Menyikapi permasalahan ini, ia berharap sesama wartawan seluruhnya melakukan introspeksi diri, mau apa menjadi wartawan itu. Wartawan itu menurutnya parlemen
jalanan juga, harus ada yang mengontrol. Ia kemudian mengungkapkan rasa pesimisnya terhadap media di Indonesia dengan mengungkapkan beberapa contoh yang berkembang
saat ini. Mengutip pernyataan Farid Gaban, seorang jurnalis senior Indonesia, Gery mengatakan terlalu enak menjadi wartawan Indonesia, wartawan di Rusia itu harus
membaca naskah-naskah asli Leo Tolstoy terlebih dahulu. Ia menambahkan, terlalu jauh bedanya dengan wartawan di Indonesia. Jarang wartawan di sini yang sudah membaca
buku-buku Sutan Takdir Alisjahbana, Marah Rusli, Pramoedya Ananta Toer. Menurutnya, masih minim kosa kata tapi tiba-tiba udah punya kartu pers. Sudah
terbentuk pemikiran, wartawan itu enak mendapatkan sesuatu dan rentan disalahgunakan.
IV.1.2 Hasil Pengamatan
Setelah melakukan wawancara mendalam terhadap keempat responden tersebut, ternyata terdapat kesamaan informasi yang diberikan sehingga peneliti menyudahi proses
penelitian. Hal ini sesuai teknik penarikan sampel snowball, yang digunakan dalam penelitian ini.
Peneliti juga melakukan observasi perilaku mereka dalam melaksanakan tugas jurnalistik di lapangan. Pengamatan tidak seluruhnya dilakukan secara langsung karena
keterbatasan akses yang dimiliki peneliti.
Universitas Sumatera Utara
Responden I, Reza, yang selama proses wawancara menyatakan tidak menerima amplop lagi sejak masuk AJI, ternyata tidak sesuai dengan perilakunya di lapangan.
Peneliti mengikuti kegiatannya dalam sebuah acara yang digelar salah satu BUMN. Acara tersebut memang diperuntukkan bagi wartawan yang berangkat atas nama
medianya. BUMN tersebut mengemasnya dalam bentuk kunjungan wisata ke salah satu obyek wisata di Sumatera Utara pada 18-20 Juli 2011. Selain mendapat fasilitas mewah
dan berbagai cendera mata, di akhir acara setiap wartawan juga menerima amplop atau disebut ‘uang saku’. Tak ada satu pun wartawan yang menolak, termasuk Reza. Peneliti
yang kebetulan terlibat dalam kegiatan itu, mendapatkan data pembagian ‘uang saku’ itu dari salah satu staf humas BUMN tersebut. Sayangnya, ia enggan membeberkan jumlah
nominal yang diterima setiap wartawan.
Selain pengamatan langsung, peneliti juga mendapat informasi tambahan terkait responden 1, dari responden 2, Doni. Ia menceritakan, ketika itu tahun 2009. Ada anggota
DPR Ramadhan Pohan yang sedang berkunjung saat pemilihan presiden. Usai kegiatan setiap wartawan diberi amplop. Doni mengaku langsung pulang dan tidak menerima,
tetapi keesokan hari ia mendapat informasi dari wartawan lain jika seluruh wartawan yang ada menerima, termasuk Reza. Besarnya Rp 500 ribu. Selain itu ia juga sering
mendengar Reza menerima amplop pada kegiatan-kegiatan yang digelar partai penguasa tersebut, meskipun Doni belum pernah melihat langsung.
Observasi mendalam hanya dapat dilakukan pada Reza, disebabkan akses yang sulit untuk dilakukan pada tiga orang lainnya. Ada yang sudah jarang turun ke lapangan,
Universitas Sumatera Utara
ada yang wilayah liputannya berada di daerah, sementara responden 3, Budi, secara terbuka sudah menyatakan tetap menerima dengan alasan kebutuhan.
IV.2 Pembahasan