Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI JARINGAN INTERNET OLEH POLISI ( Studi Di Kepolisian Resor Banyumas ) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:

Singgih Herwibowo

E1A010205

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI JARINGAN INTERNET OLEH POLISI ( Studi Di Kepolisian Resor Banyumas ) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:

Singgih Herwibowo

NIM. E1A010205

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014

ii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI JARINGAN INTERNET OLEH POLISI

(Studi di Kepolisian Resor Banyumas)

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Purwokerto, 25 Agustus 2014

Singgih Herwibowo E1A010205

iii

ABSTRAK

Perkembangan teknologi informatika khususnya yang terintegrasi dengan jaringan internet dewasa ini berdampak bagi perkembangan hukum pidana. Dewasa ini tindak pidana pencemaran nama baik terjadi menggunakan sarana jaringan internet yang mana medianya melalui situs jejaring sosial yang dapat diakses melalui jaringan internet, oleh karena itu dalam penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik perlu mendapat perhatian khusus dikarenakan sarana yang digunakan dewasa ini menggunakan internet. Penegakan Hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet merupakan wujud konsepsi negara hukum yang di anut oleh Negara Indonesia. Hukum didalam suatu negara tidak akan berjalan sebagai mana mestinya tanpa adanya penegakan hukum.

Dalam hal ini penulis merumuskan masalah, 1. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh polisi dan apa kontribusinya bagi hukum pidana ?, 2. Faktor apa yang manghambagt dan menunjang penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh polisi ?

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yang berorientasi pada pendekatan hukum yang ditempuh lewat pendekatan yuridis sosiologis dengan penyajian hasil penelitian secara kualitatif.

Penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh polisi di wilayah Kabupaten Banyumas dilakukan melalui upaya preventif dan represif yaitu dengan upaya preventif melakukan sosialisasi pada masyarakat melalui sarana jejaring sosial yang terhubung oleh internet yang materi sosialisasi adalah Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, upaya represif dengan melakukan penyelidikan terhadap pengaduan yang masuk terkait tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet dan mengupayakan perdamaian bagi para pihak. Dalam hal ini pihak kepolisian didalam penyelidikan terkendala oleh informasi identitas terlapor pemilik/pengelola akun jejaring sosial. Selain itu didalam penegakan hukum oleh polisi terkendala faktor sarana dan fasilitas yaitu unit khusus cybercrime yang menangani kasus tindak pidana menggunakan jaringan internet.

Kata kunci: Penegakan hukum, pencemaran nama baik, polisi

iv

ABSTRACT

Internet networking, a kind of informatics technology development, has a big effect for criminal law. Defamation should be alerted by law enforcement, because today, the crime of defamation using social network which can be accessed from internet network is being an issue. Law enforcement crime of defamation through the Internet is a form of conception state law which is adopted by Indonesia. In a country, law is not work properly if there is no law enforcement.

In this case, the writer formulating the problem such as : 1. How is law enforcement crime of defamation through the Internet by the police and what is the contribution to criminal law?, 2. What is factor that can inhibit and support the law enforcement crime of defamation by the police ?

In this research, the writer using an approach which is oriented by the legal approach through socio-juridical approach, and the result will be presented by qualitative method.

Law enforcement crime of defamation using internet by the police in Banyumas regency is conducted through the efforts of preventive and repressive. Preventive effort is done by sosialization to public through socials networking that are connected by the internet and the material is Article 27 paragraph 3 of Legislation No. 11 of 2008 on information and electronic transaction, and repressive effort is done by conducting investigations through incoming complaints related to defamation crime using internet network. In this case, the police is hard to investigate because the owner or manager of a social networking account is one of problem. In addition, enforcement by police are constraining of the tools and facilities factors that can be called Cybercrime. Cybercrime is a special unit that handles criminal cases using the internet networking.

