Universitas Sumatera Utara
kemampuan merasakan suasana hati dan perasaan orang lain serta lingkungan, untuk pengambilan keputusan serta pembangunan
mentalitas, dan potensi spiritual kemampuan untuk memberikan makna tertinggi kehidupan Sholehuddin, 2008 : 29.
Sementara, Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara
lain. 1. Kecerdasan
Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dipimpin. Namun demikian, yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu
banyak dari kecerdasan pengikutnya.
2. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang
stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas- aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan
dihargai.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang
kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
4. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan
kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya. Dengan kata lain, pemimpin mempunyai perhatian atau pemimpin
berorientasi pada karyawan dalam Thoha, 2008 : 287.
2.1.6.4. Tugas dan Tanggung Jawab Pemimpin
Pada prinsipnya tugas pemimpin adalah mengusahakan terciptanya kebaikan bagi organisasi dan anggota-anggotanya. Ini berarti kepentingan
organisasi harus diletakkan di atas kepentingan pribadinya. Pemimpin juga dituntut untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi para pengikutnya.
Menurut Floyd Ruch, tiga tugas utama tiap-tiap pemimpin, yaitu : 1. Structuring the situation
Pemimpin memberikan struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi kelompoknya. Dalam hal ini seorang
pemimpin harus mampu memberikan gambaran secara holistik dan memuaskan tentang berbagai situasi yang dihadapi oleh
kelompoknya. Di samping itu juga, dalam menjelaskan situasi- situasi sulit, pemimpin tetap dituntut untuk mampu membuat skala
prioritas dari berbagai persoalan penting yang dihadapi organisasi. Skala prioritas inilah yang menjadi pedoman pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
keorganisasian. Tentunya dalam menentukan skala prioritas ini, kepentingan yang lebih banyak, baik tentang anggota maupun
berkaitan dengan keorganisasian menjadi prioritas utama. 2. Controling group behavior
Dalam tugas ini, pemimpin mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok. Sebagai pemimpin ia harus mampu mengawasi
berbagai perilaku anggotanya dan menyalurkan aktivitas-aktivitas mereka sesuai dengan peraturan-peraturan keorganisasian.
3. Spokesman of the group Tugas pemimpin yang terakhir adalah menjadi juru bicara bagi
kelompoknya. Pemimpin harus mampu menjelaskan tentang keorganisasian yang dipimpinnya kepada berbagai pihak, baik
berkaitan dengan keanggotaan, visi dan misi organisasi, tujuan, rencana strategis, dan lain sebagainya dalam Sholehuddin, 2008 :
36.
2.1.6.5. Gaya Kepemimpinan
Keberhasilan pemimpin dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam satu organisasi tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang digunakannya.
Gaya kepemimpinan merupakan karakteristik atau tipe tertentu dalam melaksanakan kepemimpinan. Pendapat para ahli mengenai gaya kepemimpinan
membuat konsep kepemimpinan semakin kaya karena banyaknya pendapat yang membahas gaya yang sama dengan penjelasan yang saling melengkapi antara satu
dengan lain. Setiap pemimpin memiliki gayanya masing-masing dalam menjalankan fungsinya. Pengalaman, pengetahuan, pandangan, latar belakang
sosial, usia, lingkungan, keinginan mempengaruhi gaya seorang pemimpin. “....Karena para manajer selalu mencari dan membuat perubahan
kebudayaan atas organisasi. Apa yang mereka kehendaki itulah yang mendorong mereka untuk mencoba melakukan sesuatu untuk
mempengaruhi perilaku orang lain, perasaan orang lain, menyumbang, interaksi, dari dan dengan karyawan dalam organisasi dalam Liliweri,
2004 : 327. Menurut Djatmiko, para pemimpin pada dasarnya dapat dikategorikan
menjadi lima tipe yaitu sebagai berikut. a. Tipe otokratik
Dengan onse-ciri antara lain : mengambil keputusan sendiri, memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan pada dirinya,
bawahan melakukan apa yang diperintahkan, menggunakan wewenang dan tanggung jawab sepenuhnya, dan biasanya berorientasi pada
kekuasaan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
b. Tipe paternalistik Ciri-cirinya antara lain : mengambil keputusan cenderung
menggunakan cara tersendiri tanpa melibatkan bawahan, hubungan dengan bawahan bersifat bapak-bapak, berusaha memenuhi kebuthan
fisik anak buah untuk mencuri perhatian dan tanggung jawab mereka, orientasinya adalah menjaga hubungan yang baik dengan anak buah.
