PENGARUH KEBIJAKAN TRANSMIGRASI TERHADAP

43

BAB III PENGARUH KEBIJAKAN TRANSMIGRASI TERHADAP

PEMBANGUNAN DAERAH D. Kebijakan Pemerintah Terkait Perpindahan Penduduk Pemerintah, sebagai organisasi dalam bidang eksekutif, memiliki wewenang untuk membuat berbagai bentuk kebijakan, sebagai dasar dalam menjalankan aktivitas pemerintahan sebagai masyarakat. pada awalnya, pemerintah mendapatkan limpahan wewenang dari masyarakat, dengan adanya kesepakatan. Indonesia yang merupakan negara hukum, dan memiliki konstitusi sebagai acuan dasar bernegara, mengharuskan pemerintah berpatokan dan tidak boleh berlawanan dengan konstitusi dalam melaksanakan tugas kenegaraannya. Carl J. Friedrich mengemukakan konstitusionalisme adalah gagasan dimana pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivtas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi tunduk kepada beberapa pembatasan untuk memberikan jaminan kepada kekuasaan. Disamping itu, kekuasaan yang diperlukan untuk memerintah tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. 31 Kebijakan merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan maka dalam hal ini erat kaitannya dengan bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut. 32 31 Carl J. Friedrich, Constitutional Government and Democracy Theory and Practise in Europe and America, Blaidell Publishing Company : Weldha. 1967. Dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia : Jakarta, 1982. Hal. 56-57. 32 Agustinus Lejiu dan Masjaya, Op.cit Dalam Kamus Webster, secara implementatif kebijakan dapat dirumuskan : “to implement mengimplementasikan berarti “to Universitas Sumatera Utara provide the means for carrying out menimbulkan dampakakibat terhadap sesuatu”. 33 Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah eksekutif atau dekrit presiden. 34 Grindle mengemukakan tentang proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula telah diperinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran negara. 35 Cleaves menyatakan, bahwa implementasi mencakup ”a process of moving toward a policy objective by mean of administrative and political steps”. Perincian tujuan dari suatu kebijakan yang telah disebutkan di atas sangat dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. 36 Pemerintah sebenarnya telah membuat berbagai bentuk kebijakan yang tujuannya adalah mengatur ketertiban masyarakat. Akan tetapi, kebijakan- Keberhasilan atau kegagalan implementasi dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskanmengoperasionalkan program- program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan cara mengukur atau membandingkan antara hasil akhir dari program tersebut dengan tujuan kebijakan. 33 Abdul Wahab,Evaluasi Kebijakan Publik, FIA : Malang, 1997. Hal. 64 34 Agustinus Lejiu dan Masjaya, Op.cit. Hal. 2223 35 Abdul Wahab, Op.cit Hal. 129 36 Ibid. Hal. 125 Universitas Sumatera Utara kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah masih banyak yang belum efektif, dikarenakan berbagai hal. Salah satunya adalah kondisi masyarakat yang belum mau menerima kebijakan dari pemerintah tersebut dengan segala alasan. Selain itu, kondisi objektif masyarakat yang kian berkembang pesat, juga menjadi suatu permasalahan yang patut dipertimbangkan. Hal ini sebenarnya mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi-evaluasi terhadap kebijakan yang dibentuk, dan menemukan permasalahan serta solusi dari masalah mengenai kebijakan tersebut. Menurut Subarsono, evaluasi kebijakan adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. 37 Leo Agustino berpendapat bahwa bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan. 38 Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan, dimana bagian akhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan. 39 Dalam melaksanakan kebijakan, sebenarnya pemerintah pusatlah yang mendapatkan kewenangan secara langsung dari undang-undang. Kewenangan tersebut berdasarkan pelimpahan wewenang melalui atribusi. Hanya saja, Indonesia yang menganut asas otonomi daerah, menyerahkan beberapa urusan 37 Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 2005. Hal. 119 38 Leo Agustino, “Dasar-Dasar Kebijakan Publik”, Alfa Beta : Yogyakarta,2006. Hal. 186 39 Agustinus Lejiu dan Masjaya, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara pemerintahan kepada pemerintah daerah, melalui asas dekonsentrasi dan desentralisasi. Karena pemerintah daerah memiliki potensi yang cukup untuk mengatur daerah otonomnya. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, juga telah menyebutkan beberapa urusan pemerintahan, yang diberikan kepada pemerintah daerah. Salah satunya adala urusan pemerintahan mengenai kependudukan, yang dilegitimasi oleh Pasal 12 ayat 2 huruf h Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan-kebijakan mengenai kependudukan ini, diserahkan kepada pemerintah daerah, dengan memperhatikan efektifitas serta efisiensi kebijakan tersebut. William N. Dunn menyatakan bahwa efektivitas effectiveness berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya. 40 Penyerahan urusan pemerintahan mengenai kebijakan terkait kependudukan kepada pemerintah daerah, dianggap lebih efektif jika dibandingkan dengan urusan pemerintahan daerah tersebut dipegang dan dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan kebijakan terkait kependudukan, menyangkut masyarakat disuatu daerah, dan menyangkut daerah-daerah tujuan untuk melaksanakan kebijakan transmigrasi. Pemerintah 40 William N. Dunn, Op.cit. Hal. 429 Universitas Sumatera Utara daerah dianggap lebih mengetahui kondisi objektif masyarakatnya, dan lebih mengetahui potensi-potensi daerah yang ada. Selain melihat efektifitas dari kebijakan kependudukan itu, pemerintah juga harus memperhatikan efisiensi kebijakan tersebut, agar sasaran dan tujuan dari kebijakan kependudukan tersebut tercapai. Efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai. William N. Dunn berpendapat bahwa : 41 41 Ibid. Hal. 430 “Efisiensi efficiency berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan.Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien” Bertolak dari pendapat William N. Dunn di atas, dapat disimpulkan bahwa efisiensi tersebut harus berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan efektivitas tertentu. Dalam kebijakan kependudukan, khususnya transmigrasi swakarya berbantuan dan transmigrasi swakarya mandiri, pemerintah bekerja sama dengan badan usaha untuk memberikan pekerjaan kepada transmigran. Badan usaha yang didirikan di suatu daerah, tentunya diberikan izin oleh pemerintah daerah, dan badan usaha tersebut memiliki urusan administrative dengan pemerintah daerah. Sehingga, pemerintah daerah mengetahui, kondisi objektif dari badan usaha tersebut. Memperhatikan efisiensi kebijakan terkait kependudukan ini, maka akan lebih baik, diserahkan kepada pemerintah daerah. Universitas Sumatera Utara

E. Manfaat dan Tujuan Transmigrasi

Dokumen yang terkait

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

6 141 96

KAJIAN YURIDIS PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN (PPh)

0 16 71

KAJIAN YURIDIS TENTANG PRINSIP TRANSPARANSI DALAM KEGIATAN INVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

0 4 50

KAJIAN YURIDIS TENTANG RUMAH SUSUN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

0 25 13

TINJAUAN YURIDIS PEMBERLAKUAN CYBER NOTARY DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

1 6 8

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 0 7

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 0 1

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 0 11

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 2 31

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

0 0 3