Kepolisian Negara Republik Indonesia

C. Kepolisian Negara Republik Indonesia

1. Pengertian Kepolisian

Sejak tanggal 1 April 1999, secara struktural Polisi sudah terlepas dari bagian ABRI, maka paradigma Kepolisian memakai paradigma model pendekatan sipil, sehingga tugas dan wewenang Kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal

13 sampai Pasal 19 Undang-Undang No 2 Tahun 2002. Menurut Satjipto Raharjo polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Selanjutnya Satjipto Raharjo yang mengutip pendapat Bitner menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan.

Akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban. 20

Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan

perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu: 21 

Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

 Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin, kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.

 Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional.

Masyarakat Indonesia semakin hari semakin mendambakan tegaknya hukum yang berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman. Tanpa perasaan tentram dan adil maka hasil-hasil pembangunan negara yang menyangkut berbagai permasalahan akan menghadapi hambatan untuk mencapai kemajuan yang maksimal, kehidupan lahiriah dan kekayaan yang melimpah sekalipun tidak akan mampu memberikan kebahagiaan yang utuh dan tanpa perasaan tentram dan adil maka semangat pembangunan negara juga akan

20 Satjipto Rahardjo, 2002, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm.xxv.

21 http://ra4kartono.blogspot.com/2011/01/sejarah-terbentuknya-organisasi-polri.html diakses 21 April 2014 21 http://ra4kartono.blogspot.com/2011/01/sejarah-terbentuknya-organisasi-polri.html diakses 21 April 2014

Charles Reith 23 memberikan pengertian polisi sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaik atau menertibkan sususan kehidupan masyarakat. Pengertian tersebut berpangkal dari pemikiran bahwa manusia adalah mahluk sosial yang hidup berkelompok dengan aturan yang disepakati bersama.

2. Tugas dan Fungsi Kepolisian

Kepolisian adalah segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrect Overzee, yang dirumuskan oleh R.

Wahjudi dan B. Wiriodiharjo sebagai berikut: 24

a) Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban publik warga negara.

b) Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban publik para warga negara.

c) Memaksa warga negara dengan bantuan Peradilan agar kewajian- kewajiban publiknya dilaksanakan.

d) Melakukan paksaan wajar kepada warga agar melaksanakan

kewajiban-kewajiban publiknya tanpa bantuan peradilan.

22 Sitompul dan Edward Syahperenong, Huum Kepolisian Di Indonesia (Suatu bunga Rampai), Bandung: Tarsito, 1985, hal. 24.

23 Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2005. Hal 5-6.

24 R. Wahjudi dan B. Wiriodiharjo, Pengantar Ilmu Kepolisian, Akabri, Pol, Sukabumi, 1975, hal 12.

e) Mempertanggungjawabakan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak dilakukannya.

Menurut C.H. Neiwhius untuk melaksanakan tugas-tugas pokok polisi itu memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu: 25

a) Fungsi preventif untuk pencegahan yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi warga negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban, dan ketaatan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan perbuatan-perbuatan lainnya yang pada hakikatnya dapat mengancam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum.

b) Fungsi represif atau pengendalian yang berarti bahwa polisi berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana, menangkap pelakunya dan menyerahkan kepada penyidikan untuk penghukuman.

Menurut undang-undang Pokok Kepolisian Negara Nomor 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

b) Menegakan hukum

c) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat. 26

25 Ibid, hal 19. 26 Undang-Undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002.

3. Wewenang Kepolisian

Disamping memiliki tugas-tugas tersebut di atas, polisi memiliki wewenang secara umum yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut:

a) Menerima laporan dan/atau pengaduan

b) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum

c) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat

d) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancampersatuan dan kesatuan bangsa

e) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian

f) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan

g) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian

h) Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang

i) Mencari keterangan dan barang bukti j) Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional k) Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat l) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat dalam rangka pelayanan masyarakat l) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat

Wewenang tersebut merupakan syarat mutlak bagi polisi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya guna penegakan hukum di Indonesia. Kewenangan kepolisian dapat digolongkan kedalam kedua kelompok, yaitu: 27

a) Wewenang Umum, wewenang yang didasarkan asas legalitas dan Plichmatigheid yang sebagai besar bersifat preventif. Hooge Raad dalam arrestnya pada tanggal 19 Maret 1917:

“Tindakan kepolisian dapat dikatakan rechtmatig (sah) walaupun tanpa Speciale Wettelijke Machtinging dengan pembatasan harus didasarkan pada wewenang umum dan harus termasuk lingkungan kewajiban- kewajibannya.”

