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan pada kekhususan suatu daerah seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.

5. Dilihat dari sudut pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah melegitimasi pemerintah daerah melakukan urusan pemerintahan di daerah sebagai otonomi daerah. Karena Pemerintah daerah dianggap lebih mengetahui kondisi yang terjadi di daerah itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan dasar pemikiran oleh The Liang Gie yang dikemukakan di atas.

Pasal 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 pasal 1 angka 12 adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(51)

29

Pada dasarnya, pemerintah daerah mendapatkan limpahan kewenangan dari pemerintah pusat, tidak semerta-merta pemerintah pusat lepas tangan dengan pemerintah daerah tersebut. Karena, berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa urusan pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.

Hal ini membuktikan bahwa berbagai kebijakan dalam melaksanakan urusan pemerintahan ternyata masih menjadi tanggungjawab dari pemerintah pusat. Dalam hal ini, pemerintah daerah hanya mendapatkan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat, dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawab dari pemerintah pusat.

Dalam melaksanakan urusan pemerintahan, Bab IV Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, membahas mengenai berbagai bentuk klasifikasi urusan pemerintahan. Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, urrusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.

Menurut Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan


(52)

bahwa Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

Menurut Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa Urusan pemerintahan Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah yang menerima tugas untuk melaksanakan urusan pemerintahan, ternyata tidak terlepas dari kontrol pemerintah pusat. Pemerintah dalam hal menjalankan urusan pemerintahan, juga tidak akan terlepas dari campur tangan dari pemerintah daerah. Hanya saja dalam urusan pemerintahan dengan kategori urusan pemerintahan konkuren.

Urusan pemerintahan konkuren dalam Pasal 11 ayat (1), terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Sedangkan pada Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 menyatakan urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.

Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan :

1. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. Pendidikan b. Kesehatan


(53)

31

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang

d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman

e. Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat f. Sosial.

2. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. Tenaga kerja

b. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak c. Pangan

d. Pertanahan

e. Lingkungan hidup

f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil g. Pemberdayaan masyarakat dan desa

h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana i. Perhubungan

j. Komunikasi dan informatika

k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah; penanaman modal l. Kepemudaan dan olah raga

m. Statistik n. Persandian o. Kebudayaan p. Perpustakaan q. Kearsipan

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, dapat dilihat berbagai bentuk urusan pemerintahan daerah yang berkaitan dengan kebijakan transmigrasi, yang merupakan kebijakan atau program dari pemerintah pusat.

Pasal 12 ayat (2) huruf h, yaitu pengendalian penduduk dan keluarga berencana menjadi salah satu contoh bentuk implementasi kebijakan pemerintah pusat dalam bidang transmigrasi. Hal tersebut senada apabila dilihat definisi transmigrasi yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian, yang menyatakan “Transmigrasi adalah perpindahan


(54)

penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah”.

Kata kunci dari kebijakan transmigrasi ini adalah perpindahan penduduk. Yang artinya, kebijakan transmigrasi ini merupakan kebijakan yang berkaitan dengan kependudukan.

Apabila kita lihat dari pengertian transmigrasi berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 jo Undang-Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, transmigrasi ini sebenarnya merupakan kebijakan pemerintah pusat, yang mana dalam melaksanakan urusan pemerintahan transmigrasi tersebut, melibatkan 2 daerah. Yaitu daerah yang merupakan kawasan padat penduduk, dengan daerah yang memiliki penduduk yang sedikit.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015, Tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah pusat telah melimpahkan kewenangan mengenai kependudukan kepada pemerintah daerah berdasarkan asas desentraslisasi. Sehingga, pemerintah daerahlah yang sebenarnya memiliki kewenangan terhadap kebijakan transmigrasi tersebut.

6. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian

Setiap bangsa di dunia, dalam hidup bermasyarakat memiliki pandangan hidup berbangsa, dan juga memiliki filsafat hidup bernegara.21

21 Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma : Yogyakarta, 2002. Hal. 38

Hal tersebut ditujukan agar tidak terombang-ambing dalam kancah internasional. Setiap bangsa memiliki ciri khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan negara lain. Hal


(55)

33

ini menyebabkan setiap negara memiliki dasar negara yang berbeda dengan negara lainnya.22

Indonesia sebagai salah satu negara hukum dalam melaksanakan aktivitas kenegaraan. Salah satu ciri-ciri negara hukum (rule of law) dalam sistem hukum

civil law menurut Ismail Suny adalah :23

1. Menunjung tinggi hukum 2. Adanya pembagian kekuasaan

3. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia serta remedy-remedi procedural untuk mempertahankannya

Menurut CST Kansil, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi oleh negara hukum (rule of law), yaitu :24

1. Supremacy before the law

Dalam sayarat ini, hukum diberikan kedudukan yang tertinggi. Hukum berkuasa penuh atas negara dan rakyat. Konsekuensi dari tipe negara hukum ini yaitu negara tidak dapat dituntut apabila bersalah. Yang dapat dituntut hanyalah manusia.

2. Equality Before the law

Dalam syarat ini, semua orang baik pejabat pemerintah maupun masyarakat biasa, memiliki persamaan dimata hukum.

