ii
juga kepemerintahan desa pada khususnya. Peluncuran dasar hukum ini perwujudan bukti pengakuan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada dalam
wilayah Kabupaten. Dari dasar itulah dapat diketahui bahwa substansi desa menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memiliki nilai tambah faktor pendukung yang
diambilkan dari landasan pemikiran penetapannya, dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Fungsi Keanekaragaman
Keberadaan desa dalam Undang-Undang ini dikembalikan konsep dasar makna desa yang telah tercantum dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945, dimana mengakui
adanya keanekaragaman adat-istiadat yang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri.
47
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pengakuan istilah desa pada Penjelasan Pasal 93 ayat 1 yang peristilahannya meliputi nagari, kampong, huta, bori dan marga
sesuai dengan kondisi social budaya masyarakat setempat
48
. Dengan adanya pengakuan tersebut terdapat langkah maju pelaksanaan proses
pemerintahan daerah keberadaan otonomi desa pada khususnya di Indonesia. Karena selama ini selama 32 tahun masa era orde baru, masyarakat desa merasa dirugikan akibat
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 51979 karena desa pada prakteknya selama ini tidak diberi keleluasaan untuk memaksimalkan potensi-potensi yang ada dalam
wilayahnya sehingga perkembangan desa dianggap stagnan.
b. Fungsi Partisipasi
Satu hal yang mendasari keberadaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah pengakuan partisipasi aktif dari masyarakat untuk berperan atas kemajuan
47
Alasan tersebut disampaikan oleh M.Ryaas Rasyid selaku Direktur Jenderal PUOD Depdagri dalam
sambutannya pada Pembukaan Rapat Konsultasi Penyeleggaraan Pemerintahan Desa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tanggal 21 Juli 1999 di Cipayung Bogor yang dirangkum dalam Buku tentang “Pengaturan
Desa dan Kelurahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999”, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Jakarta, 1999, hal : 50
48
Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri,
“pengturan Desa dan Kelurahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999”, Depdagri, Jakarta, 1999, hal : 138-139.
ii
wilayahnya. Otonomi desa sebagai kemandirian desa dalam pemenuhan kebutuhan dasar yang berasal dari sumber-sumber local.
49
Pemberian otonomi kepada desa pada prinsipnya merupakan wujud keleluasaan yang diberikan untuk desa dalam menentukan
dan mengembangkan wilayahnya, hal terkhususnya adalah peran aktif masyarakat dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya demi tujuan untuk meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan bersama dengan menjunjung tinggi adat-istiadat serta norma yang dimilikinya.
Partisipasi ini diberikan dengan maksud, desa diharapkan mampu berbuat lebih banyak dan berlomba-lomba dalam mengmbangkan desanya karena selama ini masa
orde baru masyarakat desa terbatasi ruang geraknya untuk berpartisipasi akibat konsep sentralisasi pemerintah pusat.
c. Fungsi Otonomi Asli