Keywords : Law enforcement, defamation crime, and the police.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan SKRIPSI yang

berjudul “PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI JARINGAN INTERNET OLEH POLISI ( Studi

Di Kepolisian Resor Banyumas )”. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur. Oleh karena itu, semua kritik dan saran akan diterima dengan ketulusan dan keikhlasan hati.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, selain dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

2. Bapak Dr. Noor Aziz Said, S.H., M.S. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Sunaryo, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

vi

4. Bapak Prof. Dr. Agus Raharjo, S.H., M.Hum. selaku Dosen Penguji pada seminar artikel ilmiah dan pendadaran.

5. Bapak Nur Wakhid, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik yang telah berkenan memberikan bimbingan sejak awal perkuliahan.

6. Orang Tuaku, Drs. Supardi, Dra. Setyanti Eko Nugraheni dan Saudaraku, Galih Prayudo yang senantiasa selalu memberi dukungan dan semangat selama proses penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata Posdaya Anturium Desa Alasmalang Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

9. Seluruh staf akademik Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

10. Semua aktivis Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

11. Semua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman khususnya angkatan 2010. Purwokerto, 25 Agustus 2014

Penulis

Singgih Herwibowo

E1A010205

vii

HALAMAN MOTTO

Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah disakiti.

Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton. ( Mark Twain)

Manusia tidak merancang untuk gagal, mereka gagal untuk merancang. ( William J. Siegel )

viii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 : Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat ........................................ 14 Bagan 2 :

Mekanisme Dalam Penerapan Hukum Oleh Polisi ...................... 94

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian di Kepolisian Resor Banyumas Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian di Satelit Pos Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian dari Kepolisian Resor Peneleitian Lampiran 4 : Surat Keterangan Penelitian dari Satelit Pos

xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum terdapat tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).

Utrecht mengemukakan, bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu

masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. 1 Menurut J.C.T Simorangkir , hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat

memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, dengan hukuman tertentu. 2

Hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memiliki kedudukan yang penting. Roeslan Saleh menyatakan, bahwa:

“Cita hukum bangsa dan negara Indonesia adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, untuk membangun negara yang merdeka, bersatu, berdaulat,

adil dan makmur. Cita hukum itulah Pancasila”. 3

1 Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta, 1996, hlm.13. 2 J.B Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prenhallindo, 2007, hlm.30. 3 Roeslan Saleh, Pembinaan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional, Jakarta, Karya Dunia Fikir, 1996, hlm 15.

Menurut Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan hukum bergantung pada: Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum. Substansi Hukum adalah bagian substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, atau aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan hukum adalah peraturan- peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan “tiada suatu perbuatan dapat pidana kecuali atas kekuatan hukum yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan ”. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.

Jimly Asshiddiqie menuliskan dalam makalahnya, mengemukakan pengertian penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan Jimly Asshiddiqie menuliskan dalam makalahnya, mengemukakan pengertian penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. 4

Pencemaran nama baik merupakan perbuatan melawan hukum yang menyerang kehormatan atau nama baik orang lain. Seiring dengan kemajuan teknologi informatika seseorang dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum melalui media elektronik. Segala kemudahan yang terdapat pada teknologi informatika dapat membuat seseorang oleh adanya kaidah-kaidah hukum dalam menggunakan teknologi informatika tersebut.

4 Jimly Asshiddiqie, Makalah Penegakan Hukum, diakses dari google.com pada 5 April 2014.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian,

