Provinsi Jawa Timur Kabupaten Blitar
5.1.1 Provinsi Jawa Timur Kabupaten Blitar
K wilayah penunjang dan pusat pemerintahan di wilayah Blitar,
abupaten Blitar sejak masa penjajahan Belanda terkenal sebagai kota kecil di tengah perkebunan. Sementara sebagai
melalui Staatsblad van Nederlansche Indie tahun 1906 Nomor 150 tanggal 1 April 1906, pemerintah Hindia Belanda menetapkan pembentukan Gemeente Blitar sebagai ibukota (Kabupaten) Blitar.
Keberadaan perkebunan‐perkebunaan di wilayah Blitar tetap dipertahankan di beberapa daerah, meskipun ada beberapa tempat yang pada saat paska kemerdekaan RI tahun 1945 ada wilayah perkebunan yang ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya yang berkebangsaan Eropa. Pada saat terjadi nasionalisasi, banyak perusahaan perkebunan ini kemudian dibeli atau dipindah tangan kepada pemilik‐pemilik baru yang adalah orang Indonesia, meskipun ada pula perkebunan yang kemudian menjadi tidak diolah (terlantar). Hasil produk bumi dan sumber daya alam Kabupaten Blitar menjadi produk yang utama dari Kabupaten ini. Hasil produk perkebunan yang utama saat ini adalah karet, kopi, dan tebu.
Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah di mana dilakukan pilot project Program pembaruan Agraria Nasional, yaitu di atas tanah berstatus hak erfpacht yang telah ditegaskan sebagai Tanah Obyek Landreform melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan jumlah luas 17.116,9864 hektar dan dari luas tanah tersebut yang belum diredistribusikan melalui kegiatan sertifikasi adalah seluas + 5.448,4649 hektar dengan jumlah bidang
Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 135 Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 135
Tabel 5
Data Pelaksanaan PPAN di Desa Sumber Asri Kecamatan Nglegok dan Desa
Ngaringan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar
Tahun
No Desa/Kecamatan
Luas Tanah KK Luas 1 Desa Sumberasri
Bid. Juml. Tanah
Juml.K
Luas
Bid.
Juml.K
Tanah
476. 1.194 644 1.790. Kecamatan Nglegok
m 2 m 2 134/DJA/1982 Tanggal 12-08-1982 SK Redistribusi No. 420.3.35.29
2 Desa Ngaringan 601
SK TOL No. 37/DJA/1983 tanggal 25-02-1983 SK Redistribusi No. 420.3.35.29
Sumber: Data Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar, diolah. Desa Sumber Asri dan Desa Ngaringan hanya 2 (dua) dari 30
desa di Kabupaten Blitar yang menjadi daerah pertama pelaksanaan Program Pembaruan Agraria di Kabupaten Blitar pada tahun 2007, meskipun sesungguhnya melihat dari data yang ada, kedua desa tersebut telah merupakan Desa dengan Tanah Obyek Landreform tahun 1982 dan 1983, yang kemudian ditegaskan untuk diredistribusikan melalui SK Kepala Kantor Pertanahan Blitar sebagai bagian dari Program PPAN tahun 2007, 2008 dan 2009.
136 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan
1) Desa Gambar Anyar Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar
Dusun Gambar Anyar Desa Sumber Asri terletak di sebelah timur laut Kabupaten Blitar, dengan jarak 20 (dua puluh) kilo meter dari pusat Kota Blitar. Dusun Gambar Anyar dan Desa Sumber Asri termasuk ke dalam zona merah Gunung Kelud, gunung berapi aktif di Jawa Timur, dan dalam riwayat letusan Gunung Kelud terakhir tahun 1940‐an, Dusun ini termasuk dalam dusun yang menjadi aliran lahar termasuk lahar dingin dari letusan Gunug Kelud. Sebagai bentuk antisipasi, sekeliling Desa Sumber Asri kini dibuatkan semacam dam untuk mengontrol aliran lahar dingin dari puncak Gunung Kelud. Beberapa lokasi pertanian dan perkebunan juga berada di dalam lokasi “buangan” aliran lahar Gunung Kelud. Namun, salah satu manfaat positif dari posisi Desa yang berada di bawah Gunung berapi adalah tanahnya yang cukup subur di hampir sebagian besar wilayah Desa.
