6
1.1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam kajian Penggelembungan Makna dan Penciutan Makna pada Kosakata Bahasa Indonesia
Anak 2 −3 Tahun: Analisis Psikolinguitik adalah sebagai berikut
1. Bagaimanakah kategorisasi fitur-fitur semantik kosakata bahasa Indonesia
dalam penggelembungan makna dan penciutan makna? 2.
Bagaimanakah generalisasi kosataka bahasa Indonesia dalam penggelembungan makna dan penciutan makna?
1.2 Batasan Masalah
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada bidang psikolinguistik khususnya studi terhadap pemerolehan semantik anak usia 2
−3 tahun. Batasan masalah ini berhubungan dengan penguasaan kosakata pada anak berdasarkan
pada bentuk, ukuran, gerakan, bunyi, tekstur, dan warna. Penelitian ini membahas pemerolehan kata yaitu, kelas kata nomina dan verba.
Kelas kata nomina adalah kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek; kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal
lain. Verba atau kata kerja adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat Kridalaksana, 2008 .
Universitas Sumatera Utara
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan teori komponen makna dalam kosakata bahasa Indonesia,
khususnya kategorisasi bentuk, ukuran, gerakan, bunyi, tekstur, dan rasa. 2. Mendeskripsikan persamaan yang terdapat dalam fitur-fitur semantik kosakata
bahasa Indonesia dalam penggelembungan makna dan penciutan makna.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat umum yang diperoleh dari penelitian ini adalah
1.3.2.1 Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yaitu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang psikolinguistik, khususnya teori Komponen Makna.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pendidikan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan untuk
merumuskan kebijaksanaan perencanaan pengajaran bahasa anak usia dini. 2. Bagi Peneliti Lain
Peneliti pemerolehan bahasa pada anak usia dini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan hasil
yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
8
3. Bagi Pembaca dan Penikmat Bahasa Penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding bagi penelitian lain
yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa pada anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan pengertian sesuai dengan pijakan teori yang dianut dalam suatu penelitian. Dalam
penelitian ini konsep dasar yang dijadikan acuan, yakni
2.1.1 Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara alami pada waktu dia belajar bahasa ibunya native language
dalam Dardjowidjojo, 2005: 225. Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak sedang memperoleh
bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performasi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami dan proses
performansi adalah proses pemahaman dan proses menghasilkan kalimat-kalimat Chaer, 2003: 167.
Pemerolehan bahasa biasanya dibagi menjadi empat bagian, yaitu pemerolehan sintaksis, pemerolehan semantik, pemerolehan fonologi, dan
pemerolehan pragmatik, yaitu cara anak memeroleh kelayakan dalam berujar. Keempat komponen ini diperoleh anak secara serentak Dardjowidjojo, 2005:
244.
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.2 Penggelembungan Makna
Penggelembungan makna merupakan konsep penggunaan sebuah butir leksikal oleh anak untuk mengacu kepada sebuah rentangan makna yang lebih
luas daripada rentangan yang digunakan orang dewasa dalam Dardjowidjojo, 2000: 245.
Penggelembungan makna terjadi disebabkan kemampuan anak belum sempurna dalam menangkap fitur-fitur semantis yang melekat. Penggelembungan
makna terjadi apabila karena entitas, perbuatan, peristiwa, atau keadaan yang diterima melalui masukan yang sudah ada pada anak, tetapi ternyata tidak tepat
Clark, 1973 dalam Dardjowidjojo, 2000: 248. Anak sulit untuk membedakan dua objek yang sama sehingga menggelembungkannya.
Penggelembungan terjadi ketika anak menyebutkan kata burung menjadi ayam, bebek menjadi angksa, pulpen menjadi pensil, nyamuk menjadi semut, bola
menjadi balon.
2.1.3 Penciutan Makna
Penciutan makna merupakan konsep yang digunakan untuk membatasi makna hanya pada referen yang telah dirujuk dan dikonsep dalam pikiran anak
sebelumnya. Konsep pertama yang diperkenalkan pada anak adalah konsep yang selalu melekat dalam pemikiran anak dalam Dardjowijojo 2000: 245. Penciutan
makna terjadi apabila anak hanya menangkap satu fitur semantik yang selalu melekat pada pikirannya dan sulit membedakan fitur-fitur semantik yang telah
diketahuinya.