Kemajuan teknologi pada era ini era globalisasi telah berkembang sedemikian pesatnya. Teknologi yang merupakan produk dari modernitas telah mengalami lompatan yang luar biasa, karena sedemikian pesatnya, pada gilirannya manusia, yang kreator teknologi itu sendiri kebingungan mengendalikannya. Bahkan bisa dikatakan teknologi berbalik arah mengendalikan manusia. Perbuatan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan mengingat tindakan perjudian, penipuan, terorisme, penyebaran informasi destruktif telah menjadi bagian aktifitas pelaku kejahatan di dunia maya. Dunia maya tersebut seperti memiliki dua sisi yang sangat bertolak belakang. Di satu sisi internet mampu memberikan manfaat dan kemudahan bagi para penggunanya terutama dalam hal informasi dan komunikasi. Namun di sisi lain dampak negatif dan merugikan juga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh

para pelaku yang kurang bertanggung jawab. 5 Sebagai contoh kasus di Purwokerto Banyumas antara Media Cetak SP

yang kantornya bertempat di Jalan Dr. Angka sebagai korban pencemaran nama baik melalui jaringan internet dan Akun Facebook dengan nama MZP sebagai pelaku pencemaran nama baik melalu jaringan internet. Kejadian tersebut terjadi pada tahun 2013, pada saat itu Banyumas akan melaksanakan pemilihan kepala daerah. Disitu atmosfer politik di wilayah Banyumas mulai memanas. Tindak pidana pencemaran nama melalui jaringan internet yang di alami oleh Media

5 Soemarno Partodihardjo, Tanya Jawab Sekitar Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang informasi Dan Transaksi Elektronik , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm 70.

Cetak Satelit Post dilakukan melalui akun Group Facebook dengan nama Menuju Pemilukada Banyumas yang mana sebagai admin dalam group tersebut adalah Saudara AM. Didalam Group Facebook tersebut terdapat postingan yang dilakukan oleh akun dengan nama MZP yang berisi bahwa Media Cetak “SP” telah dibeli oleh salah satu calon kepala daerah dan hal tersebut tidak benar. Menurut saudara YD sebagai pewakilan Media Cetak SP sekaligus pimpinan Media Cetak SP menuturkan bahwa postingan dalam group Facebook tersebut telah merugikan Media Cetak SP. Oleh karena postingan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi Media Cetak SP baik materil maupu imateril. Berawal dari postingan akun MZP, pihak Media Cetak SP melakukan pengaduan kepada POLRES Banyumas untuk ditindak lanjuti atas tindak pidana pencemaran

nama baik melalui jaringan internet yang dialami oleh Media Cetak SP. 6 Awalnya, teknologi (internet) merupakan sesuatu yang bersifat netral.

Disini diartikan bahwa teknologi itu bebas nilai. Teknologi tidak dapat dilekati sifat baik dan jahat. Akan tetapi pada perkembangannya kehadiran teknologi pihak-pihak yang berniat jahat untuk menyalah gunakannya. Dalam perspektif ini, dengan demikian teknologi bisa dikatakan juga merupakan faktor kriminogen, faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan orang untuk berbuat jahat atau memudahkan terjadinya tindak kejahatan Pada dekade terakhir, telah muncul kejahatan dengan dimensi baru, sebagainya akibat dari penyalagunaan internet. Seperti halnya di dunia nyata, sebagai dunia maya, internet ternyata mengundang tangan-tangan kriminal dalam beraksi, baik untuk mencari keuntungan materi

6 Hasil wawancara dengan Saudara Yon Daryono selaku pimpinan Media Cetak Satelit Pos pada tanggal 10 Mei 2014.

maupun untuk sekedar melampiaskan keisengan. Hal ini memunculkan fenomena khas yang sering disebut dalam bahasa asing sebagai cyber crime (kejahatan di dunia maya). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, menjadikan penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini penulis mengambil

judul: “PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI JARINGAN INTERNET OLEH POLISI “Studi Di Kepolisian Resor Banyumas Banyumas ”

A. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan dalam latar belakang ,maka disusunlah perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh Polisi dan Apa kontribusinya terhadap hukum pidana?

2. Faktor-faktor apa yang menghambat dan menunjang penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh Polisi ?

B. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh Polisi dan Apa kontribusinya terhadap hukum pidana.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat dan menunjang penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet.