Dalam riwayat agraria Dusun Gambar Anyar, tanah yang berada di wilayah Dusun Gambar Anyar awalnya merupakan tanah yang tidak diolah (“bongkor”dalam bahasa setempat). Tanah‐tanah yang ditinggalkan pemilik perkebunan ini kemudian dikelola dan diolah oleh masyarakat setempat hingga mengeluarkan hasil bahan pangan lokal yang digunakan untuk kebutuhan sehari‐hari dan untuk membantu kebutuhan pangan tentara nasional indonesia. Pengelolaan tanah oleh masyarakat ini bahkan kemudian mendapat ”jaminan” dari Presiden Sukarno yang sempat berkunjung ke wilayah yang dekat dengan Dusun Gambar Anyar, yaitu di Kalibadak dengan mengatakan bahwa, ”tanah yang diterlantarkan sebagai peninggalan Jepang yang telah digarap oleh rakyat menjadi milik rakyat dan tidak boleh diganggu gugat.”
Namun, sejarah tahun 1965 kemudian merubah kondisi yang ada menjadi mencemaskan masyarakat yang ada di Dusun Gambar Anyar. Salah satu perusahaan perkebunan yang ada di wilayah itu
Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 137 Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 137
Proses ”perampasan” tanah yang sudah sempat digarap masyarakat ini kemudian memberikan ”legitimasi” terhadap perusahaan 54 perkebunan NV Gambar Anyar untuk kembali beroperasi. Pada masa pemerintahan Orde Baru, semua masyarakat telah kehilangan tanah dan banyak yang kemudian alih‐alih menjadi tergantung pada perkebunan menjadi buruh kebun.
Di era reformasi, terjadi gerakan masif ”land reclaiming” termasuk yang terjadi di Dusun Gambar Anyar. Masyarakat Gambar Anyar yang memang diliputi kemiskinan sekian puluh tahun berada di dalam wilayah perkebunan hanya menjadi buruh kebun, pada era reformasi juga kemudian mulai memikirkan untuk mendapatkan tanah garapan. Pada tahun 1998, sekitar 800 orang masyarakat Dusun Gambar kemudian mendatangi perusahaan NV Gambar Anyar, untuk meminta tanah garapan kepada perkebunan.
54 Singkatan dari Naamloze Vennotschappe, atau Perusahaan Terbatas milik Swasta yang berlaku di era pemerintahan kolonial Hindia
Belanda. Di dalam hukum Indonesia sekarang sudah harus diganti dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT).
138 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan
Masyarakat menyadari bahwa sumber dari kemiskinan mereka adalah tidak adanya tanah garapan yang dapat menambah penghasilan mereka selain sebagai buruh perkebunan, karenanya ketika mendengar bahwa di beberapa daerah juga terjadi tuntutan untuk mendapatkan tanah, mereka kemudian mengorganisir diri ke dalam Perkumpulan Petani Area Blitar (PPAB) dan bergabung dengan gerakan mahasiswa yang ada di Blitar untuk kemudian menuntut tanah yang dalam sejarah ingatan masyarakat Gambar pernah menjadi tanah garapan mereka di era penjajahan Jepang.
Perjuangan masyarakat Gambar tidak hanya berhenti di Perkebunan Gambar Anyar, tapi juga kemudian mengunjungi dan meminta dukungan dari pemerintah daerah yang ada di Blitar, termasuk dari DPRD Kabupaten Blitar bahkan sempat mengirimkan surat untuk Presiden RI saat itu. Perjuangan masyarakat Gambar Anyar mulai mendapatkan perhatian dari Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, dan Gubernur Jawa Timur.
Pada tahun 2000‐an setelah perjuangan panjang, masyarakat Gambar Anyar akhirnya diberi lahan/tanah oleh pihak Perkebunan Gambar Anyar seluas 212 ha. Tanah seluas tersebut kemudian didistribusikan oleh PPAB kepada masyarakat Gambar Anyar, baik yang secara langsung terlibat dalam proses perjuangan menuntut tanah, maupun kepada masyarakat asli Gambar lainnya.
