Kronologis Pencanangan PPAN/RA di BPN

4.2.2 Kronologis Pencanangan PPAN/RA di BPN

Tonggak pencanangan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau reforma agraria di era Presiden Yudhoyono identik dengan pengangkatan Joyo Winoto pada pertengahan tahun 2005 sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI. Pasca pengangkatan tersebut, langkah awal yang ditempuh Kepala BPN adalah mengumpulkan kalangan akademisi dan para aktivis gerakan ‐gerakan agraria untuk berdiskusi dan mensistematisasi persoalan ‐persoalan agraria di Indonesia. Selanjutnya BPN melakukan sejumlah persiapan operasional agar reforma agraria bisa dijalankan. BPN melakukan pembenahan internal dan eksternal. Langkah‐langkah internal yang ditempuh BPN sebagai berikut (BPN, 2007: 30‐33):

Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 111

1. Penataan kelembagaan Penataan kelembagaan BPN RI dilakukan dengan penerbitan Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional pada 11 April 2006. Terbitnya Perpres No.

10 Tahun 2006 menandai dilakukannya penataan secara fundamental sistem pertanahan di Indonesia. Perpres ini secara tegas menyatakan bentuk penguatan kelembagaan BPN di dalam kerangka pelaksanaan reforma agraria. Dalam Perpres ini dinyatakan tugas pokok BPN adalah “melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan 53 sektoral”. Sedangkan fungsi BPN disebutkan memiliki 21 fungsi, di antaranya adalah pelaksanaan reforma agraria, pengkajian dan penanganan konflik agraria serta pemberdayaan masyarakat. Seiring dengan penguatan tugas pokok dan fungsi ini, Perpres tersebut juga menguatkan struktur kelembagaan BPN yang bersifat vertikal disertai dengan penambahan kedeputian baru yakni Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.

Penataan kelembagaan BPN ini selain menyangkut “perangkat keras” juga dilakukan terhadap “perangkat lunaknya”, antara lain berupa reorientasi kebijakan sebagaimana tertuang dalam Dokumen Renstra BPN RI 2007‐2009. Dalam Renstra ini Visi BPN ‐RI dinyatakan sebagai berikut: “Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar‐ besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.” Sedangkan Misi BPN‐RI 2007‐2009 adalah: “Mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk: peningkatan kesejahteraan rakyat,

53 Jika kita analisis, kalimat ini justru semakin menegaskan bahwa BPN hanya satu diantara berbagai lingkup sektoral yang merupakan

sumber masalah pengelolaan sumber daya agraria selama ini. 112 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan sumber masalah pengelolaan sumber daya agraria selama ini. 112 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan

Berdasarkan tugas pokok, fungsi serta visi dan misi BPN di atas, maka sasaran strategis yang diharapkan akan dicapai BPN adalah sebagai berikut:

(1) Pertanahan berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber‐sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta peningkatan ketahanan pangan (Prosperity).

(2) Pertanahan berkontribusi secara nyata dalam peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) (Equity).

(3) Pertanahan berkontribusi secara nyata untuk mewujudkan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan

Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 113 Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 113

(4) Pertanahan berkontribusi secara nyata bagi terciptanya keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas‐ luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat (Sustainability).

2. Penataan Sumber daya Manusia (SDM) Kepala BPN melakukan perombakan struktur dan personil BPN secara besar‐besaran. Dilakukan rotasi, mutasi, dan promosi SDM antar komponen dan wilayah. Perombakan struktur personil BPN dilakukan mulai 21 Juni 2006 yakni sebanyak 717 pejabat eselon II dan III. Proses rotasi, mutasi, dan promosi ini selanjutnya terus menjadi kebijakan pengorganisasian personil BPN sebagai lembaga negara yang bersifat vertikal.

3. Pembuatan model‐model reforma agraria Setiap Kantor Wilayah BPN di tingkat provinsi diminta memberikan dan melakukan uji coba di 2 atau 3 lokasi model reforma agraria dengan luasan sekitar 300 hektar untuk setiap lokasi.

4. Pembentukan tim penyusunan reforma agraria (PPAN) BPN membentuk Tim Penyusun Reforma Agraria (PPAN) untuk melakukan kajian dan analisis kritis perihal subjek, objek, mekanisme dan lainnya, serta koordinasi dengan berbagai pihak pemangku kepentingan.

5. Pembentukan kelompok kerja Tindak lanjut pembentukan Tim Reforma Agraria dilakukan dengan membentuk kelompok kerja reforma agraria.

