15
4.4 Resistensi
Mimikri adalah perilaku yang dilakukan karena rasa minder. Rasa minder ini ditutupi dengan meniru perilaku mereka yang meer lebih. Mereka menyangkal, melawan,
kekurangan yang ditunjukkan pihak meer dengan menunjukan kemampuan yang sama. Homi Bhabha mengaitkan tindak mimikri, peniruan oleh si Hitam terhadap si Putih,
dengan unsur resistensi. Richard King 1999 mengatakan, ruang kolonial adalah ruang agonistik. Pendapat ini dapat diartikan bahwa hubungan terjajah dan penjajah bersifat
kompetitif. Dalam hemat saya, “mimic man” meniru sekaligus ingin menunjukkan daya kompetisinya; dengan meniru sekaligus dia menyatakan bahwa kemampuannya tidak kalah
dengan kemampuan yang ditiru. Daya kompetisinya menjadi senjata untuk bertahan bahkan untuk menyerang..
Para bangsawan di Jawa awal mulanya adalah tokoh yang menduduki tempat tertinggi dalam strata kemasyarakatan di wilayah mereka. Kehadiran pemerintah kolonial
menempatkan kedudukan mereka sebagai bupati-bupati yang dikontrol oleh residen. Bupati dapat dipecat dari jabatannya oleh gubernur jenderal atas usulan residen. Fasseur
1997: 25 mencatat adanya pemecatan duabelas bupati di Jawa antara tahun 1838-1848. Dengan menempuh pendidikan modern mereka inginmemenuhi tuntuan bupati ideal.
Minke bersekolah di HBS, tetapi menolak menjadi bupati sesuai tradisi. Pemecatan tentusaja dapat dipandang membawa aib bagi keluarga. Karena
permasalah berjudi dan menggelapkan gaji para kepala daerah, residen Labuwangi mengusulkan pemecatan bupati Ngajiwa. Ibunda bupati rela berlutut dan merendahkan diri
: “..dan dengan keras dia berteriak bahwa dia putri keturunan Sultan Madura untuk selamanya akan menjadi budaknya “ KD: 130. Ketika permintaan tidak dituruti, keluarga
bangsawan yang telah lama bekerja sebagai perpanjangan kekuasaan, dan mengantongi banyak penghargaan menjadi murka. Mereka mengurus pemberontakan di luar kota
dengan diam-diam, mereka juga melancarkan gangguan guna-guna terhadap istri residen. Dalam istilah Bhabha 1994 perlawanan ini ditandai sebagai kamuflase; mereka meniru
atau mengikuti tuntutan identitas ideal dan panggilan peradaban, tetapi menyembunyikan perlawanan dan dendam di sebaliknya.
Perlawanan melalui guna-guna, perlawanan dalam tindak mimikri serupa ancaman yang dapat dirasakan adanya, tetapi tidak dapat dilihat dari mana kehadirannya, Van
16
Oudijck mengatakannya sebagai kekuatan di bawah gunung berapi yang tenang, sebagai kekuatan yang mengganggu dan mengusili. Pada akhirnya manusia mimikri menjadi
ancaman berbahaya bagi otoritas kolonial justru karena kemiripan dan perlawannan yang dibawanya.
Perlawanan kolonialisme mendapatkan tempatnya dalam karya sastra. Max Havelaar telah memotret ketidakadilan pemerintahan Belanda, terutama melalui kisah
Saijah dan Adinda Dolk, 1996. Mengikuti jejak Multatuli, Boeka, nama samaran dari
P.C.C. Hansen, menulis roman-romannya dengan tema kemiskinan dan kesengsaraan rakyat pribumi dan membela pribumi orang Jawa dari prasangka orang Belanda sebagai
orang malas, apatis, fatalistik, tunduk-tunduk, dsb. Hartoko, 1979. Madelon Hermina. Szekely-Lulofs lewat Koeli dan Rubber yang memotret kehidupan masyarakat pribumi di
Deli atau Njoet Nja Dien yang menghadirkan pahlawan wanita Aceh Ibid.,1979: 215; Sastrowardoyo, 1983.
5. Kesimpulan