C. Luaran Yang Diharapkan

Penelitian ini menjadi referensi bagi menambah wawasan bagi para kaum akademisi dalam bidang hukum dan aparat penegak hukum selaku pemegang kekuasaan sub sistem penyidikan dan penyelidikan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dalam menyelesaikan perkara pidana pencemaran nama baik.

D. Kegunaan Penelitian

Suatu penelitian tidak hanya bermanfaat bagi peneliti saja, tetapi juga harus berguna bagi semua pihak. Penelitian dalam penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoretis

a. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran mengenai penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet.

b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menambah literatur ilmiah, diskusi hukum seputar perkembangan hukum di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama baik.

2. Kegunaan Praktis

a. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memberikan referensi bagi para penegak hukum, dan masyarakat mengenai penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet.

b. Sebagai bahan kajian kalangan akademisi dan praktisi dalam upaya menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang hukum di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum menurut Purnadi Purnacaraka adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah- kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan salam sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan,

memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 7 Satjipto

Raharjo memberikan pengertian bahwa penegakan hukum adalah menjalankan hukum tidak hanya menjabarkan kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam dari undang-undang atau

hukum. 8 Wayne Favre menyatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu proses yang pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi ( pertimbangan yang

berada diantara hukum dan moral ) oleh penegak hukum menyangkut pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, tapi keputusan yang

mempunyai unsur penilaian pribadi. 9 Sedangkan Andi Hamzah mengemukakan penegakan hukum merupakan suatu proses dalam arti luas, yang meliputi upaya

preventif ( untuk mencegah dilakukan tindakan yang tidak dikehendaki oleh hukum ) maupun upaya represif ( dengan suatu cara lain yang sedapat mungkin

7 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, 1983, hlm.13. 8 Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum, ( Suatu Tinjauan Sosiologis ), Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm, xiii. 9 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 7.

mendekati tujuan yang dikehendaki oleh kaidah hukum atau menegakan kapada si pelanggar suatu akibat yang merugikan baginya ). 10

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan hukum dan perlindungan hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam proses pidana pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 8 Tahun

1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 11

2. Sistem Penegakan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, sejak hukum modern semakin bertumpu pada dimensi bentuk yang menjadikannya formal dan procedural, maka sejak itu pula muncul perbedaan antara keadilan formal atau keadilan menurut hukum disatu pihak dan keadilan sejati atau keadilan substansial di pihak lain. Dengan adanya dua macam dimensi keadilan tersebut, maka kita dapat melihat bahwa dalam praktiknya hukum itu ternyata dapat digunakan untuk menyimpangi substansial. Penggunaan hukum yang demikian itu tidak berarti melakukan pelanggaran hukum, melainkan semata-mata menunjukkan bahwa hukum itu dapat digunakan untuk tujuan lain selain mencapai keadilan. Dijelaskan oleh Satjipto Rahardjo , progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan bahwa

10 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Arikha Media Cipta, Jakarta, 1995, hlm 62. 11 http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum diakses 22 Januari 2014 | 14.00

WIB.

manusia dasarnya adalah baik, memiliki kasih sayang serta kepedulian terhadap sesama sebagai modal penting bagi membangun kehidupan berhukum dalam masyarakat. Namun apabila dramaturgi hukum menjadi buruk seperti selama ini terjadi dinegara kita, yang menjadi sasaran adalah para aparat penegak hukumnya, yakni polisi, jaksa, hakim dan advokat. Meskipun, apabila kita berpikir jernih dan berkesinambungan tidak sepenuhnya mereka dipersalahkan dan didudukan sebagai satu – satunya terdakwa atas rusaknya wibawa hukum di Indonesia. Soekanto 1979, secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai – nilai yang terjabarkan didalam kaidah – kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma- norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Ditinjau dari sudut subyeknya:

a. Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative atau melakukan sesuatu atau tidak a. Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative atau melakukan sesuatu atau tidak

b. Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.

 Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya:

a. Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai- nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat.

b. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.