c. Tipe karismatis Dengan onse-ciri yang menonjol di antaranya : memelihara hubungan
dengan bawahan agar pelaksanaan tugas dapat terselenggara dengan baik sekaligus memberi kesan bahwa hubungan tersebut berbasis pada
relasionalitas bukan kekuasaan.
d. Tipe Laisses Faire Free Reign Dengan onse-ciri : menghindari penumpukan kekuasaan dengan jalan
mendelegasikan kepada bawahan, tergantung pada kelompok dalam menentukan tujuan dan penyelesaian masalah, efektif bila di
lingkungan onsensual yang bermotivasi tinggi.
e. Tipe Demokratis Partisipatif Yang onse-cirinya antara lain : membagi tanggung jawab pengambilan
keputusan dengan kelompok, mengembangkan tanggung jawab kelompok untuk menyelesaikan tugas memakai pujian dan kritik,
meski pengambilan keputusan dilimpahkan, namun tanggung jawab tetap pada pimpinan dalam Ardana, dkk. , 2008 : 97.
Menurut Rivai dan Mulyadi, gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola
dasar, yaitu : gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas, pelaksanaan hubungan kerja sama, dan kepentingan hasil yang dicapai.
Berdasarkan ketiga pola dasar tersebut terbentuk perilaku kepemimpinan yang berwujud pada kategori kepemimpinan yang terdiri dari tiga tipe pokok
kepemimpinan, yaitu : a. Tipe Kepemimpinan Otoriter
Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas
anak buah semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih
dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu
berbuat sesuatu tanpa diperintah.
b. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan
otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang
dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
perorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat.
c. Tipe Kepemimpinan Demokratis Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama
dan terpenting dalam setiap kelompokorganisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai
subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran,
pendapat, kreativitas, inisiatif yang berbeda-beda, dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pemimpin ini selalu berusaha untuk
memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kepemimpinan
tipe ini mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing
Rivai dan Mulyadi, 2012 : 36.
Menurut Dwight D. Eisenhower, tipe kepemimpinan leadership mewakili kombinasi dari beberapa tipe, antara lain :
a. The Strongman
Ciri-cirinya adalah memimpin dengan memerintah orang lain, menggunakan kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain yang
sebagian besar takut, memberikan hukuman untuk yang bersalah. Sebagian besar perilaku umum tipe pemimpin ini adalah instruksi,
perintah, menetapkan tujuan, ancaman, intimidasi, dan teguran. Kepemimpinan strongman dapat menciptakan respons dalam jangka
pendek, sedangkan akibat jangka panjangnya dapat menghancurkan, khususnya ketika kreatifitas sangat diperlukan untuk mencapai
kesuksesan.
b. The Transactor
Ciri-cirinya adalah pertukaran hubungan dengan orang lain. Pemimpin tipe ini memengaruhi melalui kemudahan penghargaan dalam
pertukaran pemenuhan kebutuhan para pengikutnya. Para pengikut Transactor menanamkan pandangan pada kerja mereka bahwa: “Saya
akan mengerjakan apa yang ia inginkan sepanjang ada penghargaan.”
c. The Visionary Hero
Ciri-cirinya adalah kemampuan untuk menciptakan motivasi tinggi dan menyerap visi masa depan. Pemimpin ini mempunyai kapasitas untuk
memberi energi kepada orang lain agar mengejar visi. Kepemimpinan ini merupakan proses memengaruhi dari atas ke bawah. Pemimpin
adalah sumber utama kebijakan dan perintah, dan cenderung menguasai sorot utama sementara pengikutnya menghilang menuju
bayangan. Kekuatan pemimpin berdasar pada kemampuan menimbulkan komitmen pada pengikutnya terhadap visi pemimpin.
Istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan pemimpin ini adalah transformasional dan karismatik.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
d. The Superleadership Pemimpin Empowering
Ciri-cirinya adalah seseorang yang memimpin orang lain untuk memimpin diri mereka sendiri. Pemimpin ini berfokus pada
pengikutnya. Pemimpin menjadi “super” mempunyai kekuatan dan kebijakan dari orang-orang dengan membantu mendorong kemampuan
pengikut yang mengelilingi mereka. Superleader mendorong pengikutnya untuk berinisiatif, bertanggung jawab sendiri, percaya
diri, merencanakan tujuan sendiri, berpikir secara positif, dan mampu mengatasi permasalahan. Superleader memberi semangat pada orang
lain untuk bertanggung jawab daripada memberi perintah. Satu bagian penting dari superleadership dalam menghadapi tantangan abad ke-21
adalah mengharuskan para pengikutnya untuk berpengetahuan dan perlu informasi untuk melatih kepemimpinan mereka sendiri Rivai
dan Mulyadi, 2012 : 65.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Tobroni 2010 dalam organisasi Noble industri
1
a. Kejujuran sejati , kepemimpinan yang diperlukan adalah kepemimpinan
spiritual. Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi keduniawian kepada dimensi spiritual keilahian. Pemimpin spiritual adalah
pemimpin yang mempengaruhi orang yang dipimpin dengan cara mengilhamkan, mencerahkan, menyadarkan, membangkitkan, memampukan, dan
memberdayakan, lewat pendekatan spiritualitas atau nilai-nilai etis religius. Pokok-pokok karakteristik kepemimpinan spiritual yang berbasis pada etika
religius, antara lain: kejujuran sejati, fairness, pengenalan diri sendiri, fokus pada amal soleh, spiritualisme yang tidak dogmatis, bekerja lebih efisien,
membangkitkan yang terbaik dalam diri sendiri dan orang lain, keterbukaan menerima perubahan, visioner tapi tetap fokus pada persoalan di depan mata,
doing the right thing, disiplin tetapi tetap fleksibel, santai dan cerdas, dan kerendahan hati.
Rahasia sukses para pemimpin besar dalam mengemban misinya adalah memegang teguh kejujuran. Bahkan dalam berperang pun kejujuran tetap
ditegakkan walaupun harus dilakukan taktis-diplomatis. Orang yang jujur adalah orang yang memiliki integritas dan kepribadian yang utuh sehingga
1
Noble industryindustri mulia adalah lembaga-lembaga yang mengemban misi ganda: profit dan sosial sekaligus. Misi sosial dapat dicapai secara maksimal apabila lembaga atau organisasi
tersebut memiliki capital human dan social capital yang memadai, dan memiliki tingkat keefektifan yang tinggi. Itulah sebabnya, mengelola dan memimpin noble industry tidak hanya melakukan
profesionalisme yang tinggi, tetapi juga misiniat suci dan mental berlimpah. Lembaga yang dapat dikategorikan sebagai noble industry antara lain meliputi: lembaga pendidikan, rumah sakit, panti
asuhan, yayasan-yayasan sosial, lembaga-lembaga risetkajian dan lembaga swadaya masyarakatLSM. Tobroni, The Spiritual Leadership Pengefektifan Organisasi Noble Industry
Melalui Prinsip-prinsip Spiritual Etis. Malang : UMM Press. 2010, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam situasi apapun. Integritas adalah sebuah kejujuran, tidak pernah berbohong dan kesesuaian
antara perkataan dan perbuatan.
b. Fairness
Pemimpin spiritual mengemban misi sosial menegakkan keadilan di muka bumi, baik adil terhadap diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Bagi para
pemimpin spiritual, menegakkan keadilan bukan sekedar kewajiban moral religius dan tujuan akhir dari sebuah tatanan sosial yang adil, melainkan
sekaligus dalam proses dan prosedurnya strategi keberhasilan kepemimpinannya.
c. Fokus pada amal soleh Pemimpin spiritual bekerja untuk memberikan kontribusi, dharma atau
amal saleh bagi lembaga dan orang-orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang berjiwa altruistik,
yaitu kemauan membantu orang lain, kemauan mengorbankan kepentingan diri sendiri demi orang lain tanpa mengharapkan imbalanatau ketulus-
ikhlasan membantu orang lain, tanpa preferensi apa-apa.
d. Spiritualisme yang tidak dogmatis Membenci Formalitas dan Organized Religion
Pemimpin spiritual lebih mengedepankan tindakan yang genuine dan substantif esoteric. Kepuasan dan kemenangan bukan ketika
mendapatkan pujian, piala, dan sejenisnya, melainkan ketika memberdayakan, memampukan, mencerahkan, dan membebaskan orang
dan lembaga yang dipimpinnya. Ia puas ketika dapat memberikan sesuatu bukan ketika menerima sesuatu.
e. Bekerja lebih efisien Pemimpin spiritual adalah pemimpin yang sedikit bicara banyak kerja,
dapat bekerja secara efisien dan efektif, menghargai waktu dan berbagai sumbernya. Pemimpin spiritual tetap bisa mementingkan urusan yang
penting dan tidak merasa paling penting ketika saat-saat genting karena memiliki kesadaran pribadi dan jati diri yag kokoh dan kepercayaan yang
mendalam bahwa Tuhan selalu membimbingnya.