Berdasarkan ciri-ciri negara hukum di atas, apabila dikaitkan dengan kebijakan pemerintah, dapat disimpulkan bahwa setiap kebijakan pemerintahpun

22

Bakry.N.M, Pancasila Yuridis Kenegaraan, BPFH UII : Yogyakarta, 1985. Hal. 12

23Kaelan, Op.cit. Hal. 42

24 CST. Kansil dan Christine S.T. Kasil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, PT.


(1)

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PROSEDUR TRANSMIGRASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN

2009 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dalam memenuhi syarat untuk memperoleh gerlar Sarjana Hukum

OLEH :

NIM : 120200044 Ryan Alamsyah

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

NIP: 196002141987032002 Suria Ningsih, SH.M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Suria Ningsih, SH.M.Hum Amsali Sembiring,SH.M.Hum NIP :196002141987032002 NIP.196002141987032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyusun skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan tugas wajib mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul “KAJIAN YURIDIS TERHADAP PROSEDUR

TRANSMIGRASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG KETRANSMIGRASIAN”

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh sebab itu, penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan bantuan, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

2. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Puspa, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(3)

5. Ibu Surya Ningsih, SH., M.Hum selaku ketua Departemen Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan selaku pembimbing I Penulis, yang selalu memberikan inspirasi beserta dorongan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini

6. Bapak Amsali, SH., M.Hum selaku Staf Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Pembimbing II penulis, yang telah sabar dan ikhlas memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

7. Bapak Boy Laksmana, SH., M.Hum sebagai Penasehat Akademik yang telah banyak membantu Penulis selama ini dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pembelajaran dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Kepada sahabat terbaik penulis di Grup G Stambuk 2012, yang sebagai teman seperjuangan dan grup terhebat sepanjang masa.

Medan, 13 Desember 2016 Hormat Penulis

NIM : 120200535 Ryan Alamsyah


(4)

ABSTRAK Ryan Alamsyah*

Suria Ningsih** Amsali Sembiring***

Transmigrasi merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan menggunakan program perpindahan penduduk dari daerah yang memiki intensitas penduduk yang tinggi, ke daerah yang memiliki intensitas penduduk yang rendah. Transmigrasi merupakan kebijakan pemerintah yang didasarkan dengan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian. Transmigrasi ini merupakan salah satu bentuk kebijakan dibidang kependudukan, dan berdasarkan Undang-undang Pemerintahan Daerah, Transmigrasi ini merupakan urusan pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah pusat. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, juga melibatkan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat hanya bersifat fasilitator. Program transmigrasi ini bersifat sukarela, yang mengharuskan masyarakat untuk mendaftar apabila ingin menjadi transmigran. prosedur yang begitu rumit pada kebijakan transmigrasi ini, akan memberikan dampak yang buruk bagi lancarnya kebijakan transmigrasi ini.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif (yuridis normative) yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer seperti menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku ,serta berbagai majalah, literatur, artikel, dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini

Hasil penelitian ini menujukan bahwa permasalahan yang paling utama terkait prosedur transmigrasi ini adalah kerumitan dalam prosedur transmigrasi ini, sehingga program transmigrasi ini tidak terlaksana dengan maksimal. Kurangnya pengetahuan dari masyarakat daerah mengenai kebijakan transmigrasi ini juga menjadi salah satu faktor penghambat berjalannya kebijakan transmigrasi ini.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Sumatera Utara.

** Staf Pengajar Hukum Administrasi Negara, Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

*** Staf Pengajar Hukum Administrasi Negara, Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstraksi ... iv

Daftar Isi ... v

BAB I : PENDAHULUAN……….……….. 1

A. Latar Belakang……...……….………... 1

B. Perumusan Masalah………..………... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………... 5

D. Keaslian Penulisan………...………...……. 6

E. Tinjauan Pustaka………..…………... 6

F. Metode Penelitian………... 7

G. Sistematika Penulisan………..…...…...9

BAB II : PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT KETRANSMIGRASIAN ... 12

A.Pengertian dan Sejarah Transmigrasi ... 12

B.Peraturan Perundang-undangan Terkait Ketransmigrasian ... 17

1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah ... 18

2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian ... 25

3. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian ... 36


(6)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Transmigrasi ... 39

BAB III : PENGARUH KEBIJAKAN TRANSMIGRASI TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH ... 43

A.Kebijakan Pemerintah Terkait Perpindahan Penduduk ... 43

B.Manfaat dan Tujuan Transmigrasi ... 48

C.Pengaruh kebijakan transmigrasi terhadap pembangunan daerah... 57

BAB IV : PROSEDUR TRANSMIGRASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2009 ... 67

A.Perlindungan Hukum Tehadap Transmigran di Indonesia .... 67

B.Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 ... 71

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A.Kesimpulan ... 78

B.Saran ... 80


Dokumen yang terkait

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

6 141 96

KAJIAN YURIDIS PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN (PPh)

0 16 71

KAJIAN YURIDIS TENTANG PRINSIP TRANSPARANSI DALAM KEGIATAN INVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

0 4 50

KAJIAN YURIDIS TENTANG RUMAH SUSUN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

0 25 13

TINJAUAN YURIDIS PEMBERLAKUAN CYBER NOTARY DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

1 6 8

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 0 7

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 0 1

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 0 11

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 2 31

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 0 3