Pengulangan Pasal-Pasal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Bertentangan dengan Semangat Otonomi Desa

ii Undang-Undang tersebut saat ini yang sudah terlihat wujudnya adalah : Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Kewenangan Daerah, Kepmendagri Nomor 641999 Tentang Pedoman Umum Mengenai Desa dan Kepmendagri Nomor 651999 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Kelurahan. Uraian selanjutnya akan lebih diutamakan membahas tentang Kepmendagri Nomor 641999 ini sebab desa sebagai sub sistem pemerintahan diakui sebagai unit yang otonom. Otonomi desa otonomi masyarakat desa bersifat khas sebab ditentukan oleh asal-usul desa, adat-istiadat dan budayanya. Oleh karena itu pengaturan desapun seyogyanya mengakomodir kekhasan tersebut. Dalam konsideran menimbang dijelaskan bahwa Kepmendagri ini dilandaskan pada pasal 111 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 namun perlu dipertanyakan apakah Kepmendagri ini yang diamanatkan Undang-Undang tersebut sebagai Pedoman Umum? Bila demikian maka pemerintah daerah Kabupaten dalam pembuatan perda tentang desa mempedomani Kepmendagri tersebut. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu ditelaah lebih lanjut tentang bertitik tolak pada pengertian pedoman sebagaimana telah diuraikan di depan dan kajian normatif terhadap Kepmendagri 641999, ada beberapa hal penting yang akan diuraikan, yaitu:

1. Pengulangan Pasal-Pasal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

Sebagai sebuah aturan hukum, aturan pelaksana sangat perlu dipakai untuk menerjemahkan makna yang ada dalam Undang-Undang induknya. Bila ditelaah lebih lanjut pasal demi pasal yang terdapat dalam Kepmendagri Nomor 641999 maka sebagian isi dari Kepmendagri tersebut merupakan pengulangan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Diantara pasal-pasal yang dalam Kepmendagri Nomor 641999 terdapat pengulangan dari pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Misalnya pasal 1d pengulangan dari pasal 104 selanjutnya ditulis pasal 1d 104; pasal 2 pasal 93 ayat 1; pasal 6 pasal 99, 100 dan Penjelasan Pasal 100; pasal 6 ayat 1 pasal 63 ayat 2; pasal 97; pasal 10 pasal 95 ayat 2; pasal 15 pasal 96; pasal 161a-1f ii pasal 101 ayat 1a sd 1f; pasal 16 ayat 10 pasal 105 ayat 3; pasal 21 pasal 103; pasal 36 pasal 104. Jumlah pengulangan yang terjadi sebanyak 12 kali. Jadi dari uraian tersebut diatas perlu adanya pembahasan lebih mendalam menyangkut materi tentang desa karena dapat dipakai untuk antisipasi terhadap lahirnya kebijakan-kebijakan di daerah terkait tentang desa yang sekiranya bertolak belakang dengan aturan yang lebih tinggi yang efek sampingnya dapat merugikan masyarakat secara umum.

2. Bertentangan dengan Semangat Otonomi Desa

Melihat dari pengertian otonomi desa dapat diberikan gambaran bahwa desa diberi keleluasaan khusus untuk menentukan nasibnya sendiri dalam menjalankan roda pemerintahannya dalam 45 tetapi dalam pasal 8 ayat 2 Kepmendagri ini menandakan bahwa keinginan pemerintah pusat untuk tetap mengatur desa hingga hal-hal rinci masih dipertahankan, tercermin dari adannya pasal yang mengatur tentang perangkat pemerintah desa. Seharusnya perangkat pemerintah desa diserahkan pada Kepala Desa terpilih masyarakat yang disesuaikan kondisi dan kebutuhan desa yang bersangkutan. Bertolak belakang dengan semangat yang dicantumkan dalam Penjelasan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bahwa pembentukan Pemerintah Desa dan Badan Pemerintah Desa dilakukan oleh masyarakat desa. Padahal Kepmendagri ini pasal 32 mengatur tentang jumlah anggota BPD didasarkan pada jumlah penduduk dengan skala 7-13 orang. Pasal ini sangat bertentangan dengan Penjelasan pasal 94. Seyogyanya bagaimana pengaturan tentang Pemerintah desa, jumlah anggota BPD sepenuhnya diserahkan pada masyarakat sebab pembentukan kedua lembaga tersebut dilakukan sendiri oleh masyarakat.

3. Belum Operasionalnya Keputusan Menteri Dalam Negeri di Tingkat Daerah