Menggapai Identitas Kultural dalam liminal space

12 Kegagalan Minke Mempertahankan Istrinya Berbeda dengan DSK yang dituturkan oleh pencerita bukan tokoh, BM menjadi semacam memoar tokoh Minke. Minke, sebagai tokoh sekaligus menjadi narator utama. Dia membuka peristiwa dengan memperkenalkan dirinya yang menuliskan kisah yang dialaminya belasan tahun yang lalu: “Tigabelas tahun kemudian catatan pendek ini kubacai dan kupelajari kembali, kupadu dengan impian dan khyal. Memang menjadi lain dari aslinya. Tak kepalang tanggung. Dan begini kemudian jadinya” BM, 1980: 1. Cerita berlanjut dengan perkenalan diri Minke saat berada di bangku sekolah dan mengemukakan pandangannya tentang perkembangan dunia. Perkenalan diri diputus oleh kedatangan Robert Suurhof yang mengajaknya mengunjungi keluarga Mellema: Tuan dan Robert Mellema yang tak menyenanginya, Nyai Ontosoroh dan putrinya yang menyukainya. Jatuh cinta pada pandang pertama menyatukan Minke dan Annelies dalam satu rumah. Suatu hari keluarga tersebut menemukan mayat Tuan Mellema di rumah plesiran Babah AH Tjong yang tak jauh dari rumah mereka. Pengadilan pun digelar. Babah Ah Tjong dinyatakan bersalah telah sengaja memberikan ramuan yang membahayakan jiwa Mellema secara perlahan-lahan; Minke dan Annelies diusik kebersamaan mereka dalam satu rumah. Peristiwa ini berakibat pada dikeluarkannya Minke karena dianggap sudah lebih dewasa daripada teman sebayanya. Dengan pertolongan Tuan Asisten Residen kota B., Minke kembali ke sekolah dan lulus dengan nilai terbagus seluruh Surabaya. Akhirnya dia menikahi Annelies secara Islam. Sayang, kebahagiaan tak berlangsung lama. Ir. Maurits Mellema menuntut haknya atas harta warisan ayah kandungnya, dan juga hak perwalian atas Annelies yang belum dewasa menurut hukum Eropa. Perkawinan Minke dan Annelies dibatalkan oleh pengadilan Eropa, dan Annelies harus berangkat ke Belanda dan hidup di bawah pengawasan keluarga Mellema.