Universitas Sumatera Utara
11
Penggelembungan terjadi ketika anak menyebutkan buah apel menjadi tomat, komput er menjadi televisi, kamera menjadi potret, semua warna disebutkan
dengan pink.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Psikolinguistik
Psikolinguistik adalah satu cabang linguistik yang bekerjasama dengan ilmu lain, yaitu ilmu psikologi dalam menganalisis bahasa dan berbahasa
bertutur dengan cara mengkaji proses-proses yang berlaku pada waktu seorang bertutur dan memahami kalimat-kalimat yang didengar. Psikolinguistik
mempelajari cara seorang anak memeroleh bahasa ibunya dan hubungan di antara bahasa yang diperoleh itu dengan proses berpikir Simanjuntak, 2009: 8. Menurut
Dardjowidjojo 2003:7 psikolinguistik adalah ilmu yang memelajari proses- proses mental yang dilalui oleh manusia dalam berbahasa.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah gabungan antara ilmu linguistik dan psikologi yang membahas tentang proses
berbahasa yang berkaitan dengan proses berpikir. Pada pemerolehan bahasa, anak perempuan lebih aktif dalam
menghasilkan tuturan daripada anak laki-laki. Otak anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Otak anak perempuan lebih kaya akan neuron
dibandingkan dengan otak anak laki-laki. Hal ini menyebabkan anak perempuan lebih banyak menghasilkan kosakata dan lebih interaktif dalam berkomunikasi
dengan lingkungannya. Menurut Steinberg 2001: 319 dalam Dardjowidjojo
Universitas Sumatera Utara
12
2005: 221 mengatakan bahwa perbedaan dalam pemerosesan bahasa antara pria dan wanita dapat juga terjadi karena pengaruh budaya.
2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme
Seorang penganjur pandangan Behaviorisme dalam pemerolehan bahasa yang terkemuka adalah ahli psikologi B.F. Skinner 1957. Behaviorisme
menganggap bahwa pengetahuan linguistik hanya terdiri dari rantaian hubungan- hubungan dan hubungan ini dibentuk dengan cara-cara pembelajaran Stimulus-
Respon S-R dalam Simanjuntak, 2009: 112. Teori Behaviorisme melihat aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati
langsung dari hubungan antara rangsangan stimulus dan reaksi respon. Perilaku bahasa yang efektif adalah memuat reaksi yang tepat terhadap
rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan Novelia, 2010: 5. Contohnya, seorang anak mengucapkan duduk
yang menyatakan sebuah kursi, maka orang dewasa yang mendengarnya akan mengajari anak tersebut mengucapkan kursi dengan benar.
2.2.3 Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni, proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya native language dalam Dardjowidjojo, 2005: 225. Pemerolehan bahasa language acquisition adalah proses-proses yang berlaku di
pusat bahasa dalam otak seorang anak bayi pada waktu dia sedang memeroleh
Universitas Sumatera Utara
13
bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa terjadi secara alamiah tanpa disadari yang melibatkan bahasa pertama bahasa ibu dalam Simanjuntak, 2009: 104-105.
Pemerolehan bahasa biasanya dibagi menjadi empat bagian, yaitu bagian pemerolehan sintaksis, semantik, fonologi, dan pragmatik. Setiap bagian
pemerolehan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena diperoleh secara bersamaan Dardjowidjojo, 2005: 244.
2.2.4 Pemerolehan Semantik
Pemerolehan semantik menegaskan bahwa arti dapat diterangkan berdasarkan pada fitur-fitur penanda-penanda semantik. Arti suatu kata
merupakan gabungan dari fitur-fitur semantik. Menurut Dardjowidjojo 2000: 262 mengatakan bahwa anak meguasai makna kata secara sembarangan.