f. Membangkitkan yang terbaik dalam diri sendiri dan orang lain Pemimpin spiritual berupaya mengenali jati dirinya dengan sebaik-
baiknya. Upaya mengenali jati diri itu juga dilakukan terhadap orang lain terutama para kolegial, relasi dan orang-orang yang dipimpinnya. Dengan
mengenali jati diri ia dapat berperilaku, menghormati, dan memperlakukan diri sendiri dan orang lain “apa adanya”.
g. Keterbukaan menerima perubahan Pemimpin spiritual memiliki rasa hormat bahkan rasa senang dengan
perubahan yang menyentuh diri mereka yang paling dalam sekalipun. Lembaga yang dipimpin merupakan wahana beraktualisasi diri dan
berdedikasi kehadirat Tuhan.
h. Pemimpin yang dicintai Cinta kasih adalah sikap menginginkan yang lebih untuk orang-orang lain
dibandingkan untuk dirinya. Cinta kasih bagi pemimpin spiritual bukanlah cinta kasih dalam arti sempit yang dapat mempegaruhi obyektifitas dalam
pengambilan keputusan dan memperdayakan kinerja lembaga, tetapi cinta
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kasih yang memberdayakan, cinta kasih yang tidak semata-mata bersifat perorangan, tetapi cita kasih struktural yaitu cinta terhadap ribuan orang
yang dipimpinnya.
i. Visioner tapi tetap fokus pada persoalan di depan mata Pemimpin spiritual memiliki visi jauh ke depan dengan fokus perhatian
kekinian dan kedisinian. Ia memiliki kelebihan untuk menggambarkan idealita masa depan secara mendetail dan bagaimana mencapainya kepada
orang lain seakan-akan gambaran masa depan itu sebuah realitas yang ada di depan mata. Ia mampu membangkitkan dan mengarahkan imajinasi
seseorang kepada visinya.
j. Doing the right thing
Pemimpin spiritual memengaruhi dan menggerakkan serta untuk mencapai tujuan-tujuan yang etis benar. Keberadaan seseorang pemimpin bukan
sebagai alat bagi pemilik modal, melainkan mengemban visi dan misi kebenaran dan keanusiaan: kasih, memenangkan jiwa, mencerahkan,
melayani, memberi, dan membersihkan hati. Ia tidak akan menhalalkan segala cara untuk mencapai tujuan walaupun hal itu sangat mungkin
dilakukan.
k. Disiplin tetapi tetap fleksibel Pemimpin spiritual adalah orang yang berhasil mendisiplinkan diri sendiri
dari keinginan, godaan, dan tindakan destruktif atau sekedar kurang bermanfaat atau kurang patut. Kebiasaan mendisiplinkan diri menjadikan
pemimpin spiritual sebagai orang yang teguh memegang prinsip, memiliki disiplim yang tinggi tetapi tetap fleksibel, cerdas, bergairah, dan mampu
melahirkan energi yang seakan tiada habisnya.
l. Kerendahan hati Pemimpin spiritual menyadari bahwa pemujaan terhadap diri sendiri
sangat melelahkan jiwa, sikap bodoh dan awal dari kebangkrutan. Dirinya hanyalah sekedar saluran, media. Allahlah sesungguhnya yang memberi
kekuatan, petunjuk, pertolongan. Ia bersyukur bahwa dirinyalah yang dipilih untuk menyalurkan karunia kepemimpinannya kepada umat
manusia Tobroni, 2010: 20.
Pemimpin dan kepemimpinan mahasiswa memainkan peranan penting dalam gerakan pembaruan negara, di tengah gerakan pembangunan, bahkan juga
pada masa-masa pemberontakan dan revolusi. Karena para mahasiswa aktivis dan pemimpin-pemimpin mereka itu pada kenyataannya merupakan kekuatan sosial,
kekuatan moral, dan kekuatan politik, baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang. Kelompok mahasiswa sebagai satu unit dengan
pemimpinnya selalu terdapat kaitan yang erat. Jenis kelompok akan memilih tipe pemimpinnya sendiri yang cocok dengan ambisi-ambisi kelompok. Sebaliknya
pribadi pemimpin akan menentukan semangat kelompok yang dipimpinnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kartono, tipe pemimpin mahasiswa dapat dibagi dalam beberapa penggolongan, yaitu sebagai berikut:
a. Pembagian menurut sifat kepemimpinannya, ialah otoriter atau otoritatif, yang demokratis, dan laissez faire.