Pemahaman perngertian “sistem” dalam pendapat lain menurut Gordon

B. Davi s sebagaimana dikutip Muladi, dalam konteks baik sebagai pysical system, dalam arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai suatu tujuan, maupun sebagai abstrac system, dalam arti gagasan- gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain berada dalam

ketergantungan. 12 Dari pemahaman tersebut pengertian “system” dalam sistem peradilan pidana meliputi keterpaduan bekerjanya elemen-elemen pendukung

peradilan pidana maupun gagasan-gagasan yang tersistimatis.

12 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, hlm. 4.

William J. Chambliss dan Robert B. Siedman 13 menyatakan bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Faktor-Faktor Sosial dan personal lainnya

Lembaga Pembuat Umpan

Peraturan Umpan

Norma

Balik

Balik Lembaga Penerap Pemegang Peranan

Peraturan

Aktifitas Penerapan Sanksi

Faktor-Faktor Sosial Faktor-Faktor Sosial dan Personal Lainnya

dan Personal Lainnya

Bagan 1. Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat

Bagan diatas menunjukan adanya tiga komponen utama sebagai pendukung bekerjanya hukum di masyarakat. Komponen tersebut yaitu:

1) Lembaga pembuat peraturan

2) Lembaga penerap sanksi

3) Pemegang peranan

Berikut penjelasan dari bagan ketiga komponen tersebut: 14

13 Satjipto Rahardjo, Hukun dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980, hlm 27.

1) Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seseorang pemegang peranan itu diharapkan bertindak.

2) Bagaimana seseorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksi, aktifitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.

3) Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari para pemegang peranan.

4) Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologi dan lain- lainya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan dan birokarasi.

Hukum dapat tercipta bila masyarakat sadar akan hukum tanpa membuat kerugian pada orang lain. Penegakkan Hukum di Indonesia tidak terlepas dari peran para aparat penegak hukum. Menurut Pasal 1 Bab 1 Kitab Undang-undang

14 Ibid, hlm 28.

Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud aparat penehak hukum oleh undang-undang ini adalah sebagai berikut:

1. Penyelidik ialah pejabat polisi negara Repulik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikkan.

2. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap.

3. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang- undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan ketetapan hakim.

4. Hakim yaitu pejabat peradilan Negara yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengadili.

5. Penasehat hukum ialah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk memeberikan bantuan hukum.

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang teribat dalam proses tegaknya hukum, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hkum, jaksa, hakim dan petugas sipil pemasyarakatan. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi, yaitu:

1. institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.

2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya.

3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materiilnya maupun hukum acaranya.

3. Faktor Yang Mendorong dan Menghambat Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor – faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor – faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor – faktor tersebut. Faktor – faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang – undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh – contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia.

1. Undang – undang Undang – undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah (Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1979). Mengenai berlakunya 1. Undang – undang Undang – undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah (Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1979). Mengenai berlakunya

a. Undang – undang tidak berlaku surut.

b. Undang – undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi.

c. Mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

d. Undang – undang yang bersifat khusus menyampingkan undang – undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama.

e. Undang – undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang – undang yang berlaku terdahulu.

f. Undang – undang tidak dapat diganggu gugat.

g. Undang – undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun pribadi, melalui pelestarian ataupun pembaharuan (inovasi).

Keberhasilan atau kegagalan penegakan hukum sesungguhnya sudah dimulai dari pembuatan undang-undang. Jika undang-undang memiliki banyak kekurangan, maka bisa berdampak pada kegagalan penegakan daripada undang-undang itu. Ini perlu disadari pemerintah dan parleman yang terlibat dalam pembuatan undang atau aturan. Hingga saat ini masih banyak peraturan perundang-undangan kita yang tergolong warisan kolonial yang sudaj out of date. Disamping itu tidak sedikit peraturan perundang- undangan yang substansinya dan pengaturannya tidak komprenhensif.