Golinkoff dkk, 1994 dalam Dardjowidjojo, 2000: 247 mengatakan bahwa anak memiliki strategi referensi dengan menganggap bahwa kata pastilah
merujuk pada benda, perbuatan, proses, atau atribut. Dengan strategi ini, anak yang baru mendengar suatu kata baru akan menempelkan makna kata itu pada
salah satu dari referensi. Pemerolehan semantik memerlukan pemahaman yang sempurna mengenai
makna sebuah bahasa. Dalam hal menentukan suatu makna, anak mengutip prinsip-prinsip universal, salah satu diantaranya adalah yang dinamakan
overextension yang telah diterjemahkan sebagai penggelembungan makna dan underextension yang diterjemahkan sebagai penciutan makna Dardjowidjojo,
2003: 260.
Universitas Sumatera Utara
14
Penggelembungan makna terjadi saat anak diperkenalkan dengan suatu konsep baru dan anak cenderung mengambil salah satu fitur dari konsep tersebut
lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki konsep tersebut. Contohnya adalah konsep bulan, pada waktu anak diperkenalkan pada kata bulan, dia
mengambil fitur bentuk fisiknya, yakni bulan itu bundar. Fitur itu kemudian diterapkan pada segala macam benda yang bundar. Disamping bentuk ukuran juga
bisa menjadi fitur yang diambil anak Dardjowidjojo, 2003: 262. Penciutan makna terjadi pada saat anak membatasi makna hanya pada
referen yang telah dirujuk sebelumnya. Contohnya adalah konsep bebek yang diperkenalkan pada waktu anak melihat bebek di kolam, maka gambar bebek yang
ada di buku beberapa hari kemudian bukanlah bebek. Bebek yang dipahami anak adalah bebek yang berada di kolam atau air, sedangkan yang berada di lokasi yang
berbeda seperti rumput bukanlah bebek tapi burung Dardjowidjojo, 2003: 263.
2.2.5 Komponen Makna
Komponen makna menganalisis setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna
unsur leksikal tersebut. Analisis ini mengandaikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan unsur lain Pateda,
2008:273. Pikiran pokok yang mendasari analisis ini adalah pengidentifikasian
komponen makna butir-butir leksikal di dalam sebuah medan dengan oposisi atau kontras fungsional. Di dalam analisis ini diasumsikan bahwa butir-butir leksikal di
dalam leksikon setiap bahasa dapat dianalisis sedemikian rupa sehingga
Universitas Sumatera Utara
15
menghasilkan seperangkat komponen makna primer terbatas yang bersifat universal. Maksudnya komponen primer terbatas itu dapat dipergunakan untuk
mendeskripsikan butir-butir leksikal di dalam leksikon semua bahasa Wedhawati, 2002: 40.
Eve Clark, 1973 dalam Dardjowijojo, 2000:247 menjelaskan bahwa tiap kata memiliki seberkas fitur semantik. Untuk kata kambing misalnya, memiliki
fitur semantik [+objek], [+hewan], [+berkaki empat], [+berbulu], [+bertanduk], [+berekor] dan beberapa fitur yang lain. Dalam awal pemerolehan makna, anak
hanya dapat memungut sebagian dari seluruh fitur semantik tersebut. Andaikan fitur yang diambil hanyalah [+objek], [+hewan], dan [+berkaki empat] maka
kambing akan tergelembungkan menjadi lembu, dan kuda. Berdasarkan masukan- masukan berikutnya anak merevisi konsep semula sampai akhirnya datang pada
makna yang sama dengan makna orang dewasa. Lyson, 1977:323-335 dalam Pateda, 2008: 261-269 menjelaskan bahwa
dalam analisis komponen, ada empat unsur yang harus diperhatikan, yaitu komponen makna, fitur, pemarkah, dan ciri pembeda. Komponen makna
adalah kumpulan fitur makna. Fitur adalah variabel makna yang dinilai dalam komponen makna mengandung sejumlah variabel makna yang dapat dinilai.
Permarkah adalah penanda nilai suatu fitur. Ciri pembeda adalah ciri khas nilai fitur suatu leksem atau satuan leksikal pada saat leksem itu dibandingkan dengan
leksem yang lain. Penerapan konsep komponen makna, fitur, pemarkah, dan ciri pembeda dapat dilihat dalam contoh analisis komponen makna kerbau, sapi, dan
kuda.