b. Pembagian menurut”status” atau kedudukan: solider atau berdasarkan prinsip pilihan dan solidaritas kelompok, yang resmi, dan pemimpin
konsultan. c. Pembagian menurut bidang interest-nya: murni ilmiah, sosial-politik, dan
rekreatif. Karakteristik tipe pemimpin mahasiswa berdasarkan penggolongan, antara
lain : 1. Pemimpin mahasiswa yang otoriter, sifatnya keras tidak boleh disanggah,
dan mengharuskan. Kekuasaannya berlangsung lewat kekuatan dan, penekananpressi kepada anggotanya. Komunikasi berlangsung satu arah,
yaitu dengan perintah dan komando. Pemimpin tidak menghendaki kritik dan usul-usul. Kekuatan pemimpin itu terletak pada kemauan yang keras,
ide-ide dan rencana sendiri yang dianggap cukup berhasil, kerahasiaan, dan disiplin kerja yang keras.
2. Pemimpin mahasiswa yang demokratis mendasarkan interaksinya pada kerja sama, kebebasan yang teratur, pemberian kesempatan kepada semua
anggota organisasi untuk berpartisipasi secara aktif, dan menyumbangkan ide-ide yang konstruktif. Semua keputusan direncanakan dan ditentukan
bersama. Ada sesuatu yang cukup terbuka, dan komunikasi dua arah. Yang diutamakan ialah pencapaian tujuan kelompok sasaran kolektif dan
kepuasan kerja bagi setiap anggota karena itu setiap individu diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat dan potensinya.
3. Pemimpin mahasiswa yang laissez faire, membiarkan semua orang bertingkah laku semau sendiri, sedangkan pemimpin tidak memberikan
perintah, pengarahan atau bimbingan organisatoris. Dia tidak pernah berani mengambil keputusan dan organisasinya mirip”ular tanpa kepala”.
Masing-masing individu ingin bebas, dan tidak mau dipimpin. Tim kerja, praktis tidak ada. Kegiatannya tidak teratur, motivasi berjuang tipis sekali.
Persaingan dan konflik sering dibiarkan berlarut-larut. Dan semua orang dibiarkan berbuat menurut selera masing-masing,”semau gue”.
4. Pemimpin solidaritas bersikap solider kompak, setia kawan dan mencoba mengidentifikasinya diri dengan semangat dan harapan anggota-anggota
kelompoknya. Dia dipilih dan diangkat oleh anggota-anggota kelompoknya melalui aturan-main yang telah disetujui bersama. Yang
diutamakan dalam organisasi ini ialah loyalitaskesetiaan dan kekompakan.
5. Pemimpin resmi, tidak langsung diplih oleh anggota-anggota kelompok, tetapi ditunjuk secara resmi oleh pimpinan jurusan, fakultas atau
universitas. Mereka direstui oleh atasan”misi-misi” khusus. Tujuan pokok ialah tidak terjadi gejolak-gejolak istimewa yang bisa menimbulkan
keresahan sosial; dan hanya melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan pesan-pesan pimpinan lembaga.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6. Pemimpin konsultan itu berfungsi sebagai penasihat dan pengarah, baik untuk organisasi sendiri, maupun organisasi dan lembaga-lembaga di
luarnya. Tugsanya ialah mendidik, mendorong, memberikan motivasi dan nasihat, mengembangkan sikap-sikap mental, menanamkan ide-
ideideologi dan pengetahuan baru. Contohnya ialah di kala para mahasiswa melakukan Kuliah Kerja NyataKKN, yang biasanya
memberikan dampak-dampak langsung
7. Pemimpin murni ilmiah lebih mengkonsentrasikan diri pada prestasi ilmiah, kegiatan kurikuler, studi kelompok, eksperimen-eksperimen, dan
penelitian ilmiah. Juga mengadakan studytour, karyawisata, diskusi- diskusi, menghadiri seminar dan konferensi ilmiah. Motivasi untuk maju
dan mengejar ketinggalan di bidang science dan teknologi sangat diprioritaskan. Maka kegiatan-kegiatan politik dan aktivitas sosial di
tengah masyarakat luas, tidak atau kurang diminati.
8. Pemimpin yang berorientasi kemasyarakatan pada masalah sosial; di samping itu juga meminati masalah-masalah politik yang muncul di
tengah masyarakat. Gejolak-gejolak politik yang aktual, penindasan terhadap rakyat, dan perilaku yang tidak adil, juga kelemahan lembaga-
lembaga politik serta pemerintah dijadikan objek minat atau topik pembahasan mereka kemudian melakukan aksi-aksi tertentu.