114 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan

Pembentukan kelompok ini dikukuhkan melalui Keputusan Kepala BPN RI No. 01‐VII‐2007 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pembaruan Agraria Nasional. Terdapat empat kelompok kerja yang terbentuk, yakni: (1) Kelompok Substansi Reforma Agraria; (2) Kelompok Kerja Objek dan Subjek Reforma Agraria; (3) Kelompok Kerja Mekanisme Reforma Agraria; dan (4) Kelompok Kerja Kelembagaan Reforma Agraria. Keempat kelompok kerja ini melakukan kajian terhadap tanah‐tanah yang tersedia (objek), penerima manfaat (subjek), mekanisme dan delivery system dan kelembagaan reforma agraria.

6. Internalisasi reforma agraria Pembahasan reforma agraria dilakukan dalam berbagai rapat kerja di lingkungan BPN di seluruh Indonesia, mulai dari kantor wilayah di tingkat provinsi hingga kantor pertanahan di kabupaten/kota.

7. Kajian potensi objek reforma agraria Dilakukan pengkajian tentang potensi objek reforma agraria, sehingga diperoleh lokasi objek potensial reforma agraria di daerah yang berpenduduk jarang terdapat di 17 provinsi, seluas 8,15 juta hektar dan di daerah yang padat penduduknya seluas 1,1 juta hektar. Kajian atas potensi objek reforma agraria inilah yang selanjutnya menjadi landasan dalam pelaksanaan reforma agraria.

8. Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pembaruan Agraria Nasional Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pembaruan Agraria Nasional (PAN) dilakukan secara intensif di lingkungan internal BPN. Selanjutnya pembahasan interdep rancangan PP tentang PAN mulai dilaksanakan secara intensif sejak 9 April 2007.

Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 115

Selain langkah mereformasi diri secara internal, BPN juga melakukan langkah‐langkah persiapan secara eksternal, antara lain (BPN, 2007: 33‐39):

1. Diskusi dengan organisasi tani dan gerakan agraria Kepala BPN dan jajaran birokrasi BPN secara simultan dan terus menerus melakukan diskusi dengan berbagai organisasi tani dan gerakan agraria baik yang berada di tingkat nasional, regional, maupun lokal di tingkat kabupaten/kecamatan/desa. Organisasi gerakan tani dan agraria yang telah diajak berdiskusi dengan BPN antara lain: Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Serikat Petani Pasundan (SPP), Kelompok Studi Pembaruan Agraria (KSPA), Bina Desa, Serikat Tani Nasional (STN), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Petani Lampung (SPL), Petani Mandiri, Dewan Tani Indonesia (DTI), Aliansi Petani Indonesia (API), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Serikat Tani Nasional (STN), HUMA, FKKM, ORTAJA, PBHI, YLBHI, Serikat Tani Bengkulu, Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH), Obor Tani, Serikat Petani Jawa Tengah, Koalisi Penyelamat Bangsa (KOPEBANG), dan lain‐lain.

2. Diskusi akademisi, pakar dan lembaga kajian Untuk mematangkan ranah konseptual pelaksanaan reforma agraria, BPN juga melakukan diskusi dengan kalangan akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Bengkulu dan sebagainya, dengan berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi, antropologi, ekonomi pembangunan, hukum agraria, dan lain‐lain.

3. Diskusi dengan organisasi profesi Diskusi dengan organisasi profesi dilakukan untuk mematangkan reforma agraria di tataran implementasi.

116 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan

Sehingga diskusi yang terjadi adalah antara BPN dengan Asosiasi Pejabat Pembuat Akta Tanah, Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Asosiasi Sawit Indonesia, dan Real Estate Indonesia.

4. Diskusi dengan lembaga reforma agraria internasional Diskusi dengan lembaga reforma agraria internasional dilakukan guna memperkaya perspektif dan wawasan internasional antara BPN RI dengan Rural Development Instutute dan International Land Coalition.

5. Simposium dan seminar nasional Pada tahun 2006 guna mendorong lahirnya pemikiran kritis, terobosan kebijakan, dan konsensus luas untuk memberikan

jawaban terhadap persoalan keagrariaan, maka diselenggarakan Simposium dan Dialog Agraria Nasional. Kegiatan ini dilakukan di Medan, Makasar, dan Jakarta.

Simposium pertama berlangsung di Medan (15 November 2006) mengusung tema “Landasan Politik, Hukum, Sosial dan