Prinsip Plichtmatigheid antara lain:  Notwendigkeit, prinsip yang menginginkan ada tindakan yang

betul-betul diperlukan, tapi juga tidak boleh dari pada apa yang seharusnya menurut kewajiban si petugas.

 Sachlickeit, prinsip yang mengkehendaki tindakan yang zakelijk menurut ukuran-ukuran kepolisian, tidak boleh didorong oleh motif-motif perorangan.

 Zweckmussingkeit, prinsip yang menginginkan tindakan-tindakan yang betul-betul mencapau tujuan dari beberapa alternative tindakan yang ada.

 Verhathism Assigheit, prinsip yang mengkehendaki adanya keseimbangan antara alat atau cara yang digunakan dengan objek yang akan dikenai tindakan, ini dilakukan agar yang ditindak tidak lebih menderita dari pada apa yang seperlunya saja.

27 Loc.Cit, Warsito Hadi Utomo, hlm. 99-100.

b) Wewenang Khusus, wewenang yang diberikan oleh undang-undang dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Biasanya kewenangan ini digunakan dalam rangka penegakan hukum secara represif.

4. Penerapan Undang-Undang Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Penghinaan dan Pencemaran nama baik pada dasarnya merupakan tindakan yang sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam undang-undang karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu, Penghinaan dan pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah. Penghinaan dan Pencemaran nama baik pada dasarnya merupakan tindakan yang sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam undang-undang karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu, Penghinaan dan pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah.

Menurut KUHAP Pasal 1 butir 2 Penyidikan adalah serangkaian tindakan dari Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pasal 1 Butir 4 KUHAP menegaskan Penyelidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.

Pasal 1 Butir 5 KUHAP mencantumkan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga kuat sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Dari beberapa uraian yang dijelaskan diatas sudah dapat dipastikan bahwa institusi Kepolisian Republik Indonesia merupakan pemegang peranan yang paling penting dalam usaha penegakan tindak pidana pencemaran nama baik.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 atas Judicial Review Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa “penghinaan yang diatur dalam KUHP (penghinaan offline) tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia cyber (penghinaan online) karena ada unsur “di muka umum”. Dapatkah perkataan unsur “diketahui umum”, “di muka umum”, dan “disiarkan” dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mencakup ekspresi dunia maya? Memasukkan dunia maya ke dalam pengertian “diketahui umum”, “di muka umum”, dan “disiarkan” sebagaimana dalam KUHP, secara harfiah kurang memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diakses” muatan pencemaran nama baik”.

Berdasarkan pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur „di muka umum‟ tidak menjadi unsur dalam penyebaran informasi elektronik. Dalam UU ITE telah diatur rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat Berdasarkan pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur „di muka umum‟ tidak menjadi unsur dalam penyebaran informasi elektronik. Dalam UU ITE telah diatur rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat

Unsur “muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya dalam BAB XVI tentang Penghinaan. Pasal 310 berbunyi :

1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

Pasal ini memberikan dasar pemahaman atau esensi mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, yaitu tindakan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud untuk diketahui oleh umum. Oleh karena itu, perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya dalam pasal ini haruslah dimaksudkan untuk menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud untuk diketahui oleh umum. Orang tersebut haruslah pribadi kodrati (naturlijk persoon) dan bukan pribadi hukum (rechts persoon). Pribadi hukum tidak mungkin memiliki perasaan terhina atau nama baiknya tercemar mengingat pribadi hukum merupakan abstraksi hukum. Meskipun pribadi hukum direpresentasikan oleh pengurus atau wakilnya yang resmi, tetapi delik penghinaan hanya dapat ditujukan kepada pribadi kodrati, sama seperti pembunuhan atau penganiayaan. Tidak mungkin pribadi hukum dapat dibunuh atau dianiaya secara harfiah.