9. Tipe pemimpin yang berorientasi pada rekreasi dan pola bersantai-santai. Anggota kelompoknya sebagian besar terdiri dari anak-anak kaum elit,
orang-orang kaya, dan putera-putera pejabat yang tengah”naik daun” menduduki posisi yang basah. Karena di rumah mereka biasa dimanja,
dibiarkan “berkembang” bebas, kurang dituntun ayah mereka yang sangat sibuk karena menduduki posisi kepemimpinan resmi yang tinggi, dan
mendapatkan segala fasilitas berupa uang, mobil, dan kemudahan lainnya. Maka pola hidupnya sifatnya juga relaks,”alon-alon”, istirahat, rekreatif,
bersenang-senang;menikmati kehidupan dan kebebasan, serta bersantai- santai. Cara belajarnya tidak bersungguh-sungguh, motivasi dan minat
belajarnya rendah, dan pola kebiasaannya berlamban-lamban. Sikap hidupnya apatis, tidak bergairah dan masa bodoh; sebab semuanya sudah
disediakandipenuhi oleh orang tua. Studinya dibuat berlambat-lambat, sebab mereka tidak diburu-buru oleh apapun juga; sedang pekerjaan
nantinya juga akan diberi atau dicarikan oleh orang tua mereka Kartono, 2010 : 276-280.
Namun, pada sisi lain, gaya kepemimpinan seseorang sangat bersifat situasional. Dalam praktek pandangan ini berarti bahwa tidak ada seorang
pimpinan yang sangat konsisten menggunakan satu gaya kepemimpinan tertentu terlepas dari situasi yang dihadapinya. Artinya, efektivitas kepemimpinan
seseorang sangat tergantung pada kemampuannya “membaca” situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gayanya dengan situasi tersebut sedemikian rupa
sehingga ia efektif menjalankan tugas-tugas maupun fungsi kepemimpinannya. Menurut teori situasional, seorang pimpinan yang paling otokratik sekalipun akan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
mengubah gaya kepemimpinannya yang otokratik itu dengan gaya lain, misalnya gaya yang agak demokratik, apabila situasi tersebut menuntutnya, terutama
apabila konsistensi menggunakan gaya yang otokratik dapat membahayakan kedudukannya sebagai pimpinan. Sebaliknya, demikian teori situasional
mengatakan, seseorang yang biasanya menggunakan gaya kepemimpinan demokratik mungkin saja bertindak otoriter apabila situasi menghendakinya,
seperti dalam hal mengenakan sanksi terhadap para pelanggar disiplin organisasi, mengoreksi penyelewengan atau sangat didesak oleh situasi krisis Siagian, 2010 :
16. Seseorang yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk
“membaca” situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya, meski
pun penyesuaian itu mungkin hanya bersifat sementara. Karena penyesuaian- penyesuaian tertentu memang merupakan kenyataan kehidupan manajerial
seseorang yang menduduki jabatan pimpinan, maka perlu untuk membahas mengenai tipe-tipe kepemimpinan yang biasa digunakan sebagai penyesuaian
dalam situasi yang terjadi. Prof. Sondang Siagian menganalisis karakteristik tipe-tipe kepemimpinan
dengan pendekatan kategorisasi berdasarkan : 1. persepsi seorang pimpinan tentang peranannya selaku pimpinan, 2. nilai-nilai yang dianut, 3. sikap dalam
mengemudikan jalannya organisasi, 4. perilaku dalam memimpin, 5. gaya kepemimpinan yang dominan. Tipe-tipe kepemimpinan tersebut adalah sebagai
berikut. a. Tipe yang Otokratik
Segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan mendorongnya
memutarbalikkan kenyataan yang sebenarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Misalnya,
dalam menginterpretasikan kedisplinan yang tinggi sebagai kesetiaan para bawahannya, padahal kenyataannya adalah ketakutan. Egonya yang sangat
besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya dan oleh karena itu, organisasi
diperlakukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi tersebut. Selain itu, pemimpin yang otokratik melihat peranannya sebagai sumber
segala sesuatu dalam kehidupan organisasional seperti kekuasaan yang tidak perlu dibagi dengan orang lain dalam organisasi, ketergantungan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
total para anggota organisasi mengenai nasib masing-masing dan lain sebagainya.