Universitas Sumatera Utara
16
Dengan melihat matriks seperti ini, peneliti dapat membuat pembatasan acuan. Misalnya, sapi ialah binatang pemakan rumput, berkaki empat, berkuku
lebah dua, bisa menarik pedati, membajak, tidak sebagai tunggangan, dan tidak suka berkubang. Kerbau adalah binatang pemakan rumput, berkaki empat,
berkuku lebah dua, untuk menarik pedati, untuk membajak, suka berkubang, dan tidak sebagai tunggangan. Kuda adalah binatang pemakan, berkaki empat,
berkuku lebah dua, sebagai tunggangan, tidak menarik pedati, tidak untuk membajak, dan tidak suka berkubang.
KOMPONEN MAKNA LEKSEM
SAPI KERBAU
KUDA
Binatang +
+ +
Berkaki empat +
+ +
Pemakan rumput +
+ +
Berkuku lebah dua +
+ +
Untuk menarik pedati +
+ -
Untuk pembajak +
+ -
Sebagai tunggangan -
- +
Suka berkubang -
+ -
Universitas Sumatera Utara
17
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian yang berhubungan tentang Penggelembungan makna dan Penciutan Makna Kosakata Bahasa Indonesia pada Anak Usia 2
−3 Tahun: Analisis Psikolinguistik sebelumnya pernah diteliti oleh
Dardjowidjojo 2000 dalam penelitian penel longitudinalnya, Echa Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Penelitian ini yang menggunakan
waktu lima tahun terhadap cucunya Echa yang mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu terdiri atas pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, leksikon, dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga mengatakan bahwa pemerolehan bahasa tidak dapat terjadi hanya karena adanya bekal kodrati innate
properties belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses
penguasaan bahasa. Penelitian ini menggunakan rekaman video audio. Ada dua aspek dalam
menganalisis data. Pertama data dianalisis untuk mencari tahu elemen-elemen fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik yang muncul pada kurun
waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinana munculnya suatu elemen merupakan cerminan dari kompetensi si anak atau baru tiruan belaka. Kedua,
setelah dianalisis dan disajikan secara deskriptif, hasilnya disorot dari segi teoritis untuk diketahui alasan terjadi hal demikian.
Fauzi 2000 dalam skripsinya, Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5 Tahun: Analisis Psikolinguistik. Penelitian ini membahas tentang tahap-tahap
pemerolehan bahasa yang terdiri dari tahap perkembangan prasekolah dan tahap
Universitas Sumatera Utara
18
perkembangan kombinatori. Tahap perkembangan prasekolah meliputi, tahap meraba, tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap pengembangan tata
bahasa, dan tahap kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinatori meliputi perkembangan negatif, perkembangan introgatif, dan perkembangan sistem bunyi.
Fauzi juga membahas tentang perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif. Wedhawati 2002 dalam jurnal Linguistik Indonesia, Medan Leksikal dan
Analisis Komponensial. Penelitian ini membahas tentang komponen makna yang membentuk satuan makna sebuah butir leksikal atau sebuah medan leksikal.