4.3 Menggapai Identitas Kultural dalam liminal space

Berada dalam lingkungannya sendiri, si Hitam hanya melihat kesamaan antara dirinya dan sesamanya: pemikiran, gaya, aksen, atau bahasa. Namun, ketika dia berada di luar lingkungannya, berada di tanah baru, atau dalam pertemuan antara dirinya dengan orang Putih, dia melihat perbedaan yang ada di antara mereka. Dia mempertanyakan 13 identitasnya, dan merasa tergoda untuk mewujudkan kemurnian ras; dia merasa tidak setara dengan si Putih. Kesadaran akan perbedaan, akan ketidakmurnian ras menggelisahkan si Hitam. Akhirnya, dia terdorong, dipaksa memasuki liminal space. Dalam kasus kolonialisme penjajah adalah migran. Sebenarnya merekalah yang keluar dari lingkungan mereka sendiri dan menemukan orang – orang yang berbeda dengan dirinya. Sebagaimana dikemukakan Sarup 19962002 identitas dapat terbentuk karena perbedaannya dengan yang lain. Namun alih-alih merasa tersudut, justru mereka berhasil menciptakan wacana bahkan mitos mengenai kemurnian ras mereka di tanah yang baru. Dengan teknologi kapal dan tenuntekstil mereka merasa lebih berbudaya daripada penduduk pribumi. Penduduk aslilah yang akhirnya mengakui bahwa identitas mereka minder; dan karena hal itu mereka menjadi terjajah. Bartels 1990 memberi gambaran bagaimana orang Maluku masa kolonialisme menghabiskan uang agar anak mereka dapat berbahasa Belanda sehingga kedudukan mereka lebih dekat dengan orang Belanda. Tuntutan untuk memenuhi identitas meer posisi lebih dilakukan oleh pribumi maupun kelompok Indo yang mendapati diri mereka dalam posisi minder kurang. Nyai Ontosoroh yang ditukar ayahnya dengan jabatan kasir menolak identitasnya yang lama. Dia selalu menanyakan pada “suaminya” kemajuan yang telah dicapainya. Sudahkan dia seperti wanita Eropa: bahasa Belanda dan cara bersikapnya? Bacaan yang dibacanya bahkan jauh melebihi yang dibaca oleh kebanyakan wanita Eropa di Hindia Belanda. Nyai merasa puas dengan keadaannya. Namun, prestasi yang dicapainya tidaklah menentukan bahwa identitasnya berubah menjadi sama dengan identitas wanita Belanda. Dia adalah pribadi yang berbeda dengan asalnya, dia menjadi mirip dengan yang ditirunya tetapi tidaklah sama persis almost the same, but not quite. Ketika berlangsung sidang melawan Ir. Maurits Mellema, Nyai Ontosoroh diperintahkan oleh hukum untuk tidak berbicara dalam bahasa Belanda. Meskipun bahasa Belandanya sangat bagus, dia tidak diperbolehkan menjawab langsung pertanyaan hakim; seorang pribumi harus berbicara Melayu dan dibantu oleh seorang penerjemah Melayu-Belanda. Nyai Ontosoroh merasa dilemparkan ke hunian aslinya; dia disadarkan pada posisinya yang tidak sama dengan orang Belanda. Minke adalah lulusan terbaik HBS Hogere Burger School Surabaya, dia mengalahkan pelajar-pelajar lain bahkan yang totok Belanda. Namun, dalam hukum dia harus mengakui bahwa hukum Belanda berada di tingkat yang paling tinggi di Hindia 14 Belanda. Pernikahannya dengan Annelies yang sah secara hukum Islam dan pribumi dapat dibatalkan oleh hukum kolonial Belanda. Meskipun Annelies Mellema menolak, sebagai gadis di bawah 17 tahun hukum tetap menempatkan dia di bawah pengasuhan mantan istri istri Tuan Mellema. Perkawinan dibatalkan menurut hukum kolonial Belanda dan dia diperintahkan untuk bertolak ke Belanda meninggalkan suami dan ibu kandung yang dikenalnya. Annelies adalah pribadi hibrid; dia yang selalu menyebut dirinya pribumi, kini harus mengakui kenyataan bahwa dia warga Belanda. Dia mengalami kegoncangan identitas..... Dalam kehidupan masyarakat Hindia Belanda ada sementara kelompok Indo yang mengingkari darah pribuminya, misal Robert Mellema, Robert Suurhof, Ida van Helderen. Mereka lebih suka disebut sebagai orang Belanda; Ida van Helderen disebut oleh Couperus sebagai tipe nona putih yang tidak menyukai rijsttafel dan berpura-pura bahasa Melayunya jelek. Mereka lebih memilih identitas putih yang dipandang lebih bagus, murni dan berbudaya. Di tengah orang-orang yang mengagungkan kelebihan budaya Belanda dengan musiknya, tatacara makan Eropa, Louis Couperus menempatkan tokoh wanita penting dalam novelnya. Leoni van Oudijck, istri residen Labuwangi, diberi karakter cuek tidak pedulian, menolak mengurus kegiatan amal yang menjadi kewajiban istri residen, dan berselingkuh dengan sejumlah laki-laki, termasuk anak tirinya dan juga pacar anak tiri perempuannya. Pada masa ketika perempuan kulit putih dipandang sebagai sosok berharga, langka dan berpendidikan, muncul istri residen serupa ini. Tampaknya Couperus ingin mengungkapkan bahwa perilaku selingkuh maupun hubungan di luar pernikahan tidak hanya dimiliki oleh para nyai, tetapi juga bisa dilakukan oleh wanita Eropa, bahkan yang berkedudukan terpandang dalam masyarakat. Novel DSK menampilkan dua tokoh wanita yang selalu mengedepankan cara berpakaian untuk mempertahankan identitas mereka. Eva Eldersma, meskipun akhirnya harus kalah oleh panasnya Hindia, dikenal sebagai wanita yang mengurus jamuan makan malam Eropa, lengkap dengan tatacara berbusananya. Laki-laki mengenakan jas panjang berekor; mereka kepanasan dalam kenikmatan makanan Eropa. Di pihak lain, istri bupati Soenario selalu mencoba menampilkan tatacara Solo dalam kehidupannya sehari-hari. Dia mengambil kusir dari Solo dan mempertahankan cara berpakaian Solo untuk kusirnya. Cara ini ternyata efektif mengganggu residen. 15

4.4 Resistensi