Berdasarkan persepsi tersebut, seorang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran
segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Semua tindakan akan dinilainya benar apabila tindakan itu mempermudah tercapainya
tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang akan dipandangya sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian akan
disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan kekerasan. Pemimpin otoriter akan menunjukkan sikap yang menonjolkan “ke-akuan-
nya” antara lain :
• kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat- alat lain dalam organisasi, seperti mesin, sehingga kurang
menghargai harkat dan martabat mereka, • pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian
tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan,
• pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan
tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan dan bahkan dituntut untuk
melaksanakannya saja.
Perilaku pemimpin yang otoriter seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa pemimpin menganggap tujuan organisasi identik
dengan tujuan pribadinya, sehingga akan memberikan kesan bahwa pemimpin tersebut memandang organisasi sebagai milik pribadi yang
dapat diperlakukannya dengan sekehendak hatinya, tidak mau mendengarkan saran, pandangan dan kritik dari bawahannya karena
diartikan sebagai usaha merongrong kekuasaan yang dimilikinya.
Dalam prakteknya, pemimpin otokratik akan menggunakan gaya kepemimpinan sebagai berikut.
• menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya, • dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan,
• bernada keras dalam pemberian perintah atau intruksi, • menggunakan pendekatan punitif bersifat hukuman dalam hal
terjadinya penyimpangan oleh bawahan. b. Tipe yang Paternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para
pengikutnya kepadanya. Para bawahan biasanya mengharapkan seorang pemimpin yang paternalistik mempunyai sifat tidak mementingkan diri
sendiri melainkan memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan para bawahannya. Akan tetapi sebaliknya, pemimpin yang
paternalistik mengharapkan bahwa kehadiran atau keberadaannya dalam organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain. Legitimasi
kepemimpinannya dipandang sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan
mengambil keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan para bawahannya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Singkatnya, legitimasi kepemimpinannya berarti penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional.
Dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternalistik mengutamakan keersamaan yang
menganggap anggota organisasi adalah satu keluarga besar dan sebagainya.
Sikap seorang pemimpin paternalistik adalah sikap kebapakan yang menyebabkan hubungan atasan dengan bawahan lebih bersifat informal
ketimbang hubungan formal. Hanya saja hubungan tersebut dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan itu belum mencapai tingkat kedewasaan
sedemikian rupa sehingga mereka belum dapat dibiarkan bertindak sendiri sehingga memerlukan bimbingan dan tuntunan terus-menerus. Selain itu,
pemimpin juga terlalu melindungi bawahan yang mengakibatkan bawahan takut bertindak karena takut berbuat kesalahan karena menganggap
pemimpinlah yang mengetahui segalanya. Perilaku pemimpin yang terlalu melindungi mengakibatkan pemusatan
pengambilan keputusan dalam diri pimpinan yang bersangkutan sedangkan para bawahannya tinggal melaksanakannya saja. Selain itu, bawahan tidak
dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide dan saran. Para bawahan tidak di dorong untuk berpikir secara inovatif dan kreatif yang sangat
dibutuhkan dalam tata kehidupan organisasi modern. Penonjolan dominasi keberadaannya dan penekanan kuat pada
kebersamaan, gaya kepemimpinannya lebih bercorak pelindung, bapak, dan guru. Artinya kebersamaan bagi para anggota organisasi sedangkan
pemimpin yang bersangkutan berada di atas para anggota tersebut.
c. Tipe yang Kharismatik Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang
kriteria kepemimpinan yang kharismatik itu. Memang ada karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu
memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin kharismatik adalah seseorang yang dikagumi
oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatikan bahwa para pengikut seorang pemimpin kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang
dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang diikutinya. Bisa saja seorang pemimpin kharismatik menggunakan gaya
yang otokratik atau diktatorial, para pengikutnya tetap setia kepadanya.
d. Tipe yang Laissez Faire Persepsi seorang pemimpin laissez faire tentang peranannya sebagai
seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota
organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin
dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan seorang pimpinan tidak perlu terlalu sering melakukan intervensi dalam
kehidupan orgasasional. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peranan pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakkan.
Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin laissez faire dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya biasanya bertolak dari
filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan
kepada organisasi, taat kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap
tugas harus diembannya. Dengan sikap organisasional ini, tidak ada alasan kuat untuk memperlakukan para bawahan sebagai orang-orang yang tidak
dewasa, tidak bertanggung jawab, tidak setia dan sebagainya. Sehingga, nilai yang tepat dalam hubungan atasan-bawahan adalah nilai yang
didasarkan kepada saling mempercayai yang besar. Sikap seorang pemimpin laissez faire adalah sikap yang permisif bersifat
mengizinkan.dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hati nuraninya asal saja
kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tetap tercapai. Prakarsanya dalam menyusun struktur tugas bawahan dapat dikatakan
minimum. Kepentingan dan kebutuhan para bawahan itu mendapat perhatian besar karena dengan terpeliharanya kepentingan dan
terpuaskannya berbagai kebutuhan para bawahan itu, mereka akan dengan sendirinya berperilaku positif dalam kehidupan organisasinya.
