PraktikAgrarian reform di Beberapa Negara

2.2 PraktikAgrarian reform di Beberapa Negara

Kajian terhadap negara lain adalah upaya untuk memahami pengalaman ‐pengalaman mereka dalam melakukan distribusi tanah, baik melalui Landreform maupun distribusi tanah melalui mekanisme lainnya. Upaya belajar dari negara lain adalah untuk mendalami keberhasilan dan kegagalan suatu program. Tentu saja karakter sistem negara, ideologi, aspek politik dan kondisi lokal lainnya perlu dilihat lebih mendalam, sehingga keberhasilan negara lain bisa dijadikan best practices yang mungkin bisa diterapkan dengan penyesuaian di Indonesia, sementara kegagalan negara lain dapat dijadikanpelajaran agar pengalaman serupa tidak terjadi dalam kebijakan pertanahan di Indonesia.

Filipina merupakan suatu negara yang pada waktu lalu tidak mempunyai program landreform yang signifikan. Tetapi sejak tahun 1990 ‐an program Landreform di Filipina berkembang sebagai suatu komponen penting dalam kebijakan pembangunan dan agenda politik yang mempunyai derajat implementasi yang tinggi. Kemudian Filipina juga mengalami pengenalan dari pendekatan pro‐ pasar terhadap Landreform sejak akhir dekade 1990‐an yang dikendalikan oleh program Landreform yang dikendalikan oleh negara. Comprehensive Agrarian Reform Programme (CARP) seringkali dijadikan acuan pembelajaran bagi negara lain. Tetapi hal ini perlu ditanggapi secara mendalam, mengingat adanya konteks‐ kontek politik lokal dan revolusi yang terjadi di negara tersebut

36 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan 36 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan

Vietnam adalah tipe negara yang pada awalnya mempunyai konstruksi sosialis pada waktu yang lalu, dan sekarang ini mempromosikan berbagai variasi bentuk dan derajat orientasi pasar dalam kebijakan pertanahannya yang mempunyai dampak tertentu dalam hal kemiskinan dan ketimpangan. Pada awalnya, ketika komunis mempunyai kekuasaan yang kuat, tanah di Vietnam didistribusikan kepada kaum miskin perdesaan, tetapi segera setelah itu diikuti dengan sistem pertanian kolektif. Ketika reformasi ekonomi diperkenalkan pada tahun 1989, Vietnam memasuki suatu transisi pada ekonomi yang lebih berorientasi pasar. Sekitar tahun 1981, pemerintah Vietnam memberikan otorisasi kepada individu kepala keluarga untuk memasuki sistem kontrak produksi dengan melalui koperasi pertanian yang pada akhirnya diformalkan keberadaannya. Diakui bahwa sistem contract farming ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur dan insentif serta terjadinya peningkatan yang cepat dalam output pertanian pada awal dekade 1980‐an. Proses decollectivization Vietnam, seperti halnya di Cina berisi sebuah redistribusi hak‐hak atas tanah.

Di Vietnam, Negara dianggap memiliki tanah. Para petani mempunyai hak untuk menggunakan, mewariskan dan memindah‐ tangankan penggunaan tanah, untuk disewakan dan digunakan

Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 37 Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 37

50 tahun untuk tanah hutan. Penjualan tanah tidak diperkenankan. Kemudian terdapat pengenaan pajak tanah yang dilihat dari proporsi output per hektarnya. Namun terdapat suatu larangan dalam pola‐pola penggunaan tanah yaitu secara umum tanah sawah tidak diijinkan dikonversi menjadi tanaman lainnya.

Malaysia mempunyai pengalaman dengan skema FELDA (Federal Land Development Authority). Skema ini merupakan sistem distribusi tanah dan pemberian akses kredit dengan tanaman utama kelapa sawit. Sistem ini menjadi contoh pengembangan Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) di Indonesia.Namun, sistem FELDA ini sangat terkait dengan kebijakan pengembangan bumiputera Malaysia, yaitu untuk pengembangan masyarakat Melayu. Dengan demikian, sistem ini agak sulit diterapkan pada negara di mana pluralisme etnik terjadi. Sedangkan Kamboja mempunyai pengalaman ‐pengalaman dalam distribusi tanahnya yang terkait dengan kondisi negara pasca perang. Oleh sebab itu beberapa contoh distribusi tanah negaranya terkait dengan kepentingan‐ kepentingan repratriasi, eks‐combatant dan lainnya.

Selain negara‐negara Asia Tenggara, beberapa negara Asia Timur lainnya juga melakukan reforma agraria. Misalnya reforma agraria di Taiwanberbarengan dengan Indonesia di tahun 1961. Bedanya dengan Indonesia yang pelaksanaan reforma agrarianya karam sebelum berkembang di pertengahan tahun 1960‐an, Taiwan justru secara konsisten dan bertahap berhasil menjadikan reforma agraria sebagai strategi pembangunannya.Subjek reforma agraria di Taiwan adalah petani penggarap, dengan tiga objek tanah, yakni: (1) tanah pemerintah, (2) tanah kelebihan maksimum, dan (3) tanah yang tidak diusahakan sendiri oleh pemiliknya. Adapun beberapa metode yang dilancarkan pemerintah Taiwan dalam implementasi

38 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan 38 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan

Wiradi (2009: 116) telah membuat kategorisasi dari pelaksanaan Reforma Agraria di berbagai negara yang dapat dijadikan gambaran menyeluruh tentang bentuk‐bentuk reforma agraria 11 yang pernah ada, yaitu:

a. Reforma Agraria berdasarkan ideologi ekonomi, yaitu:

1) Model Kapitalis

2) Model Sosialis

3) Model Neo‐populis

b. Reforma Agraria berdasarkan arah transaksi, yaitu:

1) Collectivist reform, inti konsepnya adalah “mengambil dari yang kecil untuk dijadikan besar”;

2) Redistributive reform, intinya adalah “mengambil dari yang besar untuk dibagikan pada yang kecil”, yang lebih lanjut dapat dibedakan lagi berdasarkan kriteria teknis luas lahan/ tanah yang diperkenankan untuk dimiliki perorangan oleh negara, yaitu:

11 Seluruh skema kategorisasi bentuk Reforma Agraria ini dapat dilihat di dalam buku Gunawan Wiradi (cetakan baru tahun 2009), Reforma

Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir. Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 39 Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir. Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 39

ii. Batas maksimum ditetapkan tetapi batas minimum /tanah diambangkan atau tidak disebutkan dengan jelas luasannya;

iii. Dua ‐duanya (baik batas maksimum maupun minimum) diambangkan atau tidak disebutkan dengan jelas luasannya.

c. Reforma Agraria berdasarkan peran dominan yang menjalankannya, yaitu:

1) Reform by grace, di mana peran pemerintah sangat dominan dalam pelaksanaan reforma agraria;

2) Reform by leverage, di mana peran rakyat secara terorganisir melalui organisasi tani sangat besar, dan dijamin oleh peraturan perundang‐undangan nasional.