Jika diperhatikan pembuatan undang-undang khususnya DPR, sering kali kepentingan-kepentingan golongan lebih ditonjolkan daripada ketimbang nasional. Hal ini terkait dengan banyaknya fraksi-fraksi di DPR.

2. Penegak Hukum Penegak hukum yang diserahi tugas mengoperasikan hukum, yaitu

hakim, jaksa, polisi, dan advokat sangat menentukan terlaksananya atau tidak hukum itu sebagaimana mestinya. Kualitas sumber daya manusia aparat hukum tersebut, baik kualitas ilmunya maupun moralnya sangat menentukan tindakannya.

Melihat kondisi penegakan hukum di Indonesia selama ini, tidak sedikit lontaran yang meragukan kualitas ilmu dan moral sebagian besar aparat penegak hukum . Satjipto Raharjo (2003: 170-171) mensinyalir, para praktisi hukum itu memang diluar tampak sibuk mengoperasikan hukum, tetapi tidak kita ketahui persis apa yang menjadi kepentingan mereka atau apa yang ada dibelakang kepala mereka.

Pelaksanaan hukum atau penegakan hukum pada umumnya dilakukan dalam dua cara: yakni secara preventif dan represif. Penegakan hukum secara preventif dapat dilakukan lembaga kepolisian dan eksekutif dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum, sedangkan penegakan hukum represif dimaksudkan sebagai penyelesaian atas suatu sengketa atau tindak pidana yang terjadi dan dilaksanakan oleh lembaga- lembaga yang bertugas dibidang yustisional.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin

penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hokum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Khususnya untuk sarana atau fasilitas tersebut, sebaiknya dianut jalan pikiran sebagai berikut:

a. Yang tidak ada, diadakan yang baru.

b. Yang rusak atau salah, diperbaiki atau dibetulkan.

c. Yang kurang, ditambah.

d. Yang macet, dilancarkan.

e. Yang mundur atau merosot, dimajukan atau ditingkatkan.

4. Faktor Masyarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat Indonesia mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan engidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat Indonesia mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan engidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu

Masyarakat juga turut menentukan tegaknya hukum atau tidak. Kesadaran masyarakt atas hak dan kewajibannya, budaya taat hukum, dan pengetahuan masyarakat tentang apa yang dilarang dan apa yang diharuskan oleh hukum sangat menunjang tegaknya hukum sebaimana mestinya.

5. Faktor Kebudayaan Kebudayaan (system) hukum pada dasarnya mencakup nilai – nilai yang mendasari hokum yang berlaku, nilai – nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang

dianggap buruk (sehingga dihindari). Pasangan nilai yang berperan dalam hukum, adalah sebagai berikut:

a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman.

b. Nilai jasmani atau kebendaan dan nilai rohani atau keakhlakan.

c. Nilai kelanggengan atau konservatisme dan nilai kebaharuan atau inovatisme.

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan – kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu menjalankan atau membawakan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan – kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu menjalankan atau membawakan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai

a. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.

b. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi.

c. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.

d. Belum ada kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material.

e. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Halangan – halangan tersebut dapat diatasi dengan membiasakan diri dengan sikap – sikap sebagai berikut:

a. Sikap yang terbuka terhadap pengalaman maupun penemuan baru.

b. Senantiasa siap untuk menerima perubahan setelah menilai kekurangan yang ada pada saat itu.

c. Peka terhadap masalah – masalah yang terjadi disekitarnya.

d. Senantiasa mempunyai informasi yang selengkap mungkin mengenai pendiriannya.

e. Orientasi kemasa kini dan masa depan yang sebenarnya merupakan suatu urutan.

f. Menyadari akan potensi yang ada dalam dirinya.

g. Berpegang pada suatu perencanaan dan tidak pasrah pada nasib.

h. Percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi didalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

i. Menyadari dan menghormati hak, kewajiban, maupun kehormatan diri sendiri dan pihak lain. j. Berpegang teguh pada keputusan – keputusan yang diambil atas dasar penalaran dan perhitungan yang mantap.

B. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

1. Pengertian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Pencemaran nama baik secara harafiahnya adalah tindakan untuk menjadikan seseorang itu rendah diri "humble", atau menjatuhkan taraf seseorang itu dalam masyarakat. Bagaimanapun, istilah ini mempunyai banyak persamaan dengan emosi atau perasaan malu. Pencemaran nama baik secara kebiasaannya bukanlah merupakan pengalaman yang elok, kerana ia mengurangkan ego. Pencemaran nama baik tidak memerlukan penglibatan orang lain, ia boleh jadi kesadaran mengenai taraf diri seseorang, dan boleh menjadi satu jalan bagi menghapuskan perasaan bangga yang tidak sepatutnya. Pencemaran nama baik terhadap orang lain sering digunakan sebagai satu cara seseorang untuk menunjukkan kuasanya kepada orang lain, dan merupakan bentuk biasa penderaan atau penekanan. 15

Hal atau keadaan yang dikomunikasikan atau dipublikasikan lewat internet dapat dikatakan merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik bila

15 http://ms.wikipedia.org/wiki/PencemaranNamaBaik di akses pada 17 Januari 2014 | 00.15 WIB 15 http://ms.wikipedia.org/wiki/PencemaranNamaBaik di akses pada 17 Januari 2014 | 00.15 WIB

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Untuk dapat dikategorikan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik , maka unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah: - Adanya hal atau yang tidak benar yang dikomunikasikan lewat intenet - Hal atau keadaan tersebut mengenai diri seseorang atau suatu badan - Hal atau keadaan tersebut dipublikasikan kepada puhak lain - Publikasi tersebut mengakibatkan kerugian bagi seseorang yang

menjadi objek 16

Di dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE terdapat 2 unsur , yaitu

1. unsur obyektif dan

2. unsur subyektif. Unsur-unsur obyektif di dalam pasal tersebut adalah:

1. Perbuatan:  Mendistribusikan  Mentransmisikan  Membuat dapat diaksesnya.

2. Melawan hukum, yaitu yang dimaksud dengan “tanpa hak”

16 Asri Sitompul, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyber Space,Bandung, PT. Citra Adiyta Bakti, 2001. Hal.75

3. Obyeknya adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Unsur subyektif adalah berupa kesalahan, yaitu yang dimaksud dengan “dengan sengaja”. Ketiga perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diaksesnya suatu informasi dan/atau dokumen elektronik tidak dapat diketemukan penjelasannya di dalam UU ITE tersebut baik dari sisi yuridis maupun sisi IT. Kalau kita lihat konteks pengundangan ini, maka sebenarnya Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini merupakan lex specialis dari KUHP karena merupakan pengkhususan dari penghinaan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) di ranah internet.

3. Ketentuan Pidana Pencemaran Nama Baik

Pada prinsipnya, mengenai pencemaran nama baik diatur dalam KUHP, Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 s.d 342 KUHP.Melihat pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP, dapat kita lihat bahwa didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada beberapa macam

pencemaran nama baik yakni : 17

1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP) Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakuk an dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri,

17 R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, hlm 225.

menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan. 18

2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP) Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata- kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

3. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP) Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa kata- kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasan Pasal 315 KUHP, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “asu”, “sundel”, “bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan “penghinaan ringan”. 19

Dalam menangani kasus pidana penghinaan melalui media internet aparat kepolisian menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dihubungkan dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai lex specislis didalam tindak pidana pencemaran nama baik/penghinaan , yaitu pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dinyatakan:

18 Ibid, hlm 226. 19 Ibid, hlm 228.

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencema ran nama baik.”

Ketentuan pidana terkait pencemaran nam baik yang dilakukan melalaui jaringan internet diatur didalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi bahwa:

“Setiap orang yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”