Perilaku seorang pemimpin yang laissez faire cenderung mengarah kepada tindak-tanduk yang memperlakukan bawahan sebagai rekan sekerja, hanya
saja kehadirannya sebagai pimpinan diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi.
Gaya kepemimpinan yang digunakannya adalah sebagai berikut.
• pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif, • pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan
yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya
secara langsung, • status quo organisasional tidak terganggu,
• penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para
anggota organisasi yang bersangkutan sendiri, • sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan
perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum.
e. Tipe yang Demokratik Ditinjau dari segi persepsinya tentang kehadiran atau keberadaannya dan
peranannya selaku pemimpin dalam kehidupan organisasional. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan
integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas. Karena itu pendekatannya dalam menjalankan
fungsi-fungsi kepemimpinannya adalah pendekatan yang holistik dan integralistik. Selain itu, pemimpin demokratik melihat bahwa dalam
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
perbedaan-perbedaan yang merupakan kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan.
Pemimpin demokratik menganut nilai-nilai yang berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Pemimpin
demokratik memperlakukan manusia dengan cara manusiawi. Pemimpin ini juga memperlakukan organisasi sebagai wahana untuk mencapai tujuan
bersama. Sikap pemimpin demokratik dalam hubungannya dengan bawahannya,
bawahan ikut berperan serta dalam organisasi karena hal tersebut dapat meningkatkan rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam pelaksanaan.
Dalam hal menindak para bawahan yang melanggar disiplin organisasi dan etika kerja yang disepakati bersama pendekatannya adalah bersifat korektif
dan edukatif dan bukan yang bersifat punitif hukuman, meskipun cara yang punitif akan ditempuhnya apabila cara-cara lain ternyata sudah tidak
ampuh lagi. Perilaku pemimpin demokratik mendorong para bawahannya
menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh mendengarkan pendapat, saran dan bahkan
kritik orang lain, terutama para bawahannya. Jika terjadi kesalahan yang dilakukan bawahan, dia akan berada di samping bawahan yang berbuat
kesalahan itu bukan untuk menindak atau menghukumnya, melainkan meluruskannya sedemikian rupa sehingga bawahan tersebut belajar dari
kesalahannya dan lebih bertanggung jawab. Pemimpin demokratik dengan cepat menunjukkan penghargaannya kepada para bawahan yang
berprestasi tinggi. Dia akan sangat bangga bila para bawahannya menunjukkan kemampuan kerja yang bahkan lebih tinggi dari
kemampuannya sendiri. Gaya kepemimpinan yang digunakannya adalah “people centered” karena
menempatkan unsur manusia dalam organisasi pada posisi yang paling sentral. Gaya demikian biasanya mengejawantah dalam berbagai hal
seperti :
• pandangan bahwa betapapun besarnya sumber daya dan dana yang tersedia bagi organisasi, kesemuanya itu pada dirinya tidak berarti
apa-apa kecuali digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam organisasi demi kepentingan pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran organisasi;
• dalam kehidupan organisasional tidak mungkin, tidak perlu dan bahkan tidak boleh semua kegiatan dilakukan sendiri oleh
pimpinan dan oleh karena itu selalu mengusahakan adanya pendelegasian wewenang praktis dan realistik tanpa kehilangan
kendali organisasional;
• para bawahan dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan
keputusan; • kesungguhan yanag nyata dalam memperlakukan para bawahan
sebagai makhluk politik, makhluk ekonomi, manusia sosial dan sebagai individu dengan karakteristik dan jati diri yang khas yang
mempunyai kbutuhan yang sangat kompleks, mulai dari yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bersifat kebendaan seperti sandang, pangan dan papan, meniingkat kepada kebutuhan yang bersifat keamanan, kebutuhan sosial, dan
kebutuhan pengakuan status hingga kepada kebutuhan yang bersifat mental spiritual;
• usaha memperoleh pengakuan yang tulus dari para bawahan atas kepemimpinan orang yang bersangkutan didasarkan kepada
pembuktian kemampuan memimpin organisasi dengan efektif, bukan sekedar karena pemilikan wewenang formal berdasarkan
pengangkatannya Siagian, 2010 :30.
2.1.6.6. Pemimpin yang Ideal