Pada tahun 2007, saat mendengar adanya Program Pembaruan Agraria Nasional dan program sertifikasi tanah oleh BPN, PPAB dan masyarakat Blitar mengajukan diri ke BPN untuk mendapatkan manfaat dari program itu. Setelah BPN melakukan pemeriksaan di lapangan dan pengukuran ulang, maka ditetapkanlah Dusun Gambar Anyar sebagai salah satu dusun pelopor dilaksanakannya PPAN tahun 2007. Pelaksanaan program PPAN di Kabupaten Blitar sendiri ditandai dengan pemberian sertipikat tanah secara masal yang dilakukan oleh Deputi Kepala
Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 139
Badan Pertanahan Nasional dan disaksikan secara langsung oleh Gubernur Jawa Timur dan Bupati Blitar.
2) Desa Ngaringan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar
Ngaringan masuk dalam daftar Tanah Objek Landreform (TOL) yang dikeluarkan pemerintah sejak 1965 dengan SK Direktorat Jenderal Agraria No. 37/DJA/1983 yang dikeluarkan tanggal 25 Februari 1983. Dengan melakukan penelitian di desa ini, peneliti berharap mendapatkan gambaran lain dari karakteristik pelaksanaan program RA sebagai pembeda atas apa yang didapat peneliti di Gambar Anyar. Tidak berbeda jauh dengan Gambar Anyar, tanah di Ngaringan sebagian besar merupakan tanah bekas perkebunan. Namun, perkebunan di desa ini sudah tidak berfungsi sejak jaman kemerdekaan. Perkebunan milik Belanda terpaksa berhenti karena desakan penjajah Jepang (1942), belum sempat pemerintahan Jepang mengolah tanah perkebunan tersebut Jepang sudah terusir dari Indonesia (1945). Kemudian melihat tanah perkebunan yang terlantar warga sekitar perkebunan berinisiatif memanfaatkannya, dengan melakukan pembabatan atas tanah yang sudah diterlantarkan dan ditumbuhi ilalang dan belukar, maka terjadilah redistribusi tanah secara separatis oleh warga.
Paska proses pembabatan, pemanfaatan tanah‐tanah tersebut kemudiandilakukan selama bertahun‐tahun secara turun‐ temurun (sudah melalui pewarisan), sehingga secara sadar dan tidak sadar warga sudah mengganggap tanah tersebut sebagai milik mereka. Kepemilikan tanah tersebut jelas tidak memiliki kepastian hukum karena warga tidak memiliki sertipikat kepemilikan tanah. Baru pada tahun 1999, melalui program adjudikasi yang dilaksanakan BPN, ada beberapa warga yang akhirnya mendapatkan sertipikat tanah, Karena program ini kurang popular hanya sedikit warga yang mengetahui dan memanfaatkan program ini.
140 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan
Pada 2007 melalui program RA, BPN berhasil menjaring lebih banyak lagi warga desa Ngaringan, khususnya dusun Bintang, yang mengajukan permohonan sertifikasi tanah. Uniknya, selama ini warga di desa Ngaringan menganggap tanah yang mereka olah dan mereka tempati adalah tanah milik mereka bukan milik negara, dengan adanya program ini warga menyadari kekeliruan tersebut sehingga warga cukup antusias mengikuti program ini. Berdasarkan data yang didapat sekitar 95% (601 pemohon) warga pemohon berhasil mendapatkan sertipikat. Sisanya 5% ditolak karena umumnya mereka adalah warga yang sudah memiliki sertipikat melalui program adjudikasi tahun 1999 yang ingin merubah sertipikat mereka.
Selain mendapat kepastian hukum, warga juga diuntungkan karena proses pengajuan sertipikat tanah ini karena sifatnya gratis, warga tidak mengeluarkan biaya sama sekali, warga hanya dikenakan pajak (BPHTB atau Biaya Pemilikan Hak atas Tanah dan Bangunan) sesuai dengan luas tanah mereka dan biaya materai. Penetapan pajak disesuaikan dengan luas tanah, namun karena umumnya luas tanah yang dimintakan sertipikat di bawah nilai jual objek pajak maka warga banyak yang tidak dikenakan pajak.