Penelitian ini juga membahas tentang penelitian Wedhawati 1998 yang menggunakan lima macam reaksi semantis untuk menentukan nilai semantis
komponen temuan dalam hubungannya dengan butir leksikal pembentuk medan leksikal verba yang berkomponen makna + SUARA +INSAN. Pertama reaksi
semantis positif + untuk menandai komponen makna yang relevan atau berfungsi membentuk satuan makna butir leksikal. Misalnya, komponen +
MUSIKAL dalam “senandung”. Kedua, reaksi semantis negatif - untuk menandai penegasian komponen di dalam definisi satuan makna butir leksikal,
sebagai lawan reaksi semantis +. Misalnya, komponen -SUARA di dalam bungkam. Ketiga, reaksi semantis netral o untuk menandai komponen yang tidak
relevan atau tidak berfungsi pada tataran sistem, tetapi berfungsi pada tataran ujaran. Misalnya komponen oLIRIH dalam nyanyi Dia bernyanyi dengan
Lirih. Keempat reaksi semantis positif negatif +- untuk menandai kemungkinan kehadiran komponen tertentu atau kemungkinan penegasian
kehadiran komponen tertentu. Misalnya, +-TUTUR dalam nyanyi karena
Universitas Sumatera Utara
19
definisi satuan makna nyanyi adalah ‘mengeluarkan suara bernada’. Kelima reaksi tak bernilai untuk menandai penolakan kehadiran komponen tertentu baik pada
tataran sistem, maupun tataran ujaran, dalam arti komponen itu tidak berfungsi baik pada tataran sistem maupun pada tataran ujaran. Misalnya, komponen
TUTUR dalam kaitannya dengan tawa. Gustianingsih 2002 dalam tesisnya, Pemerolehan Kalimat Majemuk
Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Penelitian ini membahas kemampuan anak usia taman kanak-kanak akan kalimat majemuk merupakan
parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di sekolah dasar. Usia 4-5 tahun adalah masa peralihan dan kehidupan seorang anak
dilingkungan rumah tangga ke dalam lingkungan sekolah. Memahami bahasa KAMABIA memerlukan daya asosiasi yang tinggi serta memerlukan dukungan
konteks situasi dan objek dalam peristiwa tutur mengingat sifat-sifat kejiwaan yang dimiliki anak, potensi alat ucap, dan pengetahuan serta pengalaman yang
dimilikinya. Jenis konjungsi kalimat koordinatif KAMABIA berjumlah 12 dan satu
jenis fungtuasi. Dari 13 jenis tersebut yang paling banyak muncul adalah jenis kalimat dengan variasi KD + dan + KD, diikuti KD + tetapi + KD. Jenis kalimat
koordinatif KAMABIA benar-benar dikuasai adalah penjumlahan aditif dengan variasi konjungsi KD + dan + KD, perlawanan dengan variasi konjungsi KD +
tetapi + KD dan kalimat majemuk koordinatif urutan. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukakan secara cross sectional
selama tiga bulan. Cross sectional rancangan silang dimaksudkan sebagai cara
Universitas Sumatera Utara
20
menemukan pemerolehan bahasa dengan menggunakan subjek penelitian dalam jumlah yang cukup banyak dan dalam waktu yang singkat. Penelitian ini dibantu
dengan teknik observasi, rekaman, wawancara, teknik gambar dan bercerita. Susanti 2005 dalam skripsinya, Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia
3 −4 Tahun. Penelitian ini membahas tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri
dari tahap perkembangan tata bahasa dan tahap tata bahasa menjelang dewasa. Susanti juga membahas kalimat sederhana yang dihasilkan oleh anak usia 3
− 5 tahun dalam bahasa Jawa. Penelitian ini mengatakan bahwa pemerolehan bahasa
adalah perkembangan dan pertumbuhan bahasa anak yang diperoleh dari ucapan- ucapan orang tua secara mendadak keluar begitu saja dari mulut anak tersebut.
Penelitian ini juga membahas kalimat sederhana yang dihasilkan oleh anak usia 3
−5 tahun dalam bahasa Jawa, yaitu kalimat S-P, S-P-K, K-S-P.
Novelina Lumbanraja 2010, Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia 3-4 Tahun, Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3
− 4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang
dapat dikuasai anak-anak usia 3 − 4 tahun tersebut. Urutan pemerolehan leksikal
nomina bahasa Angkola pada anak usia 3 −4 tahun adalah nomina orang, nomina
makanan, nomina hewan, nomina buah-buahan, nomina alat dapur, nomina sayur- sayuran, nomina elektronik, nomina minuman.
Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik pancing. Teknik pancing dilakukan untuk memancing anak-anak agar mau berbicara dengan
Universitas Sumatera Utara
21
peneliti. Selanjutnya teknik rekam dan teknik gambar. Teknik rekam, yaitu merekam semua bahasa yang dipakai anak-anak 3-4 tahun, teknik gambar tebak
gambar, hal ini dilakukan untuk meluaskan perhatian anak tentang kata benda yang ada disekitarnya Gustianingsih, 2009: 72. Setelah itu, dilanjutkan dengan
teknik catat, yaitu dengan cara mencatat data yang telah dikumpul. Data yang telah dikumpul itu akan diklasifikasikan sesuai tahap-tahap perkembangan
pemerolehan